Prinsip Atraumatic Care Hospitalisasi

27

3.2. Prinsip Atraumatic Care

Azis, A 2005 mengatakan untuk mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip yang dapat dilakukan perawat antara lain, menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orangtua dalam mengontrol perawatan anak, mencegah atau mengurangi cedera injury dan nyeri dampak psikologis, tidak melakukan kekerasan pada anak, dan modifikasi lingkungan fisik. Dalam Wong 2003 tujuan mencapai perawatan atraumatic care adalah pertama, jangan menyakiti. Sehingga terdapat tiga prinsip kerangka kerja untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu, mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orangtua, meningkatkan kontrol diri, mencegah atau meminimalkan cedera tubuh. Contoh dari peningkatan tindakan atraumatic care menyangkut mengorganisir hubungan orangtua dengan anak selama hospitalisasi, persiapan anak sebelum tindakan atau prosedur yang tidak menyenangkan, mengontrol rasa nyeri, mengijinkan privasi anak, alihkan dengan bermain untuk menghindarkan rasa takut. Karena anak stress dan gelisah serta tidak tenang berada di rumah sakit tanpa orangtua di sampingnya, orangtua pun merasa semakin stress. Stress psikologi pada orangtua dapat berupa perhatian terhadap nasib anak mereka, lamanya tinggal di rumah sakit, ketidak mampuan berkomunikasi secara efektif dengan profesional kesehatan, dan tidak adekuatnya pengetahuan dan pemahaman tentang situasi kondisi penyakit. Seiring waktu berlalu, orientasi pelayanan keperawatan anak berubah menjadi rooming in, yaitu orangtua boleh tinggal bersama anaknya di rumah sakit selama 24 Universitas Sumatera Utara 28 jam. Selain itu, mainan boleh dibawa ke rumah sakit, dan penting untuk perawat atau tenaga kesehatan mempersiapkan anak dan orangtuanya sebelum dirawat di rumah sakit. Dengan demikian, pendidikan kesehatan untuk orangtua menjadi sangat penting untuk dilakukan perawat. Kerja sama antara orangtua dan tim kesehatan dirasakan besar manfaatnya dan orangtua tidak hanya sekedar pengunjung bagi anaknya. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan pentingnya keterlibatan orangtua dalam perawatan anaknya di rumah sakit Darbyshire, 1992 dan Carter Dearmun, 1995. Begitu juga keberadaan orangtua terutama kelompok orangtua yang anaknya mempunyai jenis penyakit yang sama ternyata dapat membuat orang tua lebih percaya diri dalam merawat anaknya dan merasa ada dukungan psikologis sehingga diharapkan dapat bekerja sama sebagai mitra tim kesehatan. The American Pain Society 2000 menyebutkan “nyeri : lima tanda vital” yang berarti harus mendapat perhatian dari pada perawat kesehatan profesional. Rasionalisasinya karena nyeri akan berhubungan dengan peningkatan tanda-tanda vital sehingga prinsip dari tindakan perawatan nyeri adalah memeriksa tanda-tanda vital pasien setiap saat, misalnya nadi, tekanan darah, suhu, dan pernafasan Federwisch, 1999. Karena nyeri berhubungan dengan sensori dan emosional, maka digunakanlah strategi penilaian kualitatif dan kuantitatif.. Istilah yang digunakan untuk menanyakan nyeri pada anak dengan menggunakan pertanyaan, seperti menanyakan anak, gunakan skala nyeri, evaluasi perubahan psikologi dan tingkah laku, libatkan orangtua, cari penyebab nyeri, dan ambil tindakan dan evaluasi hasil nyeri Baker dan Wong, 1987. Universitas Sumatera Utara 29 Ucapan yang keluar secara verbal dari anak adalah indikator dari nyeri Acute Pain Management Guideline Panel, 1992. Anak tidak mengenal arti kata nyeri dan sering mengungkapkan dengan kata-kata yang biasa diucapkan, seperti “owie”, ”boo- boo”, “aduh”, “ouh”. Ketika menanyakan rasa nyeri pada anak, perawat harus ingat bahwa anak mempercayai bahwa ketika mereka mendapat suntikan adalah suatu hukuman sehingga mereka membutuhkan orangtua untuk menemaninya. Menggunakan skala nyeri adalah suatu manajemen pengukuran kuantitatif dari pasien. Evaluasi perubahan psikologi dan tingkah laku adalah indikator dan reaksi nonverval dari anak. Respon perubahan perubahan nyeri pada anak diikuti sesuai umur dan perkembangan. Pada anak infan reaksi itu berupa gerakan reflek pada daerah yang teransang, menangis kuat, ekspresi wajah marah, dan gerakan yang tidak berhubungan dengan rasa ransangan nyeri. Pada anak selalu menangis kuat, berteriak, ungkapan verbal seperti, “ow”, “ouch”, “aduh”, mengayunkan tangan dan lengannya, menolak dengan mendorong, tak kooperatif, permintaan penundaan tindakan, memohon pada orangtua, perawat, atau orang yang dikenal. Pada masa usia sekolah biasanya anak akan mengungkapkan tingkah laku bertahan, dan mengucapkan kata “tunggu sebentar” atau “saya belum siap”, juga menunjukkan kekakuan otot seperti gigi ditutup rapat, mata ditutup dan kening berkerut. Pada masa remaja sikap adanya protes dan gerakan berkurang, dan sering mengungkapan kata “sakit”, “kamu menyakitiku” dan meningkatnya kontrol otot dan tubuh. Evaluasi perubahan psikologi dan tingkah laku adalah ungkapan nonverbal dari anak. Tingkah laku yang ditunjukkan seperti menarik telinga, berbaring miring pada satu sisi dengan kaki ke Universitas Sumatera Utara 30 arah perut yang sakit dan menolak menggerakkan badan. Respon psikologi termasuk hipertensi, takikardi, kurangnya saturasi oksigen dan dilatasi pupil. Skala yang sering digunakan adalah ekspresi wajah, menangis, denyut jantung, pernapasan, saturasi oksigen, dan pergerakan tubuh. Melibatkan orangtua adalah penting karena mereka sumber utama informasi bagaimana keadaan nyeri anak mereka dan memegang kunci perawatan anak mereka. Orangtua sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada anak mereka dan seringkali ingin ikut terlibat bila anak mereka sakit. Anak-anak akan merasa nyaman dengan kehadiran orangtua apabila mereka merasa sakit Broome, 2000. Mencari penyebab nyeri pada anak adalah dengan menggunakan pathologi, karena pathologi dapat memberikan kunci penyebab intensitas dan tipe nyeri. Ambil tindakan dan evaluasi hasil adalah menyembuhkan nyeri, hal yang utama menghilangkan nyeri adalah tindakan pharmakologi atau dengan non- pharmakologi.

4. Manajemen Nyeri