1. Dalam Bidang Agama
Menegakkan amar makruf nahi munkar merupakan sebuah keinginan besar Al- Banna dalam perjalanan hidupnya. Hal itulah yang kemudian mendorong sang imam
untuk giat mendalami ilmu agama dengan bergabung kepada beberapa organisasi di sana. Pembawaan al-Banna yang supel dan pandai bergaul membuat ia tampak dengan mudah
untuk masuk ke suatu komunitas baru. Adapun salah satu perkumpulan yang pada saat itu sangat mendukung proses pematangan diri Al-Ustadz Al-Banna ialah perkumpulan
bersama para pemuda Al-Mahmudiyah. Perkumpulan tersebut sangat mengutamakan konsep-konsep akhlaq Islam dalam menjalani roda kehidupan, barang siapa yang “keluar
dari rel” dan batas-batas agama maka sangsi telah menghadang dimuka.
18
Selain bergabungnya al-Banna dengan para pemuda Al-Mahmudiyah, pemikiran- pemikiran Al-Hisyafiyah juga sangat mendominasi dalam pematangan ilmu agama sang
imam. Beliau merasa, di tempat itulah ia dapat menjadikan majalah-majalah besar sebagai bahan dialog, mengkaji kitab-kitab besar serta mendiskusikan segala persoalan
yang tampak terlihat kontroversial. Diskusi masalah thariqat, kewalian, dunia sufi dan segala persoalan yang erat
kaitannya dengan sunnah Rasulullah saw dan bid’ah-bid’ah serta persoalan-persoalan lain menjadi topik utama dalam diskusi yang semakin menghangat.
Pengetahuan agama yang semakin dalam inilah yang kemudian memacu seorang al-Banna menjadi seorang yang religius. Ia tampak kerap melakukan perjalanan panjang
menelusuri jalan ibadah dan dzikir dengan cara melakukan I’tikaf di Masjid. Hal tersebut sampai pada akhirnya menjadikan al-Banna memiliki kematangan premature karena
18
Anwar al-Jundi, Biografi Hasan Al-Banna, h. 26
dapat mengkolaborasikan antara ilmu-ilmu fikih dengan tasawuf tanpa harus bergeser dari koridor yang telah ditetapkan.
19
19
Anwar al-Jundi, Biografi Hasan Al-Banna, h. 32-33.
2. Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial
Ekonomi dan sosial merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena dengan masyarakat yang sejahtera dalam bidang ekonomi
pada suatu Negara maka secara otomatis akan melahirkan manusia yang berjiwa sosial pula. Perubahan secara total merupakan sebuah cita-cita bagi al-Banna. Oleh karena
itulah, pembenahan dalam bidang ekonomi dan sosial pun masuk kedalam daftar cita-cita pembaharuan al-Banna. Karena didukung oleh konsepnya yang tidak memisahkan antara
ilmu dengan amal, maka dalam hal inipun Banna mengadopsi dari salah satu rukun Islam, yaitu zakat. Ia menyusun suatu sistem fiskal
20
yang ketat dengan mengatakan bahwa karena zakat diwajibkan dalam agama Islam untuk pembelanjaan sosial menolong
orang-orang yang pailit dan miskin, maka harus diterapkan pajak-pajak sosial secara bertahap dengan memperhitungkan kekayaan bukan keuntungan. Dalam hal ini kaum
miskin tentu saja termasuk kedalam kelompok pengecualian. Karena pajak hanya akan dikenakan kepada orang kaya untuk meningkatkan standar hidup.
Selain itu al-Banna juga menolak sistem bunga Bank modern atau Bank konvensional, surat obligasi dengan suku bunga tertentu dan bunga spekulatif, yang
disebut dengan riba, namun ia tidak mengecam dividen saham.
21
Inilah bukti dari keterkaitan antara masalah ekonomi dengan kehidupan sosial suatu masyarakat. Menurutnya, untuk menjadikan masyarakat Islam menjadi masyarakat
yang berkeadilan sosial bukan melalui berfikir benar dan bertindak baik semata-mata,
20
Suatu hal mengenai atau berhubungan dengan keuangan atau pajak. Lihat Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Gitamedia Press, 2006, cet. Ke-1, h. 135
21
Keuntungan perusahaan yang dibagi-bagikan kepada pemenang saham. Lihat Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Gitamedia Press, 2006, cet. Ke-1, h. 95
melainkan juga melalui lembaga, campur tangan Negara, dan pajak atas pendapatan dan kekayaan, termasuk perpajakan progresif.
22
3. Dalam Bidang Politik