Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

2 Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. ” Q.S. al-Ruum 30; 21 5 Dalam ayat tersebut terkandung tiga makna yang dituju oleh suatu perkawinan, yakni: 1. Litaskunu ilaiha, artinya supaya tenang. Maksudnya, sebuah perkawinan dapat menyebabkan ketenangan jiwa bagi pelakunya. 2. Mawaddah, membina rasa cinta. Akar kata mawaddah adalah wadada membara atau menggebu-gebu 6 yang berarti meluap tiba-tiba, karena itulah pasangan muda di mana rasa cintanya sangat tinggi yang termuat kandungan cemburu, sedangkan rahmahnyarasa sayangnya masih rendah, banyak terjadi benturan karena tak mampu mengontrol rasa cinta yang memang terkadang sangat sulit dikontrol. 3. Rahmah, yang berarti sayang. Bagi pasangan muda rasa sayangnya demikian rendah sedangkan rasa cintanya sangat tinggi. Dalam perjalanan hidupnya semakin bertambahnya usia pasangan, maka rahmahnya semakin naik, sedangkan mawaddahnya semakin menurun. Itulah sebabnya kita melihat kakek-kakek dan nenek-nenek kelihatan mesra berduaan, itu bukanlah gejolak wujud cinta mawaddah yang ada pada mereka tetapi sayang rahmah. Di mana rasa sayang tidak ada kandungan rasa cemburunya. 7 5 Departmen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: CV. Indah Press, 1995, h. 644. 6 Achmad Mubarok, Nasehat Perkawinan dan Konsep Hidup Berkeluarga, Jakarta: Jatibangsa, 2006, h. 18. 7 A. Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman di Tanah Gayo, Jakarta: Qalbun Salim, t.t, h. 86-88. 3 Dan kalau benar-benar dipahami ayat tersebut kita akan mengakui bahwa apa yang menjadi idam-idaman dari banyak orang di zaman sekarang itu, itu jugalah yang oleh Allah SWT dinyatakan sebagai tujuan bersuami istri, yakni adanya ketentraman, damai serasi, hidup bersama dalam suasana cinta mencintai. Islam pun menginginkan bahwa antara suami istri itu terdapat saling percaya, saling menghargai, saling menghormati, saling membantu, serta saling menasehati. Ketentraman itu bersemayam dalam hati. Tinggal bersama dan bergaul serumah dengan istri yang cocok menyebabkan sang suami itu pikirannya menjadi mantap, dan bilamana sang istri benar-benar bijaksana, di samping mencintai suaminya, sang suami ini akan menjadi betah di rumah dan kemudian tentram dalam hati, dan juga sebaliknya. Adapun rukun dan damai tidak boleh diartikan bahwa mereka itu tidak pernah berselisih paham. Karena di antara suami dan istri yang tidak pernah terjadi konflik, belum tentu terdapat kerukunan. 8 Perkawinan sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat guna melangsungkan kehidupan umat manusia serta untuk mempertahankan eksistensi kemanusiaan di muka bumi ini. Ia sangat disenangi oleh setiap pribadi manusia dan merupakan hal yang fitrah bagi setiap mahluk Tuhan. Dengan perkawinan akan tercipta suatu masyarakat kecil dalam bentuk keluarga dan dari sana pula 8 Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, Jakarta, Departemen Agama, 2001, h. 89. 4 akan lahir beberapa suku dan bangsa. 9 Bagi kaum muslim, lembaga perkawinan yang berdasarkan kepentingan dan kasih sayang antara pasangan suami istri merupakan suatu manifestasi yang luhur dari kehendak dan tujuan ilahi. 10 Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini pasti mendambakan kebahagiaan dan salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan itu adalah dengan jalan perkawinan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Bab I pasal 1 bahwa: “ Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ”. 11 Yang dimaksud dengan arti perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Dengan ikatan lahir batin, dimaksudkan perkawinan ini tidak hanya cukup dengan adanya ikatan lahir atau ikatan batin saja, melainkan harus kedua-duanya. Suatu ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat. Mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan wanita untuk hidup bersama, dengan kata lain sebagai suami istri. Sebaliknya suatu ikatan batin adalah merupakan hubungan yang tidak dapat dilihat. Walaupun tidak nyata, tetapi ikatan itu harus ada. Karena tanpa ikatan batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh. 9 Abdul Aziz bin Abdurrahman, Perkawinan dan Masalahnya . Penerjemah Musifin As‟ad, dkk, cet.II, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993, h. 14. 