SEJARAH PENGATURAN HAK ATAS MEREK

Winca Purba : Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Bidang Merek Menurut Konsepsi UU Merek UU NO.15 TAHUN 2001 Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No.02Merek2004PN.Niaga Mdn, 2008. USU Repository © 2009 Selain yang ditentukan dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 menentukan syarat yang harus dipenuhi merek yang hendak di daftarkan yaitu harus memenuhi ketentuan Pasal 6 Undang-undang tersebut, yaitu: a. merek tersebut tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang danatau jasa sejenis; b. merek tersebut tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis; c. merek tersebut tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudan dikenal.

E. SEJARAH PENGATURAN HAK ATAS MEREK

Undang-undang yang mengatur tentang merek di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1912 yaitu dengan nama Reglement Industrieele Eigendom Peraturan Milik Perindustrian, Stb 1912 No. 545, yang mulai berlaku sejak tahun 1913. peraturan tentang Hak Milik Perindustrian 1912 ini pada umumnya mengikuti peraturan tentang merek yang berlaku di Neterland berdasarkan prinsip konkordansi. Tanggal 11 Oktober 1961 oleh Pemerintah Republik Indonesia dikeluarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 yang diumumkan dalam Lembaran Negara No. 2341. undang-undang ini diberi nama Undang-undang tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan dan disingkat dengan Undang- Winca Purba : Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Bidang Merek Menurut Konsepsi UU Merek UU NO.15 TAHUN 2001 Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No.02Merek2004PN.Niaga Mdn, 2008. USU Repository © 2009 undang Merek 1961 yang mulai berlaku satu bulan setelah diundangkan tepatnya tanggal 11 November 1961. Kemudian seiring dengan perkembangan pembangunan yang cukup pesat peraturan yang ada dianggap kurang memenuhi kebutuhan akan pengaturan hak milik intelektual khususnya mengenai merek ini. Pemerintah mengadakan penyempurnaan terhadap Undang-undang Merek yang sudah ada dengan mengeluarkan Undang-indang Nomor 19 Tahun 1992 yang sudah diumumkan dalam Lembaran Negara Tahun 1992 No. 81 dan Penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara No. 3490. undang-undang ini diberi nama Undang-undang tentang Merek yang mulai berlaku 1 April 1993, dan kemudian Pemerintah kembali mengeluarkan Undang-undang Merek Nomor 14 Tahun 1997 sebagai penyempurnaan terhadap Undang-undang yang lama dan terakhir adalah UU No. 15 Tahun 2001. Undang-undang yang baru ini memang lebih merupakan penyempurnaan, sekalipun hampir menyeluruh sifatnya. Penyempurnaan ini dianggap penting karena beberapa hal: Pertama, materi yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 bertolak dari konsepsi mengenai pengaturan merek yang tumbuh pada masa sekitar Perang Dunia II. Sudah barang tentu perkembangan keadaan dan kebutuhan yang tumbuh karena berubah dan semakin majunya norma dan tata niaga, menjadikan konsepsi dan pengaturan yang ada tertinggal jauh. Hal ini semakin terasa pada saat komunikasi semakin maju dan pula perdagangan antar bangsa sudah tidak lagi cukup dibatasi oleh pagar negara yang bersangkutan. Saling keterbukaan antar bangsa baik dalam kebutuhan dan kemampuan, Winca Purba : Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Bidang Merek Menurut Konsepsi UU Merek UU NO.15 TAHUN 2001 Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No.02Merek2004PN.Niaga Mdn, 2008. USU Repository © 2009 kemajuan teknologi dan lain-lain yang telah mendorong tumbuhnya dunia sebagai pasar bagi produk-produk negara. Kedua, perkembangan dalam norma dan tata niaga itu sendiri melahirkan persoalan baru yang memerlukan antisipasi yang cukup. Apabila dibandingkan dengan Undang-undang terdahulu, indang-undang ini menunjukkan perbedaan- perbedaan yang sekaligus merupakan prinsip atau asas-asas yang terkandung didalamnya, yaitu: a. Lingkup pangaturan yang dibuat seluas mungkin hal ini terlihat dari pemilihan judul yang lebih luwes yaitu dengan pemakaian judul merek. Dengan pemakaian judul merek