Ciri- ciri Optimisme Optimisme 1. Pengertian Optimisme

2.1.5 Ciri- ciri Optimisme

Ada beberapa ciri dari optimisme yang diungkapkan oleh para ahli. Martin E.P. Seligman 1995 mengatakan bahwa orang yang optimis percaya bahwa kegagalan hanyalah suatu kemunduran yang bersifat sementara dan penyebabnya pun terbatas, mereka juga percaya bahwa hal tersebut muncul bukan diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya, melainkan diakibatkan oleh faktor luar. Sementara itu Kerley 2006, mengatakan bahwa ada 12 ciri-ciri orang yang optimis menurut Alan McGinnis, yaitu : a. Jarang terkejut oleh kesulitan. Hal ini dikarenakan orang yang optimis berani menerima kenyataan dan mempunyai penghargaan yang besar pada hari esok. b. Mencari pemecahan sebagian permasalahan. Orang optimis berpandangan bahwa tugas apa saja, tidak peduli sebesar apapun masalahnya bisa ditangani kalau kita memecahkan bagian-bagian dari yang cukup kecil. Mereka membagi pekerjaan menjadi kepingan-kepingan yang bisa ditangani. c. Merasa yakin bahwa mampu mengendalikan atas masa depan mereka. Individu merasa yakin bahwa dirinya mempunyai kekuasaan yang besar sekali terhadap keadaan yang mengelilinginya. Keyakinan bahwa individu menguasai keadaan ini membantu mereka bertahan lebih lama setelah lain- lainnya menyerah. d. Memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur. Orang yang menjaga optimisnya dan merawat antusiasmenya dalam waktu bertahun-tahun adalah individu yang mengambil tindakan secara sadar dan tidak sadar untuk melawan entropy dorongan atau keinginan pribadi, untuk memastikan bahwa sistem tidak meninggalkan mereka. e. Menghentikan pemikiran yang negatif. Optimis bukan hanya menyela arus pemikirannya yang negatif dan menggantikannya dengan pemikiran yang lebih logis, mereka juga berusaha melihat banyak hal sedapat mungkin dari segi pandangan yang menguntungkan. f. Meningkatkan kekuatan apresiasi. Yang kita ketahui bahwa dunia ini, dengan semua kesalahannya adalah dunia besar yang penuh dengan hal-hal baik untuk dirasakan dan dinikmati. g. Menggunakan imajinasi untuk melatih sukses. Optimis akan mengubah pandangannya hanya dengan mengubah penggunaan imajinasinya. Mereka belajar mengubah kekhawatiran menjadi bayangan yang positif. h. Selalu gembira bahkan ketika tidak bisa merasa bahagia. Optimis berpandangan bahwa dengan perilaku ceria akan lebih merasa optimis. i. Merasa yakin bahwa memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk diukur. Optimis tidak peduli berapapun umurnya, individu mempunyai keyakinan yang sangat kokoh karena apa yang terbaik dari dirinya belum tercapai. j. Suka bertukar berita baik. Optimis berpandangan, apa yang kita bicarakan dengan orang lain mempunyai pengaruh yang penting terhadap suasana hati kita. k. Membina cinta dalam kehidupan. Optimis saling mencintai sesama mereka. Individu mempunyai hubungan yang sangat erat. Individu memperhatikan orang-orang yang sedang berada dalam kesulitan, dan menyentuh banyak arti kemampuan. Kemampuan untuk mengagumi dan menikmati banyak hal pada diri orang lain merupakan daya yang sangat kuat yang membantu mereka memperoleh optimisme. l. Menerima apa yang tidak bisa diubah. Optimis berpandangan orang yang paling bahagia dan paling sukses adalah yang ringan kaki, yang berhasrat mempelajari cara baru, yang menyesuaikan diri dengan sistem baru setelah sistem lama tidak berjalan. Ketika orang lain membuat frustrasi dan mereka melihat orang-orang ini tidak akan berubah, mereka menerima orang-orang itu apa adanya dan bersikap santai. Mereka berprinsip “Ubahlah apa yang bisa anda ubah dan terimalah apa yang tidak bisa anda ubah”. Robinson dkk 1997, menyatakan individu yang memiliki sikap optimis jarang menderita depresi dan lebih mudah mencapai kesuksesan dalam hidup, memiliki kepercayaan, dapat berubah kearah yang lebih baik, adanya pemikiran dan kepercayaan mencapai sesuatu yang lebih, dan selalu berjuang dengan kesadaran penuh. Scheier dan Carver dalam Snyder, 2002 menegaskan bahwa individu yang optimis akan berusaha menggapai pengharapan dengan pemikiran yang positif, yakin akan kelebihan yang dimiliki. Individu yang optimis biasa berkerja keras menghadapi stress dan tantangan sehari-hari secara efektif, berdoa, dan mengakui adanya faktor keberuntungan dan faktor lain yang turut mendukung