Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Terbentuknya BP4

24 Pada umumnya orang awam selalu mengatakan bahwa memberi nasihat adalah pekerjaan yang paling gampang, yang bisa dilakukan oleh siapapun juga. Kalau pengertian nasihat di sini hanyalah nasihat sebagaimana arti sehari-hari, memang betul mudah. Akan tetapi bukan demikian halnya dengan yang dimaksud. 3 Penasihatan secara ilmiah mempunyai pengertian tersendiri dan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu yang menguasai ilmu atau setidak-tidaknya menguasai metode untuk itu. Karena itu metode penasihatan perkawinan perlu dipelajari, dan yang lebih penting lagi adalah pengalaman dari pihak yang memberikan nasihat, baik pengalaman bagaimana cara mempraktekkan metode penasihatan maupun mempraktekkan masalah yang dinasihatkan sampai batas- batas tertentu. 4 Penasihatan perkawinan adalah suatu proses penyampaian nasehat atau pendapat kepada seseorang atau kelompok orang, agar mereka mengerti dan menghayati tentang perkawinan, bersikap, bertingkah laku serta berbuat sehingga terwujud tujuan perkawinan dan tidak terjadi konflik, perselisihan rumah tangga atau tidak terjadi perceraian. 5 3 Departemen Agama RI, Modul TOT Kursus Calon Pengantin, Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001, h. 16. 4 Ibid., h. 16. 5 BP4 Pusat, Petunjuk Pelaksanaan Penasihatan dan Konsultasi Perkawinan, Jakarta: BP4 Pusat, 1987, h. 3. 25 Konsultasi perkawinan adalah suatu proses dialog seseorang dengan konsultanpenasehat perkawinan di mana orang tersebut dapat mengambil kesimpulan dan mengekalkan rumah tangga. 6 Penasihatan perkawinan adalah suatu pelayanan social mengenai masalah keluarga, khususnya hubungan suami istri, tujuan yang hendak dicapai ialah terciptanya situasi yang menyenangkan dalam suatu hubungan suami istri, sehingga dengan situasi yang menyenangkan tersebut suatu keluarga dapat mencapai kebahagiaan. 7 Penasihatan perkawinan adalah suatu proses, jadi memerlukan waktu yang relatif lama, tidak hanya sekali jadi. Mungkin untuk sepasang suami istri keluarga membutuhkan waktu beberapa tahun, tetapi mungkin juga ada yang hanya beberapa bulan saja. Hal ini tergantung kepada kondisi masing-masing keluarga. 8 Sekurang-kurangnya ada lima unsur sebagai persyaratan suatu penasehatan atau bimbingan perkawinan, yaitu: 9 1. Yang dinasehati, yaitu seorang yang membutuhkan nasehat baik pria maupun wanita, remaja maupun dewasa yang akan melangsungkan pernikahan. 6 Ibid., h. 3. 7 Departemen Agama RI, Pegangan Calon Pengantin, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001, h. 12. 8 Departemen Agama RI, Modul TOT Kursus Calon Pengantin, Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001, h. 16-17. 9 Departemen Agama RI, Pembinaan Keluarga Pra Sakinah dan Sakinah I, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah Jakarta, 2001, h. 6. 26 2. Masalah atau problem, yaitu kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan yang tidak dapat dipecahkan sendiri oleh individu atau pasangan calon mempelai yang bersangkutan. 3. Penasehat, yaitu perorangan ataupun badan yang melakukan bimbingan kepada individu atau pasangan yang membutuhkannya. 4. Penasehatan, yaitu upaya penasehatan atau bimbingan yang diberikan oleh para penasehat kepada yang dinasehati. 5. Sarana, yaitu perangkat penunjang keberhasilan penasehatan baik fisik maupun non fisik. 