Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekarang ini kita dapat melihat perkembangan peradaban Barat yang sangat fenomenal. Barangkali, peradaban Barat ini merupakan puncak peradaban manusia yang pernah dicapai sepanjang sejarah. Sejak Revolusi Industri di Inggris abad ke-16 dan Revolusi Prancis pada tahun 1789, Barat bergerak maju bagaikan anak panah yang melesat lepas dari busurnya, setelah pada Abad Pertengahan tertinggal dalam Zaman Kegelapan. Revolusi Industri mengawali lahirnya sains dan teknologi canggih, penemuan demi penemuan ilmiah terus-menerus dilakukan oleh orang Barat. Misteri alam sedikit demi sedikit dapat dikuak sehingga manusia dapat “menguasai”nya, hal ini melahirkan implikasi bahwa dengan kemampuan akal dan daya ciptanya, manusia merasa superior atas alam dan mereka pun melakukan eksploitasi alam secara besar-besaran demi memenuhi ambisi mereka. Orang- orang Barat lebih disibuk kan pada pertanyaan “bagaimana menciptakan sesuatu?” dan ta k peduli lagi pada pertanyaan “mengapa mereka harus menciptakannya?“. Menurut Ahmad Syafi‟i Maarif, peradaban Barat adalah peradaban how tanpa why. 1 Pada satu sisi kemajuan Barat telah melahirkan orang-orang yang penuh vitalitas, berdisiplin tinggi, menghargai waktu, rasional dan menjunjung tinggi 1 Ahmad Syafi‟i Ma‟arif, Peta Bumi Intelektual Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1993, h. 19. hak-hak asasi manusia. Namun di sisi lain, kemajuan ini juga menjauhkan mereka dari nilai-nilai moral dan agama. Mereka telah kehilangan nilai-nilai spiritual karena mereka tidak peduli pada hal-hal yang bersifat transenden, karena segala sesuatu dapat diukur dengan pertimbangan rasio. Dalam sejarah Barat, kemajuan peradaban Barat dan sikap hidup sekular orang-orang Barat ini merupakan hasil dari sebuah proses panjang pergumulan dan pertentangan yang hebat antara kekuatan rasionalitas ilmu pengetahuan di satu pihak dengan kekuatan agama gereja di pihak lain. Dan dalam pergumulan yang hebat ini akhirnya rasio manusia mengalahkan dominasi gereja, mereka tidak memercayai lagi doktrin-doktrin agama Kristen yang ditafsirkan secara ekslusif oleh gereja yang mereka anggap tidak sejalan dengan rasio. Uniknya, terjadinya pemisahan ini justru diawali ketika Barat mulai berkenalan dengan ide-ide falsafat Islam. Tokoh yang paling populer dan dianggap paling berjasa dalam membuka mata orang-orang Barat adalah Ibn Rusyd yang lahir di Cordova pada 520 H.1126 M. 2 Cordova adalah kota terbesar di Andalusia, dan di sana banyak terlahir orang-orang pintar. Para sejarahwan umumnya sepakat, bahwa Cordova ibarat kepala pada tubuh yang menjadi tempat berpusatnya orang-orang ternama dan para cendekiawan. 3 Ibn Rusyd merupakan seorang yang juga memunyai 2 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, h. 221. 3 Kamil Muhammad Kamil „Uwaidah, Ibnu Rusyd Filosof Muslim dari Andalusi, diterjemahkan oleh:Aminullah Elhady, Jakarta: Riora Cipta, 2001, h. 19. pengaruh secara mendalam terhadap perjalanan Skolatisisme Barat serta aspek- aspek Renaisance itu sendiri. 4 Ibn Rusyd berasal dari keluarga ilmuwan. Ayah dan kakeknya adalah para pecinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Pada tahun 548 H.1153 M., Ibn Rusyd pergi ke Marakesy atas permintaan Ibn Thufayl w. 581 H.1185 M. yang ketika itu ia menjadi dokter pribadi Khalifah Abû Ya„qûb Yûsuf 558-580 H.1163-1184 M. dari Dinasti Muwahhidûn. Ibn Thufayl memperkenalkan Ibn Rusyd pada Khalifah. Dalam pertemuannya tersebut, Khalifah yang sangat suka falsafat itu ingin mengakses karya-karya Aristoteles, tapi sulit memahami dan mencernanya secara langsung dari bahasa Yunani. Khalifah juga mengeluh karena buruknya terjemahan yang ada selama ini. Karena itu Ibn Thufayl meminta Ibn Rusyd menerjemahkan dan menafsirkan karya-karya Aristoteles tersebut. 