Pengalaman Perawat dalam Menerapkan Atraumatic Care pada Anak yang Menjalani Hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

Lampiran 1 INFORMED CONSENT

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Judul Penelitian : Pengalaman Perawat dalam Menerapkan Atraumatic Care pada Anak di RSUP H.Adam Malik Medan

NIM : 111101123

Peneliti : Tabita Fitrin Martina Uli Sitorus

Peneliti adalah mahasiswa program studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan. Saudara telah diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi ini sepenuhnya bersifat sukarela. Saudara boleh memutuskan untuk berpartisipasi atau mengajukan keberatan atas penelitian ini kapanpun saudara inginkan tanpa ada konsekuensi dan dampak tertentu. Sebelum Saudara memutuskan, saya akan menjelaskan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan untuk ikut serta dalam penelitian, sebagai berikut:

1. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di program studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Manfaat penelitian untuk dapat memberikan informasi yang berguna tentang pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan dan diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam


(2)

pengembangan pelayanan keperawatan anak dengan menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di rumah sakit.

2. Jika Saudara bersedia ikut dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara pada waktu dan tempat sesuai kesepakatan. Jika Saudara mengizinkan, peneliti akan menggunakan alat perekam suara untuk merekam yang saudara katakan. Wawancara akan dilakukan minimal satu kali selama lebih kurang 60 menit.

3. Penelitian ini tidak menimbulkaan resiko. Apabila Saudara merasa tidak aman saat wawancara, Saudara boleh tidak menjawab atau mengundurkan diri dari penelitian ini.

4. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin kerahasiaannya. Peneliti akan memberikan hasil penelitian ini kepada Saudara jika saudara menginginkannya. Hasil penelitian akan diberikan kepada institusi tempat peneliti belajar dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas.

5. Jika ada yang belum jelas, silahkan Saudara tanyakan kepada peneliti.

6. Jika Saudara sudah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, silahkan Saudara menandatangani lembar persetujuan yang akan dilampirkan.

Peneliti,


(3)

Lampiran 2 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama (Inisial) : ………..

Umur : ………..

Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan dari peneliti, saya memahami tujuan penelitia ini akan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai partisipan. Saya berhak tidak melanjutkan berpartisipasi dalam penelitian ini jika suatu saat merugikan saya.

Saya sangat memahami bahwa keikutsertaan saya menjadi partisipan pada penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan pelayanan keperawatan anak dengan menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi. Dengan menandatangani lembar persetujuan ini, berarti saya menyatakan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan dari siapapun.

Medan, 2015

Partisipan, Peneliti,


(4)

Lampiran 3 KUISIONER PENELITIAN

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENERAPKAN ATRAUMATIC CARE PADA ANAK YANG MENJALANI HOSPITALISASI DI RSUP H.ADAM

MALIK MEDAN 1. Kuisioner Data Demografi (KDD)

Petunjuk pengisian: isilah data dibawah ini dengan tepat dan benar. Berilah

tanda check list (√) pada kotak pilihan yang tersedia, atau dengan mengisi titik-titik sesuai dengan situasi dan kondisi Saudara saat ini. Setiap pertanyaan dijawab hanya satu jawaban yang sesuai menurut Saudara.

Kode (diisi oleh peneliti) : 1. Nama (Inisial) : 2. Jenis Kelamin :

3. Usia :

4. Agama : Islam Protestan Katolik Hindu Budha Lain-lain,….

5. Suku Bangsa : Batak Melayu

Jawa Lain-lain,….. 6.Pendidikan terakhir :


(5)

Lampiran 4 Panduan Wawancara

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENERAPKAN ATRAUMATIC CARE PADA ANAK YANG MENJALANI HOSPITALISASI DI RSUP H. ADAM

MALIK MEDAN

1. Bagaimana pendapat anda tentang atraumatic care?

2. Bagaimana anda menggambarkan tentang atraumatic care pada anak? 3. Coba anda jelaskan bagaimana pengalaman anda menerapkan prinsip

atraumatic care pada anak?

4. Apa manfaat atraumatic care yang dirasakan pada anak? 5. Apa manfaat atraumatic care yang dirasakan pada anda?

6. Apa yang menjadi hambatan atau kendala anda dalam menerapkan atraumatic care?


(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

Jenis Kegiatan

September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Mengajukan judul

Menetapkan judul Menyiapkan proposal Uji validitas

Mengajukan sidang proposal

Sidang proposal Revisi proposal Pengumpulan data dan analisa data Penyusunan laporan skripsi

Ujian skripsi Revisi

Mengumpulkan skripsi


(13)

Lampiran 12

ANGGARAN DANA

NO KEGIATAN BIAYA

1 Menyiapkan proposal sampai sidang proposal  Biaya internet dan pulsa modem  Kertas A4 80 gr 2 rim

 Fotokopi sumber-sumber daftar pustaka  Fotokopi memperbanyak proposal  Sidang proposal

Rp. 50.000,00 Rp. 80.000,00 Rp. 40.000,00 Rp. 50.000,00 Rp. 150.000,00 2 Pengumpulan data dan analisa data

Izin penelitian dan ethical clearence Fakultas Keperawatan USU

 Transportasi

 Fotokopi KDD dan informed consent  Cinderamata

Rp. 150.000,00

Rp. 100.000,00 Rp. 10.000,00 Rp. 100.000,00 3 Pengumpulan laporan skripsi

 Kertas A4 80 gr 2 rim  Penjilidan

 Fotokopi laporan penelitian  Sidang skripsi

Rp. 80.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 250.000,00 4 Biaya tak terduga (10% dari total) Rp. 126.000,00


(14)

(15)

(16)

Lampiran 14 Riwayat Hidup

Nama : Tabita Fitrin Martina Uli Sitorus Tempat Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 26 Maret 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen protestan

Alamat : Jl. Berdikari No.36 Pasar 1 Padang Bulan Medan

Riwayat Pendidikan :

1. TK Pertiwi Provinsi Tahun1997 – 1999

2. SD Kartika I-IX Tahun 1999 – 2005

3. SMPN 4 Pekanbaru Tahun 2005 – 2008

4. SMAN 1 Pekanbaru Tahun 2008 - 2011


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Aizah, S., & Wati, S. E. (2014). Upaya menurunkan tingkat stres hospitalisasi dengan aktifitas mewarnai gambar pada anak usia 4-6 tahun di Ruang Anggrek RSUD Gambiran Kediri.

Almeida, F. (2010). Routine use of therapeutic play in the care of hospitalized children: nurses’ perceptions. Acta Paul enferm, 25(1):18-23.

Brady, M. (2009). Hospitalized children’s views on the good nurse. Nursing Ethics 16(5).

Budyasa, A. (2008). Kepuasan orangtua terhadap atraumatic care selama anak mengalami hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

Fletcher, T., Glasper, A., Prudhoe, G., Battrick, C., Coles, L., Weaver, K., & Ireland, L. (2011) Building the future: children’s views on nurses and hospital care. British Jour-nal of Nursing 20 (1).

Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2013). Wong’s Essentials of pediatric Nursing. United States of America: Elsevier Mosby.

Kyle, T., & Carman, S. (2013). Essentials of pediatric Nursing (2nd ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

L. Huff et al., (2009). Atraumatic Care: Emla Cream and Application of Heat to Facilitate Peripheral Venous Cannulation In Children. Comprehensive pediatric nursing, 32 (2), 65-76.

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing Research: Generating and Assessing Evidence for Nursing Practice (9th ed). Philadelphia: Lippincott.

Potts, N. L., & Mandleco, B. L. (2011). Pediatric Nursing: Caring for children and Their Families (3rd ed).USA: Delmar

Purwandari, H. (2010). Pengaruh Terapi Seni dalam Menurunkan Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah yang Menjalani Hospitalisasi di Wilayah Kabupaten Banyumas.

Rini, D. M. (2013). Hubungan Penerapan atraumatic care dengan kecemasan anak prasekolah saat proses hospitalisasi di RSU. Dr. H. Kosnadi Kabupaten Bondowoso.


(18)

Roberts, C. A. (2012). Nurses’ perceptions of unaccompanied hospitalized children. Journal of Pediatric Nursing 38(3) 133-136.

Roohafza, H., Pirnia, A., Sadeghi, M., Toghianifar, N., Talaei, M., & Ashrafi, M. (2009). Impact of nurses’ clothing on anxiety of hospitalized children. Journal of Clinical Nurs-ing 18: 1953-1959.

Rufaidah & Agustin, W. R. (2009). Studi fenomenologi: Pendekatan perawat dalam mengatasi kecemasan dan ketakutan pada anak usia pra sekolah akibat hospitalisasi di RSUD Kota Semarang. Diunduh pada tanggal 20 November 2014 dari www.jurnal.stikeskusumahusada.ac.id

Sadeghi, T., Mohammadi, N., Shamshiri, M., Bagherzadeh, R., & Hossinkhani, N. (2013). Effect of distraction on children’s pain during intervenous catheter insertion. Journal for Specialist in Pediatric Nursing 18(2013) 109-114

Salmela, M. (2010). Hospital-related fears and coping strategies in 4-6 year old children. Unpublished Doctoral Dissertasion, Medical Faculty of the University of Helsinki, Helsinki, Finland

Saryono & Anggreini, M. D. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

Utami, Yuli. (2014). Dampak hospitalisasi terhadap perkembangan anak. Jurnal Ilmiah Widya, 2(2): 9-20

Wong, D., Hockenberry M., Wilson, D., Winkelstein, M., & Schwartz, P, (2009). Buku ajar keperawatan pediatric vol.1. Jakarta: EGC

. (2009). Buku ajar keperawatan pediatric vol.2. Jakarta: EGC.