10 Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan atau yang disingkat dengan BP4 adalah merupakan organisasi semi resmi 11 yang bernaung di bawah Departemen Agama yang bergerak dalam bidang konsultasi perkawinan, perselisihan dan perceraian. Kelahiran BP4 dalam bidang konsultasi perkawinan dan keluarga adalah sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab untuk mengatasi konflik dan perceraian dalam upaya mewujudkan sebuah keluarga bahagia dan sejahtera. Juga sebagai tuntutan sejarah dan masyarakat juga menyadari akan rendahnya suatu mutu perkawinan di Indonesia, sekitar tahun 1950-an, dimana setiap perkawinan terjadi perceraian sekitar 50-60. Angka tersebut lebih besar dibandingkan 10 Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001, h. 72. 11 Artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http:rifka-annisa.or.idgorevitalisasi-peran-bp4. 27 dengan angka perkawinan. 12 Berikut data angka perceraian dan angka pernikahan dari tahun 1951 sampai dengan tahun 1976: Tabel 1 Angka Perceraian dan Angka Pernikahan di Indonesia dari Tahun 1951-1976 Tahun Talak Cerai Nikah Rujuk Prosentase Talak Cerai 1951 814.342 1.443.271 56, 42 1952 782.625 1.310.268 59,73 1953 723.009 1.416.483 51,64 1954 732.823 1.375.091 53,29 1955 759.534 1.313.480 57,82 1956 583.479 1.082.469 53,90 1957 598.576 1.148.847 52,10 1958 672.039 1.292.039 54,10 1959 696.673 1.319.770 52.78 1960 652.015 1.247.840 52.25 1961 595.745 1.040.734 57.24 1962 641.745 1.464.372 43, 84 1963 651.831 1.293. 181 50, 40 1964 612.819 1.130.460 54, 20 1965 578. 143 1.777.849 32, 52 1966 512. 792 1.096.895 46, 75 1967 447. 408 1.127.060 39, 69 1968 481. 746 1.101. 163 43, 74 1969 363. 500 954. 078 38. 10 1970 229. 886 889.316 25.85 1971 292. 004 956.578 30, 53 1972 308. 916 1.009. 208 30, 60 1973 318.545 1.018.546 31, 27 1974 312.314 1.176.916 27, 38 1975 315.161 1.244.180 25, 33 1976 101.819 931.932 10, 92 12 Sururudin, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http:sururudin.wordpress.com20100919peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka- perceraian. 28 Beranjak dari rasa sebuah keprihatinan yang timbul karena tingginya angka perceraian di Indonesia yang pada 1950 sampai dengan 1954 dari data statistik pernikahan di seluruh Indonesia mencapai 50-60 rata-rata 1300-1400 kasus perceraian per hari, dan angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka pernikahan yang terjadi pada waktu itu. HSM Nasarudin Latif almarhum mencetuskan dan mensyaratkan keberadaan BP4, pada tanggal 4 April 1954 di Jakarta bersama dengan Seksi Penasehatan Perkawinan SPP pada Kantor Urusan Agama se-Kotapraja Jakarta Raya. Kemudian pada tanggal 3 Oktober 1954 Abdul Rauf Hamidy almarhum atau yang lebih dikenal dengan sebutan pak Arhatha juga membentuk organisasi yang bergerak dalam bidang yang sama yaitu dengan nama Badan Penasehatan Perkawinan dan Penyelesaian Perkawinan BP4. 13 Pada saat itu, Abraham Stone salah seorang pakar penasehatan perkawinan dari Amerika Serikat pernah mengunjungi seksi penasehatan perkawinan yang berdiri di Jakarta. Beliau terkesan dengan pilot project dalam usaha menstabilkan perkawinan yang dirintis di Indonesia, sehingga ia mengundang HSM Nasarudin Latif yang pada saat itu menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama KUA Kotapraja Jakarta Raya untuk mengadakan studi perbandingan serta saling tukar pengalaman dibidang marrige counseling antara Indonesia dengan Amerika. 14 Pada tahun 1956 atas prakarsa dari HSM Nasarudin Latif diselenggarakan musyawarah yang diikuti oleh wakil-wakil dari 21 organisasi wanita yang 13 Amidhan , dkk, BP4 Pertumbuhan dan Perkembangan, h. 18. 14 Ibid., h. 26. 