10 Murtadha Muthahhari, Etika Seksual dalam Islam, Penerjemah M. Hashem, cet.V, Jakarta: PT Lentera Basritama, 1996, h. 9. 11 Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Surabaya: Arkola, t.th, h. 5. 5 Sesuai dengan pasal 2 Bab II Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan perkawinan menurut hukum Islam adalah: “Akad yang sangat kuat atau mitsaaqan ghaliidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan sebuah bentuk ibadah”. Sedangkan dalam pasal 3 Bab II Kompilasi Hukum Islam menyatakan: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah ”. 12 Inti dari pasal tersebut dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Senada dengan itu, Allah menganugerahkan lembaga perkawinan bagi umat manusia bukan untuk kesengsaraan dan penderitaan batin, melainkan untuk ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 13 Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari al-Quran dan al- Hadits, yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 mengandung 7 tujuh asas atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut: a. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal; b. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan; c. Asas monogami terbuka; 12 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Lampiran III, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005, h. 286. 13 BP4 Pusat, Perkawinan dan Keluarga; Muhasabah dibalik Musibah, edisi 457xxxviii2010, Jakarta: BP4 Pusat, 2010, h. 26. 6 d. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa dan raganya; e. Asas mempersulit terjadinya perceraian; f. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri; g. Asas pencatatan perkawinan. 14 Perkawinan merupakan pertemuan dua hati yang saling melengkapi satu sama lain dan dengan dilandasi dengan rasa cinta mawaddah dan kasih sayang rahmah, pada dasarnya setiap calon pasangan suami istri yang akan melangsungkan atau akan membentuk suatu rumah tangga akan selalu bertujuan untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera serta kekal untuk selamanya, 15 namun impian semua itu tidak selamanya indah. Agar cita-cita dan tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami istri yang memegang peran utama dalam mewujudkan keluarga sakinah perlu meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat. 16 Ada beberapa tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan disyariatkannya perkawinan dalam Islam, di antaranya adalah untuk terciptanya rasa tentram dan kasih sayang antara pasangan yang melangsungkan perkawinan, sebagaimana 14 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet.I, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h. 7-8. 15 Abdul Muhaimin As‟ad, Risalah Nikah Penuntun Perkawinan, Surabaya: Bintang Terang 99, 1993, h. 10. 16 Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4 DKI Jakarta, Membina keluarga sakinah, Jakarta: BP4 DKI Jakarta, 2001, h. 1. 7 diisyaratkan dalam surat ar-Rum ayat 21, tujuan lainnya adalah untuk memelihara pandangan mata, menjaga kehormatan diri, mendapatkan keturunan yang sah, sehat jasmani, rohani maupun sosial, juga dapat mempererat silaturahmi serta untuk mencapai masa depan individu dan keluarga yang lebih baik. 17 Islam membangun kehidupan keluarga dan masyarakat atas dasar dua tujuan, yakni menjaga keluarga dari kesesatan dan bertujuan untuk menciptakan wadah yang bersih sebagai tempat lahir sebuah generasi yang berdiri di atas landasan yang kokoh dan teratur tatanan sosialnya. 18 Oleh karena itu, Islam melarang adanya perzinahan, gundik dan mengambil istri yang tidak halal tanpa ikatan yang sah sebagaimana larangan Allah SWT. Lebih jauh dari semua itu, pernikahan merupakan hubungan manusia yang berlawanan jenis, yang menghasilkan kedamaian jiwa, ketenangan fisik dan hati, ketentraman hidup dan penghidupan, keceriaan ruh dan rasa, kedamaian laki-laki dan wanita, kebersamaan di antara keduanya untuk meretas kehidupan baru dan membuahkan generasi baru pula yang di dalamnya tumbuh rasa kasih dan cinta. 