Wowiling, E. F., Ismanto, A. Y., Babakal, A. (2015). Pengaruh terapi bermain mewarnai gambar terhadap akibat hospitalisasi di Ruangan Erina E Blu RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou. Manado


(19)

BAB 3

METODE PENELITIAN

1. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi. Fenomenologi adalah suatu penelitian tentang pengalaman yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang arti peristiwa dan kaitan-kaitan terhadap orang-orang dalam situasi tertentu. Fokus utama fenomenologi ini adalah pengalaman nyata, dimana penelitian ini menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu pada situasi alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji (Saryono & Anggreini, 2010). Dalam pendekatan fenomenologi ini diharapkan memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi.

2. Partisipan

Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukkan dalam penelitian (Polit & Beck, 2012). Adapun kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah (1) perawat anak yang bekerja minimal 5 tahun di Ruang Rindu B RSUP H. Adam Malik


(20)

Medan (2) komunikatif (3) bersedia menjadi responden (partisipan) yang dinyatakan secara verbal atau dengan menandatangani surat perjanjian penelitian.

Jumlah partisipan pada penelitian ini berjumlah 8 orang. Pengambilan sampel pada penelitian kualitatif tidak diarahkan pada jumlah tetapi berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan informasi sampai mencapai saturasi data (Polit & Beck, 2012). Pada penelitian ini sudah terjadi saturasi data saat partisipan kedelapan.

3. Tempat dan waktu penelitian 3.1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rindu B Anak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan pertimbangan sebagai berikut: (a) penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kepuasan orangtua terhadap penerapan atraumatic care pada anak mencapai 89% (Budyasa, 2008); (b) belum adanya penelitian tentang pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di rumah sakit tersebut.

3.2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan dari September 2014 sampai Agustus 2015. Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 5 Maret 2015 sampai 6 April 2015 di RSUP H. Adam Malik Medan, yaitu mulai pengumpulan data sampai dengan selesai pengumpulan data.


(21)

25

4. Pertimbangan etik

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu mengajukan surat ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (Lampiran 6). Setelah mendapatkan izin, selanjutnya peneliti mencari partisipan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan

Setelah terbina hubungan saling percaya antara peneliti dan partisipan, peneliti akan menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon partisipan bersedia berpatisipasi dalam penelitian, maka partisipan dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.

Peneliti tidak memaksa jika partisipan menolak untuk diwawancarai dan menghormati hak-haknya sebagai partisipan dalam penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan maka peneliti tidak mencantumkan nama dari partisipan (anonymity). Nama partisipan dibuat dengan inisial. Selanjutnya identitas partisipan juga dirahasiakan (confidentiality) dimana hanya informasi yang diperlukan saja yang akan dituliskan dan dicantumkan dalam penelitian.

5. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua bagian. Instrumen pertama merupakan Kuesioner Data Demografi (KDD) (Lampiran 3), yang berisi pernyataan mengenai data umum partisipan pada lembar pengumpulan data (kuesioner) berupa inisial, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir, dan masa bekerja.


(22)

Instrumen kedua merupakan panduan wawancara berisi 6 pertanyaan yang diajukan seputar pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi (Lampiran 4). Instrumen panduan wawancara ini telah divalidasi oleh salah satu dosen pakar Keperawatan Anak di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Dewi Elizadiani Suza S.Kp., MNS., Ph. D (Lampiran 5). Hasil dari validasi pertanyaan tersebut didapatkan enam pertanyaan yang dibuat peneliti telah clear, credible, dan relevant dengan judul penelitian yang akan dilakukan.

6. Pengumpulan data

Setelah mendapatkan izin dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan memperoleh ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Keperawatan Sumatera Utara, peneliti meminta izin RSUP. H.Adam Malik Medan untuk melakukan penelitian. Selanjutnya peneliti mengambil data perawat anak yang menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi untuk memperoleh data calon partisipan. Kemudian, peneliti melakukan pilot study. Pilot study adalah suatu cara untuk melakukan studi awal dalam skala kecil atau suatu tes yang digunakan sebagai persiapan untuk penelitian kualitatif (Polit & Beck, 2012). Pilot study dilakukan dengan cara mewawancarai seorang perawat anak di RSUP H. Adam Malik Medan yang dapat dijadikan subjek penelitian (partisipan). Pilot study pada penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah peneliti sebagai instrumen sudah cukup baik dalam melakukan wawancara dan melakukan analisa data kualitatif.


(23)

27

Setelah melakukan pilot study, hasil wawancara dari pilot study dibuat dalam bentuk transkrip. Selanjutnya dikonsultasikan dengan pembimbing. Setelah mendapat persetujuan pembimbing, kemudian peneliti melanjutkan wawancara kepada partisipan berikutnya.

Setelah pilot study dilakukan, peneliti melakukan wawancara kepada partisipan. Proses wawancara dimulai dengan melakukan prolonged engagement yaitu dengan cara mengadakan 2-3 kali pertemuan karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh partisipan. Akan tetapi, peneliti tetap memanfaatkan waktu yang telah disediakan oleh partisipan untuk melakukan prolonged engagement. Dengan demikian, antara peneliti dan partisipan tumbuh hubungan saling percaya dan memiliki keterkaitan yang lama sehingga akan semakin akrab, semakin terbuka dalam memberikan informasi dan informasi yang diperoleh akan lebih lengkap. Pada tahap ini, peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan dan pengumpulan data yang dilakukan terhadap partisipan.

Langkah selanjutnya, setelah partisipan bersedia untuk diwawancarai maka partisipan diminta membaca dan mengisi lembar persetujuan dan data demografi untuk mendapatkan data dasar kemudian peneliti melakukan wawancara mendalam atau in-dept interview. In depth interview adalah salah satu cara pengumpulan data melalui percakapan dan proses tanya jawab antara peneliti dengan partisipan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektifitas yang dipahami oleh individu (Polit & Beck, 2012). Pada metode ini peneliti dan partisipan bertemu secara langsung untuk mendapatkan informasi secara jelas dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan


(24)

permasalahan penelitian. Dalam hal ini wawancara dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan.

Setelah peneliti melakukan wawancara dengan partisipan, peneliti membuat transkrip hasil wawancara setiap kali selesai wawancara. Peneliti mengelompokan data dan menguraikan data kedalam bentuk narasi kedalam bentuk tema, sub tema dan kategori yang utama. Kemudian peneliti membahas ulang hasil penelitian sesuai dengan analisa data yang telah dilakukan. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan kepada delapan partisipan.

7. Analisa Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Polit & Beck, 2012).

Proses analisa data dilakukan segera setelah selesai setiap satu proses wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya transkrip wawancara, kemudian transkrip tersebut dibaca berulang kali atau dilakukan seleksi data satu persatu (kata per kata). Peneliti menggunakan metode Colaizzi (1978, dalam Polit & Beck, 2012) dalam menganalisa data karena metode ini memberikan langkah-langkah yang jelas, sistematis, rinci dan sederhana. Ini adalah salah satu metode


(25)

29

yang umum untuk analisa data yang direkomendasikan untuk studi fenomenologi. Proses analisa data dalam penelitian ini meliputi:

1. Membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan partisipan. Dalam hal ini, peneliti membaca semua transkrip dan juga mendengarkan alat perekam beberapa waktu untuk mendapatkan rasa keakraban terhadap makna ekspresi dan untuk kepekaan peneliti terhadap cara setiap partisipan berbicara.

2. Meninjau setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan. Dalam langkah ini, frase dan kalimat signifikan yang menyinggung tentang pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H.Adam Malik Medan.

3. Menguraikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan. Dalam langkah ini pernyataan yang signifikan dipelajari untuk diambil pengertiannya.

4. Mengelompokkan makna-makna tersebut ke dalam kelompok-kelompok tema. Dalam langkah ini, peneliti mengidentifikasi tema dari makna yang diformulasikan kedalam kelompok sub tema dan kategori.

5. Mengintegrasikan hasil kedalam bentuk deskripsi. Dalam analisis ini, deskripsi mendalam tentang pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H.Adam Malik Medan, yaitu integrasi narasi dari semua tema, sub tema dan kategori.

6. Memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin.


(26)

7. Memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi akhir. Dalam langkah ini peneliti memvalidasi hasil matriks tema yang didapat kepada perwakilan partisipan sebanyak 2 orang. Dari hasil validasi, partisipan menyatakan hasil yang didapat pada penelitian ini sudah sesuai dengan apa yang dimaksud oleh partisipan.

8. Tingkat Kepercayaan Data

Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi dengan beberapa kriteria, yaitu credibility, transferability, dependability dan confirmability (Lincoln & Guba, 1985 dalam Polit & Beck 2012).

Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Credibility pada penelitian ini dipertahankan peneliti melalui teknik prolonged engagement. Prolonged engagement pada penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan mengadakan 2-3 kali pertemuan karena keterbatasan waktu yang dimiliki partisipan. Akan tetapi, peneliti tetap memanfaatkan waktu yang telah disediakan oleh partisipan untuk melakukan prolonged engagement. Dengan demikian, antara peneliti dan partisipan tumbuh hubungan saling percaya dan memiliki keterkaitan yang lama sehingga akan semakin akrab, semakin terbuka dalam memberikan informasi dan informasi yang diperoleh akan lebih lengkap.

