dijumpai buku-buku dalam bahasa Hebrew Yahudi, berkat usaha murid- muridnya di kalangan Yahudi di tempat pembuangannya.
Namun masa penderitaan Ibn Rusyd tidak berjalan lama, hanya satu tahun saja. Pada tahun 594 H.1197 M., hukuman buang Ibn Rusyd dicabut oleh
Khalifah setelah mengetahui bahwa kasusnya ini dibela oleh banyak orang terpandang di Seville.
24
Ibn Rusyd ditarik kembali dari pengasingannya di Lucena, dan hidup berkumpul dengan keluarganya di Cordova. Ibn Rusyd diberi
kehormatan istimewa agar datang menghadap khalifah di Marrakesy, dengan maksud dikembalikan kepada jabatannya di Istana dan memulihkan nama
baiknya kembali.
C. Karya-karya Ibn Rusyd
Ibn Rusyd dikenal sebagai penulis yang sangat produktif, ia banyak menghasilkan karya-karya dalam berbagai disiplin keilmuan, seperti kedokteran
astronomi, sastra, fiqh, ilmu kalâm dan falsafat. Perhatiannya pada ilmu pengetahuan sungguh
luar biasa, karena itu Ibn „Abrâr, seperti yang dikutip dari Mu
hammad Kamil „Uwaidah, menyimpulkan bahwa di Spanyol belum pernah ada seorang ilmuwan yang utama dan sempurna seperti Ibn Rusyd. Lebih dari sepuluh
ribu lembar kertas telah ia habiskan untuk menulis karya-karyanya, sehingga tidak berlebihan kiranya jika ada ungkapan bahwa Ibn Rusyd tidak pernah
meninggalkkan kegiatan penelitian dan membaca sejak ia dewasa, kecuali pada
24
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 419.
malam ayahnya meninggal dan malam pernikahannya.
25
Karya-karyanya menunjukan penguasaan yang luas terhadap berbagai disiplin keilmuan, meskipun
spesialisasinya di bidang falsafat. Menurut Ernest Renan, karya Ibn Rusyd mencapai 78 buah, dengan
rincian dua puluh delapan judul tentang falsafat, dua puluh judul tentang kedokteran, delapan judul tentang fiqh, lima judul tentang teologi, empat judul
tentang astronomi, dua judul tentang sastra dan sebelas judul dalam berbagai ilmu.
26
Tapi sangat disayangkan, karya-karya Ibn Rusyd yang banyak itu tidak dapat dijumpai di masa sekarang, kecuali beberapa buah yang masih tersimpan
dalam beberapa perpustakaan besar di Eropa. Kebanyakan buku-buku yang ada tidak lagi dalam bahasa aslinya, bahasa Arab, melainkan sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan Hebrew. Hal itu diakibatkan dari masalah yang menimpanya. Dalam masa itu, banyak dari karya-karyanya yang musnah dibakar
atas perintah khalifah, terutama di bidang falsafat. Keistimewaan Ibn Rusyd di dalam segala buku-buku karangannya ialah,
menghimpun tiga cara yang berbeda, komentar, kritik dan pendapat sendiri. Seorang komentator yang ahli belum tentu bisa menjadi seorang kritikus yang
ulung, dan dari keduanya itu pula belum tentu dapat melahirkan pendapatnya secara original.
27
Berikut ini akan penulis uraikan beberapa karya-karya Ibn Rusyd, 1.
Karangan-karangannya
25
Kamil Muhammad Kamil „Uwaidah, h. 25.
26
Ernest Renan, h. 80-83.
27
Zainal Abidin Ahmad, h. 121.
1. Fashl al-Maqâl fî mâ bayn al-Hikmah wa al-Syarî‘ah min al-Ittishâl,
buku ini menegaskan bahwa al-Qur ‟ân sendirilah Q.s. al-Hashr [59]: 2
dan Q.s. al- Isrâ‟ [17]: 184 yang menganjurkan kajian rasional.
28
Buku ini mengungkapkan metode rasional yang menjadi landasan Ibn Rusyd
dalam pembahasan persoalan-persoalan falsafat. 2.
