Kuil Shri Mariamman Sebagai Objek Wisata di Kota Medan.

(1)

KU

UIL SHRI

PRO

UN

MARIAM

DI

K

PUTRI N

N

OGRAM S

FAKUL

NIVERSIT

MMAN S

I KOTA M

KERTAS K

DIKERJA

O

L

E

H

NURRISA

NIM: 082

STUDI D

LTAS ILM

TAS SUM

MEDA

201

SEBAGAI

MEDAN

KARYA

AKAN

A F. SIRE

204022

-III PAR

MU BUDA

MATERA

AN

1

I OBJEK

EGAR

RIWISATA

AYA

A UTARA

WISATA

A

A


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kertas Karya

: Kuil Shri Mariamman Sebagai

Objek Wisata di Kota Medan.

Oleh

: Putri Nurrisa Faradila Siregar

NIM

:

082204022

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

Dr. Syahrun Lubis, M.A.

NIP. 19511013 197603 1 001

PROGRAM STUDI D3 PARIWISATA

Ketua,

Arwina Sufika, S.E., M.Si.

NIP. 19640821 199802 2 001


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

KUIL SHRI MARIAMMAN SEBAGAI OBJEK WISATA

DI KOTA MEDAN

OLEH

PUTRI NURRISA FARADILA SIREGAR

082204022

Dosen Pembimbing

Dosen Pembaca

Dr. Asmyta Surbakti, M.Si.

Drs. Marzaini Manday, MSPD

NIP. 19600325 198601 2 001

NIP. 19570322 198602 1 002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerahNya, sehingga penulis kertas karya yang berjudul : “ Kuil Shri Mariamman Sebagai Objek Wisata di Kota Medan” dapat diselesaikan oleh penulis dengan baik. Kertas karya ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Pariwisata dan disusun untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menempuh ujian Diploma III dalam Program Studi Pariwisata, Bidang Keahlian Usaha Wisata, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini. Oleh karena itu, penulis memperoleh bantuan dari banyak pihak dan dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bimbingan, nasehat, dan bantuan yang telah diberikan sebelum dan sesudahnya kepada :

1. Drs. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Arwina Sufika, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Solahuddin Nasution, S.E., M.Sp, selaku Koordinator Praktek Bidang Keahlian Usaha Wisata, Jurusan Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Dr. Asmyta Surbakti, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan kertas karya ini.

5. Drs. Marzaini Manday, MSPD, selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan saran dan petunjuk atas penyempurnaan kertas karya ini.

6. Keluarga tercinta : Ayahanda alm. Ir. H. Abdul Rivai Siregar dan Ibunda Hj. T. Rabiatun Mahroza atas doa, kasih sayang yang tidak ternilai dan pengorbanan yang telah diberikan, abang-abang dan adikku Iqbal, Ilham, Haris, Kiki, Pia, yang banyak mendorong penulis untuk menjadi lebih baik.

7. Seluruh dosen dan staf pengajar Jurusan Pariwisata yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.

8. Sahabat-sahabatku ( Rosi, Wita, Febi, Ngesti, Lailan, Nobe, Dana, Taher) yang selalu memberikan dukungan, dan Muhammad Hirzi yang banyak membantu dan memberikan perhatian, serta motivasi yang berguna kepada penulis untuk menyelesaikan kertas karya ini.

9. Seluruh teman-teman Usaha Wisata 2008, khususnya teman-teman terdekatku Vachriza Risti, Siska Pertiwi, Risya Suciana terima kasih atas bantuan dan dukungannya kuliah.


(6)

Penulis menyadari banyak kekurangan yang terdapat dalam kertas karya ini. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati sebagai manusia biasa penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari para pembaca. Besar harapan penulis kiranya kertas karya ini dapat berguna bagi para pembaca.