Confirmability pada penelitian ini dilakukan dengan memeriksa seluruh transkrip wawancara dan tabel analisis tema kepada ahli di kualitatif. Dalam hal ini dilakukan oleh pembimbing yang merupakan pakar penelitian kualitatif.


(27)

31

Kemudian peneliti menentukan tema dari hasil penelitian dalam bentuk matriks tema.

Dependability merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang peneliti lakukan. Dalam penelitian ini, beberapa catatan yang dapat digunakan untuk menilai kualitas dari proses penelitian adalah data mentah yang diperoleh melalui pengumpulan transkrip-transkrip wawancara, hasil analisa data, membuat koding-koding (pengkodean), dan draft hasil laporan penelitian untuk menunjukkan adanya kesimpulan yang ditarik pada akhir penelitian.

Transferability mengacu pada sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan dalam situasi atau kelompok yang lain. Kriteria ini digunakan untuk melihat bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki karakteristik yang sama. Transferability pada penelitian ini dapat diterapkan pada perawat anak yang bekerja di rumah sakit lain.


(28)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan. Hasil penelitian yang dibahas adalah karakteristik partisipan dan tema hasil analisa data penelitian.

2. Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang yang didapatkan saat saturasi data telah tercapai. Kedelapan partisipan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai. Para partisipan adalah perawat yang bekerja di Ruang Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan. Karakteristik partisipan pada penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan terakhir, dan masa kerja. Dari kedelapan partisipan mayoritas partisipan berusia antara 41-49 tahun (n=5, 62,5 %), beragama Kristen Protestan (n=6, 75%), berjenis kelamin perempuan (n=8, 100%), bersuku batak (n=8, 100%), berlatar belakang pendidikan S-1 (n=5, 62,5%), dan memiliki masa kerja antara 10-11 tahun (n=4, 50%) dan 18-25 tahun (n=4, 50%). Data demografi partisipan dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(29)

Tabel 4.1.

Karakteristik Partisipan

3. Pengalaman Perawat dalam Menerapkan Atraumatic Care pada Anak yang Menjalani Hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

Hasil penelitian ini mendapatkan 3 tema terkait pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan meliputi (1) melibatkan orangtua dalam perawatan anak, (2) mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak, (3) mengurangi rasa nyeri pada anak. Matriks tema dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Usia

32 – 40 tahun 3 37.5

41 – 49 tahun 5 62.5

Jenis kelamin

Perempuan 8 100

Agama

Islam 2 25

Kristen Protestan 6 75

Suku

Batak 8 100

Pendidikan terakhir

D-III 3 37.5

S-1 5 62.5

Masa Kerja

10-17 tahun 4 50


(30)

3.1. Melibatkan orangtua dalam perawatan anak

Berdasarkan analisa data didapatkan bahwa terdapat 2 cara dalam melibatkan orangtua dalam perawatan anak yaitu (1) melakukan metode rooming in, (2) berkomunikasi dengan orangtua untuk memberikan informasi.

1. Melakukan metode rooming in

Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa salah satu cara melibatkan orangtua dalam perawatan anak adalah dengan melakukan metode rooming in. Metode ini dilakukan dengan mengizinkan orangtua selalu mendampingi anak selama di ruangan, mengarahkan orangtua memegang anak dalam tindakan, mengarahkan orangtua untuk menjelaskan kepada anak alasan mereka dirawat di rumah sakit, dan mengizinkan orangtua membawa anak jalan-jalan ke luar ruangan.

a. Mengizinkan orangtua selalu mendampingi anak di ruangan

Lima dari delapan partisipan dari penelitian ini menjelaskan bahwa mereka tidak membatasi kehadiran orangtua namun mengizinkan orangtua mendampingi anak di ruangan selama 24 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :

“Jadi kalo yang anaknya dirawat itu pastinya orangtuanya diwajibkan ikut ke ruangan untuk menemani anaknya itu.”

(Partisipan 1) “Iya disini orangtua tetap bersama anaknya 24 jam”

(Partisipan 3) “Iya karena disini terutama lagi kita kan gak bisa mendampingi anak 24 jam jadi dia 1 orang keluarga harus menunggu pasien jangan meninggalkan pasien.”


(31)

35

“Kalo orangtua selama ini gak pernah dibatasi. Pokoknya setiap seluruh pasien ada yang menjaga.”

(Partisipan 6) “Orangtua gak dibatasi di dalam ruangan.”

(Partisipan 7) b. Mengarahkan orangtua memegang anak dalam tindakan

Beberapa partisipan mengatakan bahwa orangtua juga dilibatkan dengan mengarahkan mereka untuk memegang anak dalam tindakan yang dilakukan oleh partisipan. Upaya ini dilakukan agar anak tetap aman dan orangtua dapat memberikan pengertian kepada anaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :

“Pendekatan dibujuk, enggak juga dipaksa. Namun dengan ketentuan dipegangi orangtua dipegangi petugas supaya bisa masuk obat.”

(Partisipan 3) “Itu ya kita libatkanlah orangtuanya memegang anaknya. Biar aman”

(Partisipan 5) “Dibantunya dipegangi tangannya mereka juga kasih pengertian ke anaknya.”

(Partisipan 8)

c. Mengarahkan orangtua untuk menjelaskan kepada anak alasan mereka dirawat di rumah sakit

Salah satu partisipan mengatakan bahwa orangtua juga perlu dilibatkan untuk menjelaskan kepada anak alasan mereka dirawat di rumah sakit sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :

“Orangtua dikasih pengarahan bahwa orangtua harus memberi pemahaman bagi anaknya dia harus singgah di rumah sakit tinggal di rumah sakit.”


(32)

(Partisipan 8)

d. Mengizinkan orangtua menggendong anak untuk dibawa jalan-jalan ke luar ruangan

Empat dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengizinkan orangtua menggendong anak untuk dibawa jalan-jalan ke luar ruangan saat anak sudah mulai gelisah. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

“Kalo umpamanya anaknya udah gelisah di ruangan itu kita suruh gendong aja ama orangtuanya “Gendong aja ya bu tengok-tengok ya bu”. Nanti digendong mamaknyalah itu jalan-jalan.”

(Partisipan 1) “Paling dikasih izin permisi jalan-jalan itu pasiennya beberapa jam kemudian masuk RS lagi.”

(Partisipan 2) “Ya dibawa keluar sama keluarganya sekitar rumah sakit bisa aja. Ada kursi roda jalan-jalan digendong orangtuanya sekitar taman itu ajalah.”

(Partisipan 3) “Boleh kok dibawa jalan-jalan sama orangtuanya kita suruh kalo kita kan gada waktu bawa mereka jalan.”

(Partisipan 7)

2. Berkomunikasi dengan orangtua untuk memberikan informasi

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa selain melakukan metode rooming in, melibatkan orangtua dalam perawatan anak dapat dilakukan dengan cara lain yakni berkomunikasi dengan orangtua untuk memberikan informasi. Informasi yang diberikan adalah tindakan yang akan dilakukan pada anak, penyakit, dan pengobatan anak, serta penkes dalam merawat anak di ruangan.


(33)

37

a. Memberitahu tindakan yang dilakukan pada anak

Salah satu partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa berkomunikasi dengan orangtua untuk mmberikan informasi adalah dengan memberitahu mereka tindakan apa yang akan dilakukan oleh perawat pada anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :

“Kalo ke orangtuanya dikasitaulah, “Anak ibu mau diinfus ya mau kita pasang infus.”

(Partisipan 8)

b. Memberikan informasi pada orangtua tentang penyakit dan pengobatan anak

Dua dari delapan partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa memberikan informasi pada orangtua tentang penyakit dan pengobatan anak agar orangtua mengetahui dan mengerti tentang masalah anaknya. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

“Kalo ada agak-agak itu kita informed consentlah keluarganya dijelaskan penyakit anaknya terapinya apa yang mau dikasih”

(Partisipan 1) “Saya tanya itu masalah datang ke rumah sakit kenapa baru saya terangkan bagaimana perjalanan penyakit itu dan penanganannya bagaimana. Kita punya proses awal pengobatan sampai nanti kita akhir. Itu kujelaskan semua dari awal sampai akhir kujelaskan semua supaya dia ngerti”

(Partisipan 5) c. Memberikan penkes pada orangtua dalam merawat anak di ruangan

Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa dalam proses perawatan perlu memberikan penkes pada orangtua dalam merawat anak di


(34)

ruangan. Penkes yang diberikan tersebut adalah bagaimana hidup sehat, menjaga infus dan NGT, mobilitas dan hygienis pasien dan lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut:

“Kita sambil edukasi bagaimana hidup sehat. Bagaimana hidup selanjutnya. Bagaimana kalo diinfus gaboleh tangannya digoyang-goyang”

(Partisipan 3) “Itu wajib kasih edukasi sama keluarga pasien. “Bu jaga infusnya ya. Payah mencari uratnya kan kecil-kecil. Posisi anaknya begini posisinya harus bagus ya bu.”

(Partisipan 4) “Iya semuanya sekalian mobilisasinya hygienisnya dikasih tau. Dan pergantianpun dikasih tau. Infus kalo udah tiga hari harus diganti. NGT juga tujuh hari harus diganti.”

(Partisipan 5)

3.2. Mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak

Berdasarkan analisa data didapatkan ada 4 cara dalam mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak menurut partisipan yaitu (1) mengalihkan perhatian/ distraksi, (2) melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi, (3) memfasilitasi lingkungan yang aman dan nyaman, (4) memfasilitasi kunjungan sosial.