5 Ibn Rusyd juga telah melakukan kajian mengenai hubungan antara ilmu kedokteran dengan ilmu fisika. Menurutnya, ilmu kedokteran itu dasar-dasarnya diambil dari ilmu fisika, bedanya ilmu fisika itu teoritis dan ilmu kedokteran itu adalah praktis. 6 Selain itu pertemuan ini juga mengantarkan Ibn Rusyd untuk menjadi qâdhî di Sevilla. Setelah dua tahun mengabdi, ia diangkat menjadi hakim agung di Cordova, jabatan yang dulu pernah dipegang ayah dan kakeknya Pada tahun 578 H.1184 M. Khalifah Abû Ya„qûb Yûsuf meninggal dan digantikan oleh putranya Abû Ya„qûb al-Manshûr 578-595 H.1184-1199 M. 4 Dominique Urvoy, Perjalanan Intelektual Ibn Rusyd Averroes, terj. Ahmad Syahid, Jakarta: Risalah Gusti, 2001, h. 1. 5 Madjid Fakhry, History of Islamic Philosophy, New York: Columbia University Press, 1970, h. 303. 6 Ibn Rusyd, Tahâfut al-Tahâfut, Kairo: Dâr al- Ma„ârif, n.d, h. 121. Pada awal pemerintahannya , Abû Ya„qûb al-Manshûr juga menghormati Ibn Rusyd sebagaimana perlakuan ayahnya. Namun pada tahun 1195 M. mulai terjadi kasak-kusuk di kalangan tokoh agama. Mereka mulai menyerang falsafat dan para failasuf. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibn Rusyd, hingga pada akhirnya ia dipecat dari segala jabatannya dan diasingkan ke Lucena sebuah perkampungan Yahudi. Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang berkaitan dengan kedokteran, matematika dan astronomi. Semua kegiatan berfikir bebas dilarang dan berfalsafat dianggap membahayakan bagi akidah Islam. Ketika dibuang ke Lucena, Ibn Rusyd disambut baik oleh murid- muridnya, seperti Maimỉnides dan Josef Benjehovan yang beragama Yahudi dan diberikan sarana dan prasarana yang layak, dengan demikian kegiatan mengajar dan menulis Ibn Rusyd tetap berlangsung, dan di antara yang datang dan belajar kepadanya adalah para pemuda Yahudi. Maka dari itu tidaklah mengherankan jika pada waktu pembakaran buku-buku Ibn Rusyd, yang musnah adalah buku-buku yang dalam bahasa Arab. Tetapi dalam waktu yang singkat di beberapa tempat di Eropa muncul karya-karya Ibn Rusyd yang berbahasa Latin dan Yahudi. 7 Diperkirakan tindak penyelamatan ini dilakukan oleh murid-muridnya yang sangat simpati teradap pemikiran-pemikiran Ibn Rusyd. Buku-buku Ibn Rusyd yang berbahasa Arab dibawa ke Universitas Toledo dan Palermo yang pada waktu itu menjadi pusat penerjemahan untuk dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin. 8 7 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999, h.126. 8 Ibid, h. 127. Pemikiran Ibn Rusyd berkembang di Eropa melalui berbagai penerjemahan dan penerbitan. Penerjemahan dilakukan oleh muridnya yang datang dari berbagai pelosok Eropa dan oleh orang-orang Yahudi. Dalam perkembangan berikutnya, karya-karya Ibn Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan menjadi bacaan wajib bagi kalangan mahasiswa di beberapa Universitas di Barat. Di Sicilia, Kaisar Frederick II memerintahkan Michael Scot untuk memimpin gerakan penerjemahan terhadap karya-karya failasuf Muslim, bahkan Kaisar Frederick II sendiri ikut terlibat aktif dalam melakukan penerjemahan terhadap karya-karya Ibn Rusyd. Saking besarnya perhatian Kaisar Frederick II terhadap gerakan penerjemahan karya-karya failasuf Muslim ini timbul dugaan bahwa Kaisar ini telah memeluk agama Islam, namun karena pertimbangan tertentu ia menyembunyikan keislamannya. 9 Sementara di Toledo, gerakan penerjemahan karya-karya Ibn Rusyd dipimpin langsung oleh Uskup Raymond dengan mendirikan lembaga penerjemahan yang didirikan oleh Arkhdeakon Dominic Gundisalvi. 10 Selain itu, orang-orang Yahudi Spanyol juga ikut serta dalam proses alih ilmu pengetahuan Islam ke dunia Barat. Dalam catatannya, Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa proses penerjemahan ini melibatkan seorang pendeta Spanyol yang mengerti bahasa Latin tapi tidak mengerti bahasa Arab dan seorang Yahudi Spanyol yang mengerti bahasa Arab tapi tidak mengerti bahasa Latin. Si Yahudi sambil membacakan setiap kalimat dalam karya-karya yang diterjemahkan itu, menjelaskan arti kalimat-kalimat tersebut ke dalam bahasa Spanyol yang sama-sama mereka pahami, untuk kemudian dicatat oleh 9 Omar Amin Husein, Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, h. 120. 10 Ibid, h. 192. pendeta tersebut. Jadi bahasa Spanyol dalam proses penerjemahan itu berfungsi sebagai penghubung antara kedua penerjemah tersebut. 11 Pengaruh Ibn Rusyd di Eropa tidak terjadi secara langsung, tetapi melalui murid-muridnya dari Eropa yang belajar di Spanyol dan mereka ini dikenal dengan Averroisme. Istilah Averroisme itu mulai digunakan di Eropa sekitar tahun 1270, atau 72 tahun setelah Ibn Rusyd meninggal. Kata yang digunakan adalah averristae yang sesungguhnya lebih merupakan sinisme untuk merujuk pada para pengikut dan pengagum Ibn Rusyd. Meskipun banyak orang yang menulis tentang Ibn Rusyd, menurut Oliver Leaman, keliru jika mereka disebut dengan kaum Averrois pengikut Ibn Rusyd. Averrois memiliki pandangan tertentu tentang hubungan antara bahasa falsafat dan bahasa agama, dan pandangan ini berakar pada pemikiran Ibn Rusyd. 12 Ibn Rusyd adalah failasuf yang berhasil memberikan pengaruh yang lebih besar di kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani daripada Muslim Asia. Di Timur Ibn Rusyd dikenal sebagai pembela falsafat dan para failasuf atas serangan al-Ghazâlî, maka di Barat, I bn Rusyd dikenal sebagai “komentator Aristoteles” yang membawa semangat rasional dan pencerahan bagi mereka dan pengaruhnya ini semakin memerlihatkan bentuknya dengan munculnya gerakan Averroisme di Barat yang mencoba mengembangkan gagasan-gagasan rasional Ibn Rusyd. Ibn Rusyd memang sangat Aristotelian, dan dari situlah ia menemukan rasionalismenya. 13 Seperti ditegaskan Russel yang dikutip oleh Nurcholish 11 Nurcholis Majid, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina, 1997, h. 94. 12 Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, buku kedua, diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan, 2003, h. 1072. 13 Nurcholis Majid, h. 106. Madjid, jasa Ibn Rusyd tidak mungkin diingkari dalam membuka dinamika berfikir orang-orang Kristen Eropa dan ironisnya, tidak pada kebanyakan orang- orang Muslim sendiri, kemudian dari Eropa menyebar ke seluruh dunia melalui ilmu pengetahuan. 14 Dari paparan di atas timbul suatu kenyataan yang tidak terbantahkan, bahwa kemajuan peradaban Barat sejak abad ke-12 tidak terlepas dari sumbangan peradaban Islam yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh saintis dan para failasuf Muslim. Orang-orang Barat banyak sekali mengadopsi pemikiran-pemikiran dari orang Islam dan membangun peradaban mereka setelah mendapat sentuhan dari peradaban Islam. Maka tidaklah berlebihan jikalau Gustave Lebon, sebagaimana dikutip Harun Nasution, mengakui bahwa orang Arablah yang menyebabkan orang Barat memunyai Peradaban. Mereka adalah imam bagi Barat selama enam abad. Hal ini senada pula dengan hal yang dilontarkan Rom Landau, bahwa orang Islamlah guru orang Barat dalam berfikir objektif dan menurut logika. 15

B. Batasan dan Perumusan Masalah