Konsepsi Masyarakat Tentang Bersih (Studi Deskriptif Di Bantaran Rel Kereta Api Dari Jalan Bambu II Sampai Jalan Karantina)

(1)

KONSEPSI MASYARAKAT TENTANG BERSIH

(Studi Deskriptif di Bantaran Rel Kereta Api dari Jalan Bambu II sampai Jalan Karantina)

SKIRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

D I S U S U N

O L E H : NAGA SAKTI

040905019

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan :

Nama : Naga Sakti NIM : 040905019 Departemen : Antropologi

Judul : Konsepsi Masyarakat Tentang Bersih

(Studi Deskriptif di Bantaran Rel Kereta Api dari Jalan Bambu II sampai Jalan Karantina)

Medan, April 2011 Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Drs. Agustrisno, MSP) (Dr. Fikarwin Zuska, MA) NIP. 19600823 1987021 001 NIP. 19621220 1989031 005

Dekan FISIP USU

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 19680525 1992031 002


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara oleh :

Nama : Naga Sakti NIM : 040905019 Departemen : Antroplogi

Judul : Konsepsi Masyarakat Tentang Bersih

(Studi Deskriptif di Bantaran Rel Kereta Api Jl. Bambu II Kelurahan Durian)

Pada ujian Komprehensif/Meja Hijau yang dilaksanakan pada :

Hari :

Tanggal : Tempat :

Ketua Penguji : Drs. Irfan Simatupang, M.Si ( ) Penguji I : Dra. Sabariah Bangun, M.Soc.Sc ( )

Penguji II : Drs. Agustrisno, MSP ( )


(4)

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau hasil penelitian atau tulisan orang lain atau hasil pemberitaan media massa yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik penulisan karya ilmiah.

Medan, 14 Maret 2011

Naga Sakti


(5)

ABSTRAK

KONSEPSI MASYARAKAT TENTANG BERSIH

(Studi Deskriptif di Bantaran Rel Kereta Api dari Jalan Bambu II sampai Jalan Karantina)

Nama : Naga Sakti

NIM : 040905019

Dosen Pembimbing : Drs. Agustrisno, MSP

Masalah-masalah kebersihan merupakan topik yang selalu menarik untuk dibicarakan selama masalah ini belum bisa diatasi dengan baik. Maslah kebersihan kota adalah maslah yang sangat panas untuk dibahas, sebab kota adalah wilayah yang paling banyak dihuni oleh beragam jenis manusia, mulai dari manusia yang paling berpendidikan sampai pada manusia yang “tidak berpendidikan”, mulai dari yang paling kaya sampai pada yang paling miskin.

Skirip ini akan mengungkap bagaimana pemikiran-pemikiran yang ada di masyarakat bantaran rel kereta api Jl. Bambu II sampai Jl Karantina tentang apa yang disebut dengan bersih. Disini akan diungkapkan bagaimana pendapat masyarakat yang diteliti tentang kebersihan. Dalam istilah yang lebih universal bahwa yang diteliti disini adalah konsep masyarakat.

Peneletian tentang konsep ini tidaklah sekedar menanya pendapat informan saja, lebih dari itu disini juga diungkapkan bagaimana aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan terkait masalah kebersihan. masalah

Dalam BAB I akan dibahas tentang latar belakang pengangkatan masalah ini oleh penulis, masalah-masalah yang akan diungkap, tujuan dilaksanakan penelitian ini, lokasi penelitian, kemudian tentang tinjauan pustaka serta metode penelitiannya.

BAB II isinya adalah tentang gambaran umum yang akan diteliti, yakni menyangkut masalah-masalah administrative serta keadaan sosial masyarakat yang akan diteliti.

BAB III akan menceritakan tentang kondisi dan aktivitas sosial masyarakat yang diteliti, selain itu disini juga diungkap sedikit tentang maslaha kebersihan yang menyangkut tanggung jawab dan peran serta pemerintah.

Pada BAB IV adalah berisi tentang bagaimana konsepsi masyakat tentang bersih. Disini akan dibahas secara menyeluruh bagaimana mereka membersih benda-benda yang mereka pakai setiap hari, disini juga akan diungkap bagaimana mereka memperoleh air dan makanan yang bersih dan tentang kategori kebersihan benda-benda tertentu yang mereka konsumsi.

Pada BAB V adalah berisi tentang kesimpulan yang didapat setelah dilkukannya penelitian lapangan. Disini juga akan diuraikan saran-saran penulis terkait masalah yang diteliti yang ditujukan untuk mengatasi masalah kebersihan dan sampah kepada seluruh stake holder.


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya khususnya kepada Bapak Drs. Agustrisno, M.SP selaku pembimbing dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, saran, serta petunjuk sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Badaruddin, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Fikarwin Zuska, Ph.D, selaku Ketua Departemen Antropologi FISIP USU

3. Bapak Drs. Yance, M.Si, selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi untuk menyelesaikan studi saya dengan secepatnya.

4. Kepala, Sekretaris, dan Kasi Trantib Umum Kelurahan Durian yang telah memberikan izin penelitian dan bersedia untuk meluangkan waktunya bagi peneliti baik pada waktu wawancara maupun saat mengambil data di kantor kelurahan.

5. Ibundaku tercinta, ananda haturkan sujud sembah dan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan hanya Allah yang mampu membalas segala pengorbananmu. Demikian juga kepada almarhum Ayahandaku, ananda ucapkan ribuan terima kasih dan hanya Allah juga yang mampu membalas segala perjuanganmu untuk ananda.

6. Kakak-kakak dan abang-abangku, kak Rosa dan suaminya, Kak Deli dan suaminya, bang Zul dan istrinya, kak Ita dan suaminya, kak Lina dan


(7)

suaminya, kak Tuti dan suaminya, bang Ginda dan istrinya yang selalu mengejek aku selama ini karena terlalu lama kuliah, namun itu adalah suatu semangat bagiku.

7. Teman-temanku antropologi Stambuk 2004, terkhususu untuk Ibnu Tawakal dan yang lainnya saya ucapkan terima kasih. Kemudian untuk Yenni Antro ‘05 yang sering membantu dan memberikan semangatnya. 8. Adinda-adindaku di PK IMM USU yang selalu memberikan semangat,

do’a dan ejekannya.

9. Teman-teman seperjuangan, abang-abang dan kakak-kakak di DPD IMM SUMUT yang telah mengizinkan saya untuk mengutamakan penyusunan skiripsi ini, dan juga atas motivasi dan do’a nya.

10.Anak-anak Harmonika 22 Gank Kost yang makin gaul, tapi makin primitif, hehehe…

11.Istimewa buat adindaku tercinta Yunita, dialah orang yang paling berjasa membantuku selama penyelesaian skiripsi ini, mulai dari penelitian di lapangan, pengetikan, pengolahan data serta proses akhir skiripsi ini, dan juga atas do’anya.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kesembilan dari sembilan bersaudara, hasil dari pasangan (alm) Solly Harahap dan Nurhawa. Penulis lahir pada tanggal 08 Desember 1984 di Desa Morang, sebuah desa yang luas terletak di Kecamatan Batangonang yang dulunya masih Kabupaten Tapanuli Selatan dan sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Padang Lawas Utara.

Penulis adalah tamatan dari Sekolah Dasar Negeri Napasibonca No. 142923 Desa Morang tahun 1998. Sedangkan pendidikan menengah pertama ditempuh di Madrasah Tsanawiyah Negeri Peanonor Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara tamat tahun 2001, pendidikan menengah atas di Madrasah Aliyah Negeri 1 Padangsidimpuan tamat tahun 2004. Kemudian tahun 2004 masuk di Universitas Sumatera Utara dengan mengambil Jurusan Antropologi (sekarang Departemen Antropologi) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Selain itu penulis juga aktif diberbagai organisasi luar kampus, diantaranya adalah sebagai Ketua Bidang Hikmah Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PK IMM USU) pada Periode 2006-2008, kemudian menjadi Sekretaris Umum PK IMM USU tahun 2009. Pada Periode 2008-2010 sebagai Ketua Bidang Litbang PC GPII Kota Medan, dan tercatat sebagai anggota LP2 (Lembaga Pendidikan dan Pengabdian) DPD KNPI Kota Medan Periode 2009-2012, kemudian sebagai Sekretaris DPD IMM Sumatera Utara Periode 2010-2012.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke khadirat Allah SWT atas rahmat dan nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skiripsi ini dengan baik. Skiripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ilmu sosial dalam bidang antroplogi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Skiripsi ini berkjudul “Konsepsi Masyarakat Tentang Bersih (Studi Deskriptif di Bantaran Rel Kereta Api dari Jalan Bambu II sampai Jalan Karantina)”. Skiripsi ini menggambarkan tentang bagaimana konsepsi masyarakat tentang “bersih”. Konsep ini bukanlah hanya sekedar pernyataan saja, tapi disini juga diungkapkan tentang perilaku mereka dalam mengatasi masalah kebersihan, termasuk bagaimana cara mereke membersihkan lingkungan mereka, sebab perilaku sangat dipengaruhi oleh konsep seseorang terhadapa apa yang akan dilakukannya. Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan rumahnya saja, yakni tertiri dari bagian-bagian dalam rumah, halaman, belakang rumah, dan lingkungan sekitarnya. Masyarakat yang diteliti adalah masyarakat yang memiliki keterbatasan akan akses sarana kebersihan, ini disebabkan karena keberadaan ekonomi masyarakat yang sangat memprihatinkan, maka mereka pun sangat sulit untuk mengakses sarana-sarana kebersihan misalnya karena mereka tidak mampu membayar dan membuka rekening PAM maka masyarakat pun tidak bisa menikmatinya secara bebas. Mereka menempati lahan yang seharusnya terbuka hijau (kawasan dilarang mendirikan rumah) yakni berada di pinggiran rel kereta api yang sebagian besar tanahnya dikuasai oleh pemerintah lewat Perum PT. Kereta Api (Persero).


(10)

Dibalik masalah-masalah tersebut diatas, disini juga akan diungkapkan bagaimana strategi masyarakat dalam memperoleh sumber-sumber sarana kebersihan, seperti bagaimana upaya yang dilakukan masyarakat untuk memperoleh air bersih, sebab air sumur yang mereka miliki tidak layak untuk diminum atau dipakai untuk masak. Selain itu secara singkat akan diungkapkan juga masalah tanggung jawab pemerintah untuk mengatasi masalah kebersihan yang khususnya ada di kelurahan.

Akhir kata, karena keterbatasan ilmu pengetahuan, penulis sangat menyadari akan kekurangan isi dari skiripsi ini. Untuk itu saran dan kritik membangun yang bisa menyempurnakan tulisan ini sangat diharapkan sekali.