1. Mengalihkan perhatian/distraksi

Partisipan dari penelitian ini mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi kecemasan/ ketakutan adalah dengan mengalihkan perhatian anak atau disebut distraksi. Mereka mengalihkan perhatian anak dengan cara memotivasi anak untuk menggambar dan mewarnai, mengajak anak bercerita, mengajak anak bercanda dan memberikan pujian pada anak.


(35)

39

a. Memotivasi anak untuk menggambar dan mewarnai

Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan salah satu cara mengalihkan perhatian/ distraksi dalam mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak adalah dengan memotivasi anak untuk menggambar dan mewarnai. Anak biasanya menggambar kupu-kupu, bebek atau lainnya sesuai dengan apa yang digemari mereka. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Saya mendekatkan diri dengan ini saya menggambar di kakinya saya gambar itu gambar kupu-kupu di tangannya saya gambar itu”

(Partisipan 5) “Mewarnai itu. Kan dari orang sering ada buku-buku gambar ya kan pensil apa cat pensil itu. Nah kita kasih itu baru dia mewarnai.”

(Partisipan 6) “Kita mau gambar apa di plesternya?” Kan ada plester lebar -lebar kan. “Aku mau gambar kucinglah bu.” Senang dia. Jadi besok-besok mau diinfus, “Aku mau gambar bebek ya bu.” Kita janjikan terus dia mau.”

(Partisipan 8) b. Mengajak anak bercerita

Beberapa partisipan pada penelitian ini mengatakan bahwa dengan mengajak anak bercerita sebelum tindakan adalah untuk mengalihkan perhatian agar anak tidak terfokus dengan tindakan yang sedang dilakukan perawat. Hal ini mereka sampaikan melalui pernyataan berikut :

“Kita ajak ngomong-ngomong kalo anak-anak mungkin lebih banyak ke bujukannya”


(36)

“Dengan cara kita ajak dulu cerita-cerita sebelum tindakan. Biar gak tertuju perhatiannya dengan memasukkan obat itu.”

(Partisipan 2) “Tapi kalo nyeri dipasang infus itu masih bisa dibilang “Oh tunggu hey itu ada apa itu?” Ntah hapa kita alihkan perhatiannya masih bisa.”

(Partisipan 3) “Kalo yang lima tahun gitukan kami bawa ceritalah kek gitu dialihkan perhatiannya”

(Partisipan 4) “Ditegur-tegur biar dia gak terfokus ada yang kerjain, ada nanti satu orang yang ajak-ajak bicara, dialihkan perhatiannya.”

(Partisipan 6) “Mau juga gini pas mau pasang kan . “Udah sekolah dek?” “Udah.” “1+1 berapa?” “2.” “2+2?” kita sambil kerjain. Gak terasa dia udah siap. Dialihkan perhatiannya gitu.”

(Partisipan 8) c. Mengajak anak bercanda

Empat dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan bahwa mereka mengajak anak bercanda agar anak dapat terhibur sebelum melakukan tindakan atau di waktu lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Kami kadang melawak sama pasien itu gimana untuk dia gitukan. Jadi langsung ketawalah pasien itu.”

(Partisipan 4) “Saya ajak bercanda ada pasien agak besar. “Sudah anak lajang. Udah kelas berapa?” umpamanya dia bilang kelas satu. “Kelas satu SMA atau SMP atau SD? Ada ceweknya?” Saya pancing tetap.”

(Partisipan 5) “Oo.. itu biasanya kami bilang apa namanya, “Sebentar ya biar jantungnya kita rekam biar nanti kita dengar suara-suaranya ntah


(37)

41

nyanyi jantungnya di dalam atau jerit-jerit.”Baru nanti dia ketawa-ketawa.”

(Partisipan 6) “Sebagai sahabat kita harus bisa becanda dengan mereka. Kalo memberikan tindakan itu gak mesti kita tunjukkan apa yang mau kita kerjakan. Jadi kita bercandai dulu.”

(Partisipan 7) d. Memberikan pujian pada anak

Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan bahwa mereka memberikan pujian pada anak agar anak tidak takut saat mereka akan melakukan tindakan pada anak. Hal ini mereka sampaikan melalui pernyataan berikut :

“Paling kita bilang “Jangan takut ya ibu gak ngapa-ngapain ibu cuma liat aja. Eh ini siapalah namanya cantik kali.” Gitu-gitulah yang kita kerjakan.”

(Partisipan 1) “Bagaimanalah perasan ibu dekat ama anak. Kalo aku itulah. pendekatan, bujuk-bujuk. Angkat-angkat dia. dipuji puji. “Pintar ya. Aduh cantik kali. Siapa namanya?”

(Partisipan 5) “Terus kadang kita puji-puji dia. “Oh ini anak pande ini anak cantik ini. Dia paling pande disini.” Jadi pikirnya dia paling pandelah. Diam dia. Kalo dia udah ngerti ya.”

(Partisipan 8)

2. Melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi

Beberapa partisipan dari penelitian ini menjelaskan cara yang lain untuk mengatasi kecemasan/ ketakutan adalah dengan melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi. Komunikasi dengan anak yang dilakukan adalah untuk


(38)

menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur, meyakinkan anak bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan, menyapa anak saat bertemu dan berdiskusi dengan anak tentang masalahnya.

a. Menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur

Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan mereka menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur. Hal ini dilakukan agar anak tidak terkejut saat diberikan tindakan oleh partisipan. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Kitakan dalam merawat pasien itu kita harus kenalkan apa yang mau dikerjakan biar dia gak terkejut.”

(Partisipan 2) “Lebih banyak kita komunikasikan ke anak-anaknya gak langsung main kasih tindakan.”

(Partisipan 4) “Jadi dari awal pas dia masuk ke kamar ini kita ajarin dulu. “Kita mau masukin obat ya nak. Coba bilang namanya nak.”

(Partisipan 7) b. Meyakinkan anak bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan

Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan mereka juga meyakinkan anak bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan agar anak tidak merasakan ketakutan saat akan diberikan tindakan oleh partisipan. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Kita bilang “Betul janji. Satu kali. Pokoknya kalo gak dapat ini ibu langsung keluar ya.” Gitu-gitulah biar mau.”


(39)

43

“Kita cerita-cerita dulu sama pasiennya, “Halo dek kita pasang infus dulu ya. Ini tidak sakit Cuma sekali ibu bikin kaya digigit semut. Jangan nangis ya.”

(Partisipan 4) “Ya kita bilanglah supaya dia gak takut, “Sikit ya nak jarumnya kecil kok.” Kita tunjukkanlah jarumnya kecil. “Adek diujung gak nangis”

(Partisipan 8) c. Menyapa anak saat bertemu

Beberapa partisipan mengatakan mereka menyapa anak dengan lembut saat bertemu. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :

“Kalo memang dia anak kecil ajak dulu berbicara dengan lembut hanya tegur sapa. “Halo udah makan? Enak?”

(Partisipan 3) “Kalo hanya bertegur sapa itu gampang kali sebetulnya. Hanya dengan “Halo selamat pagi siapa namanya nak?” Pancing terus biar dia mau.”

(Partisipan 5) “Caranya kalo ketemu pagi atau operan pagi, kita sapa mereka panggil namanya”

(Partisipan 7) d. Berdiskusi dengan anak tentang masalahnya

Salah satu dari delapan partisipan mengatakan bahwa anak juga dapat berdikusi tentang masalahnya dengan perawat agar anak dapat memahami penyakitnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :

“Dan kalo kita ketemu kasih salam kasih tanya jawab sama dia apa masalahnya. Baru dia paham.”


(40)

3. Memfasilitasi lingkungan yang aman dan nyaman

Partisipan dari penelitian ini menjelaskan bahwa dalam mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak yang lain adalah memfasilitasi lingkungan yang aman dan nyaman dengan memberitahu keluarga yang menjaga anak maksimal dua orang, membatasi jumlah pengunjung di ruangan dan mematikan/ mengecilkan suara TV di ruangan.

a. Memberitahu keluarga yang menjaga anak maksimal dua orang

Empat dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan mereka memberitahu keluarga yang menjaga anak maksimal dua orang untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pasien. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Jadi yang diperbolehkan menjaga hanya dua orang tidak boleh lebih dari dua orang..”

(Partisipan 1) “Boleh kalo dua pasiennya masih kecil kalo udah besar satu yang menunggu didalam.”

(Partisipan 2)

“Kalo disini kan dua orang yang menjaga anak orangtua pada umumnya.”

(Partisipan 4) “Setiap hari kami bicarakan pengunjung pasien penunggu pasien diharapkan 1 didalam demi keamanan pasien.”

(Partisipan 5) “Kami bilang ya, “Bu udah bisa pulang. Dua-dua orang aja masuk ke dalam jangan sekaligus.”


(41)

45

b. Membatasi jumlah pengunjung di ruangan

Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa dengan membatasi jumlah pengunjung di ruangan dapat menjaga keamanan dan kenyamanan pada anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :

“Kalo kita pagi hari kan kita operan ruangan pengunjung pasien tidak boleh lebih dari dua atau satu orang saja. Kita harapkan pengunjung pasien hanya satu.”

(Partisipan 5) “Tamunyapun harus betul-betul jangan berbondong-bondong. Boleh bertamu tapi dilihat situasinya. Dari kita sih pihak rumah sakit kita jaga kenyamanan pasien keamanan pasien biar pasien nyaman.”

(Partispan 7) “Kalo banyak kali tamunya kita suruh keluar. Jadi yang didalam terbatas paling banyak dua.”

