Dalam Bidang Politik Peranannya dalam Negara

melainkan juga melalui lembaga, campur tangan Negara, dan pajak atas pendapatan dan kekayaan, termasuk perpajakan progresif. 22

3. Dalam Bidang Politik

Untuk mengawali karir politiknya, pada Maret tahun 1928 al-Banna bersama enam sahabatnya mendirikan organisasi keagamaan yang menganjurkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran di Ismailiyah. Organisasi ini merupakan cabang dari tarekat Hashafiyah atau tarekat yang para anggotanya kerap berkumpul di Madrasah Al- Mu’allimin, Damanhur. Satu tahun kemudian, yaitu pada tahun 1929 organisasi ini dinamai Jam’iyah Al- Ikhwan Al-Muslimin. Pertumbuhan gerakan yang pernah dimuat dalam surat kabar Al- Ahram ini terlihat sangat pesat. Hal tersebut dapat terlihat dari terlahirnya 15 cabang pada tahun 1932, 300 cabang pada tahun 1948 dan sampai akhirnya 2000 cabang pada tahun yang sama. Gerakan yang memiliki 4 cabang pada saat didirikan inipun dapat memiliki setengah juta “anggota aktif” di Mesir pada tahun 1945. Lima tahun perjalanan Jam’iyah Al-Ikhwan Al-Muslimin membawa al-Banna mengubah sebuah organisasi keagamaan ini menjadi organisasi politik, namun ia masih tetap mempertahankan gelar mursyid pembimbing dalam perjalanan politiknya. Untuk masalah asisten pribadi, al-Banna menunjuk dua belas sampai dua puluh anggota yang kemudian akan diembani tugas sebagai badan pengatur organisasi. Walaupun dalam pengambilan sebuah keputusan harus merupakan kebulatan suara, namun Banna sendirilah yang akhirnya menentukan hasil akhir untuk sebuah putusan tersebut. Kemudian untuk anggaran dasarnya, Banna membentuk kelompok sendiri untuk 22 John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford, Dunia Islam Modern, h. 268 mengurusnya, kelompok tersebut berupa organisasi khusus Al-Tanzhim Al-Khash yang lebih dikenal dengan sebutan “Organisasi Rahasia” atau “Sayap Militer”. Adapun faktor yang melatarbelakangi organisasi keagamaan ini mengubah diri menjadi sebuah organisasi politik yaitu adalah karena Jamaah Ikhwanul Muslimin merupakan bagian dari masyarakat Mesir, maka otomatis ia akan dipengaruhi dan mempengaruhi berbagai situasi dan kondisi Mesir pada saat itu. Kecemasan para anggota Ikhwan bermula pada saat Inggris menduduki Mesir pada 14 September 1882. Inggris dinilai telah melakukan dominasi terhadap segala sistem masyarakat dengan cara menghadirkan militer dan melakukan pendudukan ekonomi, politik, budaya dan pendidikan yang berkiblat pada aturan Barat dan menyimpang dari aturan-aturan Islam. Syaikh Hasan al-Banna menyebutkan bahwa keberadaan tentara Inggris di Ismailia tempat tumbuhnya Jamaah Ikhwan membangkitkan kesedihan dalam jiwa setiap warga dan mendorongnya untuk memperhitungkan pendudukan asing ini. Kondisi pendudukan tersebut, berikut tidakan-tindakannya, telah mempengaruhi jiwanya dan menjadi inspirasi bagi berbagai makna yang memiliki pengaruh besar terhadap dakwah dan da’inya. Disamping itu ia juga mengatakan bahwa perasaan yang dirasakan oleh enam orang pekerja Ismailia, bahwa bangsa Arab dan kaum Muslimin di negeri Mesir tidak lebih dari derajat buruh yang mengekor kepada orang-orang asing, telah mendorong mereka untuk berterus terang menginginkan terbentuknya sebuah organisasi Ikhwan yang mereka pandang akan membawa kepada kehidupan negeri dan kemuliaan umat. 23 Suasana liberalisme Barat yang sangat kental pada saat itu benar-benar membuat “panas” para anggota Ikhwan. Dalam hal ini Hasan al-Banna menyebutkan bahwa berbagai kondisi pemerintahan dan cara-cara menjalankan kekuasaan pemerintah pada 23 Hasan al-Banna, Mudzakkirat Ad-Da’wah wa Ad-Da’iyah, Kairo: Dar Asy-Syihab, tt, h. 75-76 saat itu banyak berbenturan dengan Jamaah yang dirintisnya. Oleh sebab itu Ikhwan memasukkan masalah ini ke dalam salah satu programnya dan menjadikan diantara tujuan mereka yang berbunyikan: “melebur seluruh partai dan menyatukan kekuatan- kekuatan umat dalam satu orientasi yang memiliki program Islami” 24 Al-Banna merupakan seseorang yang sangat berpengaruh dalam setiap perkembangan yang terjadi di Mesir pada saat itu. Meskipun ia harus berjalan dengan segala rintangan dimusuhi pemerintah ia tetap bersemangat untuk tetap melanjutkan perjalanan perjuangannya walau harus dengan gerakan bawah tanah. Walaupun kebijakan politiknya yang menyatakan tidak bersedia bergabung dengan Partai Wafd dengan cara menasihati Raja Faruq agar membubarkan partai-partai dan membentuk “Perserikatan Rakyat” yang akan “bekerja untuk kebaikan bangsa sesuai dengan prinsip-prinsip Islam” dikritik dan dinilai tidak konsisten oleh partai-partai politik, namun pada tahun 1930-an ia berhasil mendirikan sekolah Muslim dan membuka usaha penerbitan. Banna juga menerbitkan surat kabar Al-Ikhwanul Muslimin serta mingguan Al-Ta’aruf dari tahun 1940 hingga 1942. 25 Keputusan ketidaksediannya tersebut dikarenakan karma bagi Ikhwan partai-partai yangmuncul pada saat ini. 24 Ustman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Ikhwanul Muslimin; Studi Analisis Evaluatif Terhadap Proses Pendidikan “IKHWAN” untuk Para Anggota Khususnya, dan Seluruh Masyarakat Mesir Umumnya, dari Tahun 1928 hingga 1954,h. 149 25 John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford, Dunia Islam Modern, h. 264-266

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP SY