Medan, 30 Maret 2011 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... iii

ABSTRAK ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH... v

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Lokasi Penelitian ... 5

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 5

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Tinjauan Pustaka ... 6

1.5.1. Konsep ... 6

1.5.2. Kedisiplinan ... 8

1.5.3. Masyarakat, Kebersihan, dan Lingkungan ... 12

a. Hubungan Manusia dan Lingkungan ... 12

b. Manusia dan Kebersihan ... 14


(12)

1.6.1. Tipe Penelitian ... 19

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data ... 19

1.6.3. Pengolahan Data ... 22

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 23

2.1. Kota Medan ... 23

2.2. Kecamatan Medan Timur ... 27

2.3. Kelurahan Durian ... 28

2.3.1. Keadaan Demografi Penduduk Kelurahan Durian ... 28

2.3.2. Fasilitas Umum yang Terdapat di Kelurahan Durian ... 31

2.4. Gambaran Umum Masyarakat di Pinggiran Rel Kereta Api ... 33

2.4.1. Sejarah Pemukiman ... 33

2.4.2. Kepadatan Penduduk ... 34

BAB III. AKTIVITAS DAN KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ... 36

3.1. Karakteristik Penduduk ... 36

3.2. Aktivitas Masyarakat ... 39

3.3. Kondisi Perekonomian ... 41

3.4. Kondisi Rumah... 44

3.5. Partisipasi Masyarakat Terhadap Kondisi Kebersihan Lingkungan . 49 3.6. Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah dalam Kebersihan Lingkungan ... 50

BAB IV. KONSEPSI MASYARAKAT TENTANG KEBERSIHAN ... 53

4.1. Kondisi Umum Kebersihan Lingkungan Masyarakat ... 53

4.2. Kedisiplinan Masyarakat dalam Menjaga Kebersihan Rumah Dan Sekitarnya ... 54


(13)

4.3. Cara Membersihkan Bagian Rumah ... 56

4.4. Kebersihan Makanan ... 66

4.5. Pengolahan Sampah ... 69

4.6. Pandangan Masyarakat Tantang Air ... 70

4.6.1. Pandangan Masyarakat Tantang Air Bersih ... 72

4.6.2. Pandangan Masyarakat Tantang Air PAM/PDAM ... 73

4.6.3. Pandangan Masyarakat Tentang Air Galon ... 74

4.6.4. Pandangan Masyarakat Tentang Air Sumur dan Air Hujan... 76

4.7. Konsepsi Masyarakat Tentang Bersih ... 81

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

5.1. Kesimpulan ... 85

5.2. Saran ... 86


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Luas Wilayah Kecamatan di Kota Medan ... 23 Tabel 2.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Status Kewarganegaraan dan Jenis

Kelamin di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010 ... 28 Tabel 2.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama dan Jumlah (orang) di

Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010 ... 29 Tabel 2.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa dan Jumlah (orang)

di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010 ... 29 Tabel 2.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jumlah

(orang) di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010 ... 30 Tabel 2.6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Jumlah

(orang) di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010 ... 31 Tabel 2.7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tempat Ibadah dan Jumlah Unit di

Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010 ... 31 Tabel 2.8. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Fasilitas Kesehatan dan

Jumlah Unit di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun

2010 ... 32 Tabel 2.9. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Fasilitas Pendidikan dan

Jumlah Unit di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun

2010 ... 32 Tabel 3.1 Tabel Daftar Jenis Pengeluaran dan Biaya (Rp) Ibu Rida Wati ... 43 Tabel 4.1 Tabel Cara, Waktu, dan Intensitas Informan dalam Membersihkan


(15)

Tabel 4.2 Tabel Kriteria Air Bersih dan Layak Minum Menurut Informan ... 72 Tabel 4.3 Tabel Penggunaan Air oleh Informan Berdasarkan Jenisnya ... 78


(16)

ABSTRAK

KONSEPSI MASYARAKAT TENTANG BERSIH

(Studi Deskriptif di Bantaran Rel Kereta Api dari Jalan Bambu II sampai Jalan Karantina)

Nama : Naga Sakti

NIM : 040905019

Dosen Pembimbing : Drs. Agustrisno, MSP

Masalah-masalah kebersihan merupakan topik yang selalu menarik untuk dibicarakan selama masalah ini belum bisa diatasi dengan baik. Maslah kebersihan kota adalah maslah yang sangat panas untuk dibahas, sebab kota adalah wilayah yang paling banyak dihuni oleh beragam jenis manusia, mulai dari manusia yang paling berpendidikan sampai pada manusia yang “tidak berpendidikan”, mulai dari yang paling kaya sampai pada yang paling miskin.

Skirip ini akan mengungkap bagaimana pemikiran-pemikiran yang ada di masyarakat bantaran rel kereta api Jl. Bambu II sampai Jl Karantina tentang apa yang disebut dengan bersih. Disini akan diungkapkan bagaimana pendapat masyarakat yang diteliti tentang kebersihan. Dalam istilah yang lebih universal bahwa yang diteliti disini adalah konsep masyarakat.

Peneletian tentang konsep ini tidaklah sekedar menanya pendapat informan saja, lebih dari itu disini juga diungkapkan bagaimana aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan terkait masalah kebersihan. masalah

Dalam BAB I akan dibahas tentang latar belakang pengangkatan masalah ini oleh penulis, masalah-masalah yang akan diungkap, tujuan dilaksanakan penelitian ini, lokasi penelitian, kemudian tentang tinjauan pustaka serta metode penelitiannya.

BAB II isinya adalah tentang gambaran umum yang akan diteliti, yakni menyangkut masalah-masalah administrative serta keadaan sosial masyarakat yang akan diteliti.

BAB III akan menceritakan tentang kondisi dan aktivitas sosial masyarakat yang diteliti, selain itu disini juga diungkap sedikit tentang maslaha kebersihan yang menyangkut tanggung jawab dan peran serta pemerintah.

Pada BAB IV adalah berisi tentang bagaimana konsepsi masyakat tentang bersih. Disini akan dibahas secara menyeluruh bagaimana mereka membersih benda-benda yang mereka pakai setiap hari, disini juga akan diungkap bagaimana mereka memperoleh air dan makanan yang bersih dan tentang kategori kebersihan benda-benda tertentu yang mereka konsumsi.

Pada BAB V adalah berisi tentang kesimpulan yang didapat setelah dilkukannya penelitian lapangan. Disini juga akan diuraikan saran-saran penulis terkait masalah yang diteliti yang ditujukan untuk mengatasi masalah kebersihan dan sampah kepada seluruh stake holder.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk hidup yang selalu membutuhkan suatu komunitas dan pada umumnya tinggal dalam suatu kelompok atau kesatuan tertentu (masyarakat). Dalam kehidupannya setiap manusia sangatlah bergantung dengan lingkungan, maka seyogyanya manusia haruslah menjaga lingkungannya sendiri demi kelangsungan hidupnya yang lebih baik.

Pada kenyataannya, dewasa ini kondisi masyarakat di Indonesia khususnya masih sangat memprihatinkan. Hal ini dapat ditemukan pada peristiwa-peristiwa yang masih sering terjadi di lingkungan masyarakat. Baik berupa penyimpangan-penyimpangan terhadap kaidah dan nilai yang berlaku dimasyarakat dengan berbagai macam perilaku. Salah satu diantaranya yaitu mengenai kepedulian masyarakat terhadap kondisi kebersihan lingkungan sehingga tidak mengherankan apabila masyarakat kita sering sekali dihantui dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah kondisi kerusakan lingkungan.

Priodarminto (1994:15) mengatakan bahwa untuk mencapai pembangunan nasional diperlukan usaha untuk mengembangkan dan membina kehidupan masyarakat yang tertib dan berdisiplin murni yang tinggi mulai dari tingkat pribadi individu yang paling kecil yaitu lingkungan keluarga, bahkan tingkat kehidupan individu sebagai mahluk sosial yaitu masyarakat, karena keluarga batih merupakan unsur paling pokok dari setiap masyarakat. Oleh karena itu, keluarga


(18)

merupakan tempat penanaman nilai kedisiplinan demi tercapainya pembentukan fisik, mental sepiritual manusia Indonesia yang tangguh.

Berdasarkan kenyataan kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia, maka tingkat kedisiplinan dapat dilihat dari kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang ada di sekitar mereka. Kondisi suatu masyarakat dalam kesehariannya tidak boleh terabaikan karena di tengah publik inilah penerapan disiplin bangsa Indonesia itu dilakukan, diuji, dan dinilai ketangguhannya (Hidayah, 1996:3-5).

Menurut Suratman dalam Hidayah (1996:12) sikap disiplin selalu ada kaitannya dengan tiga unsur kepribadian manusia, yaitu jiwa, watak, dan perilaku. Berkenaan dengan jiwa, maka disiplin itu ditentukan oleh tingkat daya cipta, rasa, dan karsa. Dalam tingkat ini disiplin mengandung aspek manusia memenuhi sesuatu melalui pengendalian ketiga unsur kejiwaan tersebut sehingga disiplin diartikan sebagai perbuatan kepatuhan yang dilakukan dengan sadar untuk melaksanakan suatu sistem dengan sikap menghormati dan taat menjalankan keputusan, perintah, atau aturan yang berlaku.

Dalam hal ini Koentjaraningrat (1983: 15) menyebutkan pada hakikatnya membangun suatu bangsa atau masyarakat tidak hanya menyangkut pembangunan yang berupa fisik, melainkan juga yang bersifat non fisik. Hal inilah yang harus mendapatkan perhatian agar tercipta adanya keselarasan dan keseimbangan yang saling mendukung. Menciptakan lingkungan yang nyaman, tertib, bersih, dan juga sesuai dengan kaidah-kaidah dan aturan yang berlaku dimasyarakat perlu adanya kesadaran dan kepedulian setiap anggota masyarakat terhadap situasi dan kondisi lingkungan yang ada di sekitar mereka karena lingkungan merupakan tempat


(19)

manusia untuk menjalankan berbagai aktivitas dan interaksi dengan yang lain. Dengan demikian lingkungan yang nyaman, tertib, serta budaya hidup sehat dan bersih dapat terwujud.

Menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat adalah tanggung jawab bersama, khususnya penguasa dan masyarakat yang ada di sekitar lingkungannya. Mereka memiliki peran yang penting dalam menjaga lingkungan serta menciptakan budaya lingkungan yang bersih dan sehat.

Satu fenomena yang menarik bahwa tingkat kepedulian dan kesadaran masyarakat Kelurahan Durian terhadap kebersihan lingkungan masih kurang. Meskipun mungkin Pemerintah (Lembaga Kelurahan maupun RT dan RW) sudah berupaya memberikan pembinaan, pembimbingan, serta pengarahan tentang kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan yang ada di sekitar mereka. Rendahnya tingkat kepedulian dan kesadaran masyarakat Kelurahan Durian terhadap kondisi lingkungan dapat dilihat dari cara hidup masyarakat yang sebagian besar belum mencerminkan budaya hidup bersih dan sehat. Hal ini dapat dicermati masih banyak sampah yang berserakan dan menumpuk di lingkungan tempat tinggal di sekitar mereka, sisa-sisa plastik dan makanan, tempat seperti sumur (tempat MCK) yang jarang dibersihkan. Satu hal lain yang dapat diamati yaitu kebanyakan masyarakat Kelurahan Durian cenderung menganggap enteng mengenai masalah kondisi kebersihan lingkungan tempat tinggal mereka dan terhadap pola perilaku terhadap kesehatan.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang dikemukaan di atas, maka masyarakat Kelurahan Durian menjadi tempat pilihan penulisan skripsi ini. Mungkin masalah tersebut di atas merupakan hal yang biasa dan tidak cukup


(20)

menarik untuk dipermasalahkan. Akan tetapi kalau dibiarkan begitu saja, justru dapat menimbulkan pengaruh yang kurang baik, terutama terhadap kebersihan lingkungan dan kesehatan. Pada prinsipnya, peningkatan kesehatan masyarakat memerlukan adanya keikutsertaan masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan terutama penanaman budaya hidup bersih dan sehat sejak dini dalam keluarga.