(Partisipan 8) c. Mematikan/ mengecilkan suara TV dalam ruangan

Salah satu partisipan mengatakan bahwa anak akan merasakan lingkungan aman dan nyaman jika perawat mematikan/ mengecilkan suara TV dalam ruangan. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Kalo ada yang hidupkan TV kita usahakan matikan dulu kalo adapun yang minta hidupkan TV dikecilkan suaranya.”

(Partisipan 7)

4. Memfasilitasi kunjungan sosial

Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa cara lain dalam mengatasi cemas/ ketakutan pada anak adalah dengan memfasilitasi kunjungan sosial bagi anak.


(42)

Kunjungan sosial tersebut berasal dari YOAM (Yayasan Onkologi Anak Medan), gereja, dan perwiritan.

a. Memfasilitasi kunjungan dari YOAM (Yayasan Onkologi Anak Medan) Beberapa partsipan mengatakan bahwa mereka memfasilitasi adanya kunjungan sosial dari YOAM. Kunjungan ini dilakukan untuk menyenangkan hati pasien anak dengan memberikan mereka kado, balon atau mengajak jalan-jalan keluar rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :

“Kemudian dari YOAM terapi bermain sering juga. Mereka sering kunjungan-kunjungan menyenangkan hati dan bawa kado bawa balon menyenangkan hati pasien”

(Partisipan 1) “Kunjungan dari YOAM juga ada. Mereka punya rutinitas untuk berkunjung bahkan anak-anak disini dibawa menonton ke bioskop izin.”

(Partisipan 3) “Cuma kan disini ada yang ngajak anak-anak disini ntah ke Medan Plaza atau Millenium. Itukan dari YOAM gitu yang datang berkunjung.”

(Partisipan 6) b. Menyediakan waktu kunjungan dari gereja dan perwiritan

Salah satu dari delapan partisipan juga mengatakan bahwa mereka menyediakan waktu kunjungan dari gereja dan perwiritan dalam mengatasi melalui bimbingan rohani dan permainan. Hal itu sesuai dengan pernyataan berikut :

“Cuma dari rumah sakit ada jugak dari buat bimbingan rohani Kristen dan perwiritan datang kesini bikin kunjungan bikin permainan”

(Partisipan 3)


(43)

47

Selain pengalaman tersebut, penelitian ini juga mengungkapkan manfaat dan kendala dalam menerapkan atraumatic care pada anak.

3.2. Mengurangi rasa nyeri pada anak

Berdasarkan analisa data didapatkan ada 4 cara dalam mengurangi rasa nyeri pada anak menurut partisipan yaitu (1) berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksanaan farmakologi, (2) melakukan intervensi mandiri

1. Berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksanaan farmakologi

Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa salah satu cara mengatasi nyeri pada anak adalah berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksanaan farmakologi. Analgesik yang diberikan sebagai hasil kolaborasi dengan dokter berupa ketorolac (toradol), paracetamol, dan kodein.

a. Memberikan ketorolac (toradol) atas intruksi dokter

Beberapa partisipan dalam penelitian ini menyatakan mereka berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan ketorolac (toradol) pada anak saat mengalami nyeri berat. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :

“Biasanya ketorolac, tergantung intruksi dokter. Bisa ketorolac bisa toradol yang sering”

(Partisipan 1) “Kalo udah tingkat nyeri berat dikasih obat sama dokter. Umpamanya kalo udah nyeri kan udah dikasih ama dokter ketorolaclah kita kasih”


(44)

b. Memberikan paracetamol atas intruksi dokter

Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini juga mengatakan mereka memberikan paracetamol atas intruksi dokter untuk diberikan pada anak yang mengalami nyeri ringan sampai sedang seperti peryataan partisipan berikut :

“Kalok nyerinya masih menengah ke bawah masih pake paracetamol”

(Partisipan 1) “Kalo kira-kira susah mendapatkannya, kita kasih paracetamol. Biar jangan terasa nyeri kali dia.

(Partisipan 7) “Melaporlah sama dokter kalau terlalu kesakitan. Dikasih paracetamol untuk nyeri ringan”

(Partisipan 8) c. Memberikan kodein atas intruksi dokter

Beberapa partisipan lainnya dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa mereka memberikan kodein sesuai petunjuk dokter yang diberikan jika anak mengalami nyeri berat. Hal tersebut dinyatakan mereka seperti :

“Hmm biasanya dikasih obat kalo pasien nyeri berat kodein sesuai petunjuk dokter”

(Partisipan 2) “Tapi kalo udah nyeri hebat dikasih analgesik diberi pemberian paling sedikit kodein”

(Partisipan 3)

2. Melakukan intervensi mandiri

Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa dalam mengurangi rasa nyeri pada anak dengan melakukan beberapa intervensi mandiri seperti mengajarkan


(45)

49

teknik relaksasi napas dalam, memfasilitasi anak menonton TV, melakukan kompres air hangat untuk meredakan nyeri pemasangan infus dan mengajak anak untuk bermain.

a. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam

Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa mereka mengajarkan pada anak teknik napas dalam untuk mengatasi nyeri saat perawat melakukan tindakan pada anak. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

“Tapi kalo udah besar kita bilang “Gak sakit ya nak sebentar. Tenang tenang. Tarik nafas tenang udah ya jangan meronta.”

(Partisipan 3) “Sakit ya nak sakit sedikit sebentar.Tahan napas ya? Tarik napas

sebentar.” Gitulah kubilang.”

(Partisipan 5)

“Makanya sebelum tindakan kita lakukan kita apa dulu ajari dulu. “Nanti sakit dulu ya nak,tahan sedikit ya nak. Tarik napas dek. Biar cepat dapat.” Gitu.”

(Partisipan 7)

b. Memfasilitasi anak menonton TV

Salah satu dari delapan partisipan menyatakan satu dari empat intervensi mandiri yang dilakukan untuk mengatasi nyeri anak yaitu dengan memfasilitasi anak menonton TV seperti pernyataan partisipan berikut :

“Kalo nggak yang ada di ruangan khusus kayak nomor 39 itu ada TV itu. Bisa kita kasih nonton TV.”


(46)

c. Melakukan kompres air hangat untuk meredakan nyeri pemasangan infus Dua dari delapan partisipan dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa mereka pernah melakukan kompres air hangat untuk meredakan nyeri pemasangan infus yang dirasakan anak. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Kalo yang ringan diapa ajalah kan biasa nyeri pas dibuka infusnya, dikompres hangat ajalah tangannya itu”

(Partisipan 4) “Kalo udah terjadi bengkak ya dikompres karena terlalu diinfus mungkin.”

(Partisipan 8) d. Mengajak anak untuk bermain

Empat dari delapan partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa bentuk lain intervensi mandiri yang dilakukan dalam mengurangi rasa nyeri pada anak adalah dengan mengajak anak bermain. Hal ini dilakukan untuk menghibur anak dengan permainan yang dibawa sendiri atau bermain bersama perawat sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :

“Diperbolehkan kok banyak pasien yang bawa boneka bawa mobil-mobilan ke dalam ruangan”

(Partisipan 1) “Perawat juga bisa kasih hiburan bagi dia karna nanti ada terapi bermain dan perawat berkomunikasi yang apapun dia inginkan bisa disesuaikan.”

(Partisipan 3) “Saya emang bisa bermain mengajak bermain dengan anak-anak pada saat tertentu”


(47)

51

“Ya menghiburnya kayak apa yang dia sukalah. Mau ngapain mau bermain ya itu aja sih yang bisa kami lakukan disini”

(Partisipan 6)

3.4. Manfaat dalam menerapkan atraumatic care pada anak

Berdasarkan analisa data didapatkan ada 3 bagian manfaat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yaitu (1) manfaat yang dirasakan anak, (2) manfaat yang dirasakan perawat, (3) manfaat yang dirasakan keluarga.

1. Manfaat bagi anak

Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa manfaat dalam menerapkan atraumatic care bagi anak meliputi mengurangi rasa nyeri dan trauma, mengurangi beban fisik dan psikologis, anak tidak menangis, anak nyaman dengan perawat, anak semangat saat didampingi orangtua, rasa takut berkurang dan anak tenang dan rileks.

a. Mengurangi rasa nyeri dan trauma

Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa anak merasakan manfaat penerapan atraumatic care adalah nyeri dan trauma yang dirasakan anak berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :

“AC itu cara perawat atau asuhan keperawatan kepada anak agar mereka tidak trauma atau mengurangi nyeri selama dirawat di RS”

(Partisipan 1) “Tapi memang kalo untuk anak ya kita lakukan cara supaya dia tidak nyeri selama tindakan”

(Partisipan 4) “Itulah supaya ga trauma terhadap pelayanan kan”


(48)

(Partisipan 8) b. Anak tidak menangis

Dua dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa anak tidak menangis lagi saat atraumatic care diterapkan dalam perawatan. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

“Mau masuk obatpun dia yang bilang “Masukkan obat saya suster.” Gitu. Gak menangis lagi.”

(Partisipan 2) “Itulah yang kubilang jadi dia gak nangislah lagi.”

(Partisipan 4) c. Anak nyaman dengan perawat

Dua partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa anak nyaman dengan perawat sebagai manfaat dalam menerapkan atraumatic care. Anakpun senang dan mau diarahkan oleh perawat sesuai dengan pernyataan berikut :

“Nyamanlah. Pasti mereka bilang “Bu aku boleh nangis sedikit kan bu?” “Iya boleh tapi jangan digoyang-goyangkan ya tangannya.” “Udah bu,ini bu.”

(Partisipan 3) “Kekmana kita senang diapun ikut senang. Kek mana dia merasa nyaman gitu aja.”

