BAB II KAJIAN PUSTAKA
Ada suatu paradoks terjadi pada masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Antara nilai-nilai etika kehidupan yang terkandung dalam ideal
ajaran Islam dan tindakan-tindakan sosial masyarakat Indonesia yang tercermin dalam etos kerja, keduanya menunjukkan hubungan yang kontradiktif. Beberapa
etika kehidupan dalam Islam sebenarnya mengandung nilai-nilai yang mengarah kepada semangat kerja keras Al Balad:4, kreatif-inovatif Asy Syarh:7,
kewajiban berpikir dan mengembangkan ilmu Ali Imran:190-191. Menghadapi era globalisasi, khususnya dunia perekonomian tidaklah
menjadi masalah bagi dunia Islam. Bukan saja Islam yang mempunyai watak kosmopolitan, namun juga isi ajarannya banyak mengandung nilai-nilai universal.
Lebih dari itu, Islam pada hakikatnya mengajak untuk kemajuan. Islam adalah agama yang beretos kerja tinggi seperti yang Turner
sebutkan, bukan agama asketis atau hidup membiara yang Weber tuduhkan, bahkan Islam bukanlah agama tradisional yang hanya menjadi candu
masyarakat dimana agama tidak ubahnya seperti rokok bagi masyarakat pecandu. Di mana bagi pecandu, rokok adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan
dan sulit ditinggalkan. Tetapi dalam kehidupan sebenarnya tidak memberikan nilai kebaikan bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat sekitarnya, seperti
Karl Marx simpulkan. Untuk membahas fenomena diatas, ada baiknya kita juga berangkat dari
teori sosiologi Max Weber tentang hubungan timbal balik antara motivasi agama
Universitas Sumatera Utara
Protestan dengan terbentuknya masyarakat kapitalis, yang terangkum dalam tesisnya yang berjudul The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, yang
diterjemahkan dalam judul bahasa Indonesia menjadi Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Weber menyebutkan bahwa aspek-aspek tertentu dalam
etika Protestan merupakan pendorong yang kuat dalam menumbuhkan sistem ekonomi kapitalis dalam tahap-tahap pembentukannya. Pengaruh yang
mendorong ini dapat dilihat sebagai suatu konsistensi logis dan pengaruh motivasional yang bersifat mendukung secara timbal balik. Sebab kondisi budaya
masyarakat Eropa saat itu sedang mengarah pada budaya kapitalis Toto Suharya, 2005. Weber memberi peringatan keras bahwa agama yang bersemangat
moderenlah yang akan memberikan dorongan, spirit terhadap pertumbuhan ekonomi kapitalisme. Weber kemudian juga menuliskan semboyan-semboyan dari
sekte Calvinis yang mampu menggugah semangat kerja keras yaitu, ˝waktu adalah uang˝ , ˝waktu adalah bekerja˝, ˝piutang adalah uang˝, ˝bendaharawan yang baik
adalah barang yang senantiasa berkembang dengan pesat˝, karena itu pilihannya han
yalah dua ˝ingin hidup enak,atau mau tidur nyenyak˝ Max Weber,1956:48- 49. Weber mengingatkan kepada kita kaitan antara agama dengan motif-motif
serta sikap-sikap yang dominan yang diterima sebagai aktor sosial dari tradisi religius Bryan S Turner,1992:260.
Apa yang disimpulkan Weber dalam tesisnya bahwa agama yang bersemangat moderenlah yang akan memberikan dorongan, spirit terhadap
pertumbuhan ekonomi kapitalisme adalah sangat benar. Islam adalah agama moderen bukan agama asketis. Hal ini terlihat dari ideal ajaran agamanya yang
memerintahkan umatnya untuk selalu berkreatif inovatif serta selalu berfikir dan
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan ilmu. Selalu berfikir dan mengembangkan ilmu berarti Islam tidak melarang umatnya untuk berteknologi yang baru, berteknologi yang canggih
sesuai dengan kemajuan zamannya serta melakukan aktivitas keduniaan yang juga sesuai dengan perkembangan zamannya seperti aktivitas perekonomian. Yang
tentunya semua aktivitas keduniaan itu harus tetap dalam standarisasi agama Islam. Alhasil, terwujudlah seperti apa yang di asumsikan Weber dalam tesisnya
yang dilakukan pada sekte Calvinis agama Protestan, yakni Islam mampu memberikan semangat atau dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut dilengkapi lagi oleh asumsi Turner bahwa Islam bukanlah sebagai agama prajurit, atau agama padang pasir yang berwatak keras dan suka
berperang, tetapi menyimpan ajaran-ajaran tentang ’hidup mewah’ dan beretos kerja yang tinggi Bryan S Turner,1992:152.