Dari uraian di atas inilah ketertarikan untuk mendeskripsikan mengenai masalah kedisiplinan masyarakat dalam menjaga kebersihan di lingkungannya. Untuk itu mengambil judul skripsi tentang “Konsepsi Masyarakat tentang Bersih di Bantaran Rel Kereta Api”.

1.2. Rumusan Masalah

Istilah disiplin kerap kali kita dengar di sekitar kita, bahkan banyak sekali slogan-slogan yang ditujukan untuk meningkatkan dan menerapkan sikap disiplin. Istilah disiplin sering ditujukan kepada seorang manakala ia mematuhi peraturan yang ada dan selalu tepat waktu. Hal ini tentunya tidak semua orang memiliki pandangan atau persepsi yang sama. Begitu pula dalam penerapan kedisiplinan oleh setiap individu di lingkungannya. Semua tergantung pemahaman dan kesediaan individu untuk membiasakan hidup disiplin.

Menerapkan sikap disiplin dalam masyarakat tidak mudah. Perlu adanya dorongan, baik dari dalam maupun dari luar individu untuk dapat menerapkannya. Sikap disiplin memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat, misalnya yang sering terjadi di lingkungan yaitu terjangkitnya wabah pernyakit, banjir, sampah


(21)

yang menumpuk, dan masih banyak lainnya yang disebabkan oleh salah satunya yaitu perilaku, serta kedisiplinan masyarakat menjaga kebersihan lingkungan.

Dari hal-hal tersebut di atas, maka yang akan diangkat menjadi permasalahan penelitian adalah :

Bagaimana konsepsi masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran rel kereta api mulai dari Jalan Bambu II (Kelurahan Durian) sampai Jalan Karantina (Kelurahan Glugur) tentang budaya hidup bersih di lingkungannya.

1.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini diadakan di Kelurahan Durian dan Glugur Kecamatan Medan Timur Kota Medan. Lokasi ini dipilih karena tempat ini adalah termasuk kawasan pemukiman yang masyarakatnya tinggal di jalur rel kereta api. Lebih rincinya masyarakat yang diteliti adalah mereka yang tinggal di sepanjang bantaran rel kereta api yang mulai dari Jalan Bambu II (Kelurahan Durian) sampai ke Jalan Karantina (Kelurahan Glugur). Rumah-rumah masyarakatnya di tempat ini termasuk rumah yang tidak sesuai dengan standar kesehatan, keselamatan, dan privasi.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

Berkenaan dengan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan mendeskripsikan tentang “Konsepsi Masyarakat dalam Menjaga Budaya Hidup Bersih Lingkungannya” dengan studi kasus pada masyarakat Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur yaitu untuk mengetahui :


(22)

 Mengetahui bagaimana konsepsi masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran rel kereta api mulai dari Jalan Bambu II (Kelurahan Durian) sampai Jalan Karantina (Kelurahan Glugur) tentang budaya hidup bersih di lingkungannya.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yakni sebagai masukan kepada masyarakat untuk meningkatkan kedisiplinan dalam menjaga kebersihan lingkungan, sebagai masukan kepada masyarakat mengenai pentingnya sikap disiplin dan kepedulian terhadap kondisi kebersihan lingkungan, dan memberikan pengetahuan tentang manfaat menjaga budaya hidup bersih bagi anggota masyarakat khususnya terhadap kesehatan mereka.

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan kepada pihak-pihak yang berwewenang untuk meningkatkan pembinaan tentang kedisiplinan di lingkungan masyarakat, memberikan pengetahuan kepada masyarakat dalam menciptakan kedisiplinan dalam menjaga budaya hidup bersih di lingkungan, dan sebagai tumpuan bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Konsep

Koentjaraningrat (2004:5) mengatakan bahwa ada tiga wujud ideal dari kebudayaan, yakni ; 1) kebudayaan dalam bentuk ide-ide atau yang berada dalam pikiran manusia, 2) kebudayaan yang nampak pada kelakuan manusia, dan 3) kebudayaan yang berbentuk benda-benda atau hasil karya manusia. Jika kita


(23)

mengkaji tentang konsep masyarakat atau komunitas, maka jelas berarti hal yang akan diungkap disini adalah masalah pemikiran manusia. Jadi, disini yang akan diungkap dari masyarakat adalah wujud kebudayaan yang berupa ide-ide mereka tentang kebersihan di lingkungannya sendiri.

Pemikiran manusia merupakan hal yang sangat sulit untuk diungkapkan dan diperhatikan karena ia tidak nampak bentuknya atau tidak dapat diraba (abstrak), ia berada dalam kepala-kepala manusia. Untuk itu adalah hal yang sangat mustahil kita bisa mengetahui apa yang mereka ketahui, atau bahasa lainnya Marvin Harris (dalam Hari, 260:200) mengatakan objek atau pelaku yang diteliti pasti lebih tahu perihal akan dirinya daripada peneliti atau pengamat. Jadi, konsep itu sendiri haruslah dibaca peneliti melalui pemikiran mereka.

Mungkin lebih sederhana dalam sebuah kamus antropologi, Koentjaraningrat dkk (2003:127) mengatakan bahwa konsep adalah gambaran umum yang abstrak dalam pikiran mengenai asas suatu hal, masalah, kejadian, atau sekumpulan benda. Jadi, konsep itu adalah cara seseorang dalam menggambarkan suatu benda dan masalah yang mereka lihat atau alami.

Jadi jelas bahwa yang akan diungkap disini adalah masalah pandangan masyarakat tentang bersih, namun tidak hanya dikaji tentang defenisinya saja, lebih dari itu disini akan diungkap secara menyeluruh tentang pemikiran dan perilaku mereka tentang kebersihan.

Konsep sangat berkaitan dengan perilaku manusia, seseorang akan bertindak secara biologis, atau bertindak secara psikologis dan sosiologis adalah berdasarkan pengetahuannya atau berdasarkan pemikirannya terlepas apakah itu dipengaruhi atau tidak. Manusia tidak akan bisa secara gampang menemukan


(24)

suatu cara, menyimpulkan suatu pemikiran tanpa adanya proses. Proses itu biasanya melalui belajar, baik belajar dari orang lain, belajar dari kegagalan atau ketidaksempurnaan tindakannya sebelumnya. Banyak hal yang dapat mempengaruhi cara berpikir kita, diantaranya adalah keadaan lingkungan alam, teman, guru (dosen), buku, agama, politik, dan lain-lain.

Untuk lebih jelasnya tentang konsep masyarakat akan kebersihan disini peneliti juga akan melihat dan memperhatikan masyarakat dalam cara mereka membersihkan lingkungan rumahnya secara menyeluruh, mulai dari kebersihan fisik rumah, air dan makanan, kebersihan pakaian dan barang-barang lainnya, juga tentang kebersihan pekarangan rumah. Pada umumnya setiap manusia melakukan sesuatu adalah berdasarkan pengetahuannya sendiri, pengetahuan-pengetahuan ini berada dalam pikiran manusia yang ia peroleh lewat interaksi dengan pendahulunya (proses belajar).

1.5.2. Kedisiplinan

Orang sering sekali berspekulasi mengenai pengertian disiplin dan banyak pula dari para praktisi pendidikan dan ilmuwan yang mengartikan disiplin dalam pengertian yang hampir sama seperti:

a) Disiplin merupakan sikap ketaatan terhadap aturan (Winataputra, dkk.1997:10).

b) Disiplin adalah hukuman atas perbuatan yang diinginkan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982:37).

c) Disiplin adalah serentetan kegiatan atau latihan yang direncanakan dan dianggap penting untuk mencapai tujuan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993:98).


(25)

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dalam disiplin terdapat suatu perbuatan dengan menaati aturan-aturan dan norma-norma umum dalam suatu kelompok masyarakat, termasuk juga peraturan pribadi sehingga bila terjadi suatu pelanggaran akan mempertangungjawabkannya guna mencapai tujuan yang dimaksud.

Dari pengertian itu, maka kedisiplinan dalam penelitian ini adalah suatu kondisi yang aktif yang dilakukan oleh individu berupa tindakan yang dilakukan secara teratur dan positif dalam menjaga budaya hidup bersih di lingkungannya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disiplin berarti latihan batin atau watak dengan maksud supaya segala perbuatan selalu mentaati tata tertib. Berdisiplin artinya mentaati ketentuan atau aturan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Secara stuktural menurut Mardiamadja (1998:2) disiplin mengandung beberapa pengertian yaitu: a) keseluruhan yang mengatur tingkah laku agar sesuai dengan ketentuan yang ada di masyarakat, b) keseluruhan proses latihan dan pendidikan sesuai dengan pranata tersebut dan c) sifat perilaku yang sesuai dengan pranata kemasyarakatan yang bersangkutan.

Selanjutnya Mardiamadja mengatakan bahwa keseluruhan yang disebut dengan istilah disiplin adalah menunjukkan pada aturan-aturan yang sistematik demi keserasian hidup bersama, sedangkan proses pelatihan yang disebut disiplin adalah usaha untuk menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada dan akhirnya setiap orang diharapkan berperilaku sesuai dengan pranata masyarakatnya.

Penerapan disiplin dalam masyarakat penting dan perlu dibina serta ditegakkan. Karena disiplin merupakan modal keberhasilan dari setiap kegiatan.


(26)

Dengan menegakkan disiplin dimasyarakat pada dasarnya merupakan salah satu upaya dalam rangka mempersiapkan manusia (masyarakat), yang bersangkutan agar mereka mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dengan disiplin secara teoritis akan dapat memberikan rangsangan dan dorongan agar mereka dapat menjadi manusia yang produktif (Mardiamandja, 1998:3).

Menurut Lemhannas menyebutkan disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang tunduk pada keputusan, perintah, atau aturan yang berlaku.

Disiplin merupakan sikap hidup dan perilaku yang mencerminkan tanggung jawab terhadap kehidupan, tanpa paksaan dari luar. Sikap dan perilaku ini dianut berdasarkan keyakinan bahwa hal itulah yang benar dan keinsafan bahwa hal itu bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.

Suratman dalam Hidayah (1996:12) berasumsi bahwa disiplin memiliki keterkaitan tiga unsur kepribadian manusia, yaitu jiwa, watak, dan perilaku. Berkenaan dengan jiwa, maka disiplin ditentukan oleh tingkat daya cipta, rasa, dan karsa. Dalam tingkat ini disiplin mengandung aspek kemampuan manusia memenuhi sesuatu melalui ketiga unsur pengendalian tersebut sehingga disiplin diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan sadar untuk melaksanakan suatu sistem dengan sikap menghormati dan taat dalam menjalankan keputusan perintah atau aturan yang berlaku.