19 Selain itu alasan mengapa perkawinan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia yaitu menyangkut harga diri, sebagaimana dikatakan oleh Sayuti Thalib: 17 Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Membina Sakinah, Jakarta, Depag RI, 2003, h. 10-12. 18 Abduttawab Hakal, Rahasia perkawinan Rasulullah SAW, Poligami Dalam Islam vs Monogami Barat, cet.I, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993, h. 8-9. 19 Ibid., h. 9. 8 “Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum ialah bahwa orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin ”. 20 Perkawinan tidak hanya melampiaskan nafsu syahwat belaka, jauh dari itu perkawinan mempunyai dimensi lain. Perkawinan yang disyariatkan agama Islam mempunyai beberapa segi atau dimensi, di antaranya ialah: segi ibadat, segi hukum dan segi sosial. 21 Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang bersifat umum dan berlaku bagi semua makhluk termasuk di dalamnya hewan dan tumbuh-tumbuhan serta keberadaan malam berganti siang. Allah berfirman: 22        Artinya: “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. ” Q.S al-Dzariat 51; 49              Artinya: “Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. ” Q.S Yasin 36; 36 Pada kedua ayat di atas disebutkan “segala sesuatu berpasang-pasangan”, yang berarti meliputi semua makhluk ciptaan Allah. Firman Allah tersebut secara 20 Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, cet.V, Jakarta: Universitas Indonesia, 1986, h. 48. 21 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, t.th, h. 14. 22 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisa Perbandingan antar Madzhab, cet. I, Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006, h. 2. 9 real dapat disaksikan melalui alam raya ini dan segala yang ada. Bentuk pasang- pasangan ciptaanNya merupakan realisasi keseimbangan kehidupan dunia yang mengikuti sunnatullah. Apabila terdapat keganjilan dalam ciptaan seperti tidak adanya keseimbangan sunnatullah, maka akan terjadi malapetaka bagi kehidupan makhluk secara keseluruhan. Pernikahan yang dilakukan manusia merupakan naluri Ilahiyah untuk berkembang biak dan melakukan regenerasi yang akan mewarisi tugas mulia dalam rangka mengemban amanat Allah sebagai khalifah di muka bumi. 23 Setiap pernikahan yang dilakukan oleh setiap pasangan, mereka akan selalu mengharapkan bahwa apa yang ia lakukan akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Tetapi apakah perkawinan ini dikemudian hari dapat terwujud ataukah malah sebaliknya, terwujud tidaknya kebahagiaan tersebut tergantung dari saling pengertian dari setiap pasangan. Bagaimana ia bisa saling memberikan kebahagiaan, bisa saling terbuka, saling mau untuk mengalah, dan dari saling pengertian inilah nantinya akan dapat menghasilkan dan mewujudkan apa yang selalu diharapkan dan diidam-idamkan oleh setiap pasangan. Dalam setiap perkawinan akan selalu membawa makna dan misteri apa yang akan terjadi dalam satu alur yang panjang, yang terpencar menggelinding mengikuti roda berputar yang kadang tanpa disangka perkawinan merupakan sebuah neraka dunia yang panas, tetapi akan lebih sering suatu pernikahan terjadi akan membawa 23 Ibid., h. 3. 10 kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. 