Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Namun kondisi muslim yang banyak tersebut tidak menjadikan Indonesia maju dalam berbagai bidang kehidupan terlebih untuk maju pada bidang perekonomian. Umat yang banyak ini tidak mampu menjadi modal utama untuk kemajuan perekonomian Indonesia secara universal, karena pada zaman sekarang ini tidak sedikit kita menyaksikan umat Islam yang dalam urusan perekonomiannya sangatlah memprihatinkan. Mereka banyak mengalami masalah dalam perekonomian sehari-hari. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Yang paling dominan, tidak jarang mereka kurang peka terhadap ajaran agama mereka, yang sebenarnya ajaran agama itu sangat baik dalam membantu mereka menyelesaikan masalah perekonomian yang melilit kehidupan mereka sehari-hari. Serta tidak sedikit pula dari mereka yang sering salah dalam mengambil arti yang tersirat dalam ajaran agama tersebut yaitu Islam. Kesalahan ini terutama sekali disebabkan oleh kesalahan pemahaman dan penafsiran terhadap ajaran Islam. Ajaran dalam praktek, yang biasanya diyakini oleh mayoritas mereka dan terkadang juga terjadi pada mereka yang sudah faham dengan ajaran agama itu, dimana kadangkala mereka tidak dapat menyentuh tuntutan ekonomi. Mungkin saja itu yang menyebabkan munculnya stigma bahwa ajaran-ajaran agama seperti menjauh dari hiruk pikuk keduniaan dan memfokuskan pada keakhiratan yang berupa ibadah-ibadah murni saja, seperti Universitas Sumatera Utara sholat, zakat dan puasa tanpa mungkin menyentuh aspek keduniaan seperti kemajuan perekonomian. Yaitu, ajaran-ajaran yang pada intinya menjauh dari hiruk-pikuk keduniaan dan memfokuskan pada keakhiratan berupa ibadah murni. Alhasil, terjadi banyak kontradiktif Azizy,2004:23. Kontradiktif antara ideal ajaran Islam dengan realita umatnya, kontradiktif antara istilah ajaran Islam dengan pemaknaannya dan sekaligus pada prakteknya, kontradiktif antara sasaran inti dari ajaran agama Islam dengan pemahaman yang kemudian menghambat kemajuan keduniaan. Yang pada intinya adalah terjadi kontradiktif antara semangat ajaran Islam itu sendiri yang menyuruh umatnya sukses keduniaan dengan realita umat yang mayoritas terbelakang dalam pelbagai aspek kehidupan Azizy,2004:24. Padahal idealnya, sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya, menghadapi era globalisasi khususnya dunia perekonomian semestinya tidak masalah. Bukan saja Islam yang mempunyai watak kosmopolitan, namun juga isi ajarannya banyak mengandung nilai-nilai universal. Lebih dari itu, Islam pada hakikatnya mengajak umatnya pada kemajuan bukan keterbelakangan. Islam sebagai agama dan ideologi sangat mendorong umatnya untuk bekerja keras Al- Balad:4; tidak melupakan kerja setelah beribadah QS.Al Jumuah:10; dan hadits yang menyatakan pentingnya generasi umat yang kuat ketimbang yang lemah dan tidak boleh menggantungkan diri pada orang lain HR.Tirmidji; serta beberapa ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk menjalankan kegiatanaktivitas ekonominya secara baik, profesional, sistematis dan kontiniutas. Jika ideal ajaran Islam adalah seperti yang tergambarkan diatas, ternyata pernyataan dan ajaran ideal Islam tadi tidak selalu bisa diwujudkan oleh semua Universitas Sumatera Utara pemeluknya. Kita sering menyaksikan kekurangan, keterbelakangan, ketidakberesan pada sebagian umat Islam, dan hal-hal negatif lainnya. Terlebih hal negatif ini akan sangat berdampak pada