Taman Sri Deli Sebagai Objek Wisata Di Kota Medan

(1)

TAMAN SRI DELI SEBAGAI OBJEK WISATA DI KOTA

MEDAN

KERTAS KARYA

OLEH

ARUM PRANAWENGRUM

082204039

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

TAMAN SRI DELI SEBAGAI OBJEK WISATA DI KOTA

MEDAN

OLEH

ARUM PRANAWENGRUM

082204039

Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,

Dr. Asmyta Surbakti, M.Si. Drs. Haris Sutan Lubis, MSP.

NIP. 19600325 198601 2 001

NIP. 19590907 198702 1 002


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kertas Karya

: TAMAN SRI DELI SEBAGAI OBJEK

WISATA DI KOTA MEDAN

Oleh

: ARUM PRANAWENGRUM

NIM

: 082204039

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A.

NIP. 19511013 197603 1 001

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA

Ketua,

Arwina Sufika, S.E., M.Si.

NIP. 19640821 199802 2 001


(4)

ABSTRAK

Taman Sri Deli Sebagai Objek Wisata di Kota Medan.

Kota Medan merupakan kota metropolitan yang pertumbuhannya sangat pesat dan merupakan kota terbesar kedua di Indonesia. Kota Medan juga merupakan kota yang memiliki objek wisata yang menarik. Seiring meningkatnya mobilitas masyarakat Kota Medan, kesadaran terhadap pentingnya pariwisata sebagai salah satu sumber devisa negara berkurang. Ini juga bisa terlihat dari bangunan – bangunan tua bersejarah yang tidak terawat. Bangunan tua bersejarah yang penuh dengan nilai penting dalam sejarah sangat banyak di Kota Medan. Sangat penting untuk menjaga, merawat dan melestarikan warisan tersebut agar dapat dijadikan objek wisata menarik yang harus dikunjungi di Kota Medan. Taman Sri Deli merupakan aset kepariwisataan di Kota Medan jika dikembangkan sesuai dengan undang-undang cagar budaya No.11 tahun 2010 dengan tidak merusak estetika taman tersebut dan tidak mengurangi nilai sejarah yang terkandung didalam Taman Sri Deli. Taman ini adalah simbol kejayaan Melayu Deli pada zaman dahulu, oleh karena itu taman ini harus dijaga agar generasi berikutnya tetap bisa menikmati Taman Sri Deli yang mempesona jika ditilik dari sejarahnya.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini tepat waktu. Salawat beriring salam juga penulis ucapkan kepada Nabi Muhamamd SAW karena beliaulah yang membawa peradaban umat manusia menjadi lebih baik.

Sudah merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa Program Studi Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan sebuah kertas karya. Kertas karya ini untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Diploma III Pariwisata Bidang Keahlian Usaha Wisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun judul kertas karya ini adalah: “Taman Sri Deli Sebagai Objek Wisata di Kota Medan”.

Penulis menyadari bahwa kertas karya ini belum sempurna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan, kemampuan, pengetahuan, dan sumber bacaan yang diperoleh, untuk itu dengan hati yang terbuka penulis bersedia menerima saran dan keritikan yang sifatnya membangun dari pembaca guna penyempurnaan kertas karya ini.

Dalam menyelesaikan kertas karya ini, penulis banyak mendapat bantuan, dorongan, semangat dan motivasi yang penulis terima dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan rasa haru dan bangga penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :


(6)

1. Dr. Syahron Lubis M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Arwina Sufika, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Asmyta Surbakti, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk mengoreksi kertas karya ini.

4. Drs. Haris Sutan Lubis, MSP., selaku dosen pembaca yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membaca serta mengoreksi kertas karya ini. 5. Solahuddin Nasution, SE, MSP, selaku Koordinator Praktek Jurusan

Pariwisata Bidang Keahlian Usaha Wisata yang telah dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis.

6. Tersayang dan tercinta Ayahanda Sumarna dan Ibunda Yenni Lokita yang telah banyak memberikan dorongan moral maupun materil dan kasih sayang yang tiada tara terhadap penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini tepat waktu. “Thanks a lot for everything that you have given me”.

7. Abang dan Adik penulis yang tercinta, Awang dan Mentari yang memberikan hangatnya kasih sayang dan dukungan kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat terhebat, Rossi, Sari, imah. Terima kasih atas perhatian dan pengertian kalian selama ini yang membuat penulis selalu merasa bahagia apabila berada di dekat kalian.


(7)

9. Buat anak-anak UW 2008, Eky, Tara, Iwan, Ayip, dan semuanya. Kalian memang petualang yang luar biasa.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini. Semoga kertas karya ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya. Dan kepada Engkau ya Allah segala kesempurnaan dan kami memohon atas segala keridhoan-Mu ya Allah.

Alhamdulillahirabil’alamiin.

Medan, Juli 2011 Penulis,

Arum Pranawengrum 082204039


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR ……….. ii

DAFTAR ISI ……….. v

DAFTAR GAMBAR ……… vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul………. 1

1.2 Pembatasan Masalah………... 2

1.3 Tujuan Penelitian ………. 2

1.4 Metode Penelitian………. 3

1.5 Sistematika Penulisan……… 3

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Industri Pariwisata……… 5

2.2 Objek dan Daya Tarik Wisata ………. 6

2.3 Sarana dan Prasarana Kepariwisataan ……….. 9

2.3.1 Sarana Kepariwisataan ………. 9

2.3.2 Prasarana Kepariwisataan ………... 10

2.4 Heritage ……… 13

2.5 Pariwisata Heritage ……….. 15

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN 3.1 Gambaran Geografis Kota Madya Medan ……… 17


(9)

3.2 Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Kota Medan………. 20

3.3 Sistem Pemerintahan Kota Medan ……… 21

3.4 Sejarah Kota Medan ……… 24

3.5 Melayu Deli ………... 27

3.6 Bangunan Bersejarah di Kota Medan ……….. 29

BAB IV TAMAN SRI DELI SEBAGAI OBJEK WISATA DI KOTA MEDAN 4.1 Kesultanan Deli ……….… 35

4.1.1 Sejarah ………... 35

4.1.2 Silsilah Urutan Raja yang Berkuasa di Deli………. 38

4.1.3 Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Melayu …………... 39

4.2 Kawasan Bersejarah Istana Maimoon ………41

4.3 Sejarah Putri Hijau …... 44

4.4 Taman Sri Deli Sebagai Objek Wisata di Kota Medan ………. 45

4.4.1 Sejarah Taman Sri Deli ……….……… 45

4.4.2 Penyalahgunaan Taman Sri Deli Sebagai Objek Wisata …... 46

BAB V PENUTUP……… 49


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Gereja Immanuel ………. 31

Gambar 3.2 Vihara Gunung Timur ………. 32

Gambar 3.3 Klenteng Shri Mariamman ……….. 33

Gambar 3.4 Menara Air Tirtanadi ……….. 34

Gambar 3.5 London Sumatera Indonesia ……… 35

Gambar 4.1 Istana Maimoon ……….. 43

Gambar 4.2 Mesjid Raya ……… 44


(11)

ABSTRAK

Taman Sri Deli Sebagai Objek Wisata di Kota Medan.

Kota Medan merupakan kota metropolitan yang pertumbuhannya sangat pesat dan merupakan kota terbesar kedua di Indonesia. Kota Medan juga merupakan kota yang memiliki objek wisata yang menarik. Seiring meningkatnya mobilitas masyarakat Kota Medan, kesadaran terhadap pentingnya pariwisata sebagai salah satu sumber devisa negara berkurang. Ini juga bisa terlihat dari bangunan – bangunan tua bersejarah yang tidak terawat. Bangunan tua bersejarah yang penuh dengan nilai penting dalam sejarah sangat banyak di Kota Medan. Sangat penting untuk menjaga, merawat dan melestarikan warisan tersebut agar dapat dijadikan objek wisata menarik yang harus dikunjungi di Kota Medan. Taman Sri Deli merupakan aset kepariwisataan di Kota Medan jika dikembangkan sesuai dengan undang-undang cagar budaya No.11 tahun 2010 dengan tidak merusak estetika taman tersebut dan tidak mengurangi nilai sejarah yang terkandung didalam Taman Sri Deli. Taman ini adalah simbol kejayaan Melayu Deli pada zaman dahulu, oleh karena itu taman ini harus dijaga agar generasi berikutnya tetap bisa menikmati Taman Sri Deli yang mempesona jika ditilik dari sejarahnya.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Kepariwisataan sebagai salah satu sektor andalan pemerintah dalam penerimaan devisa negara, sudah sepantasnya mendapat perhatian yang lebih baik untuk dapat ditumbuhkembangkan agar memperoleh sasaran yang diinginkan. Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar. Segala kegiatan dan usaha yang terkoordinasi untuk menarik wisatawan berupa sarana dan prasarana, barang, jasa dan fasilitas yang baik diperlukan guna melayani kebutuhan wisatawan.

Pengembangan pariwisata hampir menyentuh semua segi kehidupan masyarakat, maka dalam upaya mengembangkan pariwisata dibutuhkan dukungan dan peranserta aktif masyarakat baik dari kalangan usaha terkait lainnya maupun dari kalangan masyarakat umum.

Provinsi Sumatera Utara dengan ibu kota Kota Medan, merupakan salah satu Objek dan Daya Tarik Wisata di Indonesia. Kota Medan sesungguhnya memiliki potensi kepariwisataan nasional dalam menarik minat dan kunjungan turis baik dalam negeri maupun luar negeri. Alamnya yang indah mempesona, seni, budaya yang unik dan beragam, serta masyarakatnya yang ramah tamah merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah ini.

Provinsi Sumatera Utara secara umum dan Kota Medan secara khususnya mempunyai banyak bangunan tua yang harus dilestarikan, salah satunya adalah


(13)

Taman Sri Deli yang mempunyai kekuatan sejarah dan merupakan cagar budaya kebanggan Etnis Melayu di Kota Medan, yang seharusnya menjadi salah satu objek wisata yang menarik jika dilestarikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengangkat judul kertas karya yaitu : “Taman Sri Deli Sebagai Objek Wisata di Kota Medan”.

Melestarikan bangunan bersejarah dan kebudayaan sangat penting bagi perkembangan kepariwisataan di Indonesia khususnya di Medan yang akan menjadi kota Metropolitan. Bangunan bersejarah sebagai pusat kebudayaan merupakan daya tarik untuk meningkatkan kedatangan wisatawan.

1.2 Batasan Masalah

Didalam penyusunan kertas karya ini, penulis membatasi permasalahan terhadap pembatasan yang diuraikan, yaitu: “Taman Sri Deli Sebagai Objek Wisata di Kota Medan”.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan Kertas Karya ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk membahas bagaimana pentingnya pelestarian bangunan tua yang mempunyai nilai sejarah agar menjadi objek dan Daya Tarik Wisata yang diminati di Kota Medan.

2. Memperkenalkan sekaligus mempromosikan kepada masyarakat luas bangunan yang mempunyai nilai sejarah yang melegenda yaitu Taman Sri Deli.


(14)

3. Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Ahli Madya Pariwisata Program Diploma III, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 1. 4. Metode Penelitian

Dalam penulisan kertas karya ini, meode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah :

a. Library Research,

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari berbagai buku–buku yang ada hubungannya dengan kertas karya ini.

b. Field Research,

Yaitu pengumpulan data dengan mengadakan penelitian langsung ke lapangan dengan cara wawancara langsung dengan orang-orang yang terkait dan dengan melakukan observasi (pengamatan langsung di lapangan) guna memperoleh informasi yang lebih banyak.

1. 5. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam menuliskan kertas karya ini, penulis menguraikan lima bab dan setiap bab dibagi menjadi beberapa sub-bab, antara lain sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Penulis akan menguraikan tentang alasan pemilihan judul, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.


(15)

BAB II KAJIAN TEORETIS

Penulis akan menguraikan beberapa hal atau pengertian yang berhubungan dengan dunia kepariwisataan seperti Industri Pariwisata, Objek dan Daya Tarik Wisata, Sarana dan Prasarana Pariwisata, serta pengertian Heritage dan Pengertian Pariwisata Heritage.

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

Penulis akan menguraikan tentang Sejarah Kota Medan, Gambaran Geografis Kota Medan, Keadaan Sosial Budaya Masyarakat, Sistem Pemerintahan, Melayu Deli dan Bangunan Bersejarah di Kota Medan.

BAB IV TAMAN SRI DELI SEBAGAI OBJEK WISATA DI KOTA MEDAN

Penulis akan menguraikan mengenai Sejarah Kesultanan Deli, Urutan Raja-raja yang berkuasa di Deli, Sejarah Putri Hijau, Kawasan Bersejarah Istana Maimoon, Taman Sri Deli Sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata serta Penyalahgunaan Taman Sri Deli.

BAB V PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran.


(16)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Industri Pariwisata

Kata industri dapat diartikan sebagai suatu yang bertujuan untuk menciptakan atau menghasilkan barang atau jasa melalui proses. Industri pariwisata bukanlah suatu pabrik yang dimaksudkan di atas, akan tetapi industri pariwisata adalah kumpulan dari bermacam–macam perusahaan yang secara bersama–sama menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan para wisatawan khususnya dan traveler pada umumnya selama melakukan perjalanan.

Menurut Damarjati (Yoeti, 1996:153) pengertian industri pariwisata adalah rangkuman dari berbagai bidang usaha, yang secara bersama–sama menghasilkan produk–produk maupun jasa–jasa atau servis yang nantinya secara langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama perlawatannya. Menurut Prof. Dr. Hunzieker (Yoeti, 1996 :154) adalah “ Tourism enterprise are always business entities which by combining various means production, provide goods and service of specially torist nature”. Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa industri pariwisata adalah kumpulan dari berbagai perusahaan yang secara bersama–sama menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan travelers pada umumnya selama perjalanan.

Menurut Medlik dan Middleton (Yoeti, 1996:15) pada dasarnya ada tiga golongan pokok produk industri pariwisata tersebut yaitu :


(17)

a) Tourist objects atau objek pariwisata yang terdapat pada daerah–daerah tujuan wisata, yang menjadi daya tarik orang–orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.

b) Fasilitas yang diperlukan di tempat tujuan tersebut, seperti akomodasi perhotelan, bar dan restoran, hiburan dan rekreasi.

c) Transportasi yang menghubungkan negara asal wisatawan dengan daerah tujuan wisatawan serta transportasi di tempat tujuan ke objek – objek pariwisata.

Yang termasuk dalam Industri Pariwisata (Yoeti, 1996:5) adalah: - Biro Perjalanan Wisata

- Alat Transportasi - Hotel dan Akomodasi - Bar dan Restoran - Tur operator

- Objek dan Atraksi Wisata, dan - Cendramata

2.2 Objek dan Daya Tarik Wisata

Objek dan Daya tarik Wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Istilah Objek dan Daya Tarik Wisata telah dikenal di Indonesia, sedangkan di luar negeri dikenal dengan istilah “Atraksi Wisata” (tourist attraction). Atraksi wisata merupakan daya tarik yang tak lepas dari pengertian produk wisata karena wisatawan


(18)

pada umumnya bertujuan untuk menyaksikan Objek dan Daya Tarik Wisata yang ada.

Atraksi wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatu pertunjukan yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan. Jadi atraksi wisata dibedakan dengan objek wisata karena objek wisata dapat dilihat atau disaksikan tanpa membayar. Selain itu, dalam atraksi wisata untuk menyaksikannya harus dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan objek wisata dapat dilihat tanpa perlu persiapan terlebih dahulu, seperti danau, pemandangan, pantai, gunung, candi dan lain–lain. Di Indonesia banyak sekali yang dapat dijadikan contoh sebagai atraksi wisata. Sebagai contoh, peringatan atau upacara selamatan yang diberikan kepada seseorang (Yoeti, 1996:121).

Kepuasan wisatawan jika mengunjungi suatu daerah wisata adalah tergantung pada dua faktor, yaitu :

1. Tourism Resources, yaitu segala sesuatu yang terdapat di daerah wisata tersebut yang menarik untuk disaksikan oleh wisatawan.

2. Tourism Service, yaitu segala jenis pelayanan yang diberikan kepada wisatawan yang melakukan perjalanan wisata ke suatu daerah tertentu. Pengusahaan Objek dan Daya Tarik Wisata dikelompokkan ke dalam tiga kelompok (Suwantoro, 1997:19), yaitu :

1. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam, 2. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya, 3. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus.


(19)

Dalam kedudukannya yang sangat menentukan itu, maka daya tarik wisata harus dirancang dan dikelola secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang. Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasar pada (Suwantoro, 1997:19):

1. Adanya sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih,

2. Adanya aksesbilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya, 3. Adanya spesifikasi yang bersifat langka,

4. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir,

5. Objek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan dan sebagainya, dan

6. Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara–upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam suatu objek buah karya manusia pada masa lampau.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa objek wisata adalah perwujudan dari segala sesuatu baik ciptaan Tuhan maupun manusia seperti alam, seni budaya, peninggalan sejarah, bangunan kuno, kuburan batu, tata hidup yang memilik daya tarik untuk dikunjungi.


(20)

2.3 Sarana dan Prasarana Kepariwisataan

Sarana maupun prasarana kepariwisataan sesungguhnya merupakan “ tourist supply” yang perlu dipersiapkan atau disediakan bila kita hendak mengembangkan industri pariwisata. Kegiatan kepariwisataan pada hakekatnya tidak lain adalah salah satu sektor kegiatan perekonomian juga.

2.3.1 Sarana Kepariwisataan

Sarana kepariwisataan merupakan usaha yang berhubungan langsung dengan kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi yang digunakan untuk menciptakan produk (jasa) yang dimanfaatkan oleh wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat (ODTW). Sarana kepariwisata merupakan perusahaan – perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung dan hidup serta kehidupannya tergantung kepada wisatawan.

Sarana kepariwisataan dapat dibagi menjadi tiga bagian kelompok besar, yaitu : 1. Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Suprastructure), adalah

perusahaan yang hidup dan kehidupannya bergantung kepada banyaknya wisatawan yang datang, BPW, APW, Perusahaan angkutan wisata dan lain-lain.

2. Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Suplementing Tourism Suprastructure), adalah seluruh perusahaan yang menyediakan fasilitas-fasilitas rekreasi. Fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok kepariwisataan, akan tetapi juga akan membuat wisatawan betah tinggal berlama-lama di daerah tujuan


(21)

wisata, contoh ; sarana olah raga seperti : lapangan golf dan lain-lain, dan juga sarana ketangkasan seperti : billiyard, jackpot, dan lain-lain.

3. Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting Tourism Suprastructure), adalah semua perusahaan yang menunjang sarana pokok dan sarana pelengkap, yang fungsinya bukan saja membuat wisatawan lebih lama tinggal disuatu daerah tujuan wisata, akan tetapi yang lebih penting adalah mengusahakan agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan uangnya disuatu daerah yang dikunjunginya, contohnya : kasino, night club, diskotik.

Sarana Kepariwisataan berupa BPW dan hotel/akomodasi. Biro Perjalanan Wisata (BPW) merupakan usaha atau kegiatan yang memberikan informasi atau pelayanan bagi orang-orang yang akan melakukan perjalanan pada umumnya, dan perjalanan wisata pada khusunya.

2.3.2 Prasarana Kepariwisataan

Prasana berarti segala fasilitas yang memungkinkan agar Sarana Kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan pelayanan pada wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Prasana dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu :

1. Prasarana Umum (General Infrastructure), yakni prasarana yang menyangkut orang banyak pengadaannya untuk memajukan kelancaran roda perekonomian, seperti pembangkit tenaga listrik, penyediaan air bersih, perhubungan dan lain – lain.


(22)

2. Prasarana Kebutuhan Masyarakat Banyak (Basic Needs of Civil Life), seperti rumah sakit, bank, kantor pos.

3.Prasarana Kepariwisataan (Tourism Infrastructure), prasarana yang menyangkut kepariwisataan. Prasarana ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

a) Receptive Tourist Plant adalah segala bentuk usaha yang mengurus kedatangan wisatawan seperti BPW dan APW.

b) Rescidential Tourist Plant adalah segala fasilitas yang menampung wisatawan, seperti hotel dan restoran.

c) Recreative and Sportive Tourist adalah semua fasilitas yang dapat digunakan untuk kegiatan olah raga seperti kolam renang, lapangan golf dan lain-lain.

Prasarana kepariwisataan berupa : 1. Jaringan Jalan Raya

Keadaan jalan di dalam Kota Medan pada umumnya sangat baik, jalan-jalan protokol yang lebar dan mulus banyak terdapat di kota itu. Beberapa jalan tersebut dibangun oleh belanda pada era kolonial, khusunya ketika Medan menjadi pemasok tembakau ke negeri Belanda dan Medan dihuni oleh orang-orang kaya mancanegara pada abad ke-19, oleh sebab itu kualitas jalan sangat baik. Selain membangun jalan di dalam Kota Medan, Belanda juga membangun jalan di luar Kota Medan yang menghubungkan Medan dengan objek wisata yang mereka kunjungi pada akhir pekan. Kondisi jalan peninggalan Belanda itu pada umumnya masih dalam keadaan baik.


(23)

2. Telekomunikasi

Sebagai sebuah kota besar, di Kota Medan banyak ditemukan jaringan telekomunikasi berupa warung telekomunikasi (wartel) dan warung internet (warnet). Hampir di pelosok kota tersedia fasilitas telekomunikasi.

3. Pelabuhan Udara

Di kota Medan terdapat sebuah pelabuhan udara, Polonia, yang dapat dilandasi oleh pesawat-pesawat berbadan lebar dari dalam dan luar negeri. Kondisi pelabuhan udara sangat baik dan juga merupakan peninggalan kolonial belanda. Nama Polonia diberikan oleh Baron Michalsy, seorang bangsa Polandia yang mendapat konsesi membuka perkebunan tembakau pada tahun 1872 dan menamakan konsesinya itu “Polonia” yaitu nama tempat kelahirannya. Konsesi tersebut berpindah tangan kepada Deli Mij pada tahun 1879 dan dijadikan sebagai pelabuhan udara yang pertama untuk Medan.

Untuk meningkatkan pelayanan dalam bidang transportasi udara, pemerintah masih dalam proses merencanakan untuk membangun pelabuhan udara yang lebih canggih di Kuala Namu untuk menggantikan pelabuhan udara Polonia. Dengan usaha ini, diharapkan sebagai sebuah prasarana kepariwisataan, pelabuhan udara Kuala Namu dapat meningkatkan arus wisatawan (mancanegara) yang berkunjung ke Medan.

Menurut Wahab prasarana kepariwisataan adalah semua bentuk perusahaan yang dapat memberikan pelayanan kepada wisatawan, tetapi hidup dan kehidupannya tidak tergantung kepada kedatangan wisatawan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan


(24)

bahwa prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan semua sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan pelayanan kepada wisatawan untuk memenuhi berbagai kebutuhan mereka dalam perjalanan.

2.4 Heritage

Akhir-akhir ini di dunia pariwisata dikenal istilah ‘wisata heritage’. Namun pengertian heritage di situ seringkali dipahami terlalu spesifik, yaitu semata-mata berwisata mengunjungi gedung atau bangunan kuno. Padahal pengertian heritage sesungguhnya cukup luas.

Dalam kamus Inggris-Indonesia susunan John M Echols dan Hassan Shadily, heritage berarti warisan atau pusaka. Sedangkan dalam kamus Oxford, heritage ditulis sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa atau negara selama bertahun-tahun dan diangap sebagai bagian penting dari karakter mereka. Dalam buku Heritage: Management, Interpretation, Identity, Peter Howard memaknakan heritage sebagai segala sesuatu yang ingin diselamatkan orang, termasuk budaya material maupun alam.

Selama ini warisan budaya lebih ditujukan pada warisan budaya secara publik, seperti berbagai benda yang tersimpan di museum. Padahal menurut Howard, tiap orang juga punya latar belakang kehidupan yang bisa jadi warisan tersendiri. Merujuk pada Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia yang dideklarasikan di Ciloto 13 Desember 2003, heritage disepakati sebagai pusaka. Pusaka (heritage) Indonesia meliputi Pusaka Alam, Pusaka Budaya, dan Pusaka Saujana.


(25)

Pusaka Alam adalah bentukan alam yang istimewa. Pusaka Budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di tanah air Indonesia, secara sendiri-sendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka Budaya mencakup pusaka berwujud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible). Pusaka Saujana adalah gabungan Pusaka Alam dan Pusaka Budaya dalam kesatuan ruang dan waktu. Pusaka Saujana dikenal dengan pemahaman baru yaitu cultural landscape (saujana budaya), yakni menitikberatkan pada keterkaitan antara budaya dan alam dan merupakan fenomena kompleks dengan identitas yang berwujud dan tidak berwujud. Berpegang pada paparan di atas, folklor dalam bentuk cerita rakyat, tarian, kulinari, musik tradisional, dan lainnya masuk dalam pusaka budaya yang dalam bahasa kerennya disebut heritage.

Heritage dilindungi oleh Undang – Undang No. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya. Sesuai dengan Undang -Undang diatas kriteria cagar budaya adalah

a. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;

c. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian.

Tentu cagar budaya perlu pelestarian. Tujuan pelestarian (UU No.11 tahun 2010) adalah :


(26)

a. Melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia;

b. Meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya;

c. Memperkuat kepribadian bangsa;

d. Meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan

e. Mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

Taman Sri Deli juga merupakan cagar budaya yang dilindungi Undang-Undang tentang cagar budaya tersebut. Taman ini juga membutuhkan pelestarian, pemugaran dan penyelamatan sesuai dengan Undang-Undang tersebut.

2.5 Pariwisata Heritage

Pariwisata Heritage atau terkenal dengan sebutan Heritage Tourism akhir-akhir ini sedang naik daun. pariwisata heritage adalah berwisata menikmati peninggalan/ warisan dalam segala bentuk. Wisatawan mulai tertarik pada hasil peninggalan masa lampau yang menempel pada dinding-dinding bangunan di kota-kota bersejarah.

Heritage atau warisan berupa berbagai peninggalan dalam segala bentuk, penting bukan hanya sebagai sebuah identitas kota dan negara tapi juga bernilai ekonomi serta memberi dampak sosial. Budaya merekatkan manusia untuk mencipta saling pengertian yang membawa pada kedamaian dan keharmonisan. Wisata


(27)

heritage pada akhirnya juga membantu memelihara dan melestarikan heritage/warisan itu sendiri.

Di dalam setiap kota tua masih lekat menempel sejarah sang kota, perjalanan hidup kota berabad lalu masih bisa terbaca hingga detik ini melalui bangunan tua, jalur kereta api, jembatan, kanal, kuliner, folklore, tradisi dan segala yang masih terus dilestarikan. Kerutan di wajah sebuah kota tua yang terpelihara, menjadi begitu menarik dan merangsang wisatawan untuk datang, tak sekadar menjenguk, mengenang, tapi juga mencoba memahami mengapa sebuah peristiwa terjadi pada satu kurun waktu.

Warisan yang ada di setiap kota di dunia memiliki arti penting yang berbeda bagi penduduk kota itu sendiri, penduduk di negara di mana sebuah kota berada, atau bahkan bagi dunia. Warisan berabad silam dilestarikan bukan hanya demi memenuhi rasa penasaran para turis tapi juga demi pengembangan heritage itu sendiri.

Begitu juga Taman Sri Deli, taman ini merupakan cagar budaya, sebuah heritage. Wisatawan yang mengunjungi taman ini dan menikmati peninggalan – peninggalan masa lalu berarti sedang melakukan pariwisata heritage. Di Kota Medan pariwisata jenis ini harus lebih dipromosikan karena banyak sekali bangunan tua yang mempunya nilai penting dalam sejarah bisa dikunjungi dan dinikmati.


(28)

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

3.1 Gambaran Geografis Kota Medan

Kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur dengan luas 26.510 ha. Permukaan tanahnya cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 m di bagian selatan. Di atas permukaan laut. Bagian utara sampai 3 km dari pantai terdiri atas rawa-rawa yang mempunyai kedalaman 0,5 m pada waktu pasang surut dan 2,5 m ketika pada waktu pasang naik (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan).

Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah barat, selatan dan timur. Sepanjang wilayah utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan SumberDaya Alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumberdaya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.


(29)

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Melaui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan (http://www.pemkomedan.go.id/selayang_informasi).

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan tujuh Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan


(30)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk Kota Medan

Tahun Penduduk

2001 1.926.052

2002 1.963.086

2003 1.993.060

2004 2.006.014

2005 2.036.018

2007 2.083.156

2008 2.102.105

2009 2.121.053

2010 2.109.339


(31)

Secara umum ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman.

3.2 Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Kota Medan

Suku Karo dan Melayu Pesisir merupakan suku asli di Kota Medan, selebihnya adalah Batak, Jawa, Padang, dan Cina. Kebudayaan yang berjalan dalam masyarakat dilakukan sejalan dengan nilai-nilai agama penduduknya yang kebanyakan beragama Islam ditambah Kristen, Hindu dan Budha. Kehidupan sosial masyarakatnya masih mengadakan gotong royong atau kerja bakti, misalnya membersihkan jalan. Gotong Royong sebagai bentuk kerja sama saling tolong-menolong masih kuat dalam kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakatnya masih tergantung pada orang lain. Kepedulian terhadap sesama warga masih sangat terasa.

Sekalipun penduduknya heterogen dengan pola kebudayaan yang beranaka ragam, jika kemalangan mereka saling mengunjungi untuk turut berduka cita. Bila ada warga yang mengadakan pesta mereka juga hadir untuk memberikan doa dan restu. Mereka berusaha apa saja untuk memberikan sumbangan, bisa berupa makanan, barang dan uang. Semua ini merupakan alat yang memungkinkan anggota masyarakat melakukan hubungan sosial atau kontak sosial diantara warga masyarakat.


(32)

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai-nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan.

Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme yang dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis. Penduduk Kota Medan yang heterogen seperti yang disebut di atas, hidup cukup rukun, saling tenggang rasa, dan saling menghormati dalam pelbagai aspek. Penduduk yang heterogen ini hidup dalam komunitas yang membaur pada umumnya walaupun dalam skala kecil ada yang hidup secara ekslusif.

3.3 Sistem Pemerintahan Kota Medan

Kota Medan dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta jiwa dipimpin oleh seorang walikota. Walikota membawahi camat yang memimpin kecamatan dan lurah yang memimpin kelurahan, kemudian lurah membawahi keplor (ketua lorong), keplor


(33)

membawahi ketua RT dan RW yang akan memimpin pemerintahan desanya masing-masing.

Secara konstitusional Negara Indonesia dibagi dalam daerah provinsi dan daerah yang lebih kecil (Kota-Kabupaten). Masing-masing daerah pada dasarnya memiliki sifat otonom dan atministratif. Adanya daerah, menjadikan adanya pemerintahan daerah, pertimbangan situasional, historis, politis, psikologis dan tehnis pemerintahan, merupakan latar belakang pemikiran strategis perlunya pemerintahan daerah di Indonesia. Fungsi Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima sifat (http//:www.pemkomedan.go.id) yaitu :

1. Pemberian pelayanan,

2. Fungsi pengaturan (penetapan perda), 3. Fungsi pembangunan,

4. Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat) dan, 5. Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota.

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah Kota Medan menyelenggarakan dua bidang urusan (http://www.pemkomedan.go.id/selayang_informasi) yaitu :

1. Urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh dinas-dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum) dan

2. Urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari:

• Kewenangan mengatur yang diselengarakan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagi Badan Legislatif Kota.


(34)

• Kewenangan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh Wlikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Kota. Berdasarkan fungsi dan kewenagan tersebut, Walikota Medan membawahi (pimpinan Eksekutif tertinggi) seluruh Instansi pelaksana Eksekutif Kota.

Harus diakui UU : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah menjembatani aspirasi dan semangat reformasi masyararakat lokal, yang menginginkan adanya keleluasaan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Secara filosofis, implimentasi otonomi daerah ternyata dapat mendorong daerah berkembang dengan prakarsa kreditivitas dan inisiatifnya sendiri, termasuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, akuntabilitas, transparansi dan komitmen yang kuat untuk mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.

Adanya keleluasan melaksanakan otonomi daerah, tercermin dari pola pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Semangat Undang-Undang Nomor : 32 Thn. 2004, telah menempatkan kewenangan pusat hanya pada aspek- aspek yang sangat terbatas seperti politik luar negeri, pertahanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lain yang tidak atau belum dapat diselenggarakan oleh daerah. Untuk itu, Kota Medan dituntut untuk mampu menyelenggarakan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, meliputi administrasi pemerintahan umum, pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian dan perdagangan, koperasi, penanaman modal, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan


(35)

dan kebudayaan, sosial, penataan ruang, pemukiman, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan dan olahraga.

Bagi Pemerintah Kota Medan, implementasi otonomi daerah diwujudkan dalam kewajiban Pemerintah Kota untuk menjamin pelayanan umum yang sangat mendasar kepada masyarakat dan dunia usaha, berdasarkan kewenangan dan bidang –bidang wajib yang dilaksanakan Pemerintah Kota. Secara terus menerus, Pemerintah Kota Medan memperbaiki mutu pelayanan umum yang ada, mulai dari identifikasi dan standarisasi pelayanan, peningkatan kerja pelayanan Pemerintah Kota, dan monitoring pelayanan. Usaha ini diharapkan mampu menciptakan pemberian pelayanan yang adil dan merata bagi seluruh pihak, baik masyarakat maupun dunia usaha yang bersifat lokal, nasional dan asing.

3.4 Sejarah Kota Medan

Kota Medan berkembang dari sebuah Kampong bernama kampong Medan Putri yang didirikan oleh Guru Patimpus sekitar tahun 1590-an. Disebabkan letaknya berada di Tanah Deli, Kampung Medan juga sering dikenal sebagai Medan-Deli. Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah tempat di mana Sungai Deli bertemu dengan Sungai Babura.

Isteri Guru Patimpus yang mendirikan Kampung Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik (Luckman, 2007:22).


(36)

Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh (http://www.pemkomedan.go.id/selayang_sejarah).

Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku “Deli In Woord en Beeld” ditulis oleh N.Ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan Sungai Babura. Rumah administrateur terletak di seberang sungai dari Kampung Medan. Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.

Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung


(37)

Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara.

Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah terjadi perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan. Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan).

Jhon Anderson seorang Inggris melakukan kunjungan ke Kampung Medan tahun 1823 dan mencatat dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera bahwa penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang tapi dia hanya melihat penduduk yang berdiam dipertemuan antara dua sungai tersebut. Anderson menyebutkan dalam bukunya “Mission to the East Coast of Sumatera“ (terbitan Edinburg 1826) bahwa sepanjang sungai Deli hingga ke dinding tembok mesjid Kampung Medan di bangun dengan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar. Batu-batu ini diambil dari sebuah Candi Hindu Kuno di Jawa.

Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan Tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di


(38)

Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.

Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan" (http://www.pemkomedan.go.id/selayang_sejarah).

3.5 Melayu Deli

Nama Melayu sering ditafsirkan orang secara keliru. Hal ini disebabkan karena ada Melayu yang mengandung pengertian bahasa, ras, dan ada pula karena pengertian etnis suku bangsa. Kemudian dalam pengertian umum dapat dikatakan Melayu adalah mereka-mereka sesama pemeluk agama Islam.

Dengan datangnya bangsa asing (Belanda dan Inggris) yang mulai aktif di Nusantara ini menganggap semua penduduk Nusantara dan Semenanjung Malaya oleh karena warna kulit dan profil tubuhnya hampir sama semuanya, serta mampu mengerti bahasa Melayu. Hal ini diikuti pula oleh para sarjana Antropologi / Etnhologi Barat lainnya yang membuat teori bahwa bangsa pribumi di Semenanjung


(39)

Malaya dan Nusantara berasal dari suatu nenek moyang yang datang dari daratan Yunan dan kemudian pindah ke Indo-Cina dan Kamboja. Akhirnya timbullah ras Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda). Adapun ciri-ciri ras Proto Melayu dan Deutro Melayu tersebut yakni :

- Ras Proto-Melayu : rambut tidak kriting, kulit cokelat muda, bentuk kepala brachhipal : misalnya Suku Dayak, Suku Batak, dll.

- Ras Deutro-Melayu : misalnya Suku Aceh, Jawa, Bali, Minangkabau. Melayu Pesisir Sumatera Timur adalah orang-orang yang menyatukan dirinya dalan suatu perbauran yang serasi, lalu menamakan dirinya dengan suku Melayu Pesisir Sumatera Timur serta memakai budaya Melayu secara sadar dan berkelanjutan. Suku ini berdiam dan bertempat tinggal di daerah pesisir Sumatera Timur (sebelah timur Sumatera Utara). Daerah yang menjadi kampung halamannya turun-temurun sejak dahulu. Sebenarnya pertumbuhan suku ini bermula dari apa yang disebut dengan bekas rakyat Haru. Asal dari rakyat Haru ini adalah golongan Melayu Muda dari Hindia Belakang yang menetap sekitar 1500 SM lalu datang pula suku bangsa dari Tiongkok Selatan yang bernama Suku Yunan dan berdiam pula di daerah pesisir Sumatera Timur.

Tahun 800 M di daerah pesisir Timur berdirilah Kerajaan Haru (Aru) dengan pusat pemerintahan yang pertama di dekat sungai Besitang/Pesisir kabupaten Langkat kira-kira 90 km jaraknya dari Kota Madya Medan. Akibat serangan kerajaan Cola Mandala dari Hindia Selatan yang menghancurkan pusat Kerajaan Haru itu membuat sebagian besar rakyatnya mengungsi ke berbagai daerah di Sumatera Utara, di


(40)

antaranya yang mengungsi ke daerah Sumatera Timur belakang menamakan dirinya Karo yang masih menetap di daerah pesisir Timur. Akhirnya terjadilah hubungan dan perkaitan antara satu daerah suku Melayu dengan Etnis lainnya sebagai berikut : 1. Suku Melayu Pesisir Langkat dan Deli berbaur dengan suku Karo, Malaysia. 2. Suku Melayu Pesisir Serdang berbaur dengan suku Karo dan Minang. 3. Suku Melayu Pesisir Tebing Tinggi berbaur dengan suku Simalungun, Karo. 4. Suku Melayu Pesisir Asahan berbaur dengan suku Tapanuli, Minang dan Riau. 5. Suku Melayu di Kota Medan dan suku Jawa, terutama yang lahir di pesisir

Sumatera Timur mengalami perkawinan campuran. 3.6 Bangunan Bersejarah di Kota Medan

Banyak sekali bangunan tua yang mempunyai sejarah di Kota Medan tetapi banyak yang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Banyak sekali indikasi penyalahgunaan bangunan bersejarah sehingga menghilangkan bukti – bukti kejayaan masa lalu kepada generasi berikutnya.

Beberapa bangunan tua yang mempunyai nilai sejarah yang harus dilestarikan di Kota Medan, yaitu :

1. Gereja Immanuel

Gereja Immanuel merupakan Gereja tertua di Medan. Lokasinya di jalan Diponegoro yang dibangun pada tahun 1921. Gereja ini masih digunakan oleh umat kristiani untuk kebaktian pada Hari minggu dan hari lainnya seperti upacara pernikahan , misa Natal dan sebagainya. Gereja ini dapat menampung sekitar 500 umat Kristiani untuk mendengarkan kotbah Pendeta. Kita dapat menemukan gereja


(41)

tua lainnya di kota Medan tepatnya di Jalan Pemuda yaitu Gereja Roma Katolik dibangun pada tahun 1929. Gereja ini masih digunakan umat katolik pada hari Minggu dan hari lainnya seperti acara pernikahan dan sebagainya.

Gambar 3.1 Gereja Immanuel

Sumber : http//:www.pariwisatamedan.com/gallery 2. Vihara Gunung Timur

Vihara Gunung Timur didirikan oleh Umat Budha pada tahun 1962. Umumnya umat Budha bersembahyang ke vihara ini setiap hari. Vihara ini juga untuk acara


(42)

ritual lainnya dalam Agama Budha seperti memperingati hari Ulang Tahun Sidharta Gautama. Biasanya tanggal 4 s/d 15 setiap tahunnya. Perayaan Imlek dan sebagainya.

Gambar 3.2 Vihara Gunung Timur

Sumber : http//:farm5.static.flickr.com

3. Klenteng Hindu Shri Marimman

Kuil Shri Mariamman merupakan Kuil Hindu tertua di Kota Medan. Dibangun pada tahun 1884 oleh umat Hindu.Umumnya umat Hindu datang untuk bersembahyang di kuil ini setiap pagi. Kuil ini juga digunakan untuk ritual lainnya


(43)

dalam Agama Hindu seperti perayaan Depavali, perayaan panen padi dan sebagainnya. Kuil ini berada di Jalan Zainul Arifin.

Gambar 3.3

Klenteng Shri Mariamman

Sumber : http//:farm5.static.flickr.com

4. Menara Air Tirtanadi

Satu lagi ciri khas Kota Medan adalah bangunan Menara Air yang kini menjadi milik Perusahaan Air Minum Daerah Tirtanadi. Ketika akan memasuki kota ini dari arah selatan melalui jalan Sisingamangaraja, akan disambut dengan pemandangan


(44)

puncak menara Tirtanadi sebagai tangki penyimpanan air bersih kebutuhan warga kota sejak jaman Kolonial Belanda sampai sekarang.

Gambar 3.4 Menara Air Tirtanadi

Sumber :

5. London Sumatera Indonesia

PT. London Sumatera Indonesia, Gedung ini dulunya disebut Juliana Building pada tahun 1920-an dan sekarang dihuni oleh PT. London Sumatera Indonesia (Lonsum). Saat didirikan gedung ini milik Harrison dan Crossfield sebuah perusahan perkebunan milik Inggris.


(45)

Gambar 3.5 Lonsum

Sumber :


(46)

BAB IV

TAMAN SRI DELI SEBAGAI OBJEK WISATA DI KOTA MEDAN

4.1 Kesultanan Deli 4.1.1 Sejarah

Setelah Gocah Pahlawan berhasil menaklukan Kerajaan Haru Deli Tua maka ia mendirikan Kesultanan Deli dan ibu kota kerajaan dipindahkan ke Labuhan. Dalam perkembangannya ketika terjadi konflik kepemimpinan di Kesultanan Deli akhirnya didirikan pula sebuah kesultanan baru di Perbaungan yang dikenal sebagai Kesultanan Serdang, yang kemudian terjadi friksi dan konflik internal antara keluarga raja dalam Kesultanan Deli tersebut. Akibatnya, muncul kemudian kesultanan baru yang memisahkan diri dari Deli, yaitu Serdang. Berdasarkan garis asal-usul ini, maka sebenarnya kedua kerajaan ini pada awalnya adalah satu, dan Serdang tak lebih dari pecahan Kesultanan Deli.

Sejarah berdirinya Kesultanan Deli bisa dirunut dari Kerajaan Aceh. Menurut riwayat seorang Laksamana dari Kerajaan Aceh bernama Sri Paduka Gocah Pahlawan bergelar Laksamana Khoja Bintan bersama pasukannya pergi memerangi Kerajaan Haru di Sumatera Timur pada tahun 1612 M dan berhasil menaklukkan kerajaan ini. Pada tahun 1630, ia kembali bersama pasukannya untuk melumpuhkan sisa-sisa kekuatan Haru di Deli Tua. Setelah seluruh kekuasaan Haru berhasil dilumpuhkan, Gocah Pahlawan kemudian menjadi penguasa daerah taklukan tersebut sebagai wakil resmi Kerajaan Aceh. Dalam perkembangannya, atas bantuan Kerajaan


(47)

Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperkuat kedudukannya di Sumatera Timur dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di daerah tersebut.

Gocah Pahlawan menikah dengan adik Raja Urung (negeri) Sunggal yang bernama Puteri Nang Baluan Beru Surbakti. Sunggal merupakan sebuah daerah Karo yang sudah masuk Melayu (sudah masuk Islam). Di daerah tersebut, ada empat Raja Urung Karo yang sudah masuk Islam. Kemudian, empat Raja Urung Raja Batak tersebut mengangkat Laksamana Gocah Pahlawan sebagai raja di Deli pada tahun 1630 M. Dengan peristiwa itu, Kerajaan Deli telah resmi berdiri, dan Laksamana Gocah Pahlawan menjadi Raja Deli pertama. Dalam proses penobatan Raja Deli tersebut, Raja Urung Sunggal bertugas selaku Ulon Janji kemudian terbentuk pula Lembaga Datuk Berempat, dan Raja Urung Sunggal merupakan salah seorang anggota Lembaga Datuk Berempat tersebut (Luckman, 2007 : 25).

Dalam perkembangannya, pada tahun 1723 M terjadi kemelut ketika Tuanku Panglima Paderap, Raja Deli ke-3 mangkat. Kemelut ini terjadi karena putera tertua Raja yang seharusnya menggantikannya memiliki cacat di matanya, sehingga tidak bisa menjadi raja. Putera nomor dua, Tuanku Pasutan yang sangat berambisi menjadi raja kemudian mengambil alih tahta dan mengusir adiknya, Tuanku Umar bersama ibundanya Permaisuri Tuanku Puan Sampali ke wilayah Serdang (http://guntur-adi- sukma.blog.friendster.com/2007/09/meneropong-nilai-sejarah-tiga-simbol-melayu-di-tanah-deli/).

Menurut adat Melayu, sebenarnya Tuanku Umar yang seharusnya menggantikan ayahnya menjadi Raja Deli, karena ia putera garaha (permaisuri),


(48)

sementara Tuanku Pasutan hanya dari selir. Tetapi, karena masih di bawah umur, Tuanku Umar akhirnya tersingkir dari Deli. Untuk menghindari agar tidak terjadi perang saudara, maka dua Orang Besar Deli, yaitu Raja Urung Sunggal dan Raja Urung Senembah bersama seorang Raja Urung Batak Timur di wilayah Serdang bagian hulu (Tanjong Merawa), dan seorang pembesar dari Aceh (Kejeruan Lumu), lalu merajakan Tuanku Umar sebagai Raja Serdang pertama tahun 1723 M. Sejak saat itu, berdiri Kerajaan Serdang sebagai pecahan dari Kerajaan Deli. Demikianlah, akhirnya Kesultanan Deli terpecah menjadi dua: Deli dan Serdang.

Pada tahun 1780, Deli kembali berada dalam kekuasaan Aceh. Tidak banyak catatan yang menjelaskan situasi dan kondisi Deli selama lepas dari kekuasaan Aceh. Ketika Sultan Osman Perkasa Alam naik tahta pada tahun 1825, Kesultanan Deli kembali menguat dan melepaskan diri untuk kedua kalinya dari kekuasaan Aceh. Negeri-negri kecil sekitarnya seperti Buluh Cina, Sunggal, Langkat dan Suka Piring ditaklukkan dan menjadi wilayah Deli. Namun, independensi Deli dari Aceh tidak berlangsung lama, pada tahun 1854, Deli kembali ditaklukkan oleh Aceh, dan Raja Osman Perkasa Alam diangkat sebagai wakil kerajaan Aceh. Setelah Raja Osman meninggal dunia pada tahun 1858, ia digantikan oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam yang memerintah dari tahun 1861 hingga 1873. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud ini, ekspedisi Belanda I yang dipimpin oleh Netcher datang ke Deli.


(49)

4.1.2 Silsilah Urutan Raja yang Berkuasa di Deli - Urutan raja-raja yang berkuasa yaitu:

- Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan (1632-1653) - Tuanku Panglima Perunggit (1653-1698)

- Tuanku Panglima Paderap (1698-1728)

- Tuanku Panglima Pasutan Gendar Wahid (1728-1761) - Tuanku Kanduhid ( Marhom Bawah Hijau)

- Tuanku Panglima Amaludin (1761-1824) - Sultan Osman Perkasa Alam (1824-1857)

- Sultan Amaludin Mahmud Perkasa Alamsyah (1857-1873) - Sultan Mahmud al-Rasyid Perkasa Alamsyah (1873-1924) - Sultan Amaludin II Perkasa Alamsyah (1925-1945) - Sultan Osman II Perkasa Alamsyah (1945-1967) - Sultan Azmi Perkasa Alamsyah (1967-1998)

- Sultan Osman III Mahmud Ma‘mun Paderap Perkasa Alamsyah (1998-2005) -Sultan Mahmud Arfa Lamanjiji Perkasa Alamsyah (2005-sekarang).

Kerajaan Deli berdiri sejak paruh pertama abad ke-17 M, hingga pertengahan abad ke-20, ketika bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama rentang masa yang cukup panjang tersebut, Kerajaan Deli mengalami masa pasang surut silih berganti. Selama dua kali, Deli berada di bawah taklukan kerajaan Aceh. Ketika kerajaan Siak menguat di Bengkalis, Deli menjadi daerah taklukan Siak, kemudian menjadi daerah taklukan penjajah Belanda.


(50)

Kekuasaan tertinggi berada di tangan sultan. Permaisuri Sultan bergelar Tengku Maha Suri Raja, atau Tengku Permaisuri, sedangkan putera mahkota bergelar Tengku Mahkota. Putera dan puteri yang lain hanya bergelar tengku. Keturunan yang lain berdasarkan garis patrilineal hingga generasi ke lima juga bergelar tengku. Dalam kehidupan sehari-hari, sultan tidak hanya berfungsi sebagai kepala pemerintahan, tapi juga sebagai kepala urusan agama Islam dan sekaligus sebagai kepala adat Melayu. Untuk menjalankan tugasnya, raja/sultan dibantu oleh bendahara, syahbandar (perdagangan) dan para pembantunya yang lain.

4.1.3 Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat Melayu

Penulisan sejarah yang terlalu berorientasi politik, dengan titik fokus raja, keluarganya dan para pembesar istana menyebabkan sisi kehidupan sosial masyarakat awam jadi terlupakan. Oleh karena itu, bukanlah pekerjaan yang mudah untuk mendapatkan data mengenai kehidupan sosial-budaya pada suatu kerajaan secara lengkap. Kehidupan sosial budaya berikut inipun sebenarnya tidak lepas dari pusat kekuasaan: sultan dan keluarganya.

Sejarah telah lama mencatat bahwa, ketika Belanda menguasai Sumatera Timur, perkebunan tembakau dibuka secara luas. Tak ada yang menduga bahwa, dalam perkembangannya di kemudian hari, ternyata tembakau Deli ini sangat disukai di negeri yang menjadi jantung kolonialisme dunia: Eropa. Berkat perkebunan tembakau tersebut, Sultan Deli yang berkongsi dengan Belanda dalam membuka dan mengelola lahan perkebunan kemudian menjadi kaya raya. Dengan kekayaan yang melimpah ini, para sultan kemudian hidup mewah dan glamour dengan membangun


(51)

istana yang mewah dan indah, membeli kuda pacu, mobil mewah dan sekoci pesiar, serta mengadakan berbagai pesta untuk menyambut para tamunya yang kebanyakan datang dari Eropa. Saksi bisu kekayaan tersebut adalah Masjid Raya al-Mashun Medan dan Istana Deli yang masih berdiri megah di Kota Medan hingga saat ini (http//:id.wikipedia.org/wiki/kota_medan).

Berbeda dengan kehidupan para keluarga istana, masyarakat awam tetap hidup apa adanya, dengan menggantungkan sumber ekonominya dari perladangan yang sederhana. Ketika komoditas tembakau sedang meledak di pasar Eropa, para petani tradisional tersebut banyak yang berpindah menanam tembakau, sehingga petani padi jadi berkurang. Komoditas pertanian lain yang banyak ditanam masyarakat adalah kopi, karet, cengkeh dan nenas. Tidak semua orang Deli menjadi petani, sebagian di antara mereka juga ada yang menjadi buruh tani di perkebunan tembakau bersama orang-orang Jawa dan Cina.

Dalam sistem kekerabatan, orang Deli lebih dominan menganut sistem patrilineal. Hal ini bisa dilihat dari kecenderungan para pasangan muda untuk mendirikan rumah di dekat lingkungan keluarga suami, terutama ketika pasangan muda tersebut telah dikarunia anak. Jika belum memiliki rumah dan anak, pasangan muda tersebut biasanya lebih sering tinggal bersama keluarga perempuan. Dari kenyataan ini, sebenarnya pola kekerabatan matrilineal dan patrilineal telah diterapkan dengan cukup seimbang oleh masyarakat Deli.


(52)

4.2 Kawasan Bersejarah Istana Maimoon

Taman Sri Deli termasuk ke dalam kawasan bersejarah Istana Maimoon. Selain Taman Sri Deli yang termasuk dalam kawasan bersejarah ini adalah Istana Maimoon itu sendiri, Mesjid Raya Al-Mansyun, Mahkamah Kerapatan, serta alun-alun.

1. Istana Maimoon

Istana ini merupakan salah satu objek wisata utama di kota Medan. Istana ini dibangun pada tahun 1888 oleh Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah memerintah dari tahun 1873-1924. Arsiteknya TH Van Erp bekerja sebagai tentara KNIL. Rancangannya melambangkan bangunan tradisional Melayu dan India muslim, sedangkan gaya arsiteknya perpaduan antara Indonesia, Persia dan Eropa, Di halaman istana ini terdapat Meriam Puntung yang merupakan bagian dari sejarah Istana Maimon.

Gambar 4.1 Istana Maimoon


(53)

2. Mesjid Raya

Mesjid ini sebagai lambang Kota Medan. Mesjid terindah memiliki nilai budaya, sejarah dan terbesar di Sumatera Utara. Mesjid ini dapat menampung 1500 jemaah untuk melaksanakan sholat setiap hari. Mesjid ini dibangun oleh Sultan Makmun Al Rasyid di desain oleh Dengimans dari Belanda dengan gaya Moorish dan berdiri pada tahun 1906. Banyak turis dari berbagai Negara di dunia selalu mengunjungi mesjid ini.

Gambar 4.2 Mesjid Raya Al-Mansun

Sumber :


(54)

3. Taman Sri Deli

Pertama kali taman ini dinamai Taman Tengku Chadijah, merujuk pada nama istri Sultan Amaluddin Soni Perkasa Alamsyah yang menjadi Sultan Deli antara 1924-1945. Taman ini terletak persis di depan jalan Mesjid Raya Medan. Taman Sri Deli merupakan taman yang dipersembahkan Sultan kepada almarhum istrinya, sehingga eksistensi taman ini hampir mirip dengan cerita Taj Mahal di Kota Agra.

Taman Sri Deli seharusnya merupakan bangunan bersejarah yang termasuk ke dalam kawasan bersejarah Istana Maimoon karena merupakan satu kesatuan. Sehingga sejarah Istana Maimoon erat melekat dengan sejarah Taman Sri Deli, Mahkamah Kerapatan, Mesjid Raya Al-Mansyun dan alun-alun istana yang sekarang berdiri Perpustakaan Daerah Sumatera Utara di atasnya.

Gambar 4.3 Taman Sri Deli


(55)

4.3 Sejarah Putri Hijau

Menurut kisahnya, dahulu di Kesultanan Deli Lama, sekira 10 km dari Medan, hidup seorang putri cantik bernama Putri Hijau. Kecantikan sang putri ini tersebar sampai telinga Sultan Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa. Sang Sultan jatuh hati dan ingin melamar sang putri dan ditolak. Penolakan itu menimbulkan kemarahan Sultan Aceh. Maka, lahirlah perang antara Kesultanan Aceh dan Deli. Konon, saat perang itu seorang saudara Putri Hijau menjelma menjadi ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang terus menembaki tentara Aceh. Sisa “pecahan” meriam itu hingga saat ini ada di dua tempat, yakni di Istana Maimoon dan di Desa Sukanalu (Tanah Karo).

Pangeran yang seorang lagi yang telah berubah menjadi seekor ular naga itu, mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli di satu tempat yang berdekatan dengan Jalan Putri Hijau sekarang. Arus sungai membawanya ke Selat Malaka dari tempat ia meneruskan perjalanannya yang terakhir di ujung Jambo Aye dekat Lhokseumawe, Aceh.

Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan tuan Putri itu dikabulkan.

Tetapi, baru saja upacara dimula, tiba-tiba berhembus angin rebut yang maha dahsyat disusul oleh gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut


(56)

muncul abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga itu dengan menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut. Kisah ini sampai sekarang masih terkenal dikalangan orang-orang Deli dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia (http://folktalesnusantara.blogspot.com/2008/12/legenda-putri-hijau).

Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan benteng dari Putri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa meriam, penjelmaan abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Istana Maimoon, Medan hingga saat ini. Kisah Putri Hijau ini sudah tersohor, seharusnya kisah sekaligus sejarah ini bisa menarik wisatawan untuk menikmati Taman Sri Deli yang juga merupakan peninggalan Kesultanan Deli.

4.4 Taman Sri Deli Sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata di Kota Medan 4.4.1 Sejarah Taman Sri Deli

Taman Sri Deli, itulah nama taman yang berada persis di depan jalan Mesjid Raya Medan Al-Mansun. Taman ini pertama kali dinamai Taman Tengku Chadijah, merujuk pada nama istri Sultan Amaluddin Soni Perkasa Alamsyah yang menjadi Sultan Deli antara 1924-1945.

Pada awal abad ke-20, tanah ini pernah dikenal sebagai “Deli Negeri Dollar” karena kemakmurannya. Ini adalah Tanah Deli, Tanah Melayu, yang sudah berkembang menjadi kota metropolitan bernama Medan.Tanah yang kini didiami dua juta jiwa lebih penduduk yang terdiri dari sedikitnya 24 etnis. Delapan di antaranya mayoritas. Kedelapannya adalah Melayu, Jawa, Tapanuli, China, Mandailing, Minang, Karo dan Aceh.


(57)

Istana Maimoon, Mesjid Raya Al Mansun, Mahkamah Kerapatan, Alun – Alun, dan Taman Sri Deli merupakan kawasan bersejarah Istana Maimoon. Kelima situs sejarah ini sangat penting. Kelima situs sejarah ini menjadi saksi bisu sepak terjang, pembangunan ekonomi, politik, sosial, ekonomi dan kultural Kerajaan Deli, sehingga akhirnya tumbuh dan berkembang seperti sekarang.

Taman Sri Deli dahulu merupakan tempat bersantai Sultan Sri Deli beserta keluarga.Setiap petang menjelang magrib sembari menunggu dikumandangkannya azan magrib, Sultan Sri Deli beserta putrinya mengisi waktu luang di taman ini. Antara Taman Sri Deli dan Istana Maimoon terdapat terowongan bawah tanah yang menghubungkan kedua bangunan tersebut, ini bisa menjadi bukti kejayaan Etnis Melayu di Kota Meda

4.4.2 Penyalahgunaan Taman Sri Deli Sebagai Objek Wisata

Kondisi Taman Sri Deli sekarang ini sangat carut-marut. Taman ini juga telah kehilangan bentuk aslinya akibat kepentingan pribadi yang tidak bertanggung jawab. Taman Sri Deli yang mempunyai nilai sejarah dan merupakan peninggalan Kesultanan Deli merupakan cagar budaya yang telah dilindungi oleh Undang – Undang No.11 tahun 2010. Tetapi Undang-Undang ini tidak berpengaruh banyak terhadap Taman Sri Deli, taman ini tetap saja tidak dirawat dan dijaga oleh Pemerintah Kota Medan yang telah mengeluarkan Undang-Undang tersebut.

Taman Sri Deli juga sempat berpindah tangan kepada salah seorang pengusaha Benny Basri. Bahkan pengusaha itu sempat memporak-porandakan Taman Sri Deli hanya untuk kepentingan bisnisnya. Pada akhirnya pemerintah Kota Medan


(58)

menyelamatkan taman ini dengan membelinya kembali dari Benny Basri dan segera melakukan revitalisasi pada Taman Sri Deli. Penyalahgunaaan taman ini sebagai objek wisata terlihat dari penambahan bangunan dan pedagang kaki lima yang berjualan di dalam dan sekitar taman. Hal ini sangat merusak estetikan dan citra Taman Sri Deli.

Taman Sri Deli merupakan warisan yang harus dijaga dan juga mempunyai sejarah yang seharusnya bisa menarik wisatawan untuk datang berkunjung. Dengan memperbaiki kolam dan lingkungan Taman Sri Deli sehingga tampak indah kembali, taman ini bisa menjadi aset kepariwisataan Kota Medan. Dengan melestarikan Taman Sri Deli sesuai dengan ketentuan pelestarian bangunan bersejarah diatas, tentunya kondisi Taman Sri Deli tidak akan seperti sekarang ini. Ditambah lagi taman ini sempat berpindah tangan kepada salah seorang pengusaha, merupakan bukti perlindungan yang buruk terhadap cagar budaya.

Sudah banyak bangunan bersejarah yang telah hilang akibat ditelantarkan dan tidak dirawat, seperti Gedung Kerapatan Deli, Gedung Mulo School (SMP N-1 Medan), gedung Lindeteves Stokvis (eks Megaeltra), Gedung Sipef (eks PT. Tolan Tiga), dan Vila-vila DSM dijalan Perintis. Pada bulan Oktober 2009 ini, Vila Kembar yang terletak di jalan Diponegoro juga telah dirobohkan dan segera akan diganti dengan bangunan hotel. Jangan sampai Taman Sri Deli pun ikut hilang (http//:www.medantalk.com/stop-pengrusakan-bangunan-bersejarah).

Estetika Taman Sri Deli harus dikembalikan seperti dulu agar nilai sejarah tidak hilang. Taman ini harus dikembangkan dengan tidak merusak estetika dan nilai


(59)

sejarah untuk memancing wisatawan agar berkunjung ke taman ini, dan taman ini harus kembali dipromosikan.


(60)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pariwisata adalah komoditi yang sangat menguntungkan, sehingga keberadaannya menguntungkan banyak pihak. Bangunan bersejarah peninggalan Belanda banyak terdapat di Kota Medan, tetapi akibat pembangunan serta tidak terawatnya banyak bangunan yang hilang. Oleh karena itu pengembangannya harus sesuai Undang-Undang serta tidak merusak estetika dan nilai sejarah yang ada jika berbicara bangunan bersejarah. Pemeliharaan, pelestarian, pengembangan sangat diperlukan demi keberlangsungan bangunan bersejarah tersebut.

Kota Medan merupakan kota metropolitan yang perkembangannya sangat pesat. Sehingga perlu perhatian pada pengembangannya agar tidak menyebabkan kerugian di kemudian hari sehingga perlu program agar tidak melupakan pentingnya pariwisata sumber devisa negara kita ini. Salah satu programnya adalah pelestarian bangunan bersejarah.

Taman Sri Deli merupakan bangunan bersejarah dan termasuk cagar budaya yang harus dilestarikan dan tidak dirusakan keindahannya hanya karena alasan pembangunan. Taman ini adalah rangkaian dari Istana Maimoon dan Mesjid Raya Al-Mansyur. Ketiga bangunan ini hampir bersamaan waktu pembangunannya. Mereka adalah simbol kejayaan Suku Melayu Deli. Tetapi mengapa Taman Sri Deli ini seolah-olah terlupakan dan ditinggalkan. Oleh karena itu Taman Sri Deli harus


(61)

benar-benar diperhatikan oleh pemerintah kota. Dengan mempromosikan Taman Sri Deli, taman ini akan berkelanjutan menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi.

5.2 Saran

Taman Sri Deli merupakan cagar budaya yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 11 tahun 2010. Saran penulis adalah seharusnya Pemerintah Kota harus lebih memperhatikan, merawat, dan mencegah terjadinya pengrusakan akibat pembangunan pada taman yang satu ini. Karena taman ini merupakan warisan yang harus tetap ada agar generasi berikutnya tetap bisa melihat taman ini dan wisatawan yang berkunjung ke Kota Medan bisa menikmati Taman Sri Deli.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I Wayan. 2007. Pusaka dan Budaya Pariwisata. Bali: Puataka Larasan. Foster, Dennis L. 2000. Travel and Tourism Management. Jakarta: Rajawali Pers. Nasution, Solahudin. 2006. Keterpurukan Pariwisata. Medan: USU Press.

Pendit, Nyoman S. 2002. Ilmu Pengantar Pariwisata-Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Sinar, Tengku Lukman. 2007. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Perwira Medan.

Suwantoro, Gamal. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi. Yoeti, Oka. 1980. Pemasaran Pariwisata. Bandung: Angkasa Bandung. http//:resammelayu.com (Diakses 2 Maret 2011).

http//:id.wikipedia.org (Diakses 2 Maret 2011).

http//:folktalesnusantara.blogspot.com (Diakses 3 Maret 2011). http//:medantalk.com (Diakses 3 Maret 2011).


(1)

Istana Maimoon, Mesjid Raya Al Mansun, Mahkamah Kerapatan, Alun – Alun, dan Taman Sri Deli merupakan kawasan bersejarah Istana Maimoon. Kelima situs sejarah ini sangat penting. Kelima situs sejarah ini menjadi saksi bisu sepak terjang, pembangunan ekonomi, politik, sosial, ekonomi dan kultural Kerajaan Deli, sehingga akhirnya tumbuh dan berkembang seperti sekarang.

Taman Sri Deli dahulu merupakan tempat bersantai Sultan Sri Deli beserta keluarga.Setiap petang menjelang magrib sembari menunggu dikumandangkannya azan magrib, Sultan Sri Deli beserta putrinya mengisi waktu luang di taman ini. Antara Taman Sri Deli dan Istana Maimoon terdapat terowongan bawah tanah yang menghubungkan kedua bangunan tersebut, ini bisa menjadi bukti kejayaan Etnis Melayu di Kota Meda

4.4.2 Penyalahgunaan Taman Sri Deli Sebagai Objek Wisata

Kondisi Taman Sri Deli sekarang ini sangat carut-marut. Taman ini juga telah kehilangan bentuk aslinya akibat kepentingan pribadi yang tidak bertanggung jawab. Taman Sri Deli yang mempunyai nilai sejarah dan merupakan peninggalan Kesultanan Deli merupakan cagar budaya yang telah dilindungi oleh Undang – Undang No.11 tahun 2010. Tetapi Undang-Undang ini tidak berpengaruh banyak terhadap Taman Sri Deli, taman ini tetap saja tidak dirawat dan dijaga oleh Pemerintah Kota Medan yang telah mengeluarkan Undang-Undang tersebut.

Taman Sri Deli juga sempat berpindah tangan kepada salah seorang pengusaha Benny Basri. Bahkan pengusaha itu sempat memporak-porandakan Taman Sri Deli hanya untuk kepentingan bisnisnya. Pada akhirnya pemerintah Kota Medan


(2)

menyelamatkan taman ini dengan membelinya kembali dari Benny Basri dan segera melakukan revitalisasi pada Taman Sri Deli. Penyalahgunaaan taman ini sebagai objek wisata terlihat dari penambahan bangunan dan pedagang kaki lima yang berjualan di dalam dan sekitar taman. Hal ini sangat merusak estetikan dan citra Taman Sri Deli.

Taman Sri Deli merupakan warisan yang harus dijaga dan juga mempunyai sejarah yang seharusnya bisa menarik wisatawan untuk datang berkunjung. Dengan memperbaiki kolam dan lingkungan Taman Sri Deli sehingga tampak indah kembali, taman ini bisa menjadi aset kepariwisataan Kota Medan. Dengan melestarikan Taman Sri Deli sesuai dengan ketentuan pelestarian bangunan bersejarah diatas, tentunya kondisi Taman Sri Deli tidak akan seperti sekarang ini. Ditambah lagi taman ini sempat berpindah tangan kepada salah seorang pengusaha, merupakan bukti perlindungan yang buruk terhadap cagar budaya.

Sudah banyak bangunan bersejarah yang telah hilang akibat ditelantarkan dan tidak dirawat, seperti Gedung Kerapatan Deli, Gedung Mulo School (SMP N-1 Medan), gedung Lindeteves Stokvis (eks Megaeltra), Gedung Sipef (eks PT. Tolan Tiga), dan Vila-vila DSM dijalan Perintis. Pada bulan Oktober 2009 ini, Vila Kembar yang terletak di jalan Diponegoro juga telah dirobohkan dan segera akan diganti dengan bangunan hotel. Jangan sampai Taman Sri Deli pun ikut hilang (http//:www.medantalk.com/stop-pengrusakan-bangunan-bersejarah).

Estetika Taman Sri Deli harus dikembalikan seperti dulu agar nilai sejarah tidak hilang. Taman ini harus dikembangkan dengan tidak merusak estetika dan nilai


(3)

sejarah untuk memancing wisatawan agar berkunjung ke taman ini, dan taman ini harus kembali dipromosikan.


(4)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pariwisata adalah komoditi yang sangat menguntungkan, sehingga keberadaannya menguntungkan banyak pihak. Bangunan bersejarah peninggalan Belanda banyak terdapat di Kota Medan, tetapi akibat pembangunan serta tidak terawatnya banyak bangunan yang hilang. Oleh karena itu pengembangannya harus sesuai Undang-Undang serta tidak merusak estetika dan nilai sejarah yang ada jika berbicara bangunan bersejarah. Pemeliharaan, pelestarian, pengembangan sangat diperlukan demi keberlangsungan bangunan bersejarah tersebut.

Kota Medan merupakan kota metropolitan yang perkembangannya sangat pesat. Sehingga perlu perhatian pada pengembangannya agar tidak menyebabkan kerugian di kemudian hari sehingga perlu program agar tidak melupakan pentingnya pariwisata sumber devisa negara kita ini. Salah satu programnya adalah pelestarian bangunan bersejarah.

Taman Sri Deli merupakan bangunan bersejarah dan termasuk cagar budaya yang harus dilestarikan dan tidak dirusakan keindahannya hanya karena alasan pembangunan. Taman ini adalah rangkaian dari Istana Maimoon dan Mesjid Raya Al-Mansyur. Ketiga bangunan ini hampir bersamaan waktu pembangunannya. Mereka adalah simbol kejayaan Suku Melayu Deli. Tetapi mengapa Taman Sri Deli ini seolah-olah terlupakan dan ditinggalkan. Oleh karena itu Taman Sri Deli harus


(5)

benar-benar diperhatikan oleh pemerintah kota. Dengan mempromosikan Taman Sri Deli, taman ini akan berkelanjutan menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi.

5.2 Saran

Taman Sri Deli merupakan cagar budaya yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 11 tahun 2010. Saran penulis adalah seharusnya Pemerintah Kota harus lebih memperhatikan, merawat, dan mencegah terjadinya pengrusakan akibat pembangunan pada taman yang satu ini. Karena taman ini merupakan warisan yang harus tetap ada agar generasi berikutnya tetap bisa melihat taman ini dan wisatawan yang berkunjung ke Kota Medan bisa menikmati Taman Sri Deli.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I Wayan. 2007. Pusaka dan Budaya Pariwisata. Bali: Puataka Larasan. Foster, Dennis L. 2000. Travel and Tourism Management. Jakarta: Rajawali Pers. Nasution, Solahudin. 2006. Keterpurukan Pariwisata. Medan: USU Press.

Pendit, Nyoman S. 2002. Ilmu Pengantar Pariwisata-Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Sinar, Tengku Lukman. 2007. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Perwira Medan.

Suwantoro, Gamal. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi. Yoeti, Oka. 1980. Pemasaran Pariwisata. Bandung: Angkasa Bandung. http//:resammelayu.com (Diakses 2 Maret 2011).

http//:id.wikipedia.org (Diakses 2 Maret 2011).

http//:folktalesnusantara.blogspot.com (Diakses 3 Maret 2011). http//:medantalk.com (Diakses 3 Maret 2011).