dalam Undang-undang ini, maka lingkungan merek mengkaji baik merek dagang maupun merek jasa. Demikian pula aspek nama dagang pada dasarnya terwujud sebagai merek yang tertampung. Lebih dari itu dapat pula ditampung pengertian merek lainnya seperti merek kolektif. Bahkan dalam perkembangannya dalam penggunaan istilah merek akan dapat pula menampeng pengertian seperti “certification marks”, “associate marks”. Kesemuanya itu berbeda dari Undang-undang yang lama, yang membatasi pada merek perusahaan dan merek perniagaan yang dari segi objeknya hanya mengacu pada hal yang sama dengan merek dagang. Sedangkan merek jasa sama sekali tidak dijangkau, dalam Undang-undang ini pengertian perdagangan mencakup pula pengertian produksi. Perubahan dari sistem deklaratif ke sistem konstitutif, karena sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum dari pada sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang mendasar pada perlindungan hukum bagi merek Winca Purba : Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Bidang Merek Menurut Konsepsi UU Merek UU NO.15 TAHUN 2001 Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No.02Merek2004PN.Niaga Mdn, 2008. USU Repository © 2009 yang menggunakan merek terlebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian hukum juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001, penggunaan sistem konstitutif bertujuan menjamin segi-segi keadilan. Jaminan terhadapaspek keadilan nampak antara lain, pembentukan cabang-cabang kantor merek di daerah, pembentukan Komisi Banding Merek, dan memberikan kemungkinan untuk mengajukan gugatan yang tidak terbatas melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, tetapi juga melalui Pengadilan Niaga lainnya yang akan ditetapkan secara bertahap, serta tetap dimungkinkan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Bahkan dalam masa pengumuman permintaan pendaftaran merek dimungkinkan pemilik merek tidak terdaftar yang telah menggunakan sebagai pemakaian pertama untuk mengajukan keberatan. b. Dalam Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 maka terhadap permintaan pendaftaran, pemeriksaannya tidak semata-mata dilakukan berdasarkan kelengkapan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan substantif. Selain dalam sistem yang baru diintroduksi adanya pengumuman permintaan pendaftaran suatu merek. Pengumuman bertujuan memberikan kesempatan kepada masyarakat yang berkepentingan dengan permintaan pendaftaran merek untuk mengajukan keberatan. Dengan mekanisme semacam ini bukan saja problema yang timbul dari sistem deklaratif dapat teratasi, tetapi juga menumbuhkan keikutsertaan masyarakat. Winca Purba : Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Bidang Merek Menurut Konsepsi UU Merek UU NO.15 TAHUN 2001 Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No.02Merek2004PN.Niaga Mdn, 2008. USU Repository © 2009 c. Undang-undang yang baru mengatur pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas sebagaimana yang diatur dalam Konvensi Paris sebagai konsekuensi ikut sertanya Indonesia dalam Paris Convention For The Protection Of Industrial Property tahun 1983. d. Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 juga mengatur pengalihan hak atas merek berdasarkan perjanjian lisensi yang sebelumnya tidak ada dijumpai pengaturannya dalam Undang-undang Merek Nomor 21 Tahun 1961. perjanjian lisensi ini adalah suatu izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama- sama atau badan hukum untuk menggunakan merek tersebut baik untuk seluruh atau sebagian dari jenis barang atau jasa yang didaftarkan. e. Di dalam Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 selain diatur sanksi secara perdata juga diatur sanksi pidana baik untuk tindak pidana yang diklasifikasikan sebagai kejahatan maupun sebagai pelanggaran. Winca Purba : Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Bidang Merek Menurut Konsepsi UU Merek UU NO.15 TAHUN 2001 Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No.02Merek2004PN.Niaga Mdn, 2008. USU Repository © 2009

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS MEREK