Disiplin menurut Bintarto dalam Hidayah (1996:12) bahwa untuk menyebutkan disiplin dalam diri seseorang tergantung pada sifat dirinya, situasi kondisi, serta kebutuhan atau keinginan tertentu. Dengan kata lain kedisiplinan


(27)

dalam diri seseorang dapat berubah-ubah menurut situasi dan kondisi yang berbeda.

Sikap disiplin sosial merupakan salah satu wujud dari kesatuan sikap individu yang menjalani disiplin yang menyangkut sifat mental yang dapat menjiwai dan mendorong secara berkesinambungan terhadap aktivitas yang menuju kearah sikap disiplin diri dan sikap disiplin sosial (Hidayah, 1966:73).

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat digarisbawahi bahwa membentuk sikap disiplin yang baik adalah disiplin yang timbul karena adanya kesadaran dalam diri seseorang sehingga jika ia sudah dapat menerapkan kedisiplinan pada diri sendiri, maka dengan mudah dapat menciptakan disiplin secara luas dalam kehidupan baik bagi individu, organisasi, maupun lingkungan masyarakat.

Pengartian disiplin kaitannya dengan budaya hidup bersih, dapat diartikan sebagai sikap, tindakan, atau perilaku manusia sebagai individu sekaligus anggota masyarakat yang menyangkut kemampuan (mental) untuk dapat menerima, menerapkan, dan melaksanakan kaidah-kaidah atau aturan yang berlaku dengan menerapkan cara hidup yang teratur dan tertib dalam lingkungan masyarakat.

Dalam masyarakat Kelurahan Durian disiplin kaitannya dengan budaya hidup bersih merupakan sikap atau tindakan yang diartikan sebagai perilaku yang dilakukan secara rutin dan tepat pada waktunya. Dalam hal ini yaitu rutin dalam kegiatan membersihkan lingkungan yang ada di sekitar mereka, sebagai wujud upaya masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan yang ada di sekitar mereka.


(28)

1.5.3. Masyarakat, Kebersihan, dan Lingkungan a. Hubungan Manusia dan Lingkungan

Secara alamiah manusia hidup berinteraksi dengan lingkungan. Mulai dari manusia bernapas, mengambil udara yang ada di sekeliling mereka setiap detiknya, memakan dari makanan yang dihasilkan dari yang ada di sekitar mereka, demikian pula minum, dan akitifitas mereka. Semua tergantung dari sosial budaya dan lingkungan yang ada. Karena itu manusia disebut memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan hidupnya (Sumirat, 2002:34).

Hubungan tersebut hakikatnya merupakan satu bangunan saling menguatkan karena manusia amat tergantung pada lingkungan. Sedangkan lingkungan juga sangat tergantung pada aktivitas manusia. Namun dilihat dari sisi manusia, maka lingkungan adalah sesuatu yang pasif dan manusia adalah sesuatu yang aktif, sehingga kualitas lingkungan amat tergantung pada kualitas manusia. Sayangnya manusia seringkali lupa bahwa lingkungan yang berkualitas buruk juga akan berpengaruh pada kualitas kehidupannya juga.

Dari sini jelas bahwa subjek dari kehidupan manusia dan kondisi lingkungan pada dasarnya adalah manusia itu sendiri. Lebih baik kualitas manusianya akan lebih baik pula kualitas kehidupan dan lingkungannya. Sebaliknya lebih buruk kualitas manusia akan lebih buruk kualitas kehidupannya dan lingkungannya. Masalah inilah yang sering menjadi perbincangan apakah orang yang berkualitas baik akan menghasilkan lingkungan yang berkualitas dan apakah lingkungan yang


(29)

berkualitas baik tersebut akan menghasilkan manusia yang berkualitas (Amsyari, 1993:1).

Adanya hubungan yang terkait dan saling ketergantungan untuk melengkapi antara manusia dan lingkungan, akan tampak pada sikap perilaku manusia dengan kepeduliannya terhadap lingkungan di sekitar mereka. Sikap dan pola perilaku disiplin dalam diri individu merupakan hasil dari sosialisasi yang diawali mulai dari lingkungan yang terkecil yaitu keluarga serta lingkungan sosial yang lebih luas yaitu masyarakat. Hal ini dapat dilihat melalui kesadaran mereka dalam mematuhi tata tertib dan mentaati peraturan yang sudah ditetapkan, serta kebiasaan mereka dalam menciptakan lingkungan yang nyaman, tertib, serta bersih.

Kedisiplinan individu sebagai anggota masyarakat, ditinjau dari sosial budaya terletak pada perkembangan sistem nilai dan sikap mental yang mempengaruhi perangai dan tingkah laku anggota masyarakat pada wilayah tertentu. Secara umum ini disebut sebagai masalah faktor manusia dalam pembangunan.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa hubungan antara manusia dan lingkungan merupakan hubungan yang saling terkait sebagai satu kesatuan ekosistem. Hubungan tersebut terlihat dari ketergantungan yaitu manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka ia memanfaatkan kondisi lingkungan yang ada di sekitar mereka (sumber daya alam). Agar hubungan tersebut dapat


(30)

berjalan dengan baik diperlukan adanya keselarasan, keserasian, dan hubungan yang timbal balik secara seimbang.

b. Manusia dan Kebersihan

Manusia merupakan komponen lingkungan yang paling dominan. Dengan kedudukannya sebagai komponen yang paling dominan inilah manusia kadang menjadi perusak lingkungannya sendiri, yaitu misalnya kalau manusia mengusahakan sumber daya alam untuk jangka pendek dengan menghasilkan produk yang banyak dan pada waktu yang singkat manusia baru akan menyadari akan manfaat melestarikannya, seperti hanya sampah yang ditimbulkan oleh manusia yang kemudian dibuang kembali ke alam, hal inilah yang sering kita jumpai dilingkungan masyarakat.

Sebagai mahluk yang dibekali kemampuan akal, pikiran serta pengetahuan, untuk menumbuhkan cinta dan kepedulian para masyarakat terhadap lingkungannya, diperlukan adanya suatu kesadaran, karena kesadaran tidak dapat timbul dengan sendirinya, akan tetapi perlu adanya upaya yang nyata baik melalui penanaman moral, nilai, pengertian–pengertian, penghayatan, dan penanaman terhadap suatu kedisiplinan.

Sehubungan dengan kemampuan tersebut di atas, seharusnya masyarakat dapat menunjukan sikap peduli terhadap kondisi lingkungan, baik melalui sikap dan perbuatan yang tingkah laku secara lahiriah. Karena kesadaran adalah keinsyafan, keadaan mengerti


(31)

nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia mengenai sesuatu hal yang ada (KBBI, 1991:859).

Salah satu sikap disiplin masyarakat dalam menjaga kondisi lingkungan juga dapat dilakukan dengan menjaga ketertiban dan kenyamanan lingkungan yang ada di sekitar mereka dan dengan mencerminkan tanggung jawab terhadap kehidupan, tanpa adanya paksaan dari luar. Sikap dan perilaku ini dapat dianut berdasarkan keyakinan bahwa hal itulah yang benar dan keinsafan bahwa hal itu bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat (Suhartini, 2002:26).

Masalah kedisiplinan masyarakat dalam menjaga budaya hidup bersih di lingkungan erat kaitannya dengan pola perilaku seseorang dalam kelompok sosialnya dalam mentaati dan menjalankan kaidah-kaidah yang ada guna menciptakan adanya suatu keselarasan dan keserasian hidup dalam menjalankan peranan sebagai anggota masyarakat yang disiplin. Dalam hal ini disiplin yang baik adalah disiplin yang timbul karena adanya kesadaran, sedangkan secara alamiah manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi antara manusia dan lingkungan hidupnya ini menjadi bagian yang penting dari kebudayaan manusia yang mengandung nilai-nilai tertentu.

Dengan demikian lingkungan merupakan bagian dari kebudayaan manusia. Keserasian dan keselarasan merupakan unsur dari kebudayaan sehingga kita dianjurkan untuk dapat menciptakan hidup secara serasi dan seimbang dengan alam yang ada di sekitar kita karena manusia juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistemnya. Jika


(32)

terjadi kerusakan pada ekisistensinya, manusia juga yang akan menerima resikonya (Soemirat, 2002:34).

Dalam hal ini kebersihan lingkungan merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kedisiplinan masyarakat sebagai penghuninya. Lingkungan yang bersih dapat terwujud apabila sikap dan perilaku warga masyarakat terhadap kebersihan salah satunya sampah yang dihasilkan oleh setiap aktivitas mereka telah tepat dan benar. Sikap perilaku yang demikian biasanya lahir dan dilatarbelakangi oleh tingkat pengetahuan, kesadaran, dan disiplin pribadi ditengah masyarakat (Dacana, 1996:51).

Masjhur dalam Sujarwa (1998:1) mengatakan bahwa menciptakan budaya hidup bersih dan lingkungan yang bersih perlu ditanamkan dalam kehidupan masyarakat karena menyangkut kesehatan. Selain itu kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan kesehatan lingkungan berhubungan erat dengan taraf sosial ekonomi manusia, karena kesehatan dan kualitas hidup manusia bergantung pada kemampuan untuk mengelola dan menyikapi hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan lingkungan fisik dan biologisnya. Hubungan tersebut berlangsung sepanjang siklus hidup manusia mulai pada saat pembuahan dalam kandungan, masa bayi, dan kanak-kanak, selanjutnya menjadi dewasa dan akhirnya memasuki masa tua dan akhir hayat. Secara alamiah manusia juga mempunyai misi mempertahankan keadaannya dimuka bumi dalam kondisi lingkungan


(33)

yang seoptimal mungkin. Hal ini diwujudkan dalam berbagai bentuk upaya manusia untuk menciptakan kehidupan yang aman dan nyaman.

Sebagai manusia yang selalu berhubungan dengan lingkungan, sudah harusnya memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga lingkungan dengan baik. Sehingga akan terbina hubungan yang saling menguntungkan antara manusia dan alam lingkungan. Sikap tanggung jawab dalam hal ini merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya. Baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Dengan begitu tanggung jawab dapat diartikan sebagai perwujudan kesadaran dan kewajiban. Dengan demikian menjaga lingkungan merupakan tanggung jawab dan kewajiban kita sebagai manusia (Sujarwa, 1998:107).

Pada kenyataannya masyarakat tidak dapat lepas dari lingkungan, ia harus dapat menyesuaikan diri dengan sifat lingkungan, namun juga dapat mempengaruhi lingkungan dimana mereka hidup. Dalam hal ini umumnya manusia lebih dipengruhi oleh keadaan lingkungan dan dalam tingkah lakunya dipengaruhi, serta dimanisfestasikan oleh keadaan lingkungan (Siagian, 1989:1).

Oleh karena itu upaya masyarakat dalam mewujudkan kehidupan yang aman dan nyaman tersebut salah satunya dapat diwujudkan melalui kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yaitu menjaga dan melestarikan ekosistem yang ada di sekitar mereka serta sikap sadar terhadap lingkungan.


(34)

Dalam kaitan dengan lingkungan, seorang individu akan berkesadaran, apabila ia memiliki persepsi atau informasi yang mendukung. Kesadaran itu meningkat sejalan dengan makin banyaknya informasi yang diserap di dalam lingkungan yang terus dibinanya. Makin berkembang persepsi atau wawasan yang dibina, makin menghayati, meyakini, dan mengamalkan ”kebersihan adalah sebagian dari iman”. Sikap kesadaran tersebut inilah yang perlu dibina secara luas dan berkesinambungan dalam lingkup nasional secara bertahap, agar dapat dibentuk budaya hidup bersih di lingkungan, yaitu melalui semacam program terpadu pemasyarakatan yaitu kesadaran terhadap lingkungan (Hirnawan, 1998:97).

Dalam kehidupan masyarakat sebagai individu dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya sangat tergantung serta dipengaruhi oleh kondisi lingkunganya. Hubungan antara lingkungan dan manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena merupakan suatu kesatuan ekosistem yang memiliki ketergantungan dan hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik ini kadang dapat memberikan pengaruh, baik yang negatif ataupun yang bersifat positif sehingga diperlukan adanya kesadaran, serta tanggung jawab bersama sebagai upaya untuk menjaga hubungan manusia dengan lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan mulai dengan menanamkan sikap disiplin lingkungan dan kesadaran lingkungan.


(35)

1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan sebuah model studi kasus pada suatu lokasi yang telah ditentukan. Studi kasus ini adalah strategi penelitian yang terfokus pada pemahaman terhadap sesuatu yang dinamis yang melibatkan satu kasus atau lebih atau dengan tingkat analisa yang berbeda-beda dan dapat memberikan gambaran terhadap suatu masalah, pengujian teori atau pembentukan teori dengan jelas. Sedangkan data kuantitatif digunakan hanya sebagai pelengkap data penelitian saja.

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dibagi dua yakni, data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh penulis setelah melalukan penelitian lapangan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang serupa atau berhubungan baik berupa buku, jurnal atau laporan perjalanan atau pusat pemerintahan.

Untuk memperoleh data primer, penulis akan melakukan dua cara yakni: a. Observasi partisipasi

Yaitu suatu usaha pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung terhadap suatu gejala yang diteliti. Observasi partisipasi maksudnya, peneliti ikut ambil bagian dalam kegiatan objeknya sebagaimana yang lain dan tidak nampak perbedaan dalam bersikap (Subagyo, 2004:64).

Observasi partisipasi yang digunakan disini adalah observasi partisipasi sebagian (partical participation). Yang disebut observasi partisipasi sebagian adalah adanya kegiatan yang berantai, observer hanya mengambil sebagian


(36)

yang dianggap perlu untuk dilakukan pengamatan. Pada bagian tertentu tugas pengumpul data melalui observasi ini perhatiannya disentralkan pada pokok obyeknya (Subaggyo, 2004:64). Dengan demikian, penulis dapat melihat secara langsung dan dapat memahami secara mudah tentang permasalahan yang sedang diteliti.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat dengan jalan tanya jawab (Suyono, 1985:436). Biasanya dilakukan oleh dua orang atau lebih yang diarahkan oleh seseorang dengan maksud untuk memperoleh keterangan. Dalam situasi ini berlangsung interaksi antara pewawancara (interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewed).

Menurut Patton (1987) dalam Djoyomartono (1992:3) ada tiga pendekatan untuk mengumpulkan data kualitatif melalui wawancara mendalam yaitu: 1) wawancara dalam bentuk percakapan informal, 2) wawancara dengan mengunakan pedoman wawancara, dan 3) wawancara terbuka (open-ended) yang distandarisasi. Pada percakapan wawancara informal, pertanyaan lahir secara spontan pada waktu berlangsung interaksi alami pada saat observasi berpartisipasi atau terjun kelapangan. Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yaitu seperangkat daftar pertanyaan atau issue yang akan digali jawabannya disiapkan atau disusun, sedangkan dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan bahasa yang diwawancarai. Cara wawancara bentuk ketiga wawancara terdiri dari seperangkat pertanyaan yang kata-katanya disusun dengan hati-hati, urutannya


(37)

disusun secara sistematik dan mencakup keseluruhan informan dengan jumlah dan urutan yang sama.

Dalam pengumpulan data ini digunakan dua teknik wawancara yakni wawancara tak berstruktur dan wawancara dengan menggunakan interview guide (pedoman wawancara).

Wawancara tak berstruktur yaitu wawancara dilakukan secara informal, dimana pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan, sikap, keyakinan subyek atau tentang keterangan lainnya yang berkaitan dengan kasus yang sedang diteliti secara spontan pada saat berinteraksi langsung di lapangan. Selain untuk mengumpulkan data di lapangan, wawancara juga digunakan untuk melengkapi data-data yang belum jelas atau masih kurang sehingga data dan informasi yang diperoleh semakin lengkap.

Selain itu, dalam wawancara peneliti akan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) yang disusun sebelum penelitian ke lapangan. Pedoman wawancara yang dibuat secara umum akan berisi tentang hal-hal yang ada dalam masalah penelitian, antara lain konsepsi masyarakat tentang bersih.

Menurut Koentjaraningrat (1989:30) dalam suatu masyarakat baru tentu harus dahulu memulai dari keterangan seorang informan pangkal yang dapat memberikan berbagai keterangan lebih lanjut yang diperlukan oleh peneliti. Informan-informan serupa itu sebaiknya orang yang mempunyai pengetahuan luas mengenai berbagai sektor masyarakat dan mempunyai kemampuan untuk mengintroduksikan peneliti kepada informan lain yang merupakan ahli tentang


(38)

masyarakat yang akan diteliti sehingga informan pangkal dalam penelitian adalah tokoh masyarakat yang paling memiliki pengaruh di lingkungan yang akan diteliti. Informan kunci merupakan orang-orang yang ahli tentang unsur-unsur kebudayaan ataupun permasalahan yang akan diteliti. Dari informan ini data dan informasi yang relevan tentang permasalahan yang akan diteliti antara lain, konsep bersih bagi masyarakat di bantaran rel kereta api dari Jalan Bambu II Kelurahan Durian sampai Jalan Karantina Kelurahan Glugur Kota. Alasan mereka mengapa harus membersihkan rumah dan lingkungannya, bagaimana cara mereka membersihkan rumah dan lingkungannya, serta bagaimanakah yang disebut bersih menurut mereka.

1.6.3. Pengolahan Data

Pada tahap pengolahan data ini, peneliti akan memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan akan dikelompokkan sesuai dengan kategori-kategori tertentu. Maksudnya data yang didapat dipilah-pilah dari setiap item yang telah ditentukan seperti, konsep bersih bagi masyarakat di bantaran rel kereta api dari Jalan Bambu II Kelurahan Durian sampai Jalan Karantina Kelurahan Glugur Kota, alasan mereka mengapa harus membersihkan rumah dan lingkungannya, bagaimana cara mereka membersihkan rumah dan lingkungannya, serta bagaimanakah yang disebut bersih menurut mereka. Setelah data disusun dan diperiksa, maka dilakukan perangkaian penulisan sesuai dengan bagian-bagian yang telah ditentukan.


(39)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Kota Medan

Kotamadya Medan adalah salah satu ibukota provinsi yang terbesar penduduknya di Indonesia. Letak Kota Medan berada di bagian timur Provinsi Sumatera Utara serta berada diantara 2029’30” - 2047’30” lintang utara dan 98035’30” - 98044’30” bujur timur. Berada pada ketinggian antara 2,5-37,5 meter di atas permukaan laut dengan topografi datar (rata). Suhu udara pertahun berkisar antara 270C - 290C.

Luas areal Kota Medan adalah 26.510 ha dan secara administratif terbagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan. Hal ini dapat dilihat pada tabel:

Tabel 2.1. Luas Wilayah Kecamatan di Kota Medan

No. Kecamatan Luas (km2)

1. Medan Tuntungan 20,68

2. Medan Selayang 12,81

3. Medan Johor 14,58

4. Medan Amplas 11,19

5. Medan Denai 9,05

6. Medan Tembung 7,99

7. Medan Kota 5,27

8. Medan Area 5,52

9. Medan Baru 5,84

10. Medan Polonia 9,01

11. Medan Maimun 2,98

12. Medan Sunggal 15,44

13. Medan Helvetia 13,16

14. Medan Barat 6,82

15. Medan Petisah 5,33

16. Medan Timur 7,76

17. Medan Perjuangan 4,09

18. Medan Deli 20,84

19. Medan Labuhan 36,67


(40)

21. Medan Belawan 26,25

Total 265,1

Dari luas wilayah keseluruhan Kota Medan, 9.225 ha untuk permukiman, 1.862 ha untuk sektor jasa, dan 740 ha dicadangkan bagi penetapan lokasi perusahaan dan industri. Sisanya seluas 14.693 ha merupakan areal nonurban dan 7.000 ha diantaranya dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan untuk sektor pertanian tanaman pangan.

Kepadatan penduduk rata-rata Kota Medan adalah 7.520 jiwa/km2. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Medan Perjuangan yakni sebesar 22.813 jiwa/km2, sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu Kecamatan Medan Labuhan yakni sebesar 2.551 jiwa/km2.

Posisi dan letak Kota Medan berada di dataran Pantai Timur Sumatera Utara persis antara Selat Malaka dan jajaran pegunungan vulkanis yang membujur dari barat laut sampai wilayah tenggara. Secara geografis letak Kota Medan dibatasi oleh:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Sumatera

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang


(41)

Jalur transportasi daratan memegang peranan penting untuk Kota Medan dan daerah sekitarnya. Hal ini disebabkan Kota Medan sebagai inti kota yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya melalui sarana angkutan darat. Pembangunan jaringan jalan di Kota Medan diutamakan untuk mendukung sektor ekonomi modern, khususnya industri ekspor. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi produksi dengan menekan biaya pengangkutan, menciptakan akses kepada pasar regional dan internasional sekaligus memperluas pelayanan jasa perkotaan.

Kota Medan telah dilengkapi dengan prasarana jalan tol Belmera yang menghubungkan pusat produksi dan Pelabuhan Belawan dengan Tanjung Morawa. Dalam koordinasi pemerintah provinsi, direncanakan pembangunan jalan tol Medan-Binjai dan Medan-Tebing Tinggi sehingga melengkapi kebutuhan jaringan jalan Kota Medan dengan daerah-daerah hinterland-nya. Disamping itu, Kota Medan juga didukung oleh jaringan jalan lintas Sumatera-Jawa yang menghubungkan seluruh provinsi yang ada di Pulau Sumatera-Jawa dengan armada transportasi orang dan barang.

Untuk mendukung kelancaran transportasi dalam kota, Kota Medan juga didukung oleh jembatan layang, terminal, dan sarana transportasi perkeretaapian juga sudah sejak lama merupakan sarana pengangkutan orang dan barang yang digunakan untuk masuk dan keluar Kota Medan.