keberhasilannya. Menurut Seligman 1995, karakteristik orang yang pesimis adalah mereka cenderung meyakini peristiwa buruk akan bertahan lama dan akan menhancurkan segala yang mereka lakukan dan itu semua adalah kesalahan mereka sendiri. Sedangkan, orang yang optimis jika berada dalam situasi yang sama, akan berpikir sebaliknya mengenai ketidakberuntungannya. Mereka cenderung meyakini bahwa kekalahan hanyalah kegagalan yang sementara, dan itu karena terbatas pada satu hal saja. Orang yang optimis yakin kekalahan bukanlah karena kesalahan mereka : keadaan, keberuntungan atau orang lain yang menyebabkannya. Orang yang seperti itu tidak akan merasa terganggu dengan kekalahannya. Mereka menganggap situasi yang buruk adalah sebagai suatu tantangan dan mereka akan berusaha keras menghadapinya. Ketika hal buruk terjadi, biasanya orang akan menyalahkan dirinya sendiri internal atau menyalahkan orang lain eksternal. Orang-orang yang menyalahkan dirinya sendiri saat mereka gagal membuat penghargaan pada diri mereka rendah, mereka pikir mereka tidak berguna, tidak punya kemampuan, dan tidak dicintai. Orang yang menyalahkan kejadian-kejadian eksternal tidak kehilangan rasa penghargaan pada dirinya sendiri saat kejadian-kejadian buruk menimpa mereka. Secara keseluruhan, mereka lebih banyak suka pada diri mereka sendiri daripada orang yang menyalahkan diri mereka sendiri menyukai mereka. Gaya optimis juga menjelaskan kejadian-kejadian baik berlawanan dengan yang digunakan untuk menjelaskan kejadian-kejadian buruk; lebih bersifat internal daripada eksternal. Orang-orang yang percaya bahwa mereka menyebabkan kejadian-kejadian baik cenderung lebih menyukai diri mereka sendiri daripada orang-orang yang percaya bahwa hal-hal baik tersebut dari orang lain atau keadaan. Hal yang perlu untuk di ingat juga bahwa orang yang optimis adalah orang yang punya harapan besar dalam hidupnya. Dengan harapan tersebut ia akan menyongsong hari esok dengan senyuman. Begitu pula dalam berprestasi kita harus punya rasa optimisme sehingga akan menjadi keyakinan dalam diri kita bahwa kita mampu dalam berprestasi. Suatu eksperimen dalam Seligman 1995 juga menunjukan bahwa orang yang optimis dapat melakukan lebih baik dalam hal sekolah dan kuliah, ditempat kerja dan di lingkungan pergaulannya. Mereka juga secara teratur dapat melebihi prediksi aptitude test. Gaya penjelasan orang yang optimis dapat mengehentikan keputusaan, dimana gaya penjelasan orang pesimis justru menyebarkan rasa keputusasaan. Orang yang depresi secara kontras melihat kesuksesannya disebabkan oleh faktor yang sama dengan kegagalannya. Teori gaya penjelasan untuk sukses mengatakan bahwa untuk memilih orang- orang yang akan berhasil dalam suatu pekerjaan yang menantang, berdasarkan tiga faktor berikut ; bakat, motivasi, dan optimisme. Ketiga faktor ini yang menentukan kesuksesan seseorang. Seligman 1995 mengatakan bahwa gaya penjelasan optimis tidak mempengaruhi apa yang dikatakan orang lain tentang kemungkinan yang terjadi tapi apa yang dikatakan pada dirinya sendiri saat kemungkinan itu berkata tidak. Ia juga berkata kepada Creedon orang yang pesimis akan mengatakan pada dirinya sendiri tentang hal-hal yang bersifat permanent, perpasif, dan personal, seperti “Aku tidak hebat”. Dan sebaliknya orang yang optimis akan berbicara pada dirinya sendiri dengan cara yang membangun, tidak mudah menyerah, bersifat permanensi Orang- orang yang melawan ketidakberdayaan percaya bahwa penyebab-penyebab dari banyak kejadian buruk hanya bersifat sementara. Gaya penjelasan orang yang optimis untuk kejadian-kejadian yang baik bertentangan dengan gaya penjelasan optimis untuk kejadian-kejadian buruk. Orang optimis percaya bahwa kejadian- kejadian buruk memiliki penyebab-penyebab yang spesifik, sedangkan kejadian- kejadian baik akan memperbaiki segala sesuatu yang dikerjakannya; orang pesimis percaya bahwa kejadian-kejadian buruk memiliki penyebab-penyebab yang universal dan kejadian-kejadian baik disebabkan oleh faktor-faktor yang spesifik. Dalam buku Seligman ”The Optimistic Child” 1995 anak yang optimis dan pesimis memiliki respon yang berbeda dalam menyikapi kejadiaan baik di hidupnya. Anak yang yakin bahwa pristiwa yang baik bersifat permanen lebih optimis dibandingkan anak yang yakin bahwa hal tersebut hanya bersifat sementara.

2.1.6 Manfaat optimisme