24 Namun demikian, bila masing- masing telah berusaha untuk menyelesaikan perbedaan agar rumah tangga mereka rukun kembali ternyata tidak juga berhasil, maka untuk menghindari perselisihan yang lebih parah lagi di antara mereka diperlukan hadirnya pihak ketiga yang bertindak selaku hakam juru damai, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam al-Quran Surat an-Nisa 4 ayat 35:                         Artinya: ”Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal ”.Q.S an-Nisa 4; 35 Meningkatnya angka perceraian di tanah air dari beberapa tahun terahir mendapat perhatian oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Nasaruddin Umar MA, karena selain fenomenanya cenderung terus meningkat juga yang melakukan gugatan justru lebih banyak dari pihak istri. Dewasa ini, posisi suami tak selalu dominan dalam rumah tangga. Jika sedikit saja tak ada kecocokan, pihak istri biasa lebih cepat mengajukan gugatan untuk bercerai. Bercerai, yang dibenarkan menurut agama Islam dan dibenci oleh Allah, itu kini dapat diperoleh seperti orang kebanyakan membeli kacang goreng di warung. Belum lagi tayangan infotainment, ikut memberi peran mendorong peningkatan angka perceraian di 24 Hj. Ny. Nurdin Ilyas, Pernikahan yang Suci Berlandaskan Tuntutan Agama, cet.I, Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2000, h. 1-2. 11 tanah air lantaran pasangan suami istri usia muda meniru perilaku selebriti. Usia perkawinan 5 tahun, sebanyak 80 bercerai karena pengaruh tayangan tersebut. Selain itu, perceraian juga dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor, antara lain disebabkan adanya poligami, nikah di bawah umur, jarak usia suami istri terlalu jauh, perbedaan agama, kekerasan dalam rumah tangga. Termasuk pula disebabkan faktor tingkat atau jarak intelektual antara pasangan terlalu jauh, perbedaan sosial, faktor ekonomi, politik, ketidaksesuaian akibat keras kepala, perselingkuhan akibat orang ketiga, salah satu terkena pidana, dan cacat fisik permanen. 25 Sebagai upaya untuk melihat kualitas keluarga, pada tahun 1950-1954 telah diadakan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa dari pernikahan yang telah dilaksanakan pada tahun tersebut hampir 60 diantaranya cerai. 26 Dengan dilandasi oleh permasalahan-permasalahan di atas, yakni sering terjadinya perselisihan dalam keluarga yang disebabkan oleh adanya perbedaan karakter dan keinginan antara pasangan suami istri yang berkonsekuensi pada peceraian, maka dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu badan atau lembaga untuk menangani dan berusaha menyelesaikan permasalahan- permasalahan atau perselisihan yang terjadi antara pasangan suami istri yang sering kali terjadi. Sehingga, dengan adanya bantuan dari badan atau lembaga tersebut akan memberikan suatu kontribusi yang cukup besar dan berarti agar 25 Artikel diakses pada 23 April 2011 dari httpwww.antaranews.com…mencari-keluarga- sakinah-di-tengah-maraknya-perceraian. 26 Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http:sururudin.wordpress.com20100919peran- bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian. 12 terwujud keutuhan dan keharmonisan suatu keluarga rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Dan badan atau lembaga tersebut adalah yang biasa kita kenal dengan sebutan Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan BP4. Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4 adalah merupakan badan atau lembaga yang telah mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah, yaitu dengan dikeluarkannya surat keputusan SK Menteri Agama Nomor 85 tahun 1961 yang telah menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan atau lembaga yang bergerak pada bidang penasihatan perkawinan dan pencegahan terjadinya perceraian. Salah satu tugas dan fungsi daripada dibentuknya BP4 adalah untuk mendamaikan pasangan suami istri yang sedang bersengketa atau berselisih atau juga dalam hal tertentu memberikan nasehat bagi calon pasangan suami istri yang akan melangsungkan pernikahan atau perkawinan. 27 Untuk menekan angka perceraian itu, kini sedang dilakukan berbagai upaya- upaya, antara lain, reaktualisasi BP4 serta memperpanjang waktu bimbingan pranikah. Upaya tersebut memang perlu dapat dukungan dari semua pihak, termasuk dari kalangan akademisi. Yang mana BP4 ini bekerja sama dengan KUA selaku badan pemerintahan yang menangani segala sesuatu hal yang berkaitan dengan pernikahan. Maka secara tidak langsung KUA atau BP4 pun sangat berperan dan berkontribusi dalam upaya pembentukan keluarga sakinah. 28 27 Ibid, sururudin.wordpress.com. 28 Ibid, sururudin.wordpress.com. 13 Atas dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti hal tersebut menjadi sebuah informasi yang bersumber dari penemuan-penemuan ilmiah melalui metode empirik. Untuk lebih khususnya persoalan ini, maka penulis lebih memfokuskan penelitiannya, yang berkisar pada “Peran dan Kontribusi BP4 dalam Membentuk Keluarga Sakinah di KUA Tanah Abang Jakarta Pusat ”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk mempermudah penelitian dan memperjelas pokok-pokok masalah yang akan dibahas dan diuraikan dalam skripsi ini serta tidak terlalu luas lingkup pembahasannya, maka penulis membatasi masalah tersebut pada peran dan kontribusi BP4 dalam membentuk keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat. Pembatasan di sini lebih menekankan terhadap upaya-upaya BP4 dalam pembentukan keluarga sakinah. Untuk lebih terarahnya perumusan skripsi ini, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa peran dan kontribusi BP4 KUA Tanah Abang dalam melaksanakan pembentukan keluarga sakinah? 2. Bagaimana strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh BP4 KUA Tanah Abang Jakarta Pusat? 3. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi oleh BP4 dalam perannya membentuk keluarga sakinah di KUA Tanah Abang Jakarta Pusat? 14 Untuk lebih jelasnya dalam pembatasan dan perumusan masalah ini, penulis juga menjelaskan tentang pengertian daripada peran, kontribusi, dan sakinah itu sendiri. Peran merupakan bagian dari tugas utama yang harus dilakukan baik itu proses, cara, pembuatan memahami perilaku yang diharapkan dan dikaitkan dengan kedudukan seseorang, jadi dikaitkan dengan permasalahan tersebut berarti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. 29 Kontribusi adalah sumbangansumbangsih kepada suatu perkumpulan yang mempunyai arti sumbangan yang diberikan oleh suatu badan atau lembaga kepada kelompok orang atau masyarakat sesuai dengan tugas dan tujuannya. 30 Sedangkan Sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai. Seorang akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang. 31

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui peran dan kontribusi BP4 KUA Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat dalam upaya pembentukan keluarga sakinah. 29 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, h. 667. 30 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I. Edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, h. 592. 31 Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4 Provinsi DKI Jakarta, Membina Keluarga Sakinah, Jakarta: BP4 Provinsi DKI Jakarta, 2010, h. 5. 15 2. Mengetahui strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh BP4 KUA Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat. 3. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi oleh BP4 KUA Tanah Abang Jakarta Pusat terhadap pembentukan keluarga sakinah. Menurut hemat penulis, melalui penulisan ini setidaknya ada beberapa manfaat yang dapat diambil, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Di kalangan KUA sendiri adalah untuk memenuhi kewajiban dan tuntutan sebagai pelaksana bimbingan dan penyuluhan, serta memberikan bimbingan konsultasi hukum kepada masyarakat sebagaimana yang ditetapkan oleh Departemen Agama dalam membantu menyelesaikan perselisihan dan perceraian serta dalam pelestarian perkawinan; 2. Dikalangan akademisi untuk dapat dijadikan kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan tidak hanya dianggap sebagai sebuah teori akan tetapi menunjukkan bahwa pelaksanaan dari BP4 itu benar-benar bisa dimanfaatkan serta dikembangkan bagi golongan akademisi ketika berkecimpung di tengah- tengah masyarakat; 3. Di kalangan masyarakat sendiri agar tidak terjadi perselisihan dalam rumah tangga, sehingga kerukunan rumah tangga tetap terjalin sesuai dengan harapan, dan masyarakat sendiri benar-benar telah merasa memiliki sebuah badan penasehat ketika mereka dihadapkan pada sebuah permasalahan sehingga mengurangi dan bahkan mempersulit terjadinya perceraian.