Medan, Maret 2011 Penulis

Putri Nurrisa Faradila Siregar NIM : 082204022


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2. Pembatasan Masalah... 2

1.3. Metode Penulisan ... 3

1.4. Tujuan Penulisan ... 3

1.5. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN 2.1.Pengertian Pariwisata, Wisatawan dan Kepariwisataan ... 6

2.2.Industri Pariwisata ... 8

2.3.Objek dan Daya Tarik Pariwisata ... 10

2.3.1. Pengertian Objek dan Daya Tarik Pariwisata ... 10


(8)

2.4.Motif Perjalanan Wisata ... 16

2.5.Peran Kebudayaan dalam Kepariwisataan ... 18

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN 3.1.Sejarah Kota Medan ... 21

3.2.Letak Geografis ... 23

3.2.1. Iklim ... 24

3.3.Fisiografi... 25

3.4.Kependudukan ... 27

3.5.Situs Kepariwisataan ... 29

BAB IV KUIL SHRI MARIAMMAN SEBAGAI OBJEK WISATA DI KOTA MEDAN 4.1.Kuil Shri Mariamman sebagai Objek Wisata di Kota Medan .. 33

4.2.Sejarah Masuknya Komunitas Tamil di Sumatera Utara dan Kaitannya dengan Era Penanaman Tembakau Deli ... 39

4.3.Kawasan Kampung Keling Dalam Potensi Kepariwisataan .... 43

4.4.Karakteristik Sosial Budaya Komunitas Tamil ... 45

4.5.Peranan Bangunan Bersejarah dalam Kepariwisataan ... 52

4.6.Bangunan Bersejarah Sebagai Pusaka Budaya ... 54

BAB V PENUTUP ... 56


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Tampak Depan Kuil Shri Mariamman ... 34 Gambar 4.2 Kunci Karakter Ramayana (versi Ramayana Tamil) ... 35 Gambar 4.3 Patung Tuhan dan Dewi pada Sisi Kiri dan Kanan ... 36 Gambar 4.4 Menara Khas Kuil Shri Mariamman atau biasa disebut

Gopuram ... 37 Gambar 4.5 Ruangan Untuk Berdoa ... 38 Gambar 4.6 Ruangan Tengah Kuil... 39


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Persentase Luas Wilayah Kota Medan ... 26

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun 2001-2010 ... 29

Tabel 3.3 Jumlah Wisatawan yang Datang ke Sumatera Utara ... 30

Tabel 3.4 Objek Wisata Menurut Urutan Minat ... 31


(11)

ABSTRAK

Di Indonesia industri Pariwisata merupakan penghasil devisa terbesar setelah sektor minyak dan non migas, di samping itu pariwisata juga berperan besar dalam perluasan lapangan kerja dan, mendorong kegiatan-kegiatan industri penunjang memperkenalkan keindahan alam dan budaya yang tidak terlepas dari rasa untuk meningkatkan persaudaraan dalam lingkup nasional dan internasional. Selain menjadi industri yang mampu mendatangkan devisa negara pariwisata juga berperan dalam pendapatan asli daerah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor ekonomi.

Kota Medan merupakan kota yang memiliki beragam Budaya dan tradisi. Dimana dengan keanekaragaman tersebut dapat memberikan warna dalam dunia kepariwisataan khususnya kota Medan. Selain budaya dan tradisi peninggalan bangunan bersejarah mempunyai peranan penting dalam peningkatan pariwisata karena dibalik bangunannya yang sudah antik tersimpan nilai historis yang sangat menarik untuk diketahui dan diamati. Nilai historis tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu daya tarik wisatawan domestik maupun mancanegara yang memiliki minat untuk mengetahui bangunan bersejarah yang terdapat di Sumatera Utara.


(12)

ABSTRAK

Di Indonesia industri Pariwisata merupakan penghasil devisa terbesar setelah sektor minyak dan non migas, di samping itu pariwisata juga berperan besar dalam perluasan lapangan kerja dan, mendorong kegiatan-kegiatan industri penunjang memperkenalkan keindahan alam dan budaya yang tidak terlepas dari rasa untuk meningkatkan persaudaraan dalam lingkup nasional dan internasional. Selain menjadi industri yang mampu mendatangkan devisa negara pariwisata juga berperan dalam pendapatan asli daerah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor ekonomi.