perekonomian mereka. Namun kita masih bisa menyaksikan umat Islam lainnya yang bisa maju dalam bidang perekonomian, tapi aktivitas perekonomian mereka adalah aktivitas perekonomian yang sebenarnya merupakan perekonomian model barat bukan perekonomian berdasarkan ajaran Islam. Mereka yang maju dalam perekonomian belum mampu menjadikan ajaran ideal Islam sebagai landasan atau sistem baru dalam berekonomi. Kita mengetahui bahwa di dunia ini ada banyak sekali sistem ekonomi. Mulai dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan atau welfare state Chapra,1999:2. Dan yang paling menggurita adalah sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem yang sangat mengutamakan kepemilikan modal, karena bagaimanapun kapitalisme bertujuan memenangkan pertarungan ekonomi dengan menggunakan kekuatan modal capital secara efektif dan efisien. Di Indonesia sendiri, sistem ini sangat kuat dan hampir menyentuh seluruh aktivitas perekonomian Indonesia. Mulai dari usaha ekonomi mikro sampai makro. Dari proses jual beli di pasar tradisional sampai bisnis besar restoran cepat saji fast-food seperti McDonalds yang merupakan produk dari kapitalisme buatan Amerika Serikat. Ditengah kegundahan tidak ada lawan yang sepadan untuk kapitalisme, sistem lama yang dikenalkan oleh Islam menjadi alternatif baru yang menjanjikan. Sistem ekonomi itu disebut sistem ekonomi Islam. Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada nilai-nilai Islam dengan sumber utama kitab suci Universitas Sumatera Utara umat Islam, Al Qur’an serta Al Hadist. Al Qur’an bukan saja berisikan ibadah ritual saja, tetapi juga bermuatan berbagai disiplin ilmu, diantaranya, syariah. Syariah ini yang sekarang dikenal sebagai basis utama sistem ekonomi Islam. Berbeda dengan faham-faham ekonomi lain yang hanya menguntungkan salah satu pihak, dimana kapitalisme bersifat individual atau sosialisme yang bersifat kolektivitas, ekonomi Islam menekankan pada keadilan dan kesejahteraan yang transparan untuk semua pihak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi tersebut. Baik itu pemilik modal, pemerintah, masyarakat maupun pekerja. Semua harus sama-sama untung dan sama-sama rugi sesuai dengan modal dan keringat yang telah dikorbankan. Harus diakui bahwa potensi pengembangan ekonomi Islam masih sangat lemah, tidak sedikit orang Islam yang menjalankan aktivitas perekonomiannya dengan mengaplikasikan model perekonomian barat yang jelas saja jauh dari nilai-nilai keislaman. Sehingga kalaupun pengusaha maupun pedagang-pedagang muslim menjalankan perdagangannya, itu bukan karena dorongan agama atau bukan berangkat dari nilai agama tetapi karena kepentingan mendapat laba semata atau mungkin karena sentimen rasial dan suku. Misal pada suku Minangkabau yang terkenal sebagai suku yang mahir berdagang. Stigma-stigma sosial seperti inilah salah satu pengaruhnya, bukan karena berangkat dari nilai-nilai agama yang memerintahkan untuk bisnis dan etos kerja. Dikotomi antara ajaran agama ritual dengan persoalan perekonomian menjadi bagian dari hidup masyarakat Islam pada umumnya. Seharusnya, ajaran Islam bisa mendidik umatnya setidaknya sebagiannya menjadi kaya melalui aktivitas perekonomian dengan menjalankan etika Islam dalam segala segi kiprah usaha perekonomiannya. Islam menjadi Universitas Sumatera Utara inspirasi, dasar, landasan hidup, tujuan dalam membangun ekonomi dan keduniaan. Ini yang harus diciptakan untuk mengubah Islam