Ada empat jalur penting menuju daerah lain dari inti Kota Medan, yaitu: Sebelah Utara : Jalan Kolonel Yos Sudarso menuju Pelabuhan Belawan


(42)

Sebelah Timur : Jalan Sisingamangaraja. Melalui jalur ini dapat menuju Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan

Sebelah Selatan : Jalan Letnan Jendral Jamin Ginting. Melalui jalur ini dapat menuju Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam yaitu Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Selatan, dan Aceh Barat setelah melewati Kabupaten Karo

Sebelah Barat : Jalan Jendral Gatot Subroto. Melalui jalur ini dapat menuju Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam setelah melewati Kabupaten Langkat.

Meningkatnya masyarakat miskin di perkotaan sebagai akibat dari urbanisasi dan minimnya perhatian pemerintah tersebut akan mudah diidentifikasi dengan meningkatnya jumlah rumah-rumah liar yang terdapat di kota, seperti di pinggiran rel kereta api, di bawah jembatan, di bantaran sungai, di tanah kaplingan kosong, dan lain-lain. Tentang kehadiran permukiman-permukiman liar ini memang bukanlah hal yang baru di kota-kota besar termasuk Kota Medan. Sudah cukup lama hal ini mewarnai kehidupan kota yang biasanya selalu berdampingan dengan proses urbanisasi (Rusmin Tumanggor dalam Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers, 1982:273).

Permukiman masyarakat yang dibangun secara liar dapat mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar. Salah satunya adalah kebersihan lingkungan. Rumah yang berhimpitan, pola perilaku yang tidak sehat, dan sarana kebersihan yang kurang dapat menyebabkan penyakit pada masyarakat.


(43)

2.2. Kecamatan Medan Timur

Kecamatan Medan Timur adalah salah satu kecamatan di Kota Medan yang terdiri dari 11 kelurahan dengan luas wilayah 7,76 km2. Batas-batas Kecamatan Medan Timur adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat

Kecamatan Medan Timur adalah salah satu pusat perkantoran, perdagangan, dan jasa di Kota Medan dengan penduduknya berjumlah 112.108 jiwa (2006). Di Kecamatan Medan Timur ini terdapat Stasiun Kereta Api Medan yang dikenal dengan "stasiun besar" sebagai salah satu sarana transportasi darat antarkota dan antardaerah dari dan ke Kota Medan. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri, di Kecamatan Medan Timur ini juga banyak terdapat usaha-usaha industri kecil seperti Moulding dan komponen bahan bangunan (kusen), bengkel kenderaan bermotor, bengkel bubut, show room serta usaha perdagangan dan jasa. Sebagai informasi bagi investor dan masyarakat di Kecamatan Medan Timur ini terdapat:

• Pusat Perbelanjaan Macan Yaohan di Jl. Merak Jingga

• Yuki Supermarket di Jl. Prof. HM. Yamin, SH

• Hotel Angkasa di Jl. Perintis Kemerdekaan

• Kolam Renang Deli dan Gelanggang Remaja di Jl. Sutomo Ujung

• Perguruan Tinggi Negeri IAIN di Jl. Sutomo Ujung Medan


(44)

• RSU Pirngadi di Jl. Prof. HM. Yamin, SH

• Kantor Telkom di Jl. Prof. HM. Yamin, SH

• Indosat di Jl. Perintis Kemerdekaan.

2.3. Kelurahan Durian

Kelurahan Durian adalah salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Medan Timur Kota Medan. Batas-batas wilayah Kelurahan Durian adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kelurahan Glugur Darat II Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Sidorame Barat II Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Gaharu

Sebelah Barat : berbatasan dengan Kelurahan Silalas dan Kelurahan Glugur Kota

2.3.1. Keadaan Demografi Penduduk Kelurahan Durian

Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Durian terdiri dari warga pribumi, keturunan asing, dan warga negara asing. Sebanyak 71,76 % warga pribumi; 28,21 % keturunan asing, dan sisanya warga negara asing. Hal ini dapat dilihat pada tabel:

Tabel 2.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Status Kewarganegaraan dan Jenis Kelamin di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

No. Status Kewarganegaraan Laki-laki Perempuan Jumlah % 1. Warga Negara Indonesia Pribumi 4.254 4.193 8.447 71,76 2. Warga Negara Indonesia

Keturunan Asing 1.604 1.717 3.321 28,21

3. Warga Negara Asing 1 3 4 0,03

Jumlah 5.859 5.913 11.772 100,00

Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010


(45)

Mayoritas agama masyarakat Kelurahan Durian adalah Islam yakni sebesar 51,15 %. Terbesar kedua adalah Budha sebesar 26,56 % dan diikuti Kristen Protestan sebesar 20,04 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama dan Jumlah (orang) di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

No. Agama Jumlah (orang) %

1. Islam 6.021 51,15

2. Kristen Protestan 2.359 20,04

3. Kristen Katolik 214 1,82

4. Budha 3.127 26,56

5. Hindu 41 0,35

6. Sikh 20 0,17

Jumlah 11.772 100,00

Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

Penduduk Kelurahan Durian terdiri dari banyak suku bangsa. Warga Tionghoa merupakan penduduk yang paling banyak di kelurahan tersebut yakni sebesar 26,63%, meskipun hanya terpaut 5 % dari suku Tapanuli yang menduduki jumlah kedua. Warga Matras merupakan penduduk minoritas di Kelurahan Durian. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa dan Jumlah (orang) di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

No. Suku Bangsa Jumlah (orang) %

1. Tionghoa 3.135 26.63

2. Tapanuli 2.576 21.88

3. Minang 1.611 13.68

4. Simalungun 1.477 12.54

5. Jawa 1.286 10.92

6. Melayu 761 6.46

7. Manado 310 2.63


(46)

9. Nias 178 1.51

10. Aceh 154 1.30

11. Matras 70 0.59

Jumlah 11.772 100,00

Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

Pada umumnya, penduduk Kelurahan Durian berpendidikan tamatan SMA. Terbanyak kedua tamatan SLTP dan hanya sedikit yang mempunyai tamatan perguruan tinggi atau sarjana. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jumlah (orang) di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) %

1. Belum Sekolah 1.242 10.55

2. Tidak tamat SD 2.322 19.72

3. Tamat SD/ Sederajat 2.473 21.01

4. Tamat SLTP/ Sederajat 2.447 20.79

5. Tamat SLTA/ Sederajat 2.466 20.95

6. Tamat Akademi 531 4.51

7. Perguruan Tinggi/ Sarjana 286 2.43

Jumlah 11.772 100,00

Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

Jenis pekerjaan yang paling dominan penduduk Kelurahan Durian adalah wirasawasta yakni sebesar 22,55 %, sedangkan jenis pekerjaan penduduk yang paling sedikit yaitu nelayan dan bertani. Masing-masing sebanyak 3 orang atau 0,03 %. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(47)

Tabel 2.6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Jumlah (orang) di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) %

1. Wiraswasta 2.654 22.55

2. Pegawai Swasta 1.579 13.41

3. Pensiunan 475 4.03

4. Pegawai Negeri Sipil 408 3.47

5. ABRI 64 0.54

6. Pegawai BUMN 60 0.51

7. Supir 59 0.50

8. Nelayan 3 0.03

9. Tani 3 0.03

Jumlah 11.772 100,00

Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

2.3.2. Fasilitas Umum yang Terdapat di Kelurahan Durian

Tempat ibadah merupakan salah satu fasilitas umum yang ada di Kelurahan Durian. Tempat ibadah yang banyak ditemui di Kelurahan Durian yaitu masjid dan langgar (mushola) yakni masing-masing ada 4 buah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.7. Distribusi Tempat Ibadah Berdasarkan Tempat Ibadah dan Jumlah Unit di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

No. Tempat Ibadah Jumlah Unit

1. Masjid 4

2. Mushola/ Langgar 4

3. Gereja Kristen Protestan 1

4. Gereja Kristen Katholik -

5. Wihara 2

6. Pura -

Jumlah 11

Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

Fasilitas kesehatan yang ada di Kelurahan Durian hanya posyandu, praktek dokter, apotek, dan balai pengobatan/ klinik. Untuk lebih jelas


(48)

mengenai jumlah masing-masing fasilitas kesehatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.8. Distribusi Fasilitas Kesehatan Berdasarkan Jenis Fasilitas Kesehatan dan Jumlah Unit di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

No. Jenis Fasilitas Kesehatan Jumlah Unit

1. Rumah Sakit Umum -

2. Puskesmas -

3. Puskesmas Pembantu -

4. Poliklinik/ Balai Pengobatan 1

5. Apotek 6

6. Posyandu 9

7. Praktek Dokter 5

Jumlah 21

Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

Fasilitas pendidikan yang ada di Kelurahan Durian hanya Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah Kelurahan Durian adalah pusat pertokoan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2.9. Distribusi Fasilitas Pendidikan Berdasarkan Jenis Fasilitas Pendidikan dan Jumlah Unit di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010

No. Jenis Fasilitas Pendidikan Jumlah

1. Perguruan Tinggi -

2. SLTA/ Sederajat -

3. SLTP/ Sederajat -

4. SD/ Sederajat 1

5. Taman Kanak-kanak 2

Jumlah 3

Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Tahun 2010


(49)

2. 4. Gambaran Umum Masyarakat di Bantaran Rel Kereta Api 2.4.1. Sejarah Pemukiman

Menurut cerita sebagian warga pemukiman di rel kereta api ini berdiri sekitar tahun 1970-an. Yang pertama kali mendirikan rumah disini adalah orang-orang Batak perantauan di Kota Medan yang sudah memiliki istri. Awalnya sebelum menikah mereka tidaklah tinggal disini melainkan menyewa di rumah kontrakan, setelah menikah maka otomatis tempat tinggal yang dibutuhkan pun akan semakin besar, untuk itu diperlukan tempat baru. Biasanya mereka hanyalah buruh-buruh kasar atau sopir angkot dengan gaji pas-pasan. Sebenarnya mereka hanya mengikuti jejak orang yang mendirikan rumah di bantaran rel kereta api lainnya sebelum mereka.

Pada awalnya rumah-rumah disini adalah hunian-hunian darurat yang terbuat dari papan bekas atau kardus yang mereka didirikan secara mandiri, namun lama kelamaan rumah-rumah yang mereka huni ini kondisinya semakin baik, bahkan sudah ada yang menjadi rumah permanen dengan dinding dan lantainya seluruhnya terbuat dari semen.

Lokasi penelitian ini terbentang dari Jalan Bambu II sampai Jalan Karantina, berrikut adalah batas-batas nya:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Karantina Kelurahan Glugur Darat I

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sidorame Barat II

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Sutomo Ujung Kelurahan Durian


(50)

Secara administratif daerah ini termasuk dalam Kelurahan Durian dan Kelurahan Glugur Kota, namun demikian secara data mereka ini termasuk warga Kelurahan Durian, walaupun secara geografis sebagian tanah yang ditempatinya adalah daerah administratif Kelurahan Glugur Kota. Ini disebabkan karena masyarakat yang tinggal disini pada umumnya mengurus masalah KTP dan masalah administrasi lainnya adalah di Kantor Kelurahan Durian. Alasan mereka mendaftar sebagai warga Kelurahan Durian adalah masalah jarak, dimana Kantor Lurah Durian lebih dekat dari pada Kantor Lurah Glugur Kota.

