Isyarat Al-Qur’an dan As-Sunnah

B. Isyarat Al-Qur’an dan As-Sunnah

Al-Qur’an merupakan suatu landasan yang berisi petunjuk dan bimbingan etik serta moral dalam kehidupan manusia. Walaupun Al-Qur’an tidak pernah mengemukakan solusi setiap permasalahan dengan jelas dan hanya berbentuk isyarat, namun isyarat mengenai petunjuk bernegara dan pemerintahanlah yang memiliki dasar fundamental dalam Al-Quran. Isyarat tersebut dapat dilihat dari terdapatnya aturan yang mewajibkan untuk bermusyawarah di dalam Al-Qur’an. Karena musyawarah merupakan salah satu nilai etika politik yang konstitusional dalam kehidupan kenegaraan Islam dan termasuk kedalam pembahasan Negara, maka pembahasan tentang prinsip sy ūrā pun terdapat di dalam Al-Qur’an. 32 Sesungguhnya pembahasan tentang sy ūrā sudah tertera sangat jelas pada tiga ayat dalam kitab suci Al-Qur’an. Walaupun ketiga ayat tersebut terdiri dari latar belakang masalah yang berbeda, namun pada intinya ketiga ayat tersebut berisi anjuran untuk melakukan musyawarah dalam mencapai sebuah keputusan. Ayat yang pertama yaitu lebih menjelaskan kepada musyawarah dalam hubungan keluarga atau rumah tangga. Dalam surah Al-Baqarah ayat 233 berbunyi; ﻰ و ﺔ ﺎ ﺮ ا نأ دارأ ْ ْ ﺎآ ْ ْﻮ هد ْوأ ْ ْﺮ تاﺪ اﻮْاو رﺂ ﺎﻬ ْ و إ ْ ﻜ فوﺮْ ْﺎ ﻬ ﻮْ آو ﻬ ْزر دﻮ ْﻮ ْا و ﺎﺼ ادارأ ْنﺈ ﻚ ذ ْﺜ ثراﻮْا ﻰ و ﺪ ﻮ دﻮ ْﻮ و ﺎهﺪ ﻮ ةﺪ ا ْ آد ْوأ اﻮ ْﺮ ْ نأ ْ ْدرأ ْنإو ﺎ ﻬْ حﺎ روﺎ و ﺎ ﻬْ ضاﺮ اذإ ْ ﻜْ حﺎ نﻮ ْ ﺎ ﷲا نأ اﻮ ْ او ﷲا اﻮ او فوﺮْ ْﺎ ْ اءﺂ ْ ﺮ ﺼ “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi 32 Asyri, Zul, Pelaksanaan Musyawarah dalam Pemerintahan Al-Khulafa’ al Rasyidin, h. 12-13 makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apa bila keduanya ingin menyapih sebelum dua tahun dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” 33 Pada ayat di atas, jelas dikatakan bahwa keputusan untuk diperbolehkannya menyapih anak sebelum mencapai usia 2 tahun akan dapat dilakukan apabila sudah terjadi kesepakatan atau permusyawaratan antara suami dan istri ayah dan ibu sang anak. Sungguh Maha Agungnya Allah yang telah menurunkan pedoman selengkap kitab suci Al-Qur’an pada umat manusia. Karena dalam ruang lingkup terkecil saja Allah sudah sangat dengan jelas menerangkan dan menganjurkan untuk selalu melakukan musyawarah dalam keluarga. Hal tersebut akan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan kepribadian atau karakter sang anak suatu saat kelak, karena dalam keluarga yang baik pasti akan menghasilkan anak yang baik pula. Kemudian ayat kedua yaitu pada surah Asy-Syura ayat 38 yang berbunyi; ْ هﺎ ْزر ﺎ و ْ ﻬ ْ ىرﻮ ْ هﺮْ أو ة ﺼ ا اﻮ ﺎ أو ْ ﻬ ﺮ اﻮ ﺎ ْ ا ﺬ او نﻮ “Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” 34 Pada ayat kedua ini lebih mempertegas kembali kepada betapa pentingnya melakukan sy ūrā dalam mengambil sebuah keputusan pada setiap permasalahan 33 Surah Al-Baqarah, ayat 233 34 Surah Asy-Syura, ayat 38 kehidupan. Hal tersebut tercermin dari diletakkannya anjuran tersebut diantara kedua perintah yang sangat vital bagi umat Islam. Selain itu, ayat inipun mengandung pujian terhadap para pelakunya karena sy ūrā dapat membawa manusia kepada kenikmatan yang bernilai ibadah kepada Allah Swt. Adapun ayat ketiga yaitu pada surah Ali Imran ayat 159 yang berbunyi: ﻚ ْﻮ ْ اﻮ ْ ْا ﻆ ﺎًﻈ آ ْﻮ و ْ ﻬ ﷲا ﺔ ْ ر ﺎ ْ هْروﺎ و ْ ﻬ ْﺮ ْ ْ او ْ ﻬْ ْ ﺎ ﷲا ﻰ ْ آﻮ ْ ﺰ اذﺈ ﺮْ ﻷْا آﻮ ْا ﷲا نإ “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka. Mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada- Nya.” 35 Perintah Allah kepada Nabi untuk selalu bermusyawarah dengan para sahabatnya merupakan anjuran yang sangat baik dalam mencari sebuah kesepakatan, karena musyawarah merupakan ungkapan hati yang lemah lembut serta sifat terpuji bagi orang yang melaksanakannya. Hal ini menarik perhatian Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Tabari untuk menafsirkan ayat diatas. Beliau menyatakan bahwa; “Sesungguhnya Allah swt menyururuh Nabi saw untuk bermusyawarah dengan umatnya tentang urusan yang akan dijalankan supaya mereka tahu hakikat urusan tersebut dan agar mereka mengikuti jejaknya. Namun kewajiban melaksanakan musyawarah bukan hanya dibebankan kepada Nabi saw, melainkan juga kepada tiap orang mukmin, sekalipun perintah tersebut ditujukan kepada Nabi saw.” Sehubungan dengan Al-Qur’an yang diciptakan untuk seluruh umat di dunia, maka perintah yang ada di dalam Al-Qur’an pun tidak hanya berlaku kepada Nabi saja 35 Surah Ali-Imran, ayat 159 walaupun perintah tersebut memang diturunkan dan ditujukan kepada Nabi pada saat itu. Ayat tersebut bahkan semakin menunjukkan bahwa, betapa berartinya perintah tersebut untuk umat manusia. Karena seorang Nabi saja yang sudah dijamin kehidupan akhiratnya sangat dianjurkan untuk melakukan sy ūrā, bagaimana dengan manusia yang tidak lepas dari sifat alpha dan dosa?. Abu Ja’far kembali mempertegas dengan mengatakan bahwa perintah yang terkandung dalam ayat tersebut tidak hanya berlaku untuk perorangan namun juga dalam masyarakat modern yang ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga politik, pemerintahan dan masyarakat yang merupakan subjek musyawarah dengan melibatkan para anggotanya yang memang berperan sebagai objek untuk membicarakan segala permasalahan yang mereka hadapi. 36 Bagi umat Islam As-sunnah atau hadist merupakan landasan yang kedua setelah Al-Qur’an. Karena terlalu seringnya Rasulullah melakukan sy ūrā dengan para sahabatnya, maka pada suatu kesempatanpun Rasul pernah mengatakan bahwa ْ ْﺮ ْ ﺎ ا ْ آﺪ ا رﺎ ْا اذا “Apabila salah seorang kamu meminta nasehat kepada saudaranya, maka hendaklah ia memberikan pertunjuk kepadanya”. 37 Pada hadist ini, sangatlah jelas bahwa Islam merupakan agama persaudaraan. Sangat dianjurkan bagi sesama muslim untuk saling memberi dan menerima nasehat dalam mengatasi setiap permasalahan. Sebab sebagaimana juga yang pernah dikatakan Rasulullah bahwa ْﺆ رﺎ ْ ْا “Orang-orang yang diminta nasehatnya berarti ia dipercaya” 38 36 Abdul Aziz Dahlan, dkk. ed., Ensiklopedi Islam, h. 18 37 Hadist tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Lihat Ibn majah Juz II, ditahqiq oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, Beirut: Dar al-Fikr, tt, h. 1233 Selain dua hadist di atas yang terlihat mengarah pada anjuran untuk melakukan musyawarah, ada sebuah hadist yang memang dengan tegas dimaksudkan untuk melakukan musyawarah tersebut. Adapun hadist yang telah diriwayatkan oleh Thabrani itu berbunyi; ﺎ بﺎ ْ ا رﺎ و ﺪ م ْ ا رﺎ ”Tidak akan gagal orang yang mengerjakan istikharah untuk menentukan pilihan dan tidak menyesal orang yang melakukan musyawarah”. 39 Dengan melihat beberapa hadist diatas dapat disimpulkan bahwa musyawarah merupakan suatu tindakan yang dapat membuka cakrawala berfikir dalam mengatasi setiap permasalahan. Selain itu, musyawarah juga dapat menciptakan stabilitas sosial dan mempertahankan integritas umat di dunia, karena dengan keputusan yang diambil secara bersama, maka akan menimbulkan sebuah kekuatan yang berdampak kepada keyakinan untuk melaksanakan keputusan bagi para anggotanya. 38 Hadist tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Lihat Ibn majah Juz II, ditahqiq oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, Beirut: Dar al-Fikr, tt, h. 1233 39 Hadist tersebut diriwayatkan oleh Thabrani. Lihat Jalal al-Din al-Suyuthi, Al-Jami’al-Shaghir fi Ahadis al-Basyir wa al-Nazir, Kairo: Dal al-Qalam, 1966, h. 282

C. Praktik SynjrƗ Pada Masa Nabi