Teori lain yang mencari relasi antara agama dan persoalan perkembangan ekonomi dalam masyarakat adalah hasil pemikiran Robert N Bellah melalui hasil
penelitiannya pada masyarakat Jepang yang menganut faham teologi religi tokugawa. Sekalipun pada awalnya Bellah berangkat dari apa yang pernah
dikemukakan Weber, Bellah yang berniat mengeksplorasi temuan Weber ternyata mendapatkan bukti-bukti lain yang sangat otentik dikalangan masyarakat Jepang
yang menganut faham teologi religi tokugawa. Bagi Bellah, ternyata masyarakat Jepang dengan berpangkal pada tradisi agama tokugawa sekalipun ada gelombang
modernisasi masih tetap menyimpan kekuatan sebagai pendobrak terhadap semangat berekonomi masyarakat. Dengan tetap setia pada tradisi tokugawa
masyarakat Jepang bisa berkompetisi dalam lapangan ekonomi masyarakat dunia. Agama tokugawa dianggap Bellah tetap memiliki semangat untuk ’membantu’
Universitas Sumatera Utara
pada modernisasi dan berekonomi. Untuk memperkuat argumennya, dia meletakkan pernyataan dari agama tokugawa : ada jalan utama untuk
menghasilkan kekayaan. Hendaknya produsen lebih banyak dan konsumen lebih sedikit. Hendaknya banyak kegiatan untuk memproduksi, tetapi hemat dalam
pembelanjaan. Oleh karena itu, selalu cukuplah kekayaan yang ada Robert N Bellah,1992:145-147.
Yang menarik di Jepang adalah semangat berproduksi di era tokugawa, selain didorong dengan semangat konfusianisme dan religi tokugawa, semangat
berproduksi juga mendapat dukungan dari kebijakan negara. Himbauan moral selalu merupakan suatu bagian penting dalam kebijakan pemerintah dan hal ini
merupakan dorongan untuk berproduksi. Nasehat untuk kerja keras, tidak melalaikan pekerjaan, tidak membuang waktu dan sebagainya menjadi ’nada’
dasar peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan diperuntukkan bagi gonin gomi kelompok lima keluarga, yang dibacakan kepada rakyat Robert
N Bellah,1992:150. Selain mereka, ada lagi David McClelland. Dia mengatakan bahwa
kegiatan para wiraswastawan adalah tidak sekedar mencari pengumpulan laba. Laba lebih merupakan indikator dari keinginan pencapaian tujuan yang lain, yang
hendak dicapai oleh para wiraswastawan adalah prestasi gemilang yang diperoleh melalui penampilan kerja ekonomi dengan baik, dengan selalu berpikir dan
berusaha untuk menemukan cara-cara yang baru untuk memperbaiki kualitas kerja ekonomi yang telah dicapainya. Semangat kerja yang demikian ini disebut oleh
McClelland sebagai motivasi berprestasi atau sering disebut sebagai kebutuhan berprestasi atau need for achievement Suwarsono,1994:27. Dari sini kita bisa
Universitas Sumatera Utara
berasumsi bahwa Islam sebagai agama moderen juga sangat menjunjung etika perekonomian, misalnya bila melakukan aktivitas perekonomian atau
perdagangan haruslah jujur Ash-Shaff:3, artinya ada suatu sikap keinginan yang kuat dari para pelaku pedagang Islam tersebut untuk mencapai prestasi gemilang
yang dikerjakannya melalui penampilan kerja yang baik atau melaui sikap jujur tersebut, dengan selalu berpikir dan mengembangkan ilmu Ali Imran:190-191
dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru Asy-Syarh:7, untuk memperbaiki kualitas kerja yang dicapainya.
Yang terakhir, Irwan Abdullah melalui hasil penelitiannya di desa Jatinom Klaten Jawa Tengah, tentang moralitas agama dan etos kerja pedagang Islam. Ia
sangat tegas menjelaskan bahwa masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan modernis-reformis, bahkan progresif sebagai bagian penting dari pengamalan
paham keagamaan yang dianutnya, dimana mereka menjalankan aktivitas perdagangan dan perekonomian, sebagai bentuk dari duplikasi, ajaran protestan
ethic yang dulu pernah dikemukakan Weber Zuly Qodir,2002:XIII. Dari penelitian ini ternyata terdapat suatu pernyataan bahwa agama secara
terang-terangan maupun diam-diam mendorong adanya semangat kapitalisme industrial berekonomi moderen. Dan ternyata mereka adalah masyarakat Islam,
baik yang berprofesi sebagai pedagang maupun petani, memiliki moralitas agama dalam hidup untuk berkreasi dan moderenisasi diri.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN