Analisis Hubungan Rasio Modal Kerja Dan Hutang Dengan Rentabilitas Ekonomi Pada Industri Rokok Di Bursa Efek Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS HUBUNGAN RASIO MODAL KERJA DAN HUTANG DENGAN RENTABILITAS EKONOMI

PADA INDUSTRI ROKOK DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH: RIZQA ANNIZTI

070502198

PROGRAM STUDI STRATA I MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam penulis hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan dan pembawa risalah bagi ummat.

Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Penulis telah banyak menerima bimbingan, dukungan, serta bantuan dari berbagai pihak dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Marhayanie, M.Si selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si selaku Ketua Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(3)

5. Ibu Dra. Lisa Marlina, M.Si selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmu pengetahuan, saran dan masukan kepada penulis dalam proses penulisan serta penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Drs. Syahyunan M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah banyak

memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Dra. Friska Sipayung,M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti selama perkuliahan. 8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang

telah berkenan mengabdikan dirinya sebagai guru bangsa dengan memberikan dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang berguna selama perkuliahan.

9. Seluruh Staff dan Civitas Akademika Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah bersama-sama menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif dalam menuntut ilmu serta menyelesaikan perkuliahan.

10. Kedua Orang tua tercinta, M Nizmal Hasan, SE dan Gusti Ayu. Terima kasih atas dukungan yang luar biasa selama proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk kasih sayang, pengorbanan serta doa yang tulus dan tidak pernah putus untuk penulis. Skripsi ini sepenuhnya penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis.


(4)

11. Keluarga yang teramat saya sayangi: Abangku M. Gizhan Tamimi S.Sos dan adikku Fildzah Hanifati , terima kasih banyak atas doa dan dukungannya.

12. Sahabat tercinta sekaligus kawan seperjuangan: Niken, Mita, Aya, Juli, Vivi, Maliza, Icha, Rika dan Putri yang selalu bersama dari semester pertama. Terima kasih atas doa dan dukungannya.

13. Seluruh rekan di bangku perkuliahan terutama teman-teman stambuk 2007 Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

14. Teman-teman di luar kampus yang telah memberi motivasi dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini.

15. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, namun terlewatkan dalam penyebutan ucapan terima kasih di lembaran ini penulis mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya dan tidak berarti kelalaian tersebut mengurangi rasa terima kasih penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak agar penulisan skripsi ini dapat lebih baik lagi. Bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun material menjadi dorongan serta memberikan andil yang sangat besar kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan serta penyusunan skripsi ini. Penulis tidak


(5)

dapat membalas semua bantuan tersebut. Penulis berharap semoga segala bantuan yang telah diberikan dibalas oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Medan, April 2011

Penulis


(6)

(7)

ABSTRAK

Rizqa Annizti (2011). Analisis Hubungan Rasio Modal Kerja dan Hutang dengan Rentabilitas Ekonomi Pada Industri Rokok di Bursa Efek Indonesia. Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Penguji I: Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME. Ketua Program Studi S1 Manajemen: Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si. Dosen Pembimbing: Dra. Lisa Marlina, M.Si, Dosen Penguji 2: Drs.Syahyunan,M.SI

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan rasio modal kerja yang terdiri dari working capital turnover, receivable turnover, inventory turnover,dan utang yang terdiri dari debt to equity ratio dan debt to assets ratio dengan rentabilitas ekonomi pada industry Rokok di Bursa Efek Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis korelasi Pearson pada tingkat signifikansi α = 5 %. Pengerjaan model Korelasi Pearson ini menggunakan alat bantu program SPSS 16.00 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel working capital turnover, receivables turnover, inventory turnover memiliki hubungan yang positip dan signifikan dengan rentabilitas ekonomi; debt to equity ratio dan debt to asset ratio memiliki hubungan yang positip dan tidak signifikan dengan rentabilitas ekonomi pada industry rokok di Bursa Efek Indonesia.

Kata Kunci: Working Capital Turnover, Receivables Turnover, Inventory Turnover, Debt to Equity Ratio, Debt to Asset Ratio, Rentabilitas Ekonomi.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Modal Kerja ... 8

2.1.1. Pengertian Modal Kerja... 8

2.1.2. Fungsi Modal Kerja... 11

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Modal Kerja... 12

2.1.4. Jenis Modal Kerja...14

2.1.5. Kebijakan Modal Kerja...15

2.2 Hutang...16

2.3 Rentabilitas...19

2.4 Penelitian Terdahulu ... 22

2.5 Kerangka Konseptual ... 23

2.6 Hipotesis... ... 25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 27

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

3.3 Batasan Operasional ... 27

3.4 Definisi Operasional Variabel ... 28

3.5 Populasi dan Sampel ... 30

3.6 Jenis Data ... 32

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.8 Metode Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Bursa Efek Indonesia ... 37


(9)

4.2 Gambaran Umum Masing-masing Perusahaan Rokok ... 39

4.2.1. PT. Gudang Garam Tbk...39

4.2.2. PT H M Sampoerna Tbk...40

4.2.3. PT Bentoel International Tbk...42

4.3 Hasil dan Pembahasan... 46

4.3.1. Analisis Deskriptif Variabel Pada Masing-masing Perusahaan Rokok di Bursa Efek Indonesia...45

4.4 Analisis Statistik ... 54

4.4.1. Hubungan Working Capital Turnover dengan Rentabilitas Ekonomi...56

4.4.2. Hubungan Receivable Turnover dengan Rentabilitas Ekonomi...58

4.4.3. Hubungan Inventory Turnover dengan Rentabilitas Ekonomi...59

4.4.4. Hubungan Debt to Equity Ratio dengan Rentabilitas Ekonomi...60

4.4.5. Hubungan Debt to Assets Ratio dengan Rentabilitas Ekonomi...61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tingkat Penjualan Perusahaan Rokok di BEI Tahun 2006-2009 ... 4 Tabel 1.2 Rata-rata Modal Kerja, Hutang, dan Laba Usaha Perusahaan

Rokok di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2009 ... 5 Tabel 3.1 Proses Pemilihan Target Populasi... 31 Tabel 3.2 Sampel Penelitian ... 32 Tabel 4.1 Rasio Modal Kerja, Utang dan Rentabilitas Ekonomi Pada

PT Gudang Garam Tbk ... 46 Tabel 4.2 Rasio Modal Kerja, Utang dan Rentabilitas Ekonomi Pada

PT H M Sampoerna Tbk ... 48 Tabel 4.3 Rasio Modal Kerja, Utang dan Rentabilitas Ekonomi Pada

PT Bentoel International Inv Tbk ... 51 Tabel 4.4 Correlations ... 55


(11)

DAFTAR GAMBAR


(12)

ABSTRAK

Rizqa Annizti (2011). Analisis Hubungan Rasio Modal Kerja dan Hutang dengan Rentabilitas Ekonomi Pada Industri Rokok di Bursa Efek Indonesia. Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Penguji I: Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME. Ketua Program Studi S1 Manajemen: Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si. Dosen Pembimbing: Dra. Lisa Marlina, M.Si, Dosen Penguji 2: Drs.Syahyunan,M.SI

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan rasio modal kerja yang terdiri dari working capital turnover, receivable turnover, inventory turnover,dan utang yang terdiri dari debt to equity ratio dan debt to assets ratio dengan rentabilitas ekonomi pada industry Rokok di Bursa Efek Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis korelasi Pearson pada tingkat signifikansi α = 5 %. Pengerjaan model Korelasi Pearson ini menggunakan alat bantu program SPSS 16.00 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel working capital turnover, receivables turnover, inventory turnover memiliki hubungan yang positip dan signifikan dengan rentabilitas ekonomi; debt to equity ratio dan debt to asset ratio memiliki hubungan yang positip dan tidak signifikan dengan rentabilitas ekonomi pada industry rokok di Bursa Efek Indonesia.

Kata Kunci: Working Capital Turnover, Receivables Turnover, Inventory Turnover, Debt to Equity Ratio, Debt to Asset Ratio, Rentabilitas Ekonomi.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap perusahaan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan cara menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan optimalisasi laba. Dengan mengoptimalkan laba maka perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Pengelolaan yang tepat akan meningkatkan kemampuan laba perusahaan yang dapat diukur dengan rentabilitas ekonomi. Rentabilitas ekonomi merupakan kemampuan perusahaan mendapatkan laba operasi melalui seluruh modalnya, baik modal asing maupun modal sendiri. Rentabilitas yang tinggi menunjukkan semakin efektif perusahaan dalam menjalankan operasinya, yang mengartikan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang besar dalam menghasilkan laba.

Perusahaan membutuhkan modal kerja dalam menjalankan aktivitas operasinya. Manajemen modal kerja adalah kegiatan yang mencakup seluruh fungsi manajemen atas aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek perusahaan. Modal kerja digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran operasional rutin perusahaan seperti pembelian bahan baku, pembayaran upah dan gaji pegawai, dan lain-lain.


(14)

Modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga dapat memungkinkan perusahaan berfungsi secara ekonomis, tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh barang dan jasa yang diperlukan untuk beroperasi. Pengelolaan manajemen modal kerja yang efektif sangat diperlukan untuk menjamin kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang. Modal kerja yang berlebih menunjukkan adanya dana yang tidak produktif dimana dana tersebut tidak digunakan secara efektif. Akan tetapi, perusahaan dengan jumlah modal kerja kerja yang terlalu sedikit dapat menyebabkan perusahaan mengalami kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan.

Efektivitas modal kerja dapat ditunjukkan dengan perputaran modal kerja (working capital turnover), perputaran piutang (receivables turnover), perputaran persediaan (inventory turnover). Semakin tinggi perputaran modal kerja dan perputaran setiap komponen modal kerja maka semakin tinggi kemampuan perusahaan memperoleh laba.

Perusahaan membutuhkan sumber dana dalam menjalankan operasinya. Sumber dana tersebut bisa berasal dari sumber internal dan sumber eksternal. Sumber internal (internal financing) adalah dana yang berasal dari dalam perusahaan, dimana pemenuhan kebutuhan modal diambil dari dana yang dihasilkan oleh perusahaan sendiri. Sumber eksternal (external financing) yaitu dana yang berasal dari luar perusahaan dengan cara meminjam kepada kreditur berupa hutang atau melalui penerbitan saham.


(15)

Pembiayaan dari modal sendiri memiliki keterbatasan pada jumlahnya sehingga perusahaan melakukan pinjaman (hutang) dari pihak lain untuk memenuhi kebutuhan modalnya. Hutang merupakan kewajiban keuangan yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pihak lain. Penggunaan hutang harus dikelola dengan baik karena penggunaan hutang mempunyai risiko cukup besar di masa yang akan datang.

Penggunaan hutang mempunyai konsekuensi yang pasti berupa kewajiban financial dalam hal membayar angsuran pokok dan angsuran bunga. Kebutuhan dana yang besar akan mengakibatkan penggunaan dana pinjaman yang besar sehingga akan menyebabkan tingginya beban, oleh karena itu menurut Martono dan Harjito (2001:300), dengan pemakaian hutang maka diharapkan akan meningkatkan pendapatan perusahaan. Semakin tinggi pemakaian utang maka pendapatan perusahaan akan meningkat.

Untuk menilai sejauh mana perusahaan menggunakan hutangnya dapat diukur dengan menggunakan debt to equity ratio (rasio hutang terhadap ekuitas) dan debt to asset ratio (rasio utang terhadap aktiva). Debt to equity ratio (rasio hutang terhadap ekuitas) bertujuan mengukur bauran dana dalam neraca dibandingkan dengan dana yang diberikan oleh pemilik (ekuitas) dan dana yang dipinjam (Walsh, 2004:118).


(16)

Manajemen perusahaan harus dapat membuat kebijakan yang tepat dalam mengambil keputusan pendanaan untuk memperoleh aktiva yang digunakannya dalam beroperasi agar dapat menghasilkan laba yang maksimal.

Perkembangan industri rokok di Indonesia memiliki pengaruh yang cukup positif dalam beberapa segi khususnya dunia ekonomi. Indonesia yang sebagian besar pendapatan dalam negerinya berasal dari sektor pajak, sangat diuntungkan dengan berkembangnya industri rokok karena pemerintah mengenakan tarif yang cukup tinggi bagi cukai rokok. Industri rokok juga memiliki potensi yang cukup besar untuk berkembang di Indonesia karena rokok merupakan konsumsi bagi sebagian besar masyarakatnya. Indonesia tercatat sebagai negara ke 3 dari daftar 10 negara perokok terbesar di Dunia dengan jumlah 65.000.000 perokok atau 28% per penduduk Indonesia

Industri Rokok dihadapkan pada suatu keputusan penting untuk meningkatkan kemampuanya dalam meningkatkan kemampuannya dalam memperoleh laba melalui pengelolaan manajemen yang tepat.Oleh sebab itu, industri rokok harus senantiasa menjaga kinerja perusahaannya. Berikut tabel penjualan perusahaan rokok dari tahun 2006-2009 :


(17)

Tabel 1.1

Tingkat Penjualan Perusahaan Rokok di BEI Tahun 2006-2009

2006 2007 2008 2009

1 GGRM 26,339,297.00 28,158,428.00 30,251,643.00 32,973,080.00

2 HMSP 29,545,083.00 29,787,725.00 34,680,445.00 38,972,186.00

3 RMBA 2,996,514.00 4,586,006.00 5,940,801.00 6,081,726.00

No Nama

Emiten

Tahun

Pada Tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa semua perusahaan rokok di Bursa Efek Indonesia memiliki tingkat penjualan yang semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil dari industri rokok ini digemari oleh sebagian penduduk Indonesia. Sebanyak 65.000.000 penduduk Indonesia adalah perokok aktif.

Berdasarkan data keuangan Industri rokok di Bursa Efek Indonesia yang diperoleh 4 tahun terakhir yaitu tahun 2006 hingga tahun 2009 dapat diketahui bahwa modal kerja, utang dan laba usaha mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.


(18)

Tabel 1.2

Rata-rata Modal Kerja, Hutang, dan Laba Usaha Perusahaan Rokok di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2009

(Dalam Jutaan Rupiah)

Tahun Modal Kerja Hutang Laba

Usaha

2006 3.806.741 5.529.480 2.510.705

2007 5.159.828 9.102.154 2.816.424

2008 4.851.423 6.454.200 3.267.002

2009 6.435.439 6.215.313 4.256.690

Sumber :

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa fluktuasi dari rata-rata modal kerja dan hutang tidak searah dengan rata-rata laba usaha kecuali pada tahun 2007. Pada tahun 2008 rata-rata modal kerja dan hutang mengalami penurunan, sedangkan rata-rata laba usaha mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 rata-rata modal kerja dan laba usaha mengalami peningkatan sedangkan rata-rata utang mengalami penurunan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Hubungan Rasio Modal Kerja dan Hutang dengan Rentabilitas Ekonomi pada Industri Rokok di Bursa Efek Indonesia”.


(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah terdapat hubungan yang signifikan working capital turnover dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia?

b. Apakah terdapat hubungan yang signifikan receivables turnover dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia? c. Apakah terdapat hubungan yang signifikan inventory turnover dengan

rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia? d. Apakah terdapat hubungan yang signifikan debt to equity ratio dengan

rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia? e. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel debt to asset

ratio dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


(20)

a. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan working capital turnover, receivables turnover, inventory turnover turnover dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia. b. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan debt to equity ratio dan

debt to asset ratio dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi penulis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang manajemen keuangan dan kesempatan untuk menerapkan teori yang telah didapatkan di perkuliahan terutama mengenai manajemen modal kerja, hutang dan rentabilitas ekonomi.

b. Bagi pihak lain, sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian dan diharapkan dapat menambah wawasan.


(21)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Modal Kerja

2.1.2. Pengertian Modal Kerja

Sutrisno (2000:49) mendefinisikan modal kerja merupakan salah satu unsur aktiva yang sangat penting dalam perusahaan karena tanpa modal kerja perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan dana untuk menjalankan aktivitasnya. Burton A. Kolb dalam Sawir (2005:129) mendefinisikan modal kerja sebagai investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek atau lancar, termasuk di dalam kas, sekuritas, piutang, persediaan, dan dalam beberapa perusahaan biaya dibayar dimuka.

Menurut Riyanto (2001:57), ada tiga konsep pengertian modal kerja :

a. Konsep Kuantitatif.

Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar,aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar akan kembali ke dalam bentuk semula dalam waktu yang tidak terlalu lama. Modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancer. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (gross working capital).


(22)

b. Konsep Kualitatif.

Modal kerja menurut konsep kualitatif adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnyaa, yaitu merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancarnya Modal kerja dalam konsep ini sering disebut modal kerja neto (net working capital).

c. Konsep Fungsional

Modal kerja menurut konsep fungsional berdasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana digunakan dalam suatu periode akuntansi tertentu yang seluruhnya langsung menghasilkan pendapatan pada periode tersebut disebut modal kerja. Dalam konsep ini dikenal modal kerja potensial, yaitu modal kerja yang menghasilkan pendapatan di luar kegiatan utama dari perusahaan yang bersangkutan dan dana yang diperoleh dari aktivitas perusahaan namun belum digunakan untuk kegiatan utama perusahaan.

Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membiayai operasinya sehari-hari, dimana uang atau dana yang telah


(23)

dikeluarkan tersebut diharapkan dapat kembali lagi masuk ke dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya.

Salah satu keberhasilan pengelolaan modal kerja dapat diukur dengan rasio-rasio aktivitas yaitu: working capital turnover (perputaran modal kerja), receivables turnover (perputaran piutang), dan inventory turnover (perputaran persediaan). Semakin tinggi working capital turnover, receivables turnover, dan inventory turnover maka semakin tinggi kemampuan perusahaan memperoleh laba. Hal ini sesuai dengan pendapat Syamsuddin (2004:48), yang menyatakan bahwa semakin tinggi perputaran (turnover) dana yang diperoleh maka semakin efisien perusahaan di dalam melaksanakan operasinya sehingga semakin besar peluang perusahaan dalam mendapatkan laba atas dana yang ditanam. a. Working Capital Turnover (X 1)

Rasio ini dapat digunakan untuk menguji efektivitas penggunaan modal kerja yakni rasio antara penjualan dengan modal kerja. Working capital turnover memperlihatkan adanya keefektifan modal kerja dalam pencapaian penjualan. Semakin cepat perputaran modal kerja menunjukkan semakin efektif penggunaan modal kerja yang berdampak pada meningkatnya rentabilitas. Riyanto (2001:335)


(24)

Sediaan

dijual yang barang pokok

a h arg

merumuskan formula untuk menghitung Working Capital Turnover (WCT) sebagai berikut :

Working Capital Turnover

= x kali

s Liabilitie Current

Assets Current

Sales

1

b. Receivables Turnover (X2)

Perputaran piutang menghitung berapa besar kemampuan perusahaan mendapatkan pelunasan piutangnya. Semakin tinggi nilainya semakin cepat piutang dapat tertagih seiring juga dengan peningkatan penjualan perusahaan.

Receivables Turnover =

g Piu

Kredit Penjualan

tan

c. Inventory Turnover (X3)

Rasio ini dipergunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam sediaan (inventory) ini berputar dalam suatu periode. James C. Van Horne (dalam Kasmir, 2010:130) merumuskan formula untuk menghitung inventory turnover sebagai berikut :


(25)

2.1.3. Fungsi Modal Kerja

Menurut Sawir (2005:134), modal kerja yang cukup akan memberikan keuntungan bagi perusahaan, antara lain:

a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai aktiva lancar,

b. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membayar semua kewajiban tepat pada waktunya,

c. Menjamin dimilikinya credit standing perusahaan yang semakin besar dan memungkinkan perusahaan untuk dapat menghadapi kesulitan keuangan yang mungkin terjadi,

d. Memungkinkan perusahaan untuk dapat memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk dapat melayani konsumennya,

e. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada para langganannya,

f. Lebih efisien karena tidak adanya kesulitan untuk memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan.

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Modal kerja Menurut Sundjaja dan Barlian (2002:157), kebutuhan modal kerja dalam perusahaan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :


(26)

a. Volume Penjualan

Volume penjualan merupakan faktor yang sangat penting yang mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Apabila penjualan meningkat maka kebutuhan modal kerjapun akan meningkat, demikian pula sebaliknya.

b. Besar Kecilnya Skala Usaha Perusahaan

Kebutuhan modal kerja pada perusahaan besar berbeda dengan perusahaan kecil. Hal ini terjadi karena beberapa alasan. Perusahaan besar mempunyai keuntungan akibat luasnya sumber pembiayaan yang tersedia dibandingkan dengan perusahaan kecil yang sangat tergantung pada beberapa sumber saja. Pada perusahaan kecil, tidak tertagihnya beberapa piutang para langganan dapat sangat mempengaruhi unsur-unsur modal kerja lainnya seperti kas dan persediaan.

c. Aktivitas Perusahaan

Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tidak mempunyai persediaan barang dagangan, sedangkan perusahaan yang menjual barang secara tunai tidak memiliki piutang dagang. Hal ini mempengaruhi tingkat perputaran dan jumlah modal kerja suatu perusahaan. Demikian pula dengan syarat pembelian dan waktu yang


(27)

dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dijual.

d. Perkembangan Teknologi

Kemajuan teknologi, khususnya yang berhubungan dengan proses produksi akan mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Otomatisasi yang mengakibatkan proses produksi yang lebih cepat membutuhkan persediaan bahan baku yang lebih banyak agar kapasitas maksimum dapat tercapai, selain itu akan membuat perusahaan mempunyai persediaan barang jadi dalam jumlah yang lebih banyak pula bila tidak diimbangi dengan pertambahan penjualan yang besar.

e. Sikap Perusahaan Terhadap Likuiditas dan Profitabilitas.

Adanya biaya dari semua dana yang digunakan perusahaan mengakibatkan jumlah modal kerja yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk mengurangi laba perusahaan, tetapi dengan menahan uang kas dan persediaan barang yang lebih besar akan membuat perusahaan lebih mampu untuk membayar transaksi-transaksi yang dilakukan dan resiko kehilangan pelanggan tidak terjadi karena perusahaan mempunyai persediaan barang yang cukup.

2.1.5. Jenis Modal Kerja

Riyanto (2001:61) mengutip pendapat Taylor membagi modal kerja menjadi beberapa jenis, yaitu:


(28)

a. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja ini dapat dibedakan ke dalam:

1) Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.

2) Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal (dinamis).

b. Modal Kerja Variabel (Variabel Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan, dan modal kerja ini dapat dibedakan menjadi:

1) Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim.

2) Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan fluktuasi konyungtur. 3) Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital) yaitu modal


(29)

yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak).

2.1.6. Kebijakan Modal Kerja

Menurut Sawir (2003:138), untuk menentukan kebijakan modal kerja terutama untuk menentukan besarnya proporsi aktiva lancar yang dibiayai oleh sumber dana jangka pendek dan jangka panjang, ada tiga kebijakan yang dapat dipilih oleh perusahaan, yaitu :

a. Kebijakan Modal Kerja Moderat

Pada kebijakan modal kerja moderat, untuk membiayai kebutuhan aktiva tetap dan aktiva lancar permanen dengan menggunakan sumber dana jangka panjang, baik dari hutang jangka panjang maupun modal sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari risiko perusahaan apabila sumber dana yang digunakan adalah sumber dana jangka pendek, maka pada saat jatuh tempo perusahaan tidak dapat membayar kembali.

b. Kebijakan Modal Kerja Konservatif

Pada kebijakan modal kerja konservatif, untuk membiayai aktiva tetap dan aktiva lancar permanen serta sebagian aktiva lancar yang berfluktuasi dengan menggunakan sumber dana hutang jangka panjang atau modal sendiri. Keputusan ini dimaksudkan untuk lebih


(30)

memperkecil risiko meskipun akan memperkecil keuntungan yang diharapkan yang tersedia untuk pemegang saham karena biaya hutang jangka panjang pada umumnya lebih besar daripada hutang jangka pendek.

c. Kebijakan Modal Kerja Agresif

Pada kebijakan ini, untuk membiayai kebutuhan aktiva tetap dan sebagian aktiva lancar permanen dengan sumber dana dari hutang jangka panjang dan sebagian aktiva lancar permanen lainnya dan semua aktiva lancar variabel dengan hutang jangka pendek. Perusahaan yang menggunakan kebijakan agresif menanggung pengembalian hutang jangka pendek yang lebih besar, sehingga risiko fluktuasi bunga hutang jangka pendek juga semakin besar tetapi dengan harapan bahwa laba yang diperoleh juga akan semakin besar.

2.2 Hutang

Hutang dalam pengertian sederhana dapat diartikan sebagai kewajiban keuangan yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pihak lain. Hutang digunakan perusahaan untuk membiayai berbagai macam kebutuhan yang


(31)

diperlukan oleh perusahaan, misalnya untuk membeli aktiva, bahan baku, gaji pegawai, dan sebagainya.

Hutang (pinjaman) adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan hutang, yang pada saatnya harus dibayar kembali.

Munawir (2004:18) mendefinisikan hutang sebagai semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang harus dipenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditur. Menurut Martono dan Harjito (2001:300) hutang merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan.

Pendanaan melalui utang akan memiliki 3 (tiga) implikasi penting, yaitu (Brigham & Houston, 2006:101):

1. Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan,

2. Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari

jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil risiko yang harus dihadapi oleh kreditor.


(32)

3. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar.

Rasio utang biasanya diukur dengan menggunakan debt to equity ratio dan debt to asset ratio.

a. Debt to Equity Ratio (X4)

Rasio ini adalah perbandingan total hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (ekuitas). Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut ( Van Horne dan Wachowicz, 2005:209):

Debt to Equity Ratio = x100% Equity

Debt Total

b. Debt to Asset Ratio (X5)

Rasio ini berfungsi menghitung berapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibiayai dengan hutang. Rasio ini menekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan utang (Van Horne dan Wachowicz, 2005:209).

Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Debt to Asset Ratio = x100%

ts Total Asse


(33)

2.3 Rentabilitas

Rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Rentabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan. Rentabilitas suatu perusahaan merupakan pencerminan kemampuan modal perusahaan yang bersangkutan untuk mendapatkan keuntungan. Riyanto (2001:35) mengemukakan bahwa rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut.

Terdapat dua macam rentabilitas untuk mengukur efisien atau tidaknya suatu perusahaan dalam menggunakan modal, yaitu rentabilitas ekonomi dan rentabilitas modal sendiri.

a. Rentabilitas Ekonomi

Rentabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan total modal yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase (Riyanto, 2001:36). Oleh karena pengertian rentabilitas sering dipergunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal di dalam suatu perusahaan, maka rentabilitas ekonomi sering dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba. Rentabilitas ekonomi menunjukkan persentase perbandingan antara laba operasi (EBIT) dengan modal sendiri dan modal asing yang digunakan (Sugiyarso dan Winarni, 2006:118)


(34)

Harahap (2008:304) mengemukakan bahwa rasio rentabilitas atau disebut juga profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Beberapa cara perhitungan rasio rentabilitas ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Margin Laba (Profit Margin). Angka ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. 2) Aset Turn Over. Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur

dari volume penjualan.

3) Return on Equity. Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik.

4) Return on Total Asset (Return on Investment). Rasio ini menunjukkan berapa laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva. 5) Basic Earning Power. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan

memperoleh laba diukur dari jumlah laba sebelum dikurangi bunga dan pajak dibandingkan dengan total aktiva.

6) Earning Per Share. Rasio ini menunjukkan berapa besar kemampuan per lembar saham menghasilkan laba.

Rasio rentabilitas ekonomi dapat dihitung dengan rumus (Sartono,2001:124) :


(35)

Rentabilitas Ekonomi = x100%

Aset Total

EBIT

b. Rentabilitas Modal Sendiri

Rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara jumlah laba dengan modal sendiri di pihak lain atau dengan kata lain bahwa rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan. Laba yang diperhitungkan dalam rentabilitas modal sendiri adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing atau bunga pinjaman dan pajak perseroan.

Penambahan modal pinjaman dari luar atau hutang hanya dibenarkan kalau penambahan tersebut mempunyai efek finansial yang menguntungkan terhadap modal sendiri. Penambahan hutang hanya akan memberikan efek yang menguntungkan terhadap modal sendiri apabila rate of return dari hutang tersebut lebih besar daripada biaya modalnya atau bunganya. Penambahan hutang akan memberikan efek finansial yang merugikan terhadap modal sendiri apabila rate of return dari hutang tersebut lebih kecil dari bunganya. Dengan demikian, hutang tidak dibenarkan apabila rentabilitas modal sendiri dengan tambahan hutang lebih kecil dari rentabilitas modal sendiri dengan tambahan modal sendiri.


(36)

Perubahan rentabilitas ekonomi mempunyai pengaruh terhadap rentabilitas modal sendiri pada berbagai tingkat penggunaan hutang. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa semakin tinggi rentabilitas ekonomi (dengan tingkat bunga tetap) maka penggunaan hutang yang lebih besar akan mengakibatkan kenaikan rentabilitas modal sendiri. Dalam kondisi seperti ini, suatu perusahaan yang menggunakan hutang yang lebih besar akan memperoleh kenaikan rentabilitas modal sendiri yang lebih besar daripada perusahaan yang mempunyai ju mlah hutang yang kecil.

2.4 Penelitian Terdahulu

Firnady (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisa Hubungan Modal Kerja terhadap Profitabilitas pada PT. Pola Indah Gas Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rasio working capital turnover, total assets turnover, current ratio, dan receivables turnover mempunyai hubungan yang signifikan dengan profitabilitas. Penelitian ini menunjukkan bahwa working capital turnover, total assets turnover, current ratio memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan profitabilitas sedangkan receivables turnover memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan dengan profitabilitas perusahaan.

Siregar (2008) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Hubungan Manajemen Modal Kerja dengan Rentabilitas pada PT. Kimia Farma (Persero)


(37)

Tbk Plant Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan manajemen modal kerja (current ratio, working capital turnover, dan receivable turnover) dengan rentabilitas pada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan periode 2003-2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa current ratio dan receivable turnover mempunyai hubungan yang positif namun tidak signifikan dengan Return on Investment (ROI), working capital turnover memiliki hubungan yang negatif dan signifikan dengan ROI.

2.5 Kerangka Konseptual

Setiap perusahaan selalu berusaha meningkatkan labanya agar perusahaan tersebut dapat bertahan dari segala tantangan yang dihadapinya. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengetahui tingkat rentabilitas perusahaannya sebagai tolak ukur keberhasilan perusahaan. Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba. Dengan kata lain, rentabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (Riyanto, 2001:35).

Modal kerja adalah dana yang tertanam dalam aktiva lancar perusahaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Modal kerja merupakan salah satu unsur aktiva yang sangat penting dalam perusahaan, karena modal kerja mempunyai peranan penting dalam menghasilkan pendapatan.


(38)

Efektivitas modal kerja biasanya dapat diukur dengan menggunakan working capital turnover (perputaran modal kerja), receivables turnover (perputaran piutang), dan inventory turnover (perputaran persediaan). Syamsuddin (2004:48) menyatakan bahwa semakin tinggi perputaran (turnover) dana yang diperoleh maka semakin efektif perusahaan didalam melaksanakan operasinya sehingga semakin besar peluang perusahaan dalam mendapatkan laba atas dana yang ditanam.

Pengelolaan modal kerja menentukan posisi keuangan perusahaan sehingga diperlukan keseimbangan dalam hal penyediaan dan penggunaannya. Pihak manajemen harus pandai mengelola modal kerja tersebut sehingga tingkat perputarannya cepat. Semakin cepat perputaran modal kerja menunjukkan semakin efektif penggunaan modal kerja yang berdampak pada meningkatnya rentabilitas.

Martono dan Harjito (2001:300) mendefinisikan hutang sebagai penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan. Hutang bisa diukur dengan menggunakan debt to equity ratio (rasio hutang terhadap ekuitas) dan debt to asset ratio (rasio utang terhadap aktiva).

Debt to Assets ratio dgunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan dibandingkan dengan total aktiva. Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas.


(39)

Rasio ini berguna untuk mengetahui perbandingan jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan dana yang berasal dari pemilik perusahaan.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual

Sumber : Ryanto (2001), Syamsuddin (2004), Martono dan Harjito (2001), (dimodifikasi)

2.6 Hipotesis

Sugiono (2004:51) mendefinisikan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penilitian, oleh karena itu jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Rasio Modal Kerja:

1. Working Capital Turnover 2. Receivables Turnover 3. Inventory Turnover

Rasio Utang:

1. Debt to Equity Ratio 2. Debt to Total Asset Ratio


(40)

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang signifikan working capital turnover dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia. 2. Terdapat hubungan yang signifikan receivables turnover dengan

rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia. 3. Terdapat hubungan yang signifikan inventory turnover dengan

rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia. 4. Terdapat hubungan yang signifikan debt to equity ratio dengan

rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia. 5. Terdapat hubungan yang signifikan debt to asset ratio dengan


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif dimana penelitian yang menghubungkan dua variabel atau lebih (ginting dan situmorang, 2008:51). Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan variabel working capital turnover, receivable turnover , inventory turnover , debt to equity ratio , debt to assets ratio, dengan rentabilitas ekonomi.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui media internet dengan situs

3.2.2. Waktu Penelitian


(42)

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional bertujuan untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan. Batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

a. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan industi rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2006-2009.

b. Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan industri rokok di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2009.

c. Penelitian ini terbatas untuk menganalisis hubungan manajemen modal kerja, utang dengan rentabilitas ekonomi.

d. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen modal kerja terdiri dari working capital turnover, receivables turnover, inventory turnover. Rasio utang terdiri dari variabel debt to equity ratio dan debt to asset ratio. Rasio rentabilitas terdiri dari rentabilitas ekonomi.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan cara penulis dalam mendefenisikan atau menghitung variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan pada permasalahan dan hipotesis yang akan diuji, parameter yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(43)

a. Working Capital Turnover (X 1)

Riyanto (2001:335) merumuskan formula untuk menghitung Working Capital Turnover (WCT) sebagai berikut :

Working Capital Turnover

= x kali

s Liabilitie Current Assets Current Sales 1 −

b. Receivables Turnover (X2)

Perputaran piutang menghitung berapa besar kemampuan perusahaan mendapatkan pelunasan piutangnya. Semakin tinggi nilainya semakin cepat piutang dapat tertagih seiring juga dengan peningkatan penjualan perusahaan.

Receivables Turnover =

rata rata g Piu Kredit Penjualan − tan

c. Inventory Turnover (X3)

Syamsuddin (2004:49) merumuskan formula untuk menghitung inventory turnover :

Inventory Turnover =

Inventory Average Sold Goods of Cost


(44)

Rasio debt to equity ratio dapat dihitung dengan rumus berikut ( Van Horne dan Wachowicz, 2005:209):

Debt to Equity Ratio = x100% Equity

Debt Total

e. Debt to Asset Ratio (X5)

Debt to asset ratio dihitung sebagai berikut (Van Horne dan Wachowicz, 2005:209):

Debt to Asset Ratio = x100%

ts Total Asse

Total Debt

f. Rentabilitas ekonomi (Y)

Rasio rentabilitas ekonomi dapat dihitung dengan rumus ( Sartono, 2001:124)

Rentabilitas Ekonomi = x100%

Aset Total

EBIT

3.5 Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2009, yaitu sebanyak 3 emiten.

Penarikan sampel yang dilakukan oleh penulis adalah dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Menurut Sugiyono (2006),


(45)

“Purposive Sampling ialah metode yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu.”

Kriteria-kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2009.

b. Perusahaan rokok yang mempublikasikan laporan keuangan tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 per triwulan.

c. Perusahaan rokok yang memiliki hutang dalam sumber pendanaannya.

Tabel 3.1

Proses Pemilihan Target Populasi

No Karakteristik Sampel Jumlah

1 Perusahaan rokok yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia 4

2 Perusahaan rokok yang memiliki hutang dalam

sumber pendanaanya. 4

3 Perusahaan rokok yang tidak mempublikasikan

laporan keuangan tahun 2006-2009 per triwulan (1)

4 Jumlah Sampel 3


(46)

Tabel 3.1 diatas merupakan data yang memenuhi kriteria populasi sasaran yaitu sebanyak 3 perusahaan. Nama-nama perusahaan rokok yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini :

Tabel 3.2 Sampel Penelitian No Kode Nama Perusahaan

1 GGRM PT Gudang Garam Tbk 2 HMSP PT H M Sampoerna Tbk

3 RMBA PT Bentoel Internasional Inv Tbk

Sumber :

3.6 Jenis Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang bersumber dari data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu melalui media internet.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan data pendukung berupa literature, jurnal, penelitian terdahulu, serta laporan-laporan yang dipublikasikan untuk mendapatkan gambaran dari masalah yang akan diteliti. Serta mengumpulkan data-data sekunder yang diperlukan berupa laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).


(47)

3.8 Metode Analisis Data a. Metode Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode dimana data-data dikumpulkan dan dikelompokkan kemudian dianalisis dan diinterpretasikan secara objektif.

b. Metode Analisis Statistik

1) Analisis Korelasi Pearson

Analisi korelasi pearson digunakan untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Pada pengolahan data ini digunakan software SPSS 16.0 for windows. Model ini dapat digunakan dengan rumus berikut (Suharyadi & Purwanto, 2004:461):

r =

( )

[

∑ ∑

][

]

− 2 2 2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( Y Y n X X n Y X XY n Dimana:

r : Nilai koefisien korelasi

∑X : Jumlah pengamatan variabel X ∑Y : Jumlah pengamatan variabel Y

∑XY : Jumlah hasil perkalian variabel X dan Y (∑X²) : Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel X

(∑X) ² : Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan

variabel X


(48)

(∑Y)² : Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variabel Y

n : Jumlah pasangan pengamatan Y dan X

Koefisien korelasi mempunyai nilai antara -1 sampai 1 .Nilai r terbesar adalah 1 dan r terkecil adalah –1. Nilai r = 1 menunjukkan hubungan positif sempurna, sedangkan nilai r = -1 menunjukkan hubungan negatif sempurna. Nilai koefisien korelasi yang mendekati -1 atau 1 menyatakan bahwa hubungan kedua variabel adalah kuat atau korelasi kedua variabel tinggi. Akan tetapi apabila nilai koefisien korelasi mendekati 0, hubungan antara kedua variabel sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali.

2) Uji Statistik t

Pengujian ini dilakukan untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi yang diperoleh. Pengujian signifikansi menggunakan rumus sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto, 2004:466):

t = r

2 1

2 r n

−− Dimana:


(49)

t : Nilai thitung

r : Nilai koefisien korelasi

n : Jumlah data pengamatan

Bentuk pengujian:

0 : i =

o b

H , artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas (working capital turnover, receivables turnover, inventory turnover, current ratio, debt to equity ratio dan debt to total asset ratio) dengan variabel terikat (rentabilitas ekonomi).

0 : 1 bi

H , artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel bebas (working capital turnover, receivables turnover, inventory turnover, current ratio, debt to equity ratio dan debt to asset ratio) dengan variabel terikat (rentabilitas ekonomi).

Selanjutnya akan dilakukan uji signifikan dengan membandingkan tingkat signifikan α (alpha) 5 % dan derajat kebebasan (n-2) dengan thitung yang diperoleh. Jika

hitung


(50)

nyata (signifikan) b terhadap rentabilitas ekonomi dan i sebaliknya.

Dapat disimpulkan sebagai berikut:

0

H diterima jika -ttabelthitungttabel

1


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Bursa Efek Indonesia

Bursa Efek merupakan suatu lembaga perantara investor dengan perusahaan di Indonesia. Secara historis, pasar modal atau bursa efek telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia.

Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Bursa Efek Indonesia berawal dari pendirian bursa di Batavia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 14 Desember 1912. Bursa Batavia dihentikan pada perang dunia yang pertama dan di buka kembali pada tahun


(52)

1925. Selain bursa Batavia, pemerintah kolonial juga menoperasikan bursa paralel di Surabaya dan Semarang. Namun, kegiatan bursa ini dihentikan kembali ketika terjadi pendudukan oleh tentara Jepang di Batavia.


(53)

89

Pada tahun 1952, tujuh tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, bursa saham dibuka lagi di Jakarta dengan memperdagangkan saham dan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan belanda sebelum perang dunia. Kegiatan bursa saham kemudian berhenti lagi ketika pemerintahan Indonesia meluncurkan program nasionalisasi pada tahun 1956.

Pada tahun 1977, bursa saham kembali dibuka dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), institusi baru dibawah Departemen yang didirikan pada tahun 1976. Tanggal 10 Agustus 1977 diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan paket deregulasi Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. Pada Desember 1988, pemerintah mengeluarkan PAket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.

Bursa Efek Jakarta meluncurkan Jakarta Automated System (JATS) pada tanggal 22 Mei 1995 yang merupakan sebuah sistem perdagangan otomatis yang menggantikan sistem perdagangan manual. Sistem perdagangan dengan JATS ini mampu memfasilitasi perdagangan efek dalam frekwensi yang lebih besar serta dapat


(54)

menjamin kegiatan transaksi yang fair dan transparan dibandingkan dengan sistem perdagangan manual.

Pada tanggal 10 November 1995 Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. Pada tahun 2000, sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia. Tahun 2002, BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).

Pada awal tahun 2008, penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada tanggal 2 Maret 2009, BEI mengadakan peluncuran perdana sistem perdagangan baru PT Bursa Efek Indonesia

4.2 Gambaran Umum Masing-masing Perusahaan Rokok 4.2.1. PT Gudang Garam Tbk

PT Gudang Garam Tbk merupakan salah satu produsen kretek terkemuka yang menguasai pangsa pasar terbesar di Indonesia, memproduksi lebih dari 70 miliar batang rokok pada tahun 2001 dan dikenal sebagai produsen rokok kretek yang bermutu tinggi. Dilihat dari asset yang dimiliki, nilai penjualan, pembayaran pita cukai dan pajak kepada pemerintah Indonesia serta jumlah karyawan, PT Gudang Garam Tbk merupakan perusahaan terbesar dalam industri rokok kretek di Indonesia. PT Gudang Garam Tbk mencatatkan sebagian saham-sahamnya di lantai bursa. Penjualan


(55)

rokok PT Gudang Garam Tbk hingga mencapai sukses seperti sekarang ini dimulai sejak tahun 1958.

Gudang Garam berdiri pada 26 Juni 1958. Sejak 1971, Gudang Garam mulai menjadi perseroan terbatas dengan Nomor Wajib Pajak adalah 01.107.155.2-092.00 dan klasifikasi adalah rokok. Modal dasar sebesar Rp 962.044.000.000 dan modal disetor Rp 962.044.000.000. Harga perdana yaitu Rp 10.250. Kantor pusat beralamat di Jl. Semampir II/1 Kediri 64121. Presiden Direktur PT Gudang Garam Tbk adalah Susilo Wonowidjojo, Direktur adalah Buana Susilo, Edijanto, Herry Susianto, Heru Budiman, Fajar Sumeru. Komite Audit (Ketua) adalah Frank Willem Van Gelder dan anggota adalah Yudiono Muktiwidjojo dan Jusuf Halim

4.2.2. PT H M Sampoerna Tbk

Sejarah PT H M Sampoerna Tbk dimulai pada tahun 1913 oleh Liem Seeng Tee, seorang imigran asal Cina. Ia mulai membuat dan menjual rokok kretek linting tangan di rumahnya di Surabaya, Indonesia. Perusahaan kecilnya merupakan salah satu perusahaan pertama yang memproduksi dan memasarkan rokok kretek dan rokok putih secara komersil. Rokok kretek tumbuh popular dengan pesat. Pada awal 1930-an Liem Seeng Tee mengganti nama keluarga dan perusahaannya menjadi Sampoerna. Setelah usahanya berkembang cukup mapan, Liem Seeng Tee memindahkan tempat tinggal keluarga dan pabriknya ke sebuah kompleks gedung yang telah terbengkalai


(56)

di Surabaya. Bangunan tersebut kemudian direnovasi dan dikenal sebagai Taman Sampoerna yang masih memproduksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) PT H M Sampoerna.

Pada masa perang dunia II dan penjajahan Jepang, Liem Seeng Tee ditahan dan usahanya ditutup oleh penjajah. Setelah perang berakhir, ia dibebaskan dan memulai usahanya kembali. Namun, pada 1959, tiga tahun setelah Liem Seeng Tee wafat dan setelah perang kemerdekaan berakhir pada akhir 1950-an, perusahaan Liem Seeng Tee kembali terancam bangkrut. Pada tahun tersebut, Aga Sampoerna (putera kedua Liem Seeng Tee) ditunjuk untuk menjalankan perusahaan keluarga sampoerna dan berhasil membangun kembali. Putera kedua Aga, yaitu Putera Sampoerna mengambilalih kemudian PT H M Sampoerna pada tahun 1978. Di bawah kendalinya, PT H M Sampoerna berkembang menjadi perseroan publik dengan struktur perseroan modern dan memulai masa investasi dan ekspansi. Dalam proses, PT H M Sampoerna memperkuat posisinya sebagai salah satu produsen rokok kretek

terkemuka di Indonesia. PT

H M Sampoerna Tbk listing di Bursa Efek Jakarta pada 5 Agustus 1990 dengan Nomor Wajib Pajak 01.108.205.4-092.000. Klasifikasi rokok. Modal dasar Rp 630.000.000.000 dan modal disetor Rp 450.000.000.000. Harga perdana yaitu Rp 12.600. Kantor pusat beralamat di JL Rungkut Industri Raya 18 Surabaya. Presiden Direktur adalah John Gledill, Direktur adalah Shea Lih Goh, Yos Adiguna Ginting, Paul Janelle, Wayan Mertasana Tantra.


(57)

Komite Audit (Ketua) adalah Phang Cheow Hok, anggota adalah Amir Abadi Jusuf dan Timotius

4.2.3. PT Bentoel International Inv Tbk

Perjalanan Bentoel bermula pada tahun 1930-an ketika Ong Hok Liong, yang memperoleh keahlian ayahnya di perusahaan penjualan tembakau, memutuskan membuka perusahaan rokok kretek sendiri. Bersama istrinya, Liem Kiem Kwie Nio, ia memulai perusahaan rokok kretek kecil- The Strootjes Fabriek Ong Hok Liong. Keyakinan Ong di bisnis pengolahan tembakau, digabung dengan kemampuan manajemen istrinya, membawa bisnis rokoknya tumbuh, yang kemudian tahun 1951 berubah menjadi perusahaan PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel. Menjelang akhir tahun 1960-an, Bentoel menjadi perusahaan rokok modern dengan memperkenalkan rokok filter olahan mesin ke pasar, yang kemudian diadopsi menjadi standard industri rokok di Indonesia. Dalam dua dekade berikutnya, Bentoel tumbuh dengan pesat dan menempatkan dirinya di garda depan industri olahan tembakau di tanah air. Dalam usahanya untuk melakukan ekspansi bisnis, tahun 1984 Bentoel bekerja sama dengan perusahaan rokok putih Amerika Phillip Morris Inc. Bentoel mendapat kepercayaan untuk menjadi pembuat dan penyalur tunggal rokok terkenal di dunia, Marlboro. Depresiasi rupiah pada akhir tahun 1980-an menimbulkan kesulitan keuangan kepada perusahaan. Sesaat sebelum Indonesia mengalami krisis


(58)

moneter, Bentoel menginvestasikan uang dalam jumlah besar untuk memperbaharui sistem manufakturnya dengan menghadirkan mesin-mesin primer dan sekunder yang baru dan otomatis, serta mesin-mesin cetak terbaru. Langkah tersebut membuat perusahaan terbebani hutang besar, sampai akhirnya pada tahun 1991 Grup Rajawali mengambil alih manajemen Bentoel. Pada tahun 1991, Kelompok Rajawali ditunjuk sejumlah kreditor utama lokal untuk mengambil alih manajemen Bentoel sekaligus menangani proses restrukturisasi hutang Bentoel. Posisi-posisi manajemen penting ditempati sejumlah professional dan eksekutif yang berkompeten di bidangnya, momen ini menjadikan Bentoel mengalami transformasi dari perusahaan keluarga menjadi perusahaan yang dikelola secara professional.

Tugas pertama manajemen baru adalah mengurangi beban hutang Bentoel terhadap kreditor lokal dan asing sekaligus membenahi masalah keuangan perusahaan. Setelah berhasil merestrukturisasi hutang perusahaan pada tahun 1995 dan 1997, manajemen Bentoel akhirnya dapat berkonsentrasi untuk melakukan pengembangan bisnis dan perubahan struktur organisasi perusahaan. Tahun 1996, Bentoel memposisikan dirinya di pasar rokok rendah tar dan rendah nicotine, dengan meluncurkan merek Star Mild. Perseroan kemudian berturut-turut meluncurkan sejumlah produk di segmen ini termasuk Bentoel Mild (1999), Country (1999), X Mild and Country Light (2004) dan Club Mild (2006).


(59)

Bentoel memasuki pasar rokok putih pada tahun 1984 ketika Philip Morris masuk ke Indonesia dan sekaligus mempercayakan produksi dan distribusi rokok terkenal Marlboro kepada BentoelDi akhir tahun 1998, Philip Morris mendirikan perusahaan produksinya, yaitu PT Philip Morris Indonesia (PT PMI), dan mulai memproduksi rokoknya sendiri, akan tetapi Bentoel tetap memiliki hak eksklusif untuk mendistribusikan produk-produk Philip Morris. Bentoel kini telah menjadi salah satu perusahaan rokok yang disegani di tanah air. Konsep portofolio brand manajemen yang berimbang baik dalam segmen SKT (Sejati, Rawit, Prinsip), SKM (Bentoel Biru, Inter Biru, Star Mild, Bentoel Mild, X Mild, dan Club Mild), maupun SPM (Country) telah menjadikan Bentoel sebagai perusahaan yang selalu siap menghadapi tantangan pasar. Dengan terbukanya pasar regional, Bentoel juga melakukan ekspansi dengan memasuki pasar regional dan tetap optimis untuk dapat melayani permintaan pasar regional dan intenasional sekarang dan di masa depan.

PT Bentoel International Inv Tbk listing di Bursa Efek Jakarta pada 05 Maret 1990. Klasifikasi rokok. Modal dasar Rp 2.996.240.625.000 dan modal disetor Rp 6.733.125.000. Harga perdana yaitu Rp 12.600. Kantor pusat beralamat di JL Jend. Sudirman Kav.34-35 Jakarta 10220. Direktur Utama adalah Nicholas Bernadus Tirtadinata, Direktur adalah Sun Alexander Yapeter, Ginawati Wibowo. Komite Audit (ketua) adalah James Richard


(60)

Suttie, anggota adalah Subarto Zaini dan Johanes Sutrisno. 2010).

4.3 Hasil Pembahasan

4.3.1. Analisis Deskriptif Variabel Pada Masing-masing Perusahaan Rokok di Bursa Efek Indonesia

Berdasarkan hasil pengolahan data maka akan dilakukan analisis dengan tujuan untuk menjawab seluruh permasalahan dalam penelitian ini. Sebelum peneliti sampai pada tahap analisis model maka peneliti akan membahas secara deskriptif nilai variabel bebas (Working Capital Turnover, Receivables Turnover, Inventory Turnover, Debt to Equity Ratio dan Debt to Assets Ratio) dan variabel terikat (Rentabilitas Ekonomi) pada masing-masing perusahaan rokok di Bursa Efek Indonesia.


(61)

a. PT Gudang Garam Tbk

Tabel 4.1

Rasio Modal Kerja, Utang dan Rentabilitas Ekonomi PT Gudang Garam Tbk

Tahun 2006-2009 Kode Emiten Tahun/ Triwulan Working Capital Turnover Receivable Turnover Inventory Turnover Debt To Equity Ratio Debt To Assets Ratio Rentabilitas Ekonomi GGRM 2006

TW I 0.93 x 3.16 x 0.41 x 61.99% 38.24% 2.60% TW II 2.07 x 6.12 x 0.94 x 64.12% 39.04% 5.47% TW III 3.09 x 6.63 x 1.42 x 73.49% 42.33% 8.00% TW IV 3.78 x 10.51 x 1.86 x 65.05% 39.38% 10.06%

2007

TW I 0.87 x 3.21 x 0.46 x 53.92% 35.01% 3.37% TW II 1.83 x 5.29 x 0.92 x 63.31% 38.74% 5.71% TW III 2.76 x 6.03 x 1.58 x 64.58% 39.21% 8.89% TW IV 3.38 x 10.14 x 1.71 x 69.33% 40.91% 10.57% 2008 TW I 0.82 x 3.04 x 0.43 x 64.66% 39.24% 2.58%

TW II 1.77 x 5.09 x 0.90 x 71.29% 41.60% 6.13% TW III 2.60 x 7.09 x 1.40 x 67.34% 40.23% 10.02% TW IV 3.24 x 14.42 x 1.85 x 55.12% 35.53% 13.15%

2009

TW I 0.76 x 3.32 x 0.45 x 49.07% 32.82% 4.91% TW II 1.51 x 14.76 x 0.83 x 53.58% 34.80% 9.34% TW III 2.21 x 28.79 x 1.14 x 52.18% 34.19% 14.80%


(62)

TW IV 2.84 x 31.74 x 1.53 x 48.35% 32.39% 19.12% Sumber: Hasil Penelitian

Working capital turnover (WCT) membandingkan antara penjualan dengan modal kerja. Tabel 4.1 menunjukkan working capital turnover, mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Working capital turnover tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 3.78 kali. Sedangkan WCT terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 2.84 kali.

Receivable turnover digunakan untuk menghitung berapa besar kemampuan perusahaan mendapatkan pelunasan piutang. Receivable turnover pada PT Gudang Garam Tbk juga mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Receivable turnover tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 31.74 kali. Receivable turnover paling rendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 10.14 kali.

Perputaran sediaan (inventory turnover) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam sediaan (inventory) ini berputar dalam satu periode. Tabel 4.1 menunjukkan inventory turnover paling tinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 1.86 kali. Inventory turnover paling rendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 1.53 kali.

Debt to equity ratio (DER) menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Debt


(63)

to equity ratio paling tinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 69.33%. Debt to equity ratio paling rendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 48.35%

Debt to assets ratio (DAR) dapat diukur dengan membandingkan antara total utang dengan total aktiva. DAR pada PT Gudang Garam Tbk mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. DAR paling tinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 39.24%. DAR paling rendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 32.39%.

Rasio rentabilitas ekonomi dapat dinilai dengan EBIT dibagi dengan total aktiva. Rentabilitas ekonomi paling tinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 19.12%. Rentabilitas ekonomi paling rendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 10.06%.

b. PT H M Sampoerna Tbk

Tabel 4.2

Rasio Modal Kerja, Utang dan Rentabilitas Ekonomi PT H M Sampoerna Tbk

Tahun 2006-2009 Kode Emiten Tahun/ Triwulan Working Capital Turnover Receivable Turnover Inventory Turnover Debt To Equity Ratio Debt To Assets Ratio Rentabilitas Ekonomi HMSP 2006

TW I 1.62 x 13.13 x 0.82 x 121.69% 53.93% 11.21% TW II 3.37 x 22.30 x 1.91 x 117.65% 53.06% 22.61% TW III 5.14 x 42.04 x 2.30 x 135.71% 57.19% 31.74% TW IV 7.74 x 74.05 x 2.84 x 120.71% 54.29% 40.88%


(64)

Kode Emiten Tahun/ Triwulan Working Capital Turnover Receivable Turnover Inventory Turnover Debt To Equity Ratio Debt To Assets Ratio Rentabilitas Ekonomi HMSP 2007

TW I 1.55 x 8.62 x 0.73 x 84.67% 45.50% 12.77% TW II 2.97 x 15.80 x 1.35 x 105.35% 50.97% 20.79% TW III 4.77 x 24.45 x 1.77 x 103.90% 50.93% 29.76% TW IV 6.15 x 29.88 x 2.35 x 94.43% 48.56% 35.57%

2008

TW I 2.34 x 6.48 x 0.70 x 123.44% 55.23% 9.94% TW II 6.64 x 17.47 x 1.54 x 140.26% 58.37% 20.91% TW III 7.03 x 25.40 x 2.50 x 116.99% 53.90% 30.54% TW IV 10.21 x 49.17 x 3.22 x 100.44% 50.10% 38.58%

2009

TW I 1.90 x 10.85 x 0.84 x 74.45% 42.67% 12.04% TW II 5.61 x 18.23 x 1.63 x 118.96% 54.32% 21.63% TW III 6.27 x 41.02 x 2.27 x 87.72% 46.72% 32.36% TW IV 6.56 x 54.12 x 2.91 x 69.31% 40.93% 41.19% Sumber: Hasil Penelitian

Tabel 4.3 menunjukkan working capital turnover (WCT) mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Working capital turnover pada PT Bentoel International Inv Tbk tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 4.68 kali. Sedangkan WCT terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 2.15 kali.


(65)

Perputaran piutang (Receivable turnover) merupakan rasio yang digunakan untuk menghitung berapa besar kemampuan perusahaan mendapatkan pelunasan piutang.Semakin tinggi nilainya semakin cepat piutang dapat tertagih. Besar kecilnya receivables turnover dipengaruhi oleh penjualan neto dan jumlah rata-rata piutang. Tabel 4.3 menunjukkan Receivable turnover tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 43.10 kali. Receivable turnover paling rendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 3.76 kali.

Tabel 4.3 menunjukkan inventory turnover paling tinggi pada PT Bentoel International Inv Tbk terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 2.72 kali. Inventory turnover paling rendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 1.70 kali.

Debt to equity ratio (DER) pada PT H M Sampoerna Tbk mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Debt to equity ratio paling tinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 120.71%. Debt to equity ratio paling rendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 69.31%

Debt to assets ratio (DAR) dapat diukur dengan membandingkan antara total utang dengan total aktiva. DAR pada PT H M Sampoerna Tbk mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. DAR paling tinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 54.29%. DAR paling rendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 40.93%.


(66)

Rentabilitas ekonomi paling tinggi pada PT H M Sampoerna Tbk terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 41.19%. Rentabilitas ekonomi paling rendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 35.57%.

c. PT Bentoel International Inv Tbk

Tabel 4.3

Rasio Modal Kerja, Utang dan Rentabilitas Ekonomi PT Bentoel International Inv Tbk

Tahun 2006-2009

Kode Emiten

Tahun/ Triwulan

Working Capital Turnover

Receivable Turnover

Inventory Turnover

Debt To Equity

Ratio

Debt To Assets

Ratio

Rentabilitas Ekonomi

RMBA

2006

TW I 0.78 x 7.16 x 0.98 x 54.35% 35.21% 1.24% TW II 1.97 x 15.50 x 1.66 x 60.08% 37.53% 2.96% TW III 3.19 x 22.44 x 2.08 x 74.83% 42.80% 5.11% TW IV 4.68 x 3.76 x 2.72 x 97.14% 49.27% 7.09%


(67)

Kode Emiten Tahun/ Triwulan Working Capital Turnover Receivable Turnover Inventory Turnover Debt To Equity Ratio Debt To Assets Ratio Rentabilitas Ekonomi RMBA 2007

TW I 1.35 x 7.80 x 0.76 x 98.74% 49.68% 2.68% TW II 2.98 x 13.95 x 1.30 x 114.67% 53.42% 5.69% TW III 4.41 x 24.68 x 1.32 x 136.46% 57.71% 7.93% TW IV 2.15 x 18.89 x 1.70 x 150.35% 60.06% 8.90%

2008

TW I 0.59 x 1.19 x 0.54 x 141.56% 58.60% 2.03% TW II 1.32 x 23.80 x 1.05 x 154.85% 60.76% 3.84% TW III 2.15 x 20.13 x 1.31 x 185.39% 64.96% 4.97% TW IV 3.26 x 43.10 x 1.82 x 157.52% 61.17% 9.21%

2009

TW I 0.75 x 11.02 x 0.44 x 147.28% 59.56% 1.96% TW II 1.61 x 22.98 x 0.93 x 145.47% 59.26% 4.17% TW III 2.43 x 27.70 x 1.38 x 152.86% 60.45% 5.79% TW IV 3.49 x 34.77 x 2.07 x 145.11% 59.20% 6.17% Sumber: Hasil Penelitian

Working capital turnover (WCT) membandingkan antara penjualan dengan modal kerja. Modal kerja meliputi aktiva lancar dikurang kewajiban lancar. Tabel 4.2 menunjukkan working capital turnover, mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Working capital turnover


(68)

tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 10.21 kali. Sedangkan WCT terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 6.15 kali.

Perputaran piutang (Receivable turnover) merupakan rasio yang digunakan untuk menghitung berapa besar kemampuan perusahaan mendapatkan pelunasan piutang. Receivable turnover pada PT H M Sampoerna Tbk mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Receivable turnover tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 74.05 kali. Receivable turnover paling rendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 29.88 kali.

Perputaran sediaan (inventory turnover) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam sediaan (inventory) ini berputar dalam satu periode. Tabel 4.2 menunjukkan inventory turnover paling tinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 3.22 kali. Inventory turnover paling rendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 2.35 kali.

Debt to equity ratio (DER) pada PT Bentoel International Inv Tbk mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Debt to equity ratio paling tinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 157.52%. Debt to equity ratio paling rendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 97.14%

DAR pada Bentoel International Inv Tbk paling tinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 61.17%. DAR paling rendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 49.27%.


(69)

Besar kecilnya rentabilitas ekonomi ditentukan oleh EBIT dan total aktiva. Rentabilitas ekonomi paling tinggi pada Bentoel International Inv Tbk terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 9.21%. Rentabilitas ekonomi paling rendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 6.17%.

4.4 Analisis Statistik

Data yang telah diperoleh sebagai nilai dari masing-masing variabel bebas dan variabel terikat, kemudian dianalisis secara statistik menggunakan metode analisis Korelasi Pearson dan dibantu dengan alat bantu program SPSS 16.0 for Windows.

Nilai korelasi dari variabel bebas dan variabel terikat, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:


(70)

Tabel 4.4 Correlations Correlations Working Capital Turnover Receivab le Turnover Inventory Turnover Debt to Equity Ratio Debt to Asset Ratio Rentabilita s ekonomi

WCT Pearson

Correlation 1 .706

**

.877** .157 .225 .860**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .286 .124 .000

N 48 48 48 48 48 48

RTO Pearson

Correlation .706

**

1 .723** .313* .321* .745**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .030 .026 .000

N 48 48 48 48 48 48

ITO Pearson

Correlation .877

**

.723** 1 .123 .173 .742**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .406 .241 .000

N 48 48 48 48 48 48

DER Pearson

Correlation .157 .313

*

.123 1 .989** .044

Sig. (2-tailed) .286 .030 .406 .000 .769

N 48 48 48 48 48 48

DAR Pearson

Correlation .225 .321

*


(71)

Sig. (2-tailed) .124 .026 .241 .000 .488

N 48 48 48 48 48 48

RE Pearson

Correlation .860

**

.745** .742** .044 .103 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .769 .488

N 48 48 48 48 48 48

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Sumber : Pengolahan Data SPSS, 8 Maret 2011

Hipotesis dari pengujian statistik adalah:

0 : i =

o b

H , artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

0

:

1

b

i

H

, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Tingkat signifikansi α = 5 % dengan kebebasan (df) = 48-2 = 46, maka diperoleh

tabel

t = 2,01. Kriteria pengambilan keputusan yaitu,H 0 diterima jika

tabel


(72)

4.4.1. Hubungan Working Capital Turnover dengan Rentabilitas Ekonomi

Berdasarkan Tabel 4.4, koefisien korelasi (r) working capital turnover dengan rentabilitas ekonomi pada perusahaan rokok di Bursa Efek Indonesia adalah 0,860. Artinya terdapat hubungan yang positif (searah) dan sangat kuat antara working capital turnover dengan rentabilitas ekonomi. Berdasarkan nilai r tersebut maka thitung dapat dicari sebagai berikut:

t = r 2

1 2 r n

−−

= 0,860 2

860 , 0 1

2 48

− −

= 11,43

Pada α = 5 % dengan kebebasan (df) = 48-2 = 46 maka diperoleh ttabel = 2,01.

Dengan demikian karena thitung (11,43) > ttabel (2,01) maka hipotesis

0

H ditolak dan H diterima. Artinya terdapat hubungan yang signifikan 1 antara variabel working capital turnover dengan rentabilitas ekonomi pada perusahaan rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Apabila working capital turnover mengalami kenaikan maka rentabilitas ekonomi juga mengalami kenaikan dan sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan.


(73)

Hal ini sesuai dengan teori Horne dan Wachowicz (2005:16) yang menyatakan bahwa pengelolaan yang efisien terhadap aktiva lancar dan pendanaan pendukungnya (modal kerja) dapat memaksimalkan tingkat laba. Semakin tinggi Working Capital Turn Over maka semakin efektif kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Demikian juga dengan pendapat Syamsuddin (2007:48), yang menyatakan semakin tinggi perputaran (turnover) dana, semakin efisien perusahaan di dalam melaksanakan operasinya. Dalam artian memperoleh laba yang optimal dengan kemampuan mengelola modal kerjanya.

4.4.2. Hubungan Receivables Turnover dengan Rentabilitas Ekonomi. Nilai r dari receivables turnover dengan rentabilitas ekonomi perusahaan rokok di Bursa Efek Indonesia berdasarkan Tabel 4.4 adalah 0,726. Artinya terdapat hubungan yang positif (searah) dan kuat antara receivables turnover dengan rentabilitas ekonomi. Dari nilai r tersebut maka

hitung

t dapat dicari sebagai berikut:

t = r 2

1 2 r n

−−

= 0,745 2

745 , 0 1

2 48


(74)

= 7,57

Pada α = 5 % dengan kebebasan (df) = 48-2 = 46 maka diperoleh ttabel = 2,01.

Dengan demikian karena thitung (7,57) > ttabel (2,01) maka hipotesisnya

0

H ditolak dan H diterima. Artinya terdapat hubungan yang positif dan 1 signifikan antara variabel receivables turnover dengan rentabilitas ekonomi pada perusahaan rokok di Indonesia. Hal ini berarti bahwa receivables turnover memiliki kontribusi yang besar dalam membentuk rentabilitas ekonomi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis dan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi perputaran piutang maka semakin cepat piutang dapat tertagih dan seiring juga dengan peningkatan penjualan perusahaan.

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Firnady (2007) yang menyatakan bahwa receivable turnover memiliki hubungan yang negative dan tidak signifikan dengan kemampulabaan. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2008) yang menyatakan bahwa receivable turnover memiliki hubungan yang positif namun tidak signifikan dengan rentabilitas.


(75)

Tabel 4.4 diperoleh r dari inventory turnover dengan rentabilitas ekonomi pada perusahaan rokok di Bursa Efek Indonesia adalah 0,739 termasuk ke dalam korelasi positif yang kuat yang menunjukkan eratnya hubungan antara variabel inventory turnover dengan rentabilitas ekonomi. Dari nilai r tersebut, thitung dapat dicari sebagai berikut:

t = r 2

1 2 r n

−−

= 0,742 2

742 , 0 1

2 48

− −

= 7,50

Pada α = 5 % dengan kebebasan (df) = 48-2 = 46 maka diperoleh ttabel = 2,01.

Dengan demikian karena thitung (7,50) > ttabel (2,01) maka hipotesisnya

0

H ditolak dan H diterima. Artinya terdapat hubungan yang positif dan 1 signifikan antara variabel inventory turnover dengan rentabilitas ekonomi pada perusahaan rokok di Bursa Efek Indonesia. Apabila inventory turnover mengalami kenaikan maka rentabilitas ekonomi juga mengalami kenaikan. Sebaliknya, apabila inventory turnover menurun maka rentabilitas ekonomi juga mengalami penurunan. Hubungan yang signifikan antara inventory turnover dengan rentabilitas ekonomi sesuai dengan pendapat Syamsuddin (2004:49), yang menyatakan bahwa semakin tinggi perputaran persediaan maka semakin besar kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba.


(1)

Debt to Equity Ratio

Kode Tahun/Triwulan Total Debt Equity DER

GGRM

2006

I 8286722 13367234 61.99

II 8139935 12694409 64.12

III 9590187 13049723 73.49

IV 8558428 13157233 65.05

2007

I 7312960 13561542 53.92

II 8474564 13386776 63.31

III 8972190 13893708 64.58

IV 9789435 14119796 69.33

2008

I 9346639 14455926 64.66

II 10359076 14530132 71.29

III 10197317 15142645 67.34

IV 8553688 15519266 55.12

2009

I 7963382 16229754 49.07

II 8722350 16278702 53.58

III 9038052 17321254 52.18

IV 8848424 18301537 48.35

HMSP

2006

I 6699741 5505757 121.69

II 6573489 5587127 117.65

III 7598856 5599325 135.71

IV 6873099 5693940 120.71

2007

I 5761787 6804697 84.67

II 7514085 7132805 105.35

III 7706796 7417709 103.90

IV 7614388 8063542 94.43

2008

I 8507918 6892623 123.44

II 8532230 6083224 140.26


(2)

2009 IV 8083584 8047896 100.44

I 6999074 9401151 74.45

II 9414642 7914212 118.96

III 7953980 9067738 87.72

IV 7250522 10461616 69.31

RMBA

2006

I 621418 1143295 54.35

II 717861 1194879 60.08

III 897072 1198786 74.83

IV 1156914 1191027 97.14

2007

I 1224849 1240517 98.74

II 1441417 1257060 114.67

III 1794948 1315403 136.46

IV 2317639 1541519 150.35

2008

I 2238496 1581339 141.56

II 2442663 1577432 154.85

III 2999397 1617918 185.39

IV 2725330 1730200 157.52

2009

I 2573407 1747330 147.28

II 2550618 1753346 145.47

III 2682694 1755016 152.86


(3)

Debt to Assets Ratio

Kode Tahun/Triwulan Total Debt Total Assets DAR

GGRM

2006

I 8286722 21668272 38.24

II 8139935 20849267 39.04

III 9590187 22655286 42.33

IV 8558428 21733034 39.38

2007

I 7312960 20890450 35.01

II 8474564 21878013 38.74

III 8972190 22883314 39.21

IV 9789435 23928968 40.91

2008

I 9346639 23816801 39.24

II 10359076 24904022 41.60

III 10197317 25346545 40.23

IV 8553688 24072959 35.53

2009

I 7963382 24263141 32.82

II 8722350 25064915 34.80

III 9038052 26432391 34.19

IV 8848424 27320965 32.39

HMSP

2006

I 6699741 12423800 53.93

II 6573489 12388849 53.06

III 7598856 13287272 57.19

IV 6873099 12659804 54.29

2007

I 5761787 12664079 45.50

II 7514085 14741691 50.97

III 7706796 15131896 50.93

IV 7614388 15680542 48.56

2008

I 8507918 15403996 55.23

II 8532230 14618688 58.37


(4)

IV 8083584 16133819 50.10

2009 I 6999074 16403004 42.67

2009

II 9414642 17331968 54.32

III 7953980 17025358 46.72

IV 7250522 17716447 40.93

RMBA

2006

I 621418 1764714 35.21

II 717861 1912741 37.53

III 897072 2095859 42.80

IV 1156914 2347941 49.27

2007

I 1224849 2465368 49.68

II 1441417 2698478 53.42

III 1794948 3110352 57.71

IV 2317639 3859160 60.06

2008

I 2238496 3819836 58.60

II 2442663 4020095 60.76

III 2999397 4617316 64.96

IV 2725330 4455531 61.17

2009

I 2573407 4320738 59.56

II 2550618 4303966 59.26

III 2682694 4437710 60.45


(5)

Rentabilitas Ekonomi

Nama Tahun/Triwulan EBIT Total Aktiva Rentabiltas

Ekonomi

GGRM

2006

I 564067 21668272 2.60

II 1141425 20849267 5.47

III 1812172 22665286 8.00

IV 2190332 21773034 10.06

2007

I 703061 20890450 3.37

II 1249607 21878013 5.71

III 2035345 22883314 8.89

IV 2528677 23928968 10.57

2008

I 614872 23816801 2.58

II 1527107 24904022 6.13

III 2539185 25346545 10.02

IV 3165635 24072959 13.15

2009

I 1192201 24263141 4.91

II 2340762 25064915 9.34

III 3911316 26432391 14.80

IV 5206837 27230965 19.12

HMSP

2006

I 1393324 12423800 11.21

II 2801441 12388849 22.61

III 4217006 13287272 31.74

IV 5175282 12659804 40.88

2007

I 1616736 12664079 12.77

II 3065068 14741691 20.79

III 4502977 15131896 29.76

IV 5577278 15680542 35.57

2008 I 1531521 15403996 9.94


(6)

III 4835812 15832306 30.54

IV 6225233 16133819 38.58

2009

I 1974773 16403004 12.04

II 3748645 17331968 21.63

III 5509886 17025358 32.36

IV 7297767 17716647 41.19

RMBA

2006

I 21862 1764714 1.24

II 56630 1912741 2.96

III 107017 2095859 5.11

IV 166503 2347941 7.09

2007

I 66063 2465368 2.68

II 153650 2698478 5.69

III 246674 3110352 7.93

IV 343319 3859160 8.90

2008

I 77474 3819836 2.03

II 154249 4020095 3.84

III 229686 4617316 4.97

IV 410139 4455531 9.21

2009

I 84640 4320738 1.96

II 179271 4303966 4.17

III 257114 4437710 5.79


Dokumen yang terkait

Analisis Hubungan Rasio Modal Kerja dan Leverage dengan Rentabilitas Ekonomi pada PT. Cahaya Kawi Polyintraco

3 52 95

Analisis Pengaruh Manajemen Modal Kerja Dan Rasio Hutang Dengan Rentabilitas Ekonomi Pada Industri Makanan Dan Minuman Di Bursa Efek Indonesia

2 28 85

Analisis Pengaruh Rasio Modal Kerja dan Rasio Hutang Terhadap Rentabilitas Ekonomis Pada Perusahaan Farmasi di Bursa Efek Indonesia.

0 26 82

Analisis Hubungan Efektivitas Modal Kerja, Perputaran Total Aktiva Dan Rasio Hutang Terhadap Rentabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

1 51 93

Pengaruh Perputaran Modal Kerja dan Rasio Hutang Terhadap Rentabilitas Pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

6 48 83

Pengaruh Modal Kerja Terhadap Rentabilitas Ekonomi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

24 126 92

Analisis Pengaruh Rasio Modal Kerja Dan Rasio Hutang Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 5 103

Analisis Pengaruh Rasio Modal Kerja Dan Rasio Hutang Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

Analisis Pengaruh Rasio Modal Kerja Dan Rasio Hutang Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Analisis Pengaruh Rasio Modal Kerja Dan Rasio Hutang Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8