Al-Kasyf ‘an Manâhij al-‘Adillah fî ‘Aqâ’id al-Millah, di dalam buku ini pertama-tama Ibn Rusyd menampilkan pandangan para
mutakallimûn, serta mengritik dengan menunjukkan pandangannya. 3.
Dhamîmah li Mas’alah al-‘Ilm al-Qadîm, dari karyanya ini ada beberapa tinjauan yang dikemukakan oleh Ibn Rusyd dalam pesoalan
ilmu Tuhan, apakah semata-mata karena merupakan pengetahuan universal ataukah ia merupakan pengetahuan terhadap semua
partikular secara terpisah-pisah. 4.
Tahâfut al-Tahâfut, dalam buku ini Ibn Rusyd menolak serangan al- Ghazâli kepada para failasuf melalui karyanya Tahâfut al-Falâsifah.
Menurut Ibn Rusyd, statemen-statemen demonstratif dalam buku-buku mengenai hal tersebut, khususnya buku-buku Aristoteles, bukan seperti
yang dibawakan Ibn Sînâ dan yang lainnya dari kalangan Islam, karena di dalamnya ada sesuatu yang tidak diperhatikan. Pendek kata,
mengenai falsafat yang dipahami al-Ghazâlî tersebut tidak diambil dari
28
Seyyed Hossein Nasr, h. 427.
pendapat Aristoteles langsung, melainkan pendapat-pendapat yang dibawa oleh Ibn Sînâ.
29
Buku ini lebih luwes daripada fashl dalam menjelaskan keunggulan agama yang didasarkan pada wahyu atas akal yang dikaitkan dengan
agama yang murni rasional. 5.
Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtashid, buku ini menjadi salah satu referensi penting dalam fiqh Malîkî, sebuah uraian logis
tentang hukum Islam yang monumental. Karya ini merupakan risalah tentang ikhtilâf ilmu perbandingan madzhab yang menilai dan
memertimbangkan dalam setiap hal, setiap sudut, pendapat-pendapat yang diajukan oleh madzhab kecil atau individu terkemuka, bukan
hanya oleh madzhab besar.
30
6. Kulliyyât fî al-Thibb, buku ini merupakan salah satu buku terpenting
dalam kedokteran Ibn Rusyd, terlihat pengaruh falsafat Aristoteles padanya serta pengambilan teori-teori kedokterannya, di samping
kritiknya kepada pendahulunya dalam beberapa bidang pengobatan. Buku ini juga memuat segi-segi pengobatan dan karakteristik anggota
badan. 2.
Ulasan dan ringkasannya 1.
Tafsîr mâ ba‘da al-Thabî’ah, buku ini berisi banyak kritik Ibn Rusyd terhadap para mutakallim dan Ibn Sînâ, demikian juga dengan teori-
29
Ibn Rusyd, Tahâfut al –Tahâfut, Kairo: Dâr al-Ma„ârif, n.d, h. 67.
30
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 420.
teori yang dikemukakan dalam berbagai ulasannya, khususnya mengenai persoalan kekekalan alam.
2. Talkhîs mâ ba‘da al-Thabî’ah, dalam buku ini terdapat lembaran-
lembaran yang dianggap sepenuhnya berasal dari pandangan Ibn Rusyd sendiri, sebagai pengaruh yang diterimanya dari Aristoteles
serta usahanya untuk mengukuhkan pandangannya yang berdasarkan syariat Islam.
3. Kitâb al-Burhân, dalam buku ini Ibn Rusyd secara khusus
menggunakan argumentasi Aristoteles , dan tampak dengan jelas pada setiap bagian dari pandangannya, baik mengenai kausalitas maupun
mengenai keharmonisan antara akal dan syariat dan sebagainya.
31
3. Karya-karya berupa komentar pendek al-Jawâmi‘ al-Shagîr, di sini ia
menjelaskan secara rinci doktrin Aristoteles, menambah, mengedit, mencari bahan-bahan dari karya-karya lain guna menyempurnakan pemikirannya dan
memerkenalkan suatu pola dan metodenya sendiri.
32
Ini mencakup komentarnya atas karya-karya ilmu alam Aristoteles:
Jawâmi‘ al-Samâ’ al- Thabî‘î, Jawâmi‘ al-Samâ’ wa al-‘Âlâm, Jawâmi‘ al-Kawn wa al-Fasâd,
Jawâmi‘ al Asrâr al-‘Alawiyyah. 4.
Karya-karya berupa komentar menengah Talâkhîsh, yaitu Talkhîs Kitâb al- Ma
‘qûlât, Talkhîsh Kitâb al-‘Ibârah, Talkhîsh Kitâb al-Qiyâs dan yang lainnya. Seperti apa yang ia tulis terhadap karya-karya Aristoteles yang
sangat banyak di bidang logika dan ilmu alam serta karya-karya Jalius di
31
Kamil Muhamm ad Kamil „Uwaidah, h. 132-135.
32
Dominique Urvoy, h. 65.
bidang kedokteran, di sini Ibn Rusyd bertolak dari teks umum yang ia ringkas kemudian mengelaborasinya dalam pembahasan, penjelasan, komentar serta
perdebatan. Dr. Oemar Amin Hoesin melihat dalam karya-karya jenis ini Ibn Rusyd tidak hanya membebaskan dirinya dari Aristoteles tapi juga
menunjukkan kematangannya sebagai seorang failasuf serta menyatakan buah pikirannya yang sebenarnya.
33
5. Karya-karya berupa komentar panjang al-Syurûh al-Thawîl. Ini mencakup
kitab Syarh Kitâb al-Burhân, Syarh al- Samâ’ al-Thabî‘î, al-Samâ’ wa al-
‘Âlâm, Syarh Kitâb al-Nafs, Syarh mâ ba‘da al-Thabî‘ah. Kesemuanya itu merupakan komentar terhadap karya-karya Aristoteles. Adapun metode yang
ditempuhnya menyerupai metode yang dipakai oleh para mufassir al- Qur‟ân.
Kitab tersebut dibahas poin per poin sambil memberikan penjelasan, alasan- alasan dan memerdebatkan pandangan-pandangan para penafsir yang lain,
sambil menunjukkan ijtihadnya sendiri dengan kehendak yang kuat agar sudut pandangnya bersesuaian dengan dasar-dasar yang menjadi pijakan
Aristoteles dan apa yang ditetapkan oleh pemikirannya. 6.
Karya-karya pendek yang tak terbilang banyaknya, sebagian berupa maqâlah- maqâlah
dan sebagian berupa masâ ’il di bidang logika, ilmu alam
dan kedokteran, astronomi dan sebagainya. Walaupun banyak dari hasil karya-karya Ibn Rusyd di dalam bahasa
aslinya Arab dimusnahkan, namun pada perkembangan berikutnya, karya-karya Ibn Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, maka tidak heran setelah
33
Oemar Amin Hoesin, FIlsafat Islam, Jakarta: Gita Karya, tt, h. 149.
pembakaran karya-karyanya tersebut hanya buku-buku yang berbahasa Arab yang musnah. Oleh karena itu karya-karyanya itu tersiar dalam waktu yang dekat
di berbagai tempat di Eropa dalam bahasa-bahasa Latin dan Hebrew. Pengaruh Ibn Rusyd di Barat bukan secara langsung, melainkan melalui
gerakan-gerakan penerjemahan dan murid-muridnya yang belajar di Spanyol, mereka ini dikenal dengan nama Averroisme.
Seperti yang telah penulis ungkapkan di awal, pemikiran Ibn Rusyd lebih banyak diminati di dunia Barat dibanding Islam di Asia atau afrika. Di Barat ia
dikenal sebagai “komentator” terhadap Aristoteles yang dijuluki “Guru
Pertama ”.
34
Meskipun dalam banyak kesempatan menggunakan terjemahan Latin dari bahasa Ibrani yang berasal dari komentar berbahasa Arab yang
diterjemahkannya dari bahasa Suriah dan yang terakhir dari bahasa Yunani, pemikiran para pelajar Kristen dan sarjana Abad Pertengahan telah dikepung oleh
komentar-komentar Ibn Rusyd terhadap karya-karya Aristoteles. Tak ada penulis lain yang memunculkan pengaruh sebesar itu. Dari abad ke-12 hingga akhir abad
ke-16, Averroisme tetap menjadi madzhab pemikiran paling dominan, dan hal itu tanpa mengesampingkan banyaknya tentangan yang datang dari kalangan Gereja
melalui Mahkamah inquisisi. Ungkapan Philip K. Hitti menarik untuk dikutip. Falsafat Ibn Rusyd meliputi perjalanan kembali menuju Aristote-
lianisme yang lebih murni dan lebih ilmiah, setelah menjadi objek cercaan para pendeta Kristen, dan karya-karya Ibn Rusyd menjadi
rujukan utama di Universitas Paris dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi lainnya di Barat. Dengan segala kesempurnaan dan kesalah-
pahaman yang muncul atas namanya, gerakan Averroisme berlanjut
34
Philip K. Hitti, History of the Arab, diterjemahkan oleh Cecep Lukman Yasin, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010, h.743.
menjadi elemen penting dalam perkembangan pemikiran Barat sampai lahirnya sains eksperimental modern.
35
Gerakan Averroisme ini mencoba mengembangkan gagasan-gagasan Ibn Rusyd, terutama harmonisasi antara falsafat dan agama, yang dalam
perkembangan berikutnya akan banyak terjadi penyimpangan makna, ada yang memahamkan secara benar, tetapi ada pula yang salah. Namun bagaimana pun
juga Averroisme dianggap aliran paling radikal, aliran “akal merdeka” yang membuka zaman baru di Eropa. Maka tidaklah mengherankan jika Gereja
menganggapnya aliran yang berbahaya yang harus dibendung.
36
Kehadiran falsafat Ibn Rusyd ternyata tidak cukup mampu menerangi gulita peradaban Islam. Rasionalitas falsafat Ibnu Rusyd justru membawa angin
segar bagi Barat, bahkan mampu membebaskan Barat dari cengkraman hegemoni gereja. Kehadiran falsafat Ibn Rusyd telah mengobarkan api revolusi yang
menghendaki pemisahan sains dari agama. Ibnu Rusyd, dengan kemampuannya mengomentari karya-karya Aristoteles, telah membangkitkan budaya berpikir
yang tidak pernah dialami oleh peradaban tersebut. Kesadaran akan pentinganya akal dalam memahami ayat-ayat Tuhan mulai berkembang subur di Barat. Selain
itu, Averroisme pun berhasil membongkar ketidakbenaran doktrin Gereja dan melepaskan diri dari kecamannya. Maka lahirlah Zaman Renaisance pada abab ke
14, dan akibatnya muncul paham Rasionalisme yang meninggalkan ajaran-ajaran agama, Positivisme yang menyatakan ilmu-ilmu alam empiris sebagai satu-
35
Ibid , h. 744.
36
Zainal Abidin Ahmad, h. 154.
satunya sumber pengetahuan yang benar,
37
dan Sekularisme yang membelakangi soal-soal kerohanian dan akhirat. Dari semua aliran tersebut maka timbullah sikap
dan pendirian yang paling berbahaya, yaitu penolakan terhadap Tuhan yang semuanya akan penulis jelaskan lebih rinci pada bab ketiga.
Demikianlah riwayat hidup Ibn Rusyd dengan segala peristiwa dan kejadiannya. Pada hari Kamis, 9 Safar 595 H.10 Desember 1198 M.
38
Ibn Rusyd tutup usia pada usia 75 tahun menurut hitungan Hijriyah, atau 72 tahun menurut
hitungan Masehi, di Marrakesy tak lama setelah pulang dari pengasingannya. Ibn Rusyd telah mengalami penderitaan pahit dan sekaligus telah menikmati pula
kebesaran yang cukup. Para pengaji Ibn Rusyd mengakui keutamaan akhlaknya, konsistensi dan pengabdiannya pada kepentingan umum, sebagaimana
diungkapkan oleh Ibn „Abbâr, “Belum ada seorang pun di Andalus yang menyamainya dalam kesempurnaan, keilmuan dan keutamaannya”. Ia pun
menambahkan, “Meskipun ia memiliki kedudukan mulia, ia adalah seorang yang rendah
hati”.
39
37
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1996, h. 858.
38
Ernest Renan, h. 419.
39
Oliver Leaman, h. 16.
30
BAB III PENGARUH FALSAFAT IBN RUSYD DI BARAT