Urutan keluhan penyerta pada penelitian kami yang diurutkan berdasarkan persentase pada tabel 4.2.2 yaitu emosi tinggi sebesar 11 orang 17,5, mudah lupa
sebesar 9 orang 14,3, dan malas belajar sebesar 4 orang 6,3. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Reynolds F dan Chu S 2006 pada 20 anak
didapatkan 13 anak 65 memiliki keluhan sensation seeking dengan emosi tinggi sebagai salah satu karakteristiknya.
23
Karakteristik ADHD yang lebih spesifik yang dinyatakan dalam urutan frekuensi tersering yaitu hiperaktivitas, gangguan motorik perseptual, labilitas
emosional, defisit koordinasi menyeluruh, gangguan perhatian rentang perhatian yang pendek, distraktibilitas, gagal dalam menyelesaikan tugas, inatensi, buruknya
konsentrasi, impulsivitas bertindak sebelum berpikir, perilaku yang berubah tiba- tiba, kurang memiliki organisasi, melompat-lompat di kelas, gangguan daya ingat
dan daya pikir, ketidak mampuan belajar spesifik, gangguan bicara, dan pendengaran.
8
4.5 Faktor Predisposisi pada Pasien Anak dengan ADHD
Tabel 4. 5 Distribusi Pasien Anak dengan ADHD Berdasarkan Faktor
Predisposisi.
Faktor Predisposisi Jumlah
Persentase BBLR
8 12.7
Trauma Kepala
8 12.7
Kejang
15 23.8
Pada hasil penelitian kami tabel 4.5 faktor predisposisi yang ditemukan adalah kejang 15 orang 23,8, BBLR 8 orang 12,7, dan trauma kepala 8 orang
12,7. Penelitian Wihartono 2007 mengenai faktor risiko ADHD, faktor trauma
kepala tidak didapatkan data 0 sedangkan faktor BBLR didapatkan pada 13 anak 25,5 dan menjadi faktor risiko yang sangat bermakna mempengaruhi terjadinya
ADHD.
11
Penelitian ini menyokong hasil penelitian kami pada variabel faktor risiko
BBLR. Keadaan berat badan bayi lahir rendah 2.500 kg disebabkan asupan nutrisi yang didapatkan oleh janin tidak adekuat. Adapun faktor yang terkait dengan keadaan
ini adalah penyakit pada ibu, asuhan prenatal yang tidak adekuat, obat-obatan, faktor ekonomi dan lain-lain. Asupan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan
pertumbuhan janin dalam rahim terganggu.
25
Dapat disimpulkan keadaan tersebut turut mengganggu pertumbuhan sel-sel neuron ataupun massa otak pada janin yang
sesuai dengan teori disfungsi serebri pada ADHD. Didapatkan 25-30 anak dengan riwayat diagnosis epilepsi memperlihatkan
gejala ADHD. Fokus pada kejadian kejang epilepsi adalah otak bagian frontal, bagian ini juga menjadi bagian yang berpengaruh pada munculnya gejala sulit berkonsentrasi
dan sulit fokus pada anak dengan ADHD.
26,14
Tetapi data yang kami dapatkan tidak secara jelas menuliskan riwayat tipe kejang pada pasien. Sehingga hasil penelitian
yang kami dapat belum bisa disesuaikan dengan teori di atas.
4.6 Terapi Farmakologi pada Pasien Anak dengan ADHD
Grafik 4. 1 Distribusi Terapi Farmakologi yang Digunakan Pada Pasien Anak dengan ADHD.
Pada grafik 4.2 didapatkan distribusi terapi yang terbanyak diberikan adalah methylphenidate HCl dan suplemen asam folat dan vitamin B6 masing-masing
sebanyak 33 orang 52,4. Setelah itu pemberian fluoxetine sebanyak 13 orang 20,63, atomoxetine sebanyak 11 orang 17,46, aripiprazole sebanyak 11
orang 17,46, piracetam sebanyak 9 orang 14,3, risperidone sebanyak 9 orang 14,3, asam valproat sebanyak 3 orang 4,8, dan natrium divalproat sebanyak 2
orang 3,2. Pada studi populasi oleh Castle dkk 2007 menyatakan obat metylphenidate
diberikan kepada 46,9 sampel dan obat atomoxetine diberikan kepada 16,7 sampel.
27
Dikutip dari artikel kedokteran megenai ADHD, bahwa Abikoff dkk, dalam penelitiannya menyatakan kefektifan obat methylphenidate adalah sebesar 68-80
dalam mengurangi gejala hiperaktif, inatensi, agresivitas, dan impulsivitas.
2,28
Obat antidepresan golongan penghambat ambilan serotonin secara spesifik seperti
fluoxetine, juga dianggap bermanfaat mengurangi gejala, dengan keefektifan sebesar 58 pada anak dengan ADHD usia 7-15 tahun.
4
Dikutip dari artikel kedokteran megenai ADHD, bahwa Kelsey dkk, menyatakan dari 1000 sampel yang diberikan atomoxetine, 58-64 anak
memperlihatkan perbaikan gejala sebesar 25-30 dengan lama pemberian 6-12 minggu.
28
Obat antipsikosis atipikal seperti aripiprazole dan risperidone juga dijadikan terapi pilihan untuk ADHD walaupun belum banyak penelitian yang
membahasnya.
7
Findling RL dkk, dalam penelitian kohort menyimpulkan bahwa pemberian aripiprazole memberikan kemajuan yang signifikan dalam menurunkan
gejala ADHD walaupun tidak signifikan pada gejala gangguan kognitifnya.
29
Dalam penelitian Biederman dkk, menyimpulkan pemakaian risperidone yang diberikan
pada 21 subjek menunjukan 30 penurunan gejala ADHD.
30
Obat nootropik seperti piracetam pada ADHD belum banyak digunakan sebagai pilihan terapi. Dikutip dari landasan teori penelitian Petkov V. menuliskan
bahwa pada penelitian Vaglenova J. menyebutkan piracetam dapat meningkatkan kinerja anak dengan gangguan kognisi.
31
Pemberian beberapa suplemen juga
diindikasikan dengan dasar memperbaiki perkursor beberapa neurotransmitter pada otak.
6
Vitamin B6 atau piridoksin bekerja sebagai koenzim dalam pembentukan serotonin dan asam folat adalah esensial bagi pembentukan DNA dan produksi sel
baru.
18
4.7 Terapi Psikososial pada anak dengan ADHD