Sebenarnya lahan yang mereka tempati ini adalah kawasan hijau yang harus bebas dari pemukiman dan lahan yang mereka tempati ini adalah milik PT Kereta Api Indonesia. Menurut cerita masyarakat, orang yang pertama kali membuat pemukiman disini adalah komunitas perantau orang Batak Toba. Namun walaupun begitu lahan-lahan yang kosong disini masih banyak dijumpai, tapi bukan berarti itu bebas untuk ditinggali, biasanya lahan kosong itu sudah ada pemiliknya yaitu orang yang sudah pindah dari sini. Jadi, jika ingin memakai tanah tersebut haruslah minta izin kepada pemilik sebelumnya yang biasanya harus disewakan.

2.4.2. Kepadatan Penduduk

Pemukiman-pemukiman marginal yang tinggal di bantaran sungai, rel kereta api atau di bawah jembatan biasanya adalah pemukiman yang sangat padat. Ini disebabkan kondisi tanah yang mereka tempati sangat terbatas dan biasanya adalah tanah ilegal (bukan milik sendiri). Kepadatan penduduk di bantaran kereta api ini pun sangat terlihat jelas, dimana jarak antar rumah terlihat sangat rapat bahkan kebanyakan antara rumah yang satu dengan rumah yang


(51)

lainnya hanya dibatasi oleh dinding saja dengan kondisi rumah yang juga sangat kecil dan sederhana. Tiap-tiap rumah rata-rata dihuni oleh 5 orang dengan ukuran rumah 4 x 5 meter.


(52)

BAB III

AKTIVITAS DAN KONDISI SOSIAL MASYARAKAT

3.1. Karakteristik Penduduk

Pada umumnya, orang-orang yang tinggal dalam suatu komunitas kota adalah masyarakat yang heterogen, yakni terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, tingkat pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan. Demikian pula halnya dengan mereka yang tinggal di bantaran rel kereta api di Jalan Bambu II sampai Jalan Karantina. Mereka adalah orang-orang yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama, pekerjaan dan tingkat pendidikan.

a. Agama

Kalau berbicara komposisi agama di Kelurahan Durian, maka Islam adalah agama yang dominan dianut oleh masyarakatnya. Namun, kalau berbicara di bantaran rel kereta apinya, maka agama yang dominan dianut masyarakatnya adalah agama Kristen Protestan. Mungkin ini adalah pengaruh sejarah terbentuknya pemukiman di bantaran rel kereta api, dimana orang Batak adalah orang yang pertama kali mendirikan tempat hunian di bantaran rel ini, karena pada umumnya orang Batak adalah beragama Kristen Protestan. Namun demikian, sebagian masyarakatnya ada juga yang beragama Islam walaupun hanya sebagian kecil saja. Biasanya mereka yang beragam Islam adalah suku-suku non Batak Toba seperti Suku Karo, Jawa, Melayu, Dairi, dan Mandailing.


(53)

Sesuai dengan pernyataan sebelumnya, pada umumnya masyarakat di bantaran rel ini berasal dari suku Batak Toba, sebagian kecil suku Karo, Jawa, Melayu, dan Mandailing. Mereka pada umumnya adalah pendatang yang merantau dari kampung khususnya dari tanah Batak yang ada di Tapanuli Utara.

c. Tingkat Pendidikan

Menurut Bapak Armaya (Kepling, 42 tahun), pada umumnya mereka yang sudah menikah adalah tamatan SMA, SMP, dan SD, bahkan ada juga yang tidak sampai tamat SD. Sedangkan pada mereka yang berusia remaja umumnya adalah tamatan SMU sederajat. Sangat jarang sekali diantara mereka yang sampai tamat Diploma atau Sarjana. Jika adapun yang sampai tamat dari perguruan tinggi, maka ia sudah pindah dari tempat ini.

d. Pekerjaan

Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di bantaran rel kereta api ini adalah masyarakat migran (pendatang) yang berasal dari luar Kota Medan dengan modal kenalan yang merantau sebelumnya, bahkan ada diantara mereka yang awalnya adalah pelarian dari kampung karena terbelit masalah-masalah pencurian, sebagian kecilnya memang berasal dari Medan sendiri. Pada umumnya mereka adalah pekerja yang tidak menentu dan tidak ada satu jenis pekerjaan yang mendominasi. Ada yang bekerja sebagai tukang becak, tukang parkir, buruh cuci, mocok-mocok (pekerja berpindah-pindah tempat), buruh panggul di pasar dan ada sebagian kecil yang berjualan ikan atau sayuran di pajak Glugur, bahkan


(54)

ada yang berprofesi sebagai preman pasar. Preman pasar yang dimaksud adalah mereka yang setiap hari meminta-minta uang keamanan di pasar tanpa izin yang resmi dari pemerintah dan bukan sebagai petugas pemerintahan, seperti pengakuan Ibu Dame, 60 tahun :

”...ya kita hanya kerjanya di pasar sebagai pengutip uang keamanan di pajak, kadang juga sih sebagai pengangkat-ngangkat barang orang yang jualan, tapi kadang aku juga mau ada kerjaan lain...”

Selain itu ada hal yang unik dari keluarga Ibu Dame, uniknya adalah bahwa yang paling bertanggung jawab sebagai pencari nafkah keluarga sehari-hari adalah Ibu Dame, bukan suaminya. Suaminya adalah penanggung jawab segala pekerjaan rumah mulai dari kebersihan rumah, mencuci pakaian, sampai memasak, walaupun terkadang urusan memasak sering dibantu oleh Ibu Dame. Hal yang unik lainnya adalah tentang kekuasaan di rumah, mulai dari pengaturan urusan sekolah atau tidaknya anak haruslah menurut keputusan Ibu Dame. Sebagai pemilik kuasa yang paling tinggi Ibu Dame ini pun tidak jarang memberikan perintah kepada suaminya. Hal ini ia akui semua tanpa malu-malu:

”...bah yang bertanggung jawab di keluargaku kan aku, jadi suamiku haruslah pengaturan rumah, udah awak yang nyari uang, itulah tugasnya di rumah...”

Hal ini dikatakan unik, sebab pada umumnya dalam masyarakat Indonesia kecuali suku tertentu yang paling berkuasa dalam sebuah rumah tangga adalah suami terlebih lagi dalam keluarga Batak yang sangat patriarkhat, dan Ibu Dame ini adalah keluarga Batak. Hal seperti ini hanya terjadi pada keluarga Ibu Dame saja.


(55)

3.2. Aktivitas Masyarakat

Tidak ada hal yang istimewa dari aktivitas sehari-hari masyarakat di bantaran rel ini. Aktivitas keseharian mereka hampir sama saja seperti masyarakat pada umumnya. Seperti masyarakat lainnya, pada umumnya mereka memulai kesibukan hariannya pada pagi hari, yang bekerja sebagai tukang becak biasanya berangkat sekitar jam 07.00 sampai jam 08.00 pagi setelah sarapan mereka pergi bekerja. Seperti suami Ibu Resdi Munthe, biasanya suaminya akan sarapan pada pukul 06.30 pagi, setelah sarapan pagi ia akan istirahat sebentar sambil merokok. Setelah itu pada pukul 07.00 ia pun memulai aktivitasnya dengan menarik becak untuk mencari sewa, pangkalan becaknya biasanya di daerah Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) di Jalan Mustar Basri. Suami Ibu Resdi Munthe ini biasanya akan pulang ke rumahnya pada pukul 18.00 sore atau paling lama pukul 20.00 malam. Suaminya biasanya makan siang di kedai nasi, hanya sesekali saja suaminya ini makan siang di rumah jika uang yang didapatnya masih sedikit. Setelah pulang ke rumah, suaminya pun akan mandi dan makan malam, setelah itu biasanya ia akan berkumpul bersama anak dan Ibu Resdi Munthe yang menonton TV, namun ada kalanya juga suaminya ini ke warung kopi untuk sekedar berkumpul dengan teman-teman atau tetangga mereka.

Untuk Ibu Resdi Munthe sendiri kesehariannya hanyalah mengurus rumah dan anaknya. Ia hanya seorang ibu rumah tangga. Tugasnya di rumah adalah memasak dan mengurus rumah dan anaknya. Ibu Resdi Munthe sebenarnya ingin juga bekerja, namun suaminya belum mengizinkannya untuk bekerja.

Lain halnya dengan Ibu Rida Wati, ia adalah seorang wanita bersuku Jawa dan memiliki suami yang mempunyai suku Mandailing. Ia hanya berpendidikan


(56)

SD, sedangkan suaminya berpendidikan SMA. Dari hasil pernikahannya, ia dikaruniai empat orang anak. Anak pertamanya berumur 16 tahun dan masih duduk di bangku SMK. Anak keduanya berumur 13 tahun dan duduk di bangku SMP, sedangkan anak ketiga berumur 10 tahun dan keempatnya berumur 7 tahun masih duduk di bangku SD. Suaminya bekerja sebagai tukang parkir di daerah Lapangan Merdeka Medan.

Ibu Rida Wati memulai aktivitasnya pada pagi hari dengan pergi bekerja. Dia pergi bekerja pada pukul 05.30 pagi, namun sebelum ia pergi meninggalkan rumah, dia menyiapkan sarapan terlebih dahulu untuk keluarganya. Ia berangkat kerja dengan mengendarai sepeda. Ibu Rida Wati bekerja sebagai tukang cuci di dua rumah yang tidak jauh jaraknya dari rumahnya. Selain menjadi tukang cuci, ia juga mengerjakan pekerjaan rumah majikannya yang lain, seperti membersihkan rumah, mengepel, dan menyetrika. Setelah selesai mengerjakan pekerjaannya, ia pulang ke rumah. Ia sampai di rumah sekitar pukul 10.00-11.00 pagi. Sesampainya di rumah, ia langsung mencuci pakaiannya, membersihkan rumah, dan memasak makanan untuk makan siang dan malam.

Setelah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah, Ibu Rida Wati biasanya istirahat. Kegiatan ini diisi dengan menonton TV atau bermain dengan anak-anaknya. Tetapi pada hari Selasa, sekitar pukul 14.00 siang, ia pergi wirid ke rumah warga yang telah ditunjuk dan kegiatan ini yang telah rutin dilaksanakan setiap minggunya.

Sementara anak-anak usia sekolah biasanya berangkat sekolah pada jam 06.30–07.00 pagi. Setelah pulang sekolah anak-anak usia 13-18 tahun biasanya akan membantu orangtuanya bekerja, sebagian lagi ikut kegiatan-kegiatan sosial


(57)

yang dilaksanakan oleh PT. Pertamina. Kegiatan-kegiatan di PT. Pertaminan ini biasanya adalah main sepak bola atau main bola voli atau pada hari tertentunya kadang mereka juga mengikuti pengajian. Anak-anak yang mengikuti kegiatan di PT. Pertamina ini biasanya adalah penerima beasiswa dari PT. Pertamina untuk anak-anak masyarakat miskin.

Pada waktu libur terkadang anak laki-laki mereka yang sudah SMP atau SMA juga ikut bekerja mencari uang, biasanya mereka menjadi penjual rokok di pinggir jalan, sebagai buruh bangunan sementara, atau bekerja ikut dengan kerabatnya.