29 sebagian besar tergabung dalam KOWANI, di mana secara bulat menyepakati Seksi Penasehatan Perkawinan di kembangkan menjadi “Panitia Penasehatan Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian” atau yang disingkat dengan P5 yang diketuai oleh Ny. SR Poedjotomo dan HSM Nasarudin Latif sebagai penasehat. Wadah baru ini berstatus sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang usaha mengurangi perceraian dan mempertinggi nilai perkawinan. Gerak langkah P5 kemudian meluas sampai ke daerah-daerah di luar Jakarta, seperti Malang, Surabaya, Kediri, Lampung, dan Kalimantan. Daerah-daerah tersebut dikunjungi oleh HSM Nasarudin Latif dalam rangka memasyarakatkan P5 dan membentuk cabang setempat. 15 Sedangkan pada tahun 1958 bersama Hj. Alfiyah Muhadi, ibu KH. Anwar Musaddad dan ibu HK. Samawi di Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah berdiri Badan Kesejahteraan Rumah Tangga BKRT. Kemudian, dikukuhkan kepengurusan yang permanen yang diketuai oleh Kepala Kantor Urusan Agama KUA daerah Istimewa Yogyakarta, KH. Farid Ma‟ruf. Sedangkan di kabupaten juga dibentuk Balai BKRT yang langsung diketuai oleh kepala KUA Kabupaten. Sebagai aparat Departemen Agama pada waktu itu, pembentukan lembaga tersebut memang merupakan kebutuhan mendesak dalam upaya mengatasi banyaknya problematika perkawinan dan rumah tangga yang terjadi di daerah-daerah di 15 Ibid., h. 27-28. 30 Indonesia. Sedangkan dalam skala luas, lembaga ini cukup menunjang misi Departemen Agama dalam upaya pembinaan keluarga dan kehidupan beragama. 16 Arhatha yang juga membentuk cabang Badan Penasehatan Perkawinan di beberapa kota lainnya, HSM Nasarudin Latif membina dan mengembangkan peran dan profesi penasehatan perkawinan marriage counseling di Indonesia. Sampai saatnya, dalam pertemuan pengurus Badan Penasehatan Perkawinan Tingkat I se- Jawa yang dilakukan pada tanggal 3 Januari 1960, disepakati gagasan peleburan organisasi-organisasi penasehatan perkawinan yang bersifat lokal itu menjadi badan nasional yang diberi nama Badan Penasehatan Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian BP4. Kesepakatan tersebut, setelah dibahas dalam konferensi Dinas Departemen Agama ke VII yang berlangsung pada tanggal 25-30 Januari 1960, di Cipayung Bogor, kemudian dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 85 Tahun 1961. Dengan demikian BP4 resmi terbentuk secara Nasional dengan berpusat di Jakarta dan mempunyai cabang-cabang di seluruh Indonesia. 17 Kepengurusan BP4 Pusat yang pertama dilantik pada tanggal 20 Oktober 1961 oleh Menteri Agama yang waktu itu dijabat oleh Bapak KH. Wahib Wahab. Langkah-langkah yang dilakukan pertama kali setelah pelantikan pengurus BP4 Pusat, di antaranya adalah: 18 16 Ibid., h. 29-30. 17 Ibid., h. 33. 18 Ibid., h. 35. 31 a. Mengusahakan atau melengkapi segera terbentuknya BP4 di tingkat wilayah di daerah-daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Adapun pembentukan BP4 tingkat Karesidenan dan daerah tingkat II kabupatenkotapradja adalah tugas BP4 wilayah begitupun pembentukan BP4 kecamatan adalah tugas BP4 daerah tingklat II. b. Setelah BP4 tingkat wilayah atau propinsi seluruhnya terbentuk, maka sebaiknya segera diadakan konferensi umum oleh pusat yang dihadiri oleh wakil-wakil BP4 wilayah. c. Menerbitkan majalah atau brosur yang berkaitan dengan soal-soal sekitar BP4 dan hasil laboratorium atau konferensi tersebut sebagaimana disebutkan pada poin kedua. d. Segera mengadakan kontak dengan marriage counseling luar negeri untuk menambah dan memperdalam pengetahuan dan pengalaman yang bertalian dengan hajat atau keperluan BP4. e. Mengadakan peninjauan dan penyelidikan lembaga-lembaga adat perkawinan dan kerumah tanggaan di daerah-daerah yang dianggap perlu. f. Berusaha agar pemerintah menambah subsidi atau bantuan yang diberikan kepada BP4, dan pemerintah memberikan fasilitas dan lain-lain yang diperlukan oleh BP4. 32 g. Di samping apa-apa yang tersebut pada poin di atas, kiranya perlu pula BP4 ikut serta memikirkan dan berusaha mengenai segera keluarnya Undang-undang Perkawinan umat Islam dan perbaikan nasib para LebaiModinKaum. 19 Pembentukan BP4 sedikitnya didorong oleh tiga hal; yakni tingginya angka perceraian, banyaknya perkawinan di bawah umur dan praktek poligami yang tidak sehat. Pada tahun 1950-an, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, angka perceraian pernah mencapai 50 sampai 60 dan itu didorong oleh adanya perlakuan semena-mena terhadap wanita. Akibatnya banyak anak-anak yang menjadi korban, dan tidak sedikit istri yang tidak menentu nasibnya karena para suami meninggalkan istri dan anak-anaknya begitu saja tanpa pesan dan kesan. Sejak berdirinya BP4 telah terasa perannya yang begitu sangat berarti bagi dunia perkawinan, yang lebih penting lagi yaitu salah satu usahanya dalam memperjuangkan lahirnya sebuah undang-undang yang mengatur tentang masalah perkawinan. Akan tetapi, pada saat itu untuk sebagian besar penduduk Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam belum ada undang-undang yang mengatur tentang hukum perkawinan mereka. Hal inilah yang mendorong dilaksanaknnya kongres perempuan Indonesia pada tahun 1968 yang membahas tentang keburukan-keburukan yang terjadi pada perkawinan umat Islam pada waktu itu. Pembahasan tersebut terjadi bukan dikarenakan tidak adanya peraturan dalam umat Islam tentang masalah perkawinan, akan tetapi banyak orang yang tidak mentaati rambu-rambu dalam 19 Ibid., h. 35. 33 perkawinan disebabkan tidak adanya aturan atau undang-undang perkawinan yang memberikan sanksi atau hukuman terhadap orang yang melanggar. Melalui perjalanan panjang sejak tahun 1962 di mana BP4 mendesak pemerintah agar segera membuat dan mengesahkan undang-undang tentang perkawinan, pada tanggal 2 Januari 1974 keluarlah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Walaupun dalam rancangan undang-undang yang diajukan tersebut yang diajukan ke DPR ada beberapa hal yang bertentangan dengan agama Islam, tetapi keberadaan undang-undang ini sangat membantu dan mendukung berlakunya perkawinan umat Islam. Dengan keluarnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ini, maka tercapailah cita-cita BP4, terlebih dengan dicantumkannya Pasal 39 ayat 1: 20 “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Berdasarkan ketentuan tersebut, angka perceraian menurun secara drastis. Angka perceraian yang ada pada 1975 masih sekitar 25,33, sementara pada 1976 menurun menjadi 10,92. 21 20 Departemen Agama RI, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004, h. 32. 21 Sururudin, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http:sururudin.wordpress.com20100919peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka- perceraian. 34 Penasehatan perkawinan dapat diberikan oleh seorang saja, akan tetapi akan lebih sempurna bila diberikan oleh suatu tim tim penasehat, yang terdiri dari berbagai profesi, misalnya ahli agama, ahli hukum jiwa, pekerja sosial, dokter dan lain sebagainya. Masing-masing ahli ini akan memberikan nasihat sesuai dengan bidang keahliannya, terutama dalam pemecahan suatu masalah yang dialami oleh orang yang diberi nasihat. BP4 sejak didirikan sudah banyak melakukan upaya pembinaan keluarga. Sejak pasangan keluarga sebelum menikah sudah diharuskan mengikuti kursus calon pengantin, sampai pasangan itu berumah tangga selalu diberikan pembinaan, bahkan kalau dalam keluarga ada perselisihan, BP4 selalu aktif memberikan advokasi dan mediasi. Itulah sebabnya BP4 dulu, kepanjangannya adalah Badan Penasihatan Perkawinan Penyelesaian Perceraian. Namun, setelah semua kasus perceraian ditangani oleh Pengadilan Agama, kepanjangan BP4 dirubah menjadi Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan. 22 Maka berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama KMA RI Nomor 85 Tahun 1961 BP4 berdiri secara nasional, dan kepanjangan BP4 yang semula adalah Badan Penasihatan Perkawinan, dan Penyelesaian Perceraian kemudian disempurnakan menjadi Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan. 22 Taufik, “Sejak Dulu BP4 sudah Menangani Perselisihan Rumah Tangga”, artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http:kua-terentang.blogspot.com201006kma-mendukung-bp4-menjadi- lembaga.html. 35 Adapun visi dan misi BP4 adalah sebagai berikut: 23 1 Visi BP4 adalah mewujudkan Keluarga Sakinah dengan landasan keimanan dan ketaqwaan yang kokoh sebagai pilar pembangunan bangsa. 2 Misi BP4 adalah: a. Membekali pasangan-pasangan dalam memasuki perkawinan dan membina keluarga. b. Membantu keluarga-keluarga dalam memantapkan kehidupan keluarga sakinah dan menyelesaikan permasalahan dalam melestarikan perkawinan.

B. Pengertian Keluarga Sakinah

Keluarga Sakinah terdiri dari dua suku kata, yaitu keluarga dan sakinah. Yang dimaksud keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri dari pasangan suami-istri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Jadi, setidak-tidaknya keluarga adalah pasangan suami-istri. Baik mempunyai anak atau tidak mempunya anak nuclear family. 24 Keluarga yang dimaksud ialah suami-istri yang terbentuk melalui perkawinan. 25 Di sini ada titik penekanan melalui perkawinan, kalau tidak melalui perkawinan maka bukan keluarga. Maka hidup bersama seorang pria dengan 23 BP4 Pusat, Hasil Musyawarah Nasional Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4 Kesebelas, Jakarta: BP4 Pusat, 1998, h. 95. 24 Departemen Agama RI, Membina Keluarga Sakinah, Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2005, h. 4. 25 Departemen Agama RI, Membina Keluarga Sakinah, Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2009, h. 4. 36 seorang wanita tidak dinamakan keluarga, jika keduanya tidak diikat oleh perkawinan. Karena itu perkawinan diperlukan untuk membentuk keluarga. 26 Sedangkan yang dimaksud dengan sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai. Seorang akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang. Sebaliknya apabila sebagian atau salah satu dari yang disebutkan tadi tidak terpenuhi, maka orang tersebut akan merasa kecewa, resah dan gelisah. Hajat hidup yang diinginkan dalam kehidupan duniawiyah seseorang meliputi: kesehatan, sandang, pangan, papan, paguyuban, perlindungan hak azasi dan sebagainya. 27 Seseorang yang sakinah hidupnya adalah orang yang terpelihara kesehatannya, cukup sandang, pangan dan papan, diterima dalam pergaulan masyarakat yang beradab, serta hak-hak azasinya terlindungi oleh norma agama, norma hukum dan norma susila. Pengertian keluarga sakinah dalam istilah ilmu fiqih disebut “usrah“ atau “qirabah” yang juga telah menjadi bahasa Indonesia yaitu “kerabat”. 28 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia keluarga adalah ibu bapak dengan anak- anaknya atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. 29 Keluarga bisa berarti batih yaitu ibu, bapak anak-anaknya atau seisi rumah yang menjadi tanggungan, dan dapat pula berarti kaum yaitu sanak saudara serta 26 BP4 Provinsi DKI Jakarta, Membina Keluarga Sakinah, Jakarta: Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4 Provinsi DKI Jakarta, 2009, h. 4. 27 BP4 Provinsi DKI Jakarta, Membina Keluarga Sakinah, Jakarta: Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4 Provinsi DKI Jakarta, 2010, h. 5. 28 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqih, Jilid II, cet.II, Jakarta: Departemen Agama, 19841985, h. 156. 29 Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I, Jakarta: Balai Pustaka ,1988, h. 413.