Kota Medan merupakan kota yang memiliki beragam Budaya dan tradisi. Dimana dengan keanekaragaman tersebut dapat memberikan warna dalam dunia kepariwisataan khususnya kota Medan. Selain budaya dan tradisi peninggalan bangunan bersejarah mempunyai peranan penting dalam peningkatan pariwisata karena dibalik bangunannya yang sudah antik tersimpan nilai historis yang sangat menarik untuk diketahui dan diamati. Nilai historis tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu daya tarik wisatawan domestik maupun mancanegara yang memiliki minat untuk mengetahui bangunan bersejarah yang terdapat di Sumatera Utara.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam upaya penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang cukup potensial. Pariwisata telah menjadi industri yang mampu mendatangkan devisa negara dan penerimaan asli daerah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor ekonomi. Potensi pariwisata yang dimiliki oleh Kota Medan sangat prospektif dan obyek wisata adalah satu mata rantai yang sangat penting di dalam rangkaian industri pariwisata dan diharapkan oleh pemerintah kota sebagai penambah pendapatan daerah dalam meningkatkan perekonomian. Bangunan bersejarah merupakan salah satu sumber pendapatan untuk menambah devisa melalui kunjungan wisatawan mancanegara.

Bangunan–bangunan bersejarah mempunyai pengertian sebuah bangunan atau kelompok bangunan yang memiliki nilai sejarah baik dari fisik mapun fungsi dari bangunan tersebut. Bangunan bersejarah di Kota Medan memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi perkembangan budaya masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis yang menarik dan memiliki nilai jual dalam pariwisata. Kota Medan memiliki banyak aset bangunan yang bernilai sejarah dan sumber daya kultural yang secara keseluruhan membentuk citra kota atau gambaran yang bernilai sejarah terhadap Kota Medan.


(14)

Terdapatnya berbagai macam objek wisata khususnya di Kota Medan, Kuil Shri Mariamman merapakan salah satu objek wisata yang cukup diminati banyak wisatawan, karena berbeda dengan tempat yang lain, daerah dan bangunannya menjadi daya tarik tersendiri untuk menarik minat wisatan untuk berkunjung ke kuil ini. Kuil tersebut merupakan sebuah lambang tentang keberadaan komunitas Tamil di Kota Medan. Komunitas India Tamil telah hadir dan menjadi bagian yang signifikan dalam perkembangan kebudayaan di Nusantara sejak beberapa abad yang lalu, terutama di sebagian masyarakat yang ada di Pulau Sumatera. Interaksi mereka yang sudah panjang dalam bilangan sejarah dengan komunitas lokal di Nusantara, sudah barang tentu, menjadikan pembahasan tentang komunitas ini bisa dibuat dari beragam aspek, lokasi, perspektif dan kurun waktu.

Keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan masih cukup terawat dan objek masih berfungsi dengan baik, oleh karena itu bangunan bersejarah masih dapat dijadikan sebagai objek wisata yang sangat besar dalam dunia pariwisata karena sejarahnya mempunyai nilai jual yang mampu merangsang minat wisatawan untuk mengetahui dan mengembangkannya. Berdasarkan dari sudut pandang tersebut maka penulis tertarik untuk membahas salah satu bangunan bersejarah di Kota Medan yaitu Kuil Shri Mariamman Sebagai Objek Wisata di Kota Medan.

1.2 Pembatasan Masalah

Terdapatnya berbagai macam objek wisata khususnya di Kota Medan, Kuil Shri Mariamman merapakan salah satu objek wisata yang cukup diminati banyak


(15)

wisatawan. Atas dasar itulah penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai Kuil Shri Mariamman sebagai objek wisata di Kota Medan.

1.3 Metode Penulisan

Metode yang telah dilakukan untuk mendapatkan data-data informasi dalam menyusun kertas karya ini penulis menggunakan tiga metode:

1. Library Research (penelitian kepustakaan)

Penulis mengumpulkan data melalui data atau teori dengan membaca buku-buku perkuliahan dan bahan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan di bahas.

2. Field Research (penelitin lapangan)

Penulis mengumpulkan data langsung mengadakan penelitian ke lapangan, yang dilakukan dengan cara mewawancarai langsung pihak-pihak yang terkait yang penulis anggap dapat membantu dalam melengkapi isi kertas karya ini

1.4 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah:

1) Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya Program Diploma III Pariwisata Bidang Keahlian Usaha Wisata di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2) Memperkenalkan Kuil Shri Mariamman sebagai objek wisata di Kota Medan.


(16)

3) Untuk mengembangkan dan menambah wawasan penulis serta menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan kertas karya secara ringkas dan jelas diuraikan dalam 5bab, dimana masing – masing bab terdiri dari sub-sub bahasan yang saling berkaitan penjabarannya, adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini dibahas mengenai Alasan Pemilihan Judul, Pembatasan Masalah, Tujuan Penulisan, Sistematika Penulisan.

BAB II Uraian Teoritis Tentang kepariwisataan

Pada bab ini akan diuraikan mengenai beberapa uraian teoritis seperti Pengertian Pariwisata, Wisatawan, Kepariwisataan, Pengertian Industri Pariwisata, Pengertian Obyek dan Daya Tarik Kepariwisataan, Motif Perjalanan Wisata, Peran Kebudayaan dalam Kepariwisataan.

BAB III Gambaran Umum Kota Medan

Pada bab ini akan diuraikan hal – hal mengenai sesuatu yang berhubungan dengan Kota Medan seperti : Sejarah Kota Medan, Letak Geografis, Iklim, Fisiografi, Kependudukan, Situs Pariwisata.

BAB IV Kuil Shri Mariamman Sebagai Objek Wisata di Kota Medan

Pada bab ini akan diuraikan beberapa masalah mengenai Kuil Shri Mariamman di Kawasan Kampung Keling Medan, Sejarah Masuknya Komunitas


(17)

Tamil di Sumatera Utara dan Kaitannya dengan Era Penanaman Tembakau Deli, Kawasan Kampung Keling Dalam Potensi Kepariwisatan, Karakteristik Sosial Budaya Komunitas Tamil, Peranan Bangunan Bersejarah dalam Kepariwisataan, Bangunan Bersejarah Sebagai Pusaka Budaya.

BAB V PENUTUP DAFTAR PUSTAKA


(18)

BAB II

URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN

2.1 Pengertian Pariwisata, Wisatawan dan Kepariwisataan

Istilah pariwisata secara etimologi berasal dari bahasa sangsekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu “pari” dan “wisata”. Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar atau berkeliling. Sedangkan wisata berarti berpergian. Secara garis besarnya, maka kita dapat mengartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari suatu tempat ke tempat lain.

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Bab I Pasal 1 : dinyatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata (Pengantar Ilmu Pariwisata,2009).

Kemudian pada angka 4 di dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 dijelaskan pula bahwa Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Dengan demikian pariwisata meliputi :

1. Semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata.

2. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata, seperti: Kawasan wisata, taman rekreasi, kawasan peninggalan sejarah (candi, makam), museum, waduk, pagelaran seni budaya, tata kehidupan masyarakat, dan yang bersifat alamiah: keindahan alam, gunung berapi, danau, pantai dan sebagainya.


(19)

3. Pengusahaan jasa dan sarana pariwisata, yakni :

a. Usaha jasa pariwisata (biro perjalanan wisata, agen perjalanan wisata, pramuwisata, konvensi, perjalanan insentif dan pameran, impresariat, konsultan pariwisata, informasi pariwisata).

b. Usaha sarana pariwisata yang terdiri dari : akomodasi, rumah makan, bar, angkutan wisata, dan sebagainya.

c. Usaha-usaha jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pariwisata.

Sedangkan pengertian Kepariwisataan menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 pada bab I pasal 1, bahwa Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Artinya semua kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan, pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat disebut Kepariwisataan (http://andy-saiful.blogspot.com/2009/01/ pengertian pariwisata.html. Diakses 20/03/2011).

Selain batasan tersebut di atas, banyak defiisi lain yang dikemukakan oleh ahli pariwisata menurut :

1. Prof. Hunzieker dan Prof. K .Krapt (Dalam Yoeti, 2002 : 8)

Pariwisata adalah keseluruhan dari gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang – orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan pendiam tersebut tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas sementara tersebut.


(20)

2. Prof. Salah Wahab (Dalam Yoeti, 2002 : 8)

Pariwisata adalah suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapatkanpelayanan secara bergantian diantara orang – orang dalam suatu negara itu sendiri atau luar negeri, meliputi pendiaman orang – orang untuk sementara waktu dalam mencapai kepuasan yang beranekaragam dan berbeda dengan apa yang dialami dimana ia peroleh tanpa bekerja tetap. Dari pendapat diatas dapat diambil beberapa asensi dari pengertian pariwisata yang menjadi ciri – cirinya yaitu :

a. Perjalanan dilakukan untuk sementara waktu

b. Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat yang lain. c. Perjalanan harus bertamasya dan berekreasi.

d. Tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjungi.

2.2 Industri Pariwisata

Kalau kita ikuti pengertian-pengertian kata industri seperti yang telah kiat uraikan dalan bagian terdahulu, maka kita cendrung untuk memberikan batasan terhadap industri pariwisata sebagai berikut (http://e1tourism.co.cc/6-pengertian-industri-pariwisata.html. Diakses 20/03/2011):

1. Industri pariwisata adalah kumpulan bermacam – macam perusahaan yang secara bersama – sama mengahasilkan bang dan jasa (good and service) yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya.


(21)

2. Menurut R.S Darmajadi (2002 : 8)

Industri pariwisata merupakan rangkuman dari berbagai macam bidang usaha yang secara bersama sama mengahasilkan produk – produk maupun jasa / pelayanan atau service yang nantinya baik langsung maupun tidak langsung akan dibutuhkan wisatawan nantinya.

Ruang lingkup industri pariwisata menyangkut berbagai sektor ekonomi. Adapun aspek-aspek yang tercakup dalam industri pariwisata antara lain (Pitana,2009:63):

1. Restoran

Di dalam bidang restoran, perhatian antara lain dapat diarahkan pada kualitas pelayanan, baik dari higenis makanan maupun teknik pelayanannya. Di samping itu, dari segi kandungan gizi, kesehatan makanan dan lingkungan restoran serta penemuan makanan-makanan baru dan tradisional baik resep, bahan maupun penyajiannya yang biasa dikembangkan secara nasional, regional bahkan internasional.

2. Penginapan

Penginapan atau home stay, yang terdiri dari hotel, motel, resort, kondominium,

time sharing, wisma-wisma dan bed and breakfast, merupakan aspek-aspek yang

dapat diakses dalam pengembangan bidang kepariwisataan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan penginapan ini dapat berupa; strategi pemasaran, pelayanan saat penginapan, integrasi dan restoran atau biro


(22)

perjalanan, dan sebagainya. Penelitian juga dapat diarahkan pada upaya memperkecil limbah dari industri pariwisata tersebut.

3. Pelayanan perjalanan

Meliputi biro perjalanan, paket perjalanan (tour wholesalers), perusahaan

incentive travel dan reception service.

4. Transportasi

Dapat berupa sarana dan prasarana angkutan wisata seperti mobil/bus, pesawat udara, kereta api, kapal pesiar, dan sepeda.

5. Pengembangan Daerah Tujuan Wisata

Dapat berupa penelitian pasar dan pangsa, kelayakan kawasan wisatawan, arsitektur bangunan, dan engineering, serta lembaga keuangan.

6. Fasilitas Rekreasi

Meliputi pengembangan dan pemanfaatan taman-taman Negara, tempat perkemahan (camping ground), ruang konser, teater, dan lain-lain.

7. Atraksi wisata

Meliputi taman-taman bertema, museum-museum, hutan lindung, agrowisata, keajaiban alam, kegiatan seni dan budaya, dan lain sebagainya.