Sedangkan anak-anak SD setelah pulang sekolah biasanya akan mengikuti pengajian sore atau yang sering mereka sebut dengan sekolah arab. Sebagian lagi ikut membantu orang tuanya bekerja, ikut mulung-mulung kecil, atau jadi tukang semir sepatu di kampus UMSU. Mulung-mulung kecil adalah mengumpulkan botol-botol plastik bekas air mineral kemudian mereka serahkan kepada orang tuanya untuk dijual.

3.3. Kondisi Perekonomian

Masalah ekonomi adalah masalah klasik, tetapi selalu menarik untuk dikaitkan dengan masalah aspek-aspek kehidupan manusia, sebab masalah ini hampir mempengaruhi seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Orang yang mempunyai banyak duit atau kata lainnya adalah orang kaya biasanya akan selalu menempati hunian yang lebih layak dibandingkan dengan mereka yang masih kekurangan. Kita lihat misalnya mereka yang tinggal di kawasan pemukiman kumuh contohnya adalah di bantaran rel di Jalan Salak Medan, mereka adalah


(58)

kelompok-kelompok pemulung dengan kondisi tempat tinggal yang sangat jauh dari kebersihan (kumuh). Mereka yang tinggal di sini adalah keluarga yang masih berada dibawah garis kemiskina

Pada umumnya, penduduk adalah pekerja dalam bidang usaha yang pendapatannya tidak pasti atau bekerja sebagai buruh yang tidak memiliki standar gaji yang pasti. Jadi, masyarakat yang tinggal di bantaran rel kereta api ini adalah masyarakat yang termasuk miskin. Menurut Bank Dunia dalam Budiman (2006), yang tergolong keluarga miskin adalah dimana tiap anggota keluarganya memiliki penghasilan sama dengan atau dibawah $ 1 per hari. Seperti Ibu Rida Wati yang bekerja sebagai buruh cuci sekaligus sebagai pembantu rumah tangga hanya memiliki pendapatan Rp 600.000/ bulan, sedangkan suaminya yang bekerja sebagai tukang parkir tidak memiliki pendapatan yang pasti per bulannya. Pendapatan mereka sering sekali kurang untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Untuk mengatasi masalah tersebut, sering sekali mereka meminjam uang kepada tetangga atau majikannya. Lain halnya dengan keluarga Ibu Resdi Munthe, Ibu Resdi Munthe hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan, dia hanya bekerja sesekali saja jika ada pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah, sedangkan suaminya hanyalah seorang tukang becak yang bisanya berpenghasilan Rp 35.000-Rp 50.000/ hari, yang jika dikalkulasikan suaminya berpenghasilan kira-kira Rp 1.350.000/ bulannya.

Dengan penghasilan yang demikian kecilnya pastilah sangat kurang dengan kebutuhan mereka sehari-hari. Seperti Ibu Rida Wati dan suaminya yang mengatakan penghasilan terbanyak rumah tangganya adalah Rp 1.400.000/ bulan. Penghasilan demikian bukan hanya harus cukup bagi makan keluarganya per


(59)

bulan, selain itu Ibu Rida Wati harus membiayai empat orang anaknya yang masih sekolah, belum lagi ditambah kalau ada anggota keluarga yang sakit maka ia pun harus mengeluarkan biaya ekstra untuk pengobatannya, sementara Jamkesmas yang dipegang oleh keluarganya tidak pernah lagi mereka pakai, sebab menurut Ibu Rida Wati, pihak puskesmas tidak memberikan pelayanan yang baik sehingga dia malas berobat ke sana dan yang lebih kesalnya lagi menurut Ibu Rida Wati mereka sering dibentak-bentak kalau berobat di puskesmas. Berikut adalah daftar distribusi pengeluaran bulanan Ibu Rida Wati :

Tabel 3.1. Tabel Daftar Jenis Pengeluaran dan Biaya (Rp) Ibu Rida Wati

No. Jenis Pengeluaran Biaya (Rp.)

1. Kebutuhan Dapur 600.000,-

2. Keperluan Mandi 75.000,-

3. Biaya Sekolah Anak (termasuk jajan anak) 450.000,-

4. Listrik dan Air 168.000,-

5. Rokok 180.000,-

6. Arisan 280.000,-

Jumlah 1.753.000,-

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa Ibu Rida Wati haruslah mencari uang tambahan untuk kebutuhan keluarganya selama satu bulan, karena penghasilannya dan suaminya hanyalah Rp 1.400.000,- per bulannya, itu pun jika suaminya mendapat untung lebih sedangkan kebutuhan bulanan Ibu Rida Wati adalah Rp 1.753.000,- per bulan, jadi masih defisit Rp 353.000,-. Biasanya Ibu Rida Wati meminjam uang kepada majikannya untuk menutupi kekurangan itu


(60)

dengan cara pembayaran potong gaji. Untuk itu menurut Ibu Rida Wati ia hampir tidak pernah menerima gajinya secara utuh tiap bulan.

Kondisi seperti inilah yang memaksa mereka untuk tinggal di bantaran rel kereta api, sebab mereka tidak memiliki uang lebih untuk menyewa rumah atau membeli tanah di tempat lain, sedangkan disini mereka bisa hidup bebas tanpa ada biaya sewa rumah atau biaya untuk membeli tanah.

Sebagian diantara mereka ada juga yang mempunyai pekerjaan sampingan, misalnya sebagai tukang botot (pemulung) atau tukang parkir pada malam hari. Misalnya Bapak Jefri Sitanggang, selain sebagai penjual ikan di pajak Glugur, ia juga berprofesi sebagai tukang parkir malam di Jalan Sutomo Ujung. Biasanya gaji yang dia dapatkan adalah Rp 15.000 - Rp 20.000 per malam. Namun hal ini tidak ia lakukan tiap malam, sebab ia harus bergantian dengan temannya yang lain.

3.4. Kondisi Rumah

Rumah merupakan salah satu faktor penting yang menjadi indikator tingkat kemakmuran seseorang, selain besarnya pendapatan. Rumah juga merupakan kebutuhan dasar (primer) yang harus dipenuhi setiap individu. Oleh karena itu, setiap individu akan selalu berusaha untuk memiliki tempat tinggal walaupun sangat sederhana.

Dalam hidup bermasyarakat, tentu setiap orang ingin status sosialnya baik dimata umum. Untuk memenuhi hal itu, maka adanya tempat tinggal menjadi salah satu hal yang mendasar. Apabila seseorang atau suatu keluarga dalam hidup berumah tangga tidak memiliki tempat tinggal, maka orang tersebut akan


(1)

terbebani oleh masalah-masalah yang bersifat politis atau bersifat konvensional saja, misalnya mereka hanya mempermasalahkan sampah, rumput liar, dan gotong royong. Namun, dibalik itu secara tidak sadar sebenarnya masyarakat memaknai masalah ini sampai pada aspek yang sangat detail sekali, misalnya tentang piring yang dipakai untuk makan atau gelas yang dipakai untuk minum.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat mengetahui akan pentingnya menerapkan hidup bersih dalam kehidupannya sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarganya maupun diluar keluarganya.

2. Masyarakat mempunyai ukuran-ukuran tersendiri tentang apa yang disebut dengan bersih. Ukuran-ukuran kebersihan itu hanya berdasarkan pengetahuan-pengetahuan imajinasi dan instingnya saja tanpa mengetahui ukuran-ukuran yang akurat (ilmiah).

3. Pemerintah belum dapat melaksanakan tentang aturan-aturan yang mereka buat sendiri tentang masalah penanganan kebersihan khususnya di tingkat kelurahan yang merupakan tingkat yang paling dasar dalam menerapkan kebijakan pemerintah.

4. Pemerintah belum dapat memberikan pelayanan yang baik bagi warganya terkait masalah pemenuhan kebutuhan air bersih bagi warganya, terbukti bahwa masih banyak warga masyarakat yang belum dapat menggunakan air bersih, misalnya untuk mandi seperti di lokasi penelitian ini.


(3)

5.2. Saran

1. Pemerintah setempat atau lembaga-lembaga terkait seharusnya lebih proaktif dan disiplin melaksanakan penertiban area-area yang seharusnya bebas pemukiman penduduk.

2. Pemerintah setempat seharusnya lebih memperhatikan produsen perusahaan isi ulang air galon minum dan membuat suatu standar baku proses produksi air galon, agar kebersihan airnya aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas. Dalam hal ini masyarakat juga harus diberikan sosialisasi tentang air yang dapat dikonsumsi, karena masalah air bersih adalah masalah yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

3. Menggalakkan sosialisasi bagi masyarakat tentang perlunya memisahkan antara sampah organik dan anorganik sebelum membuangnya ke tempat sampah.

4. Menggalakkan sosialisasi tentang air bersih, sebab sebagian besar masyarakat yang tinggal di bantaran rel yang diteliti belum tahu benar bagaimana yang disebut dengan air bersih.

5. Menggalakkan sosialisasi ke masyarakat tentang cara menghadapi dan mengolah sampah, dari membuang menjadikan sampah yang bermanfaat, dengan cara meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan. Dalam pengelolaan sampah rumah tangga harus ada kerja sama antara


(4)

yang bersih dan sehat. Keduanya harus mampu menciptakan sinergi. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal.

6. Mengurangi pembuangan sampah ke TPA, sebab jika ini dilaksanakan berarti memperpanjang usia TPA dan mengurangi biaya pengelolaan sampah yang dikeluarkan oleh pemerintah.

7. Peran aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga, dengan melakukan pemilahan, maka masyarakat juga memperoleh manfaat dari hasil pemprosesan sampah organik dijadikan kompos, meningkatkan kohesi sosial dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alfin. 1992 . Transformasi Sosial Budaya Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: UI Press.

Amsyari, Faud.1993. Dasar-dasar dan Perencanan Lingkungan Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Widya Madika.

Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

Dacana, H. Lalu. 1996. Pembinaan Disiplin Di Lingkungan Masyarakat Kota, Nusa Tenggara Barat. NTB: Depdikbud.

Djoyomartono, Mulyono. 2004. Antropologi Kesehatan. Semarang: UNNES Press.

Hazin, Nur, Kholif. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Terbit Terang. Hidayah, Zulyani. 1996. Sikap Budaya Antri Masyarakat Kota Yogyakarta.

Jakarta: Bupera Nugraha.

KBBI. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. KBBI.1997.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Koentjaraningrat. 1993. Metode-metode Penelitian Masyarakat 3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 2004. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(6)

Priodarminto, Sugeng. 1994. Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta: Pradika Pramita.

Poerwanto, Hari. 2005. Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Jakarta: Remaja Rosdakarya. Winataputra, Udin S. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Siagian, H. 1989. Pokok-Pokok Pembangunan Masyarakat Desa. Salatiga: Citra Aditya Bakti.

Slamet, Juli Sumirat. 2002. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Gajah Mada University PRESS.

Subagyo, Joko P. 2004. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta.

Sujarwa.1998. Manusia dan Fenomena Budaya (Manusia Persepktif Moralitas Agama). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suyono, Ariyono. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Akademika Pressindo.

Toha, Miftah. 2007. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar, dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sumber Lain :

diakses 06 Mei 2010, 12.30 WIB.

Raport