realita yang kebanyakan berkonotasi negatif. Sudah seharusnya dikembangkan ekonomi Islam, bisnis Islam, dimana Islam menjadi landasan, dasar dan inspirasi kemajuan umat Islam di dunia. Beberapa tahun ini sudah banyak kita lihat tokoh-tokoh besar Islam, sebut saja para cendekiawan muslim, pemikir Islam, para kiyai ataupun ustadz yang mulai melaksanakan aktivitas perekonomian seiring dengan aktivitas ritual keislaman. Mereka mulai membicarakan bahkan melaksanakan konsep-konsep etika bisnis, perdagangan, usaha dan semacamnya yang tentunya di landasi oleh nilai-nilai keislaman. Karena kita ketahui bahwa para pemuka-pemuka Islam inilah yang bisa menjadi modal awal kebangkitan ekonomi Islam. Hal ini karena mereka banyak mengetahui tentang ajaran ideal Islam yang bisa diterapkan langsung di segala bidang kehidupan terlebih pada bidang perekonomian. Coba saja kita pikirkan bila pembahasan tentang perekonomian tidak masuk dalam topik pengajian atau diskusi-diskusi keislaman. Hal ini akan memunculkan persoalan baru yaitu adanya pemisahan antara dunia dan agama. Dunia usahaekonomi adalah sekuler, sedangkan pengajian adalah urusan agama atau akhirat. Agama menyempit hanya berurusan dengan ibadah mahdhahritual saja. Dipihak lain, oleh karena pengajian hanya penuh dengan urusan ibadah murni, maka sering terjadi salah faham bahwa agama menjadi penghambat kemajuan ekonomi. Alhasil, agama dalam hal ini Islam, tidak mampu berperan sebagai etika perekonomian dan sekaligus tidak mampu menjadi motivasi dan landasan untuk memperoleh kekayaan sebagai indikator sukses dalam perekonomian. Tentu saja Universitas Sumatera Utara bukan hal seperti ini yang kita inginkan. Sebagai contoh konkrit dari pengaplikasian nilai-nilai Islam kedalam aktivitas perekonomian adalah keberhasilan yang telah diperoleh ustadz muda asal kota kembang, Bandung, Jawa Barat, Abdullah Gymnastiar atau lebih dikenal dengan sapaan Aa’ Gym. Aktivitas perekonomiannya berpusat di Pesantren Daarut Tauhid, Gegerkalong Girang, Bandung, Jawa Barat. Daruut Tauhid yang disingkat DT dirintis oleh Aa’ Gym bersama rekan-rekannya yang memiliki semangat keislaman sekaligus kewiraswastaan agar bisa mandiri. Dengan bermodalkan Rp.500 ribu, Aa’ Gym mengembangkan sayapnya dengan menyewa lalu membeli kamar kontrakan yang pada akhirnya membeli rumah kontrakan tersebut. Saat ini asset yang dimiliki DT bisa mencapai lebih dari 1,7 miliar Multitama Communications,2004:10. Pada tahun 2002, Aa’ Gym dengan semangat membangkitkan ekonomi umat, telah mendirikan beberapa perusahaan yakni Manajemen Qalbun Salim MQS, MQ media, MQ FM, PT Manajemen Qalbu Fashion, PT Manajemen Qalbu Quality, MQ Communication, MQ Electronic, MQ IT Information Technology, MQ TV, MQ Consumer Foods dan MQ Publication. Semua itu tergabung dalam holding company yakni PT. Manajemen Qalbu Multitama Communications,2004:11. Yang lainnya adalah Dr. M. Syafii Antonio, M.Sc Nio Cwan Chung, salah seorang direktur Bank Muamalat. Antonio selalu berbicara masalah ekonomi Islam, ia berbicara tentang zakat harta, zakat penghasilan, bunga bank, dan lain-lain. Antonio memang pernah belajar tentang bank Islam, asuransi takaful, tabungan haji, dan lembaga pembangunan ekonomi Islam Malaysia ketika ia melanjutkan kuliah ke Universitas Islam Internasional di Malaysia. Ketika Universitas Sumatera Utara mempelajari syariah, ia melihat dualisme di kalangan intelektual muslim. Di satu sisi, katanya ulama