2.3 Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata

2.3.1 Pengertian Objek dan Daya Tarik Pariwisata

Objek dan Daya Tarik Wisata adalah suatu bentukan dan atau aktifitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung


(23)

untuk datang ke suatu daerah/tempat tertentu. Daya tarik yang tidak atau belum dikembangkan semata-mata hanya merupakan sumber daya potensial dan belum dapat di sebut sebagai daya tarik wisata, sampai adanya suatu jenis pengembangan tertentu. Misalnya penyediaan aksesibilitas atau fasilitas. Oleh karena itu suatu daya tarik dapat diamanfaatkan sebagai daya tarik wisata. Pengertian objek wisata secara umum menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24/1979, tentang penyerahan sebagian urusan pemerintah dalam bidang kepariwisataan pada Daerah Tingkat I adalah sebagai berikut (http://andy-saiful.blogspot.com/2009/01/ pengertian-pariwisata.html. Diakses 20/03/2011).

1. Objek Wisata adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta sejarah bangsa dan temoat atu keadaan alam yang mempunyai daya tarik wisata bagi wisatawan untuk dikunjungi.

2. Atraksi Wisata adalah semua yang diciptakan manusia berupa penyajian kebudayaan seperti tari-tarian, kesenian rakyat, upacara adat, dan lain-lain.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa objek dan atraksi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik bagi wisatawan agar mau berkunjung ke daerah tersebut. Untuk mengembangkan objek wisata yang telah ada, pemerintah telah melakukan usaha pembenahan, misalnya di bidang prasarana yaitu dengan membangun dan merehabiliasi jalan-jalan menuju objek wisata.

Ada beberapa syarat teknis dalam menentukan suatu tujuan wisata atau objek wisata yang dapat dikembangkan, yaitu (Pitana,2009):


(24)

1. Adanya objek wisata dan daya tarik wisata yang beraneka ragam (site and event

attractions)

Site attraction, adalah hal-hal yang dimiliki suatu objek wisata sejak objek

tersebut sudah ada, atau daya tarik objek wisata bersamaan dengan adanya obje wisata tersebut.

Event attartions, adalah daya tarik yang dibuat oleh manusia.

2. Assesibilitas, yakni kemudahan untuk mencapai objek wisata. 3. Amenitas, yaitu tersedianya fasilitas-fasilitas di objek wisata.

4. Organisasi (Tourist Organizationi), yaitu adanya lembaga atu badan yang mengelola objek wisata sehingga tetap terpelihara.

Objek dan Daya Tarik Wisata sangat erat hubungannya dengan travel

motivaton dan travel fashion, karena wisatawan ingin mengunjungi serta

mendapatkan suatu pengalaman tertentu dalam kunjungannya. Objek dan Daya Tarik Wisata merupakan dasar bagi kepariwisataan. Tanpa adanya daya tarik suatu area/daerah tertentu, kepariwisataan sulit untuk dikembangkan. Pariwisata biasanya akan lebih berkembang atau dikembangkan, jika di suatu daerah terdapat lebih dari satu jenis Objek dan Daya Tarik Wisata.

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam pengembangan suatu daya tarik wisata yang berpotensial harus dilakukan penelitian, inventarisasi, dan dievaluasi sebelum fasilitas wisata dikembangkan di suatu kawasan tertentu. Hal ini


(25)

penting agar perkembangan daya tarik wisata yang ada dapat sesuai dengan keinginan pasar potensial dan untuk menentukan pengembangan yang tepat dan sesuai.

2.3.2 Jenis-jenis Objek dan Daya Tarik Wisata

Terdapat banyak jenis daya tarik wisata dan dibagi dalam berbagai macam sistem klasifikasi. Secara garis besar daya tarik wisata dibagi ke dalam tiga jenis (Pitana, 2009):

a. Daya tarik alam b. Daya tarik budaya

c. Daya tarik buatan manusia

Objek dan Daya Tarik Wisata berupa alam, budaya, tata hidup, dan