(Partisipan 6) d. Anak semangat saat didampingi orangtua

Kehadiran orangtua selama proses tindakan pada anak adalah faktor yang membuat anak semangat dan tidak merasa takut lagi. Salah satu partisipan menyatakan hal tersebut sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :


(49)

53

“Kalo ada disitu orangtuanya mamaknya atau bapaknya salah satu kan semangat. Jadi diapun kalo kita melakukan tindakan diapun tidak merasa takut. Karena selalu didampingi orangtuanya.”

(Partisipan 7) e. Rasa takut berkurang

Dua partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa manfaat dalam menerapkan atraumatic care bagi adalah rasa takut yang dirasakan anak berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :

“Nampak-nampak. Jadi, rasa takutnya itu berkurang.”

(Partisipan 7) “Iya makanya jarang anak yang takut.”

(Partisipan 8) f. Anak tenang dan rileks

Dua orang partisipan dalam penelitian ini mengatakan anak menjadi tenang dan rileks ketika perawat menerapkan atraumatic care bagi mereka. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

“Ketenangan ada. Dia merasakan ketenangan.”

(Partisipan 5) “Dia agak tenang merasa rileks kadang-kadang dia gak sadar udah siap dikerjain.”

(Partisipan 8)

2. Manfaat bagi perawat

Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa manfaat dalam menerapkan atraumatic care bagi perawat yaitu: anak mencari perawat yang


(50)

dikenalinya untuk melakukan prosedur, anak akrab dan lebih dekat dengan perawat, perawat puas dengan hasil pekerjaan, perawat senang, dan tindakan lebih cepat selesai.

a. Anak mencari perawat yang dikenalinya untuk melakukan tindakan keperawatan

Beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa manfaat yang dirasakan mereka dalam menerapkan atraumatic care adalah anak mencari perawat yang diketahuinya tidak sakit dalam memasang infus untuk melakukan tindakan keperawatan pada dirinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Pasti kalo kita bagus buat anak itu dalam menginfus umpamanya selanjutnya kita dicari dia pas menginfus”

(Partisipan 1) “Yang jualan parfum itulah yang infus aku.” Jadi gak suka dia sama perawat-perawat lain jadi dicari-carinya aku.”

(Partisipan 4) “Kadang-kadang kalo dia gak merasakan sakit sama perawat A, dia besoknya cari perawat si A juga.Ditandainya siapa yang gak sakit menginfus.”

(Partisipan 6) “Mau sama ibulah. Sama ibu ajalah ya infus dululah bu baru ibu pulang.” “Kenapa?Kan ada dinas malam.” “Sama ibu ajalah.”

(Partisipan 8) b. Anak akrab dan lebih dekat dengan perawat

Lima dari delapan partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa manfaat dalam menerapkan atraumatic care bagi perawat juga membuat hubungan anak


(51)

55

semakin dekat dan lebih akrab dengan perawat. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :

“Anaknya jadi dekat dengan perawat dan dokter. Mau masuk obatpun dia bilang sendiri.”

(Partisipan 2) “…buktinya asal kita jumpa misalnyakan “Salam ya.” Disalamnya kita diciumnya. Berarti emang dia mendapat respon yang baik juga terhadap hubungan yang kita lakukan tadi.”

(Partisipan 3) “Dia mau dekat dengan saya. Dia mau saya salam. Dia diciumpun mau.”

(Partisipan 5) “Setiap ketemu pasti disapa. “Ibu Fatma Ibu Fatma.” Kalau dia tidak terpasang infus dia datang ke tempat perawat.”

(Partisipan 6) “Dia kan suka warna-warni. Udah berterima kasih kali dia dikasih pulpen sayanglah dia jadi dekat sama ku.”

(Partisipan 8)

c. Perawat puas dengan hasil pekerjaan

Beberapa partisipan dalam penelitian ini juga mengungkapkan bahwa mereka puas dengan hasil pekerjaan yang dilakukan saat perawat menerapkan atraumatic care pada anak. Kepuasan tersebut dirasakan setelah tindakan keperawatan tuntas dikerjakan dan anak juga tidak merasakan takut terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Kalo manfaatnya ke perawatnya namanya gini kalo kita kerja bagus pasti kita puas pulang gada beban”


(52)

“Diapun capeknya kan nangis tapi akhirnya puaslah sama kerjaan kita, kitapun puas juga”

(Partisipan 4) “Saya puas. Kalo saya mengerjakan pasien itu tidak tuntas. Saya kecewa pulang. Kesitu aja pikiran kita.”

(Partisipan 7) “Karena pekerjaan kita tuntas anak gak takut itulah buat senang dan ada kepuasan sendiri.”

(Partisipan 8) d. Perawat senang

Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa perawat senang dalam menerapkan atraumatic care pada anak karena anak dapat lebih diam dan tenang saat perawat melakukan tindakan keperawatan. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Ya kalo dia bisa berhasil kita diamkan kita senanglah. Jadi apa yang kita rasakan kalo anak itu bisa kita pengaruhi ya kita merasa senang.”

(Partisipan 3) “Manfaatnya istilahnya ya karena saya sudah senang di anak ini saya senanglah gitu pokoknya.”

(Partisipan 4) “Merasa senang. Kalo anak-anak itu bisa dikerjain dapat terapi rasanya dia gak terbeban dan bahagia kita pun ikut senang.”

(Partisipan 8) e. Tindakan lebih cepat selesai

Empat dari delapan partisipan juga mengatakan bahwa dengan menerapkan atruamtic care pada anak tindakan keperawatan lebih cepat selesai dilakukan. Hal ini dikarenakan anak lebih dekat dan mau bekerja sama dengan perawat, sehingga


(53)

57

perawat lebih mudah untuk melakukan tindakan keperawatan yang sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :

“Pasti manfaatnya ya lebih mudah didapatkan. Lebih mudah jadinya dipasang lebih cepat selesai. Setiap anak yang kerja sama lebih cepat didapatkan”

(Partisipan 3) “Ya lebih cepatlah memang kalo apa kita bisa dekat ama anak ama dia care cepatlah kerjaan selesai daripada yang susah diatur gitu

(Partisipan 4) “Memudahkan kami melakukan tindakan . Mempermudahkan kami supaya cepat selesai pekerjaan”

(Partisipan 6 ) “Otomatislah kalo kita care sama mereka otomatis si anak itupun eceknya untuk pengobatan itu mereka gampang mendapatkan informasi dari kita atau obatnya cepat masuk.”

(Partisipan 7)

3. Manfaat bagi keluarga

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan bahwa manfaat dalam menerapkan atraumatic care bagi keluarga yaitu keluarga puas, keluarga senang atas tindakan perawat, keluarga tenang bersama perawat dan keluarga lebih mudah berkomunikasi dengan perawat.

a. Keluarga puas

Dua partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa keluarga puas atas implementasi yang dilakukan perawat yang dilakukan dengan menerapkan atraumatic care. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :


(54)

“Kalo untuk keluarga ya pasti mereka puas kalo implementasi kita baik”

(Partisipan 1) “Puas memang mereka dek.”

(Partisipan 4) b. Keluarga senang atas tindakan perawat

Dua dari dalam peneliti delapan partisipan lainnya juga menyatakan bahwa manfaat dalam menerapkan atraumatic care selain keluarga puas mereka juga senang atas implementasi yang dilakukan oleh perawat. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

“Kalo kita implementasikan dengan bagus kan keluarganya senang juga.”

(Partisipan 1) “Senanglah dia. Beberapa orang saya liat ya. “Trimakasih ya bu. Saya sudah mengerti saya sudah paham.”Begitu”

(Partisipan 5) c. Keluarga tenang bersama perawat

Beberapa partisipan lainnya dalam penelitian ini mengatakan bahwa manfaat dalam menerapkan atraumatic care lainnya adalah keluarga tenang dan yakin untuk bekerjasama dengan perawat karena perawat dapat menerangkan tentang kondisi yang dialami anaknya dengan jelas dan dapat dimengerti. Hal ini sesuai dari pernyataan berikut :

“Dan orangtuanya akan merasa tenang juga. Karena dia yakin kalo anak itu mau kerja sama mau menerima apa yang diucapkan susternya gak payah masangnya.”


(55)

59

“Bu setelah ibu terangkan baru saya mengerti. Kalo gak ibu terangkan saya pikir kalo ga disembuhkan cepat mencretnya ntah gimana anak saya. Berarti itu ya bu.” Jadi ada ketenangan sama dia saat saya terangkan.”

(Partisipan 5) d. Keluarga lebih mudah berkomunikasi dengan perawat

Salah satu dari delapan partisipan juga menyatakan bahwa keluarga lebih mudah mengenali dan berkomunikasi dengan perawat sebagai manfaat dalam menerapkan atraumatic care pada anak mereka. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

……lebih mudah berkomunikasi. “Bu, ini anakku terlepas infusnya dia mau terapi pasangin ya.” Kan diapun lebih mudah mencari perawatnya yang gimana gitu kan. Yang baiklah.

(Partisipan 6)

3.5 Kendala dalam menerapkan atraumatic care pada anak

Berdasarkan analisa data didapatkan ada 3 bagian kendala dalam menerapkan atraumatic care pada anak yaitu : (1) kendala dari anak, (2) kendala dari perawat, (3) kendala dari keluarga.

1. Kendala dari anak

Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa kendala dalam menerapkan atraumatic care berasal dari anak. Kendala dari mereka yaitu banyaknya tindakan yang dilakukan terhadap anak dan kondisi penyakit anak.

a. Banyaknya tindakan yang dilakukan terhadap anak

Salah satu dari delapan partisipan mengatakan bahwa banyaknya tindakan yang dilakukan terhadap anak membuat anak menilai perawat itu menyakitkan.


(56)

Sehingga perawat sulit untuk bersahabat dengan mereka sesuai dengan pernyataan berikut :

“Kalo banyak tindakan sama dia merasa perawat itu adalah yang menyakitkan tapi kalo gak banyak gak payah bersahabat dengan dia.”

(Partisipan 3) b. Kondisi penyakit anak

Salah satu partisipan lainnya juga mengatakan bahwa kondisi penyakit yang membuat anak lama menjalani perawatan di rumah sakit menjadi kendala bagi perawat untuk menjumpai mereka. Hal ini sejalan sesuai dengan pernyataan berikut :

”Ada juga karena memang kondisi penyakitnya. Semua menumpuk disini pasien sudah lama dirawat tidak sembuh-sembuh jadi menjumpainya susah jadi kendala.”

(Partisipan 5)

2. Kendala dari perawat

Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa kendala dalam menerapkan atraumatic care juga berasal dari perawat itu sendiri. Kendala tersebut adalah keterbatasan waktu yang dimiliki dan kurangnya jumlah perawat.

a. Keterbatasan waktu yang dimiliki

Tiga dari delapan partisipan mengatakan bahwa keterbatasan waktu yang dimiliki perawat menjadi kendala dalam berinteraksi lebih lama dengan anak. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

“Mau apapun dikerjakan karena satu keterbatasan waktu”


(57)

61

“Hambatan sama pasien gitu? Ya ada aja sih, waktulah itu. Terbatas kita berinteraksi sama pasien kan.”

(Partisipan 4) “Dikejar waktu. Karena saya dituntut dari atas harus juga selesai. Ya itu salah satu hambatan.”

(Partisipan 5) b. Kurangnya jumlah perawat

Salah satu dari delapan partisipan menyatakan bahwa kurangnya jumlah perawat juga menjadi kendala bagi mereka dalam menerapkan atraumatic care pada anak. Hal ini disebabkan karena banyaknya tindakan yang dikerjakan sesuai dengan pernyataan berikut :

“Banyak mau dikerjakan tetapi perawat kan gak mencukupi.” (Partisipan 4)

3. Kendala dari keluarga

Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa kendala lain dalam menerapkan atraumatic care juga berasal dari keluarga. Kendala tersebut adalah orangtua kurang kooperatif, komunikasi yang kurang baik, dan orangtua tidak siap diberikan pelayanan oleh perawat.

a. Orangtua kurang kooperatif

Dua dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa masih banyaknya orangtua kurang kooperatif terlibat dalam perawatan anak. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

“Masih banyak loh orangtua yang kurang kooperatif .”


(58)

“Gak kooperatif orangtuanya. Biasanya kan anak kalok orangtua bisa berkomunikasi baik dengan perawat, “Oh family kami rupanya ini saudara mamakku ini.” Pasti seperti itu.”

(Partisipan 3) b. Komunikasi orangtua kurang baik

Kendala lain yang berasal dari orangtua yaitu komunikasi yang kurang baik. Hal ini menyebabkan perawat sulit berinteraksi dengan anak dan keluarganya sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :

“Orangtuapun banyak juga yang komunikasinya kurang baik.” (Partisipan 3) “Umpamanya kan kalo gak beres, cara ngomongnyapun kadang gak beres, terganggu juga sama kita. Otomatis jadi berkurang kita melihat pasien gak ada lagi banyak ngobrol dengan pasien dan orangtuanya juga.”

(Partisipan 4) c. Orangtua tidak siap diberikan pelayanan oleh perawat

Dua dari delapan partisipan lainnya dalam penelitian ini juga mengungkapkan orangtua terkadang tidak siap diberikan pelayanan oleh perawat. Mereka masih sering mempertimbangkan pengobatan alternatif atau dokter lain yang berada di luar prosedur rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :

“Mau kadang orangtuanya gak mau juga. Karena merasa kasihan dia melihat anaknya dicucuk.”

(Partisipan 4) “Kalo keseringan dari keluarganya hambatan itu selalu timbul. Mereka tidak siap dilayani. Ada informasi dari sana ada pengobatan alternatif, dokter paling jago. Itu membuat orangtua tidak siap itulah kendalanya.”


(59)

63

Tabel 4.2. Matriks Tema

Pengalaman Perawat dalam Menerapkan Atraumatic Care pada anak yang menjalani Hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

No Tema 1: Melibatkan Orangtua dalam Perawatan Anak 1 Sub Tema:

1. Melakukan metode rooming in

2. Berkomunikasi dengan orangtua untuk memberikan informasi

Kategori :

a. Mengizinkan orangtua selalu mendampingi anak di ruangan

b. Mengarahkan orangtua memegang anak dalam tindakan

c. Mengarahkan orangtua untuk menjelaskan kepada anak alasan mereka dirawat di rumah sakit

d. Mengizinkan orangtua menggendong anak untuk dibawa jalan-jalan ke luar ruangan

a. Memberitahu tindakan yang dilakukan pada anak

b. Memberikan informasi pada orangtua tentang penyakit dan pengobatan anak

c. Memberikan penkes pada orangtua dalam merawat anak di ruangan

Tema 2: Mengatasi Kecemasan/ Ketakutan pada Anak 2 Sub Tema:

1. Mengalihkan perhatian/ distraksi

2. Melakukan

pendekatan pada

anak lewat

komunikasi

Kategori

a. Memotivasi anak untuk menggambar/ mewarnai

b. Mengajak anak bercerita c. Mengajak anak bercanda d. Memberikan pujian pada anak

a. Menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur

b. Meyakinkan anak bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan

c. Menyapa anak saat bertemu


(60)

3. Memfasilitasi ruangan yang aman dan nyaman

4. Memfasilitasi kunjungan sosial

a. Memberitahu keluarga yang menjaga anak maksimal dua orang

b. Membatasi jumlah pengunjung di ruangan c. Mematikan/ mengecilkan suara TV dalam

ruangan

a. Memfasilitasi kunjungan YOAM (Yayasan Onkologi Medan)

b. Menyediakan waktu kunjungan dari gereja dan perwiritan

Tema 3: Mengurangi Rasa Nyeri pada Anak 3 Sub Tema:

1. Berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksanaan farmakologi 2. Melakukan intervensi mandiri Kategori :

a. Memberikan ketorolac (toradol) atas intruksi dokter

b. Memberikan paracetamol atas intruksi dokter c. Memberikan kodein atas intruksi dokter

a. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam b. Mengajak anak menonton TV

c. Melakukan kompres air hangat untuk meredakan nyeri pemasangan infus

d. Memfasilitasi anak untuk bermain Manfaat dalam Menerapkan Atraumatic Care pada Anak 4 Sub Tema:

1. Manfaat bagi anak

2. Manfaat bagi perawat

Kategori:

a. Mengurangi nyeri dan trauma b. Anak tidak menangis

c. Anak nyaman dengan perawat

d. Anak semangat saat didampingi oleh orangtua e. Rasa takut berkurang

f. Anak tenang dan rileks

a. Anak mencari perawat yang dikenalinya untuk melakukan prosedur

b. Anak akrab dan lebih dekat dengan perawat c. Perawat puas dengan hasil pekerjaan d. Perawat senang


(61)

65

3. Manfaat bagi keluarga

a. Keluarga puas

b. Keluarga senang atas tindakan perawat c. Keluarga tenang bersama perawat

d. Lebih mudah berkomunikasi dengan perawat Kendala dalam menerapkan atraumatic care pada anak

5 Sub Tema:

1. Kendala dari keluarga

2. Kendala dari anak

3. Kendala dari perawat

Kategori:

a. Orangtua kurang kooperatif b. Komunikasi orangtua kurang baik

c. Orangtua tidak siap dilayani oleh perawat

a. Banyaknya tindakan yang dilakukan terhadap anak

b. Kondisi penyakit anak

a. Keterbatasan waktu yang dimiliki b. Kurangnya jumlah perawat

4. Pembahasan

Pada bagian pembahasan ini akan diuraikan teori-teori ataupun evidence based terkait dengan pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi. Dalam bagian ini akan dibahas 3 tema yang telah ditemukan terhadap pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi yaitu (1) melibatkan orangtua dalam perawatan anak, (2) mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak, (3) mengurangi rasa nyeri pada anak. Selain penerapan atraumatic care, dalam pembahasan ini juga akan diuraikan teori-teori ataupun evidence based yang terkait dengan manfaat dan kendala dalam menerapkan atraumatic care pada anak.


(62)

4.1. Melibatkan orangtua berperan dalam perawatan anak

Menurut Kyle & Carman (2013) keluarga memiliki hak dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam perawatan anak mereka. Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa melibatkan orangtua dalam perawatan anak menurut partisipan dapat dilakukan dengan melakukan metode rooming in (mengizinkan orangtua selalu mendampingi anak selama di ruangan, mengarahkan orangtua memegang anak dalam tindakan, mengarahkan orangtua untuk menjelaskan kepada anak alasan mereka dirawat di rumah sakit, dan mengizinkan orangtua membawa anak jalan-jalan ke luar ruangan) dan berkomunikasi dengan orangtua untuk memberikan informasi yaitu informasi tentang tindakan yang akan dilakukan pada anak, penyakit dan pengobatan anak, serta penkes dalam merawat anak di ruangan.

2. Melakukan metode rooming in

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa perawat melibatkan orangtua berperan dalam perawatan anak. Partisipan juga mengungkapkan bahwa orangtua selalu mendampingi anak selama 24 jam diruangan. Hal ini sesuai dengan metode rooming in yang mendorong orangtua tetap tinggal bersama anak selama menjalani hospitalisasi dan berpartisipasi dalam perawatan anak yang memungkinkan. Dimana orangtua menimang, menunjukkan rasa kasih sayang, menunggu dan mendampingi anak. Jika tidak bisa, sebaiknya orangtua dapat melihat anak setiap saat untuk mempertahankan kontak / komunikasi antara orangtua dan anak (Wong, 2009).


(63)

67

3. Berkomunikasi dengan orangtua untuk memberikan informasi

Dari hasil analisa data diperoleh perawat melibatkan orangtua dalam perawatan anak dapat dilakukan juga melalui komunikasi dengan orangtua untuk memberikan informasi seputar tindakan yang dilakukan pada anak mereka, penyakit dan pengobatan anak, dan penkes dalam merawat anak di ruangan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wong, (2009) bahwa perawat perlu memberikan informasi kepada orangtua karena seringnya mereka mengeluhkan takut dan cemas. ketika anak mereka dirawat di rumah sakit. Hal tersebut berkaitan dengan keseriusan penyakit dan jenis prosedur medis yang dilakukan pada anak, kurangnya informasi tentang prosedur dan pengobatan, ketidaktahuan tentang aturan dan peraturan rumah sakit, rasa tidak diterima oleh petugas, atau takut mengajukan pertanyaan. Keluarga berhak mendapat pendidikan kesehatan, informasi seputar kondisi dan penyakit anak mereka mengingat juga banyaknya beban kerja yang dimiliki perawat.

4.2. Mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa penerapan atraumatic care dapat mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak menurut partisipan. Hal ini sesuai dengan penelitian Rini (2009) bahwa semakin baik penerapan atraumatic care yang diberikan maka semakin kecil risiko kecemasan yang dialami anak saat hospitalisasi. Beberapa cara yang dijelaskan oleh partisipan dalam mengatasi kecemasan/ ketakutan tersebut adalah dengan mengalihkan


(64)

perhatian/ distraksi, melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi, dan memfasilitasi lingkungan yang aman dan nyaman.

1. Mengalihkan perhatian/ distraksi

Dalam penelitian Sadeghi et al., (2013) menunjukkan bahwa adanya pengaruh signifikan antara tingkat kecemasan anak dengan distraksi yang dilakukan perawat. Hal yang sama juga dikemukakan Kyle & Carman (2013), distraksi dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri ataupun kecemasan yang dirasakan anak. Namun distraksi tidak menghilangkan rasa cemas/ ketakutan yang dialami anak, tetapi untuk mentoleransi kecemasan/ ketakutan yang dialami mereka. Beberapa cara dalam mengalihkan perhatian/ distraksi yaitu dengan berhitung, bermain, menonton kartun, mendengarkan musik, mengunjungi teman, membaca buku cerita, dan humor. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan dalam penelitian ini yang melakukan teknik distraksi dengan mengajak anak bercerita, mengajak anak bercanda, memotivasi anak untuk menggambar/ mewarnai, dan memberikan pujian pada anak. Penelitian yang dilakukan Aizah & Wati (2014) juga menyatakan bahwa aktifitas pengalihan seperti mewarnai gambar dapat menurunkan tingkat stres akibat hospitalisasi pada anak. Hal yang sama dikemukakan dalam penelitian Wowiling, Ismanto, & Babakal (2015) adanya pengaruh terapi bermain mewarnai gambar terhadap tingkat kecemasan pada anak akibat hospitalisasi.


(65)

69

Melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi adalah hal penting bagi perawat. Hal ini dilakukan sejak menyiapkan anak untuk hospitalisasi. Perawat berkesempatan untuk mengenal anak, memperkenalkan diri, dan mengkaji pemahaman anak tentang rumah sakit. Perawat juga perlu memberikan informasi yang dapat dipahami anak seputar masalah yang dialami dan tindakan yang akan dilakukan (Wong, 2009). Pernyataan ini sesuai dengan hasil analisa data menunjukkan perawat melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi selama anak menjalani hospitalisasi. Hal ini dilakukan dengan menjelaskan tindakan pada anak sebelum melakukan prosedur tindakan, meyakinkan pada anak bahwa tindakan tidak menyakitkan, menyapa anak, dan berdiskusi dengan anak tentang masalahnya.

3. Memfasilitasi lingkungan yang aman dan nyaman

Supartini (2004) menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit yang dapat menimbulkan trauma bagi anak adalah lingkungan fisik rumah sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan, dan lingkungan sosial antara sesama pasien. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan dari perawat dalam memfasilitasi lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak. Dalam penelitian ini, partisipan menyediakan ruangan yang aman dan nyaman dengan menghindari suara bising di dalam ruangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Potts & Mandleco (2012) yang menyebutkan sebagai tempat penyembuhan lingkungan perawatan anak harus kondusif untuk perasaan kesejahteraan, keselamatan, dan keamanan bagi anak.


(1)

(2)

iv PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya skripsi yang berjudul “Pengalaman Perawat dalam Menerapkan Atraumatic Care pada Anak yang Menjalani Hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, demikian juga kepada Ibu Erniyati S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I serta seluruh staf dan dosen pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan studi jenjang Sarjana Keperawatan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph. D selaku dosen pembimbing yang sudah meluangkan waktu untuk membimbing saya dalam penulisan skripsi ini, memberikan pengetahuan, bimbingan, masukan dan arahan yang sangat inspiratif sehingga penyusunan skripsi dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Nur Afi Darti S.Kp., M.Kep dan Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp., MARS selaku dosen penguji yang juga banyak memberi saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih teristimewa kepada kedua orangtua, ayahanda Maringan Tua Sitorus S.E dan ibunda Tiurmaida Manurung yang telah memberikan dukungannya secara moril, material, cinta kasih, doa yang mereka panjatkan demi kelancaran penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada adik-adik penulis yaitu, Samuel Sitorus dan Christy Gabriela Sitorus yang juga selalu menghibur dan memberi semangat penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2011 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara teristimewa untuk sahabat penulis Wanda, Loravina, Zevelyn, Junjungan, Desy dan Friska


(3)

menyelesaikan skripsi ini serta teman satu dosen pembimbing Afina, Rita dan Putri Bungsu yang selalu berbagi informasi dan saling bertukar pikiran. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kakak KTB terkasih Natalisda dan adik kelompok kecil penulis yaitu Herna, Himpun, dan Roly yang telah memberi dukungan dan doa kepada penulis.

Penulis juga tak lupa mengucapkan terimakasih kepada direktur utama dan staf RSUP H. Adam Malik Medan, kepala instalasi dan kepala ruangan, serta perawat di Ruang Rindu B yang telah memberi ijin, kesempatan untuk melakukan penelitian dan semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Medan, Agustus 2015 Penulis

Tabita Fitrin Martina Uli Sitorus 1111 0 1123


(4)

vi Daftar Isi

Halaman judul ... i

Pernyataan orisinalitas ... ii

Halaman pengesahan ... iii

Prakata ... iv

Daftar isi ... vi

Daftar tabel ... viii

Abstrak ... ix

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Perumusan masalah ... 3

3. Tujuan penelitian ... 4

4. Manfaat penelitian ... 4

4.1 Bagi praktik keperawatan ... 4

4.2 Bagi pendidikan keperawatan ... 4

4.3 Penelitian keperawatan ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

1. Konsep hospitalisasi ... 5

1.1 Definisi hospitalisasi ... 5

1.2 Stresor dan reaksi anak terhadap hospitalisasi ... 5

1.3 Stresor dan reaksi keluarga terhadap hospitalisasi ... 8

1.4 Dampak hospitalisasi ... 10

2. Konsep atraumatic care ... 10

2.1 Definisi atraumatic care ... 11

2.2 Prinsip atraumatic care ... 12

2.3 Karakteristik penting bagi perawat dalam merawat anak .. 15

2.4 Penatalaksanaan nyeri ... 18

3. Studi fenomenologi ... 19

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

1. Desain penelitian ... 23

2. Partisipan ... 23

3. Tempat dan waktu penelitian ... 24

3.1 Tempat penelitian ... 24

3.2 Waktu penelitian ... 24

4. Pertimbangan etik ... 25

5. Instrumen penelitian ... 25

6. Pengumpulan data ... 26

7. Analisa data ... 28

8. Tingkat kepercayaan data ... 30

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32


(5)

1. Hasil penelitian ... 32

2. Karakteristik penelitian ... 32

3. Pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H.Adam Malik Medan ... 33

4. Pembahasan ... 65

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

1. Kesimpulan ... 77

2. Saran ... 78

Daftar pustaka ... 80 Lampiran 1. Informed consent

Lampiran 2. Lembar persetujuan menjadi partisipan

Lampiran 3. Instrumen penelitian (Kuesioner Data Demografi) Lampiran 4. Panduan wawancara

Lampiran 5. Surat uji validasi pertanyaan wawancara Lampiran 6. Surat komite etik

Lampiran 7. Surat permohonan pengambilan data dan izin penelitian Lampiran 8. Surat izin penelitian

Lampiran 9. Surat selesai penelitian Lampiran 10. Abstract

Lampiran 11. Jadwal penelitian Lampiran 12. Anggaran dana

Lampiran 13. Lembar bukti bimbingan Lampiran 14. Riwayat hidup


(6)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik Partisipan ... 33 Tabel 4.2. Matriks Tema ... 63