menguasai syariah yang berkonsentrasi pada urusan wudhu, batal atau tidaknya bersentuhan kulit lelaki dan wanita, tapi mereka lupa bagaimana umat mengambil dana dari bank, stock market, atau bagaimana seharusnya leasing berjalan. Pendeknya, perkenalan Islam dengan dunia ekonomi kurang, kata Syafii Antonio. Sementara itu, di sisi lain para bankir muslim terlalu asyik dengan dunianya. Mereka lupa, kata Antonio, bahwa Islam juga punya khasanah dan perbendaharaan konsep ekonomi yang bagus. Dua dunia ini, para ulama dan para praktisi, bagi Antonio harus bertemu. Karena dualisme itu yang membuat Islam di mata orang Cina identik dengan keterbelakangan. Tekad Antonio tersebut tersalurkan lewat paguyuban Kontak Bisnis Haji Karim Oey. Lembaga yang dipimpin Antonio ini bertujuan melakukan pendekatan dakwah untuk masyarakat keturunan Cina. Program kontak bisnis Karim Oey ini sederhana. Mereka mencoba menghimpun potensi yang ada, seperti para bankir, industriwan, pemilik HPH, kontraktor, dan pemilik percetakan. Kontak bisnis merupakan ajang silaturahmi, dakwah, dan bisnis. Adalah Baitul Mal wa Tamwil BMT, konsep lain yang ditawarkan Antonio. Ini sudah diterapkan Antonio. Modal awal BMT ini mereka kumpulkan dari uang tabungan mahasiswa: Rp 4,7 juta. Lalu modal tersebut mereka pinjamkan pada tukang bajigur, tukang sayur, dan pedagang kecil lainnya. Mula-mula mereka mampu memberi pinjaman paling besar Rp 100 ribu, lalu meningkat menjadi Rp 200 ribu, dan akhirnya menjadi Rp 1 juta. Hanya dalam waktu 20 bulan, aset BMT tersebut telah menjadi Rp 250 juta. Dan kini BMT itu telah berubah menjadi BPR Syariah. Konsep ini diterima banyak orang. Sekarang BMT telah berkembang hingga 30. Kemudian konsep ini Universitas Sumatera Utara ditiru Asosiasi Bank Syariah Asbisindo di Bandung, yang kini telah memiliki sekitar 50 BMT. Bahkan Presiden Soeharto telah mencanangkan bahwa BMT sebagai salah satu media pengentasan kemiskinan Majalah GATRA, Edisi 14:1996. Belum optimalnya kinerja ekonomi Indonesia telah dirasakan sejak beberapa tahun terakhir. Krisis memang sudah dilalui hampir 8 tahun lalu, namun banyak yang merasakan pengaruh krisis masih belum sepenuhnya hilang. Karena itu menjadi tantangan bagi kita semua mengupayakan agar kekuatan dan kinerja ekonomi pulih seperti sediakala, bahkan bisa lebih baik lagi di masa mendatang melalui perbaikan sistem perekonomian. Ada alternatif sistem yang ditawarkan oleh Islam yang mungkin saja menjadikan sistem ekonomi raksasa seperti kapitalisme pun “takut”, yakni sistem ekonomi Islam yang sekarang lebih dikenal dengan ekonomi syari’ah. Banyak tokoh Islam ataupun para pemikir Islam yang tergabung dalam sustu komunitas keislaman telah menjalankan sistem ini. Dan hasilnya sangat mengagumkan. Lihat saja yang terjadi pada Rufaqa Internasional. Rufaqa Internasional merupakan metamorfosis Darul Arqam, organisasi yang dinyatakan terlarang oleh Pemerintah Malaysia pada 1994. Darul Arqam ataupun yang sekarang berganti nama menjadi Rufaqa Internasional adalah organisasi yang sebenarnya bermula dari kelompok-kelompok pengajian yang kecil. Abuya Syaikh Imam Ashaari Muhammad at-Tamimi, pimpinan tertinggi spritual Darul Arqam, dipaksa bertaubat di depan Dewan Fatwa Malaysia. Nama Al-Arqam pun harus ditanggalkan. Organisasi ini, termasuk yang di Indonesia, pun bubar. Meski Darul Arqam harus tutup buku, spirit anggotanya tetap menyala. Pada 1997, Abuya membangun komunitas baru dengan nama Rufaqa. Seperti Darul Arqam, Universitas Sumatera Utara Rufaqa tetap memelihara konsep Imam Mahdi. Di Indonesia, komunitas ini muncul dengan nama Hawariyun. Tahun 2000, Hawariyun di Indonesia dan Rufaqa Malaysia bergabung menjadi Zumala Group International. Dua tahun kemudian berubah menjadi Rufaqa International www.swaramuslim.net. Rufaqa merintis sebuah bandar komunitas di kawasan Bukit Sentul. Mereka, kurang lebih meliputi 24 keluarga yang mukim terpencar-pencar di cluster Victoria, Udayana, Bukit Golf, dan Amsterdam di kawasan Bukit Sentul. Jumlah itu tersebar dalam 18 rumah dengan penghuni sekitar 100 orang. Di Bintaro Jaya, mereka telah punya Suq Al-Anshar, pasar swalayan yang cukup besar. Sementara di Semanggi, Kawasan Bisnis Sudirman Jakarta, ada Kafe Qatrunnada. Di Sriwijaya Raya, mereka juga punya guest house atau rumah tamu. Bangunan mewah di kawasan elite ini merupakan pusat bisnis Rufaqa Indonesia. Umumnya usaha mereka meliputi, usaha perdagangan, retail, supermarket, restoran dan kafe, entertainment, pendidikan, periklanan, tour and travel, peternakan, manufaktur, konstruksi, hingga kesehatan. Jangkauan bisnisnya pun sudah mendunia. Dari butik di Paris hingga Australia. Seluruh aset tersebut dipandang sebagai milik Tuhan sehingga harus didermakan di jalan Tuhan. Mereka punya pagar, bisnis harus bersih dan jauh dari riba. Seluruh keuntungan diinvestasikan ke proyek-proyek sendiri. Maka, jangan heran jika mereka kerap menolak ketika ditanya soal omset atau keuntungan. Yang menarik, karyawan Rufaqa tak digaji seperti di perusahaan biasa. Penggajian karyawan memakai konsep maasy Arifin.dkk,1996:22, yaitu konsep yang pada kaidah pembagian gaji berdasarkan kebutuhan seseorang, bukan berdasarkan jabatan atau profesinya. Pegawai memang menerima upah bulanan. Universitas Sumatera Utara Tak besar, patokannya upah minimum provinsi. Bedanya, semua kebutuhan karyawan dicukupi perusahaan. Mereka yang punya anak-istri, meskipun golongan rendahan, mendapat santunan lebih besar dari mereka yang berpangkat tinggi tapi bujangan www.rufaqa.com. Pada realita zaman sekarang tidak sedikit kita menyaksikan rendahnya perekonomian seseorang. Yang mungkin saja hal itu terjadi salah satu faktornya adalah adanya kesalahan dalam pemahaman memahami arti yang tersirat dalam ajaran agama. Seperti kejadian yang sering kita dengar di masyarakat miskin bahwa ia sudah menyerah dengan kemiskinannya karena dia berkata bahwa Tuhannya yang telah menjadikan kehidupan ekonomi sehari-harinya melarat atau miskin. Karena itu ia tidak berkeinginan untuk bekerja keras guna mendapat hasil yang lebih baik, tetapi dia lebih memilih bersikap malas untuk mempertahankan kemerosotan ekonominya karena keyakinannya yang salah tersebut bahwa Tuhan yang menjadikan dia seperti itu. Padahal jika kita lebih jeli dan teliti dengan ajaran agama, tidaklah seperti itu maksudnya. Kehidupan seseorang ada yang sukses ada yang gagal, itu karena mereka ada yang bekerja keras dan ada yang malas. Ajaran agama manapun menginginkan umatnya untuk selalu hidup jujur dan bekerja keras. Sebagai contoh nyata seperti yang terjadi pada Rufaqa Internasional. Bertolak dari argumen-argumen tersebut, banyak sekali memunculkan pertanyaan-pertanyaan. Yang pada akhirnya, pertanyaan- pertanyaan yang harus dijawab tersebut selanjutnya akan tersusun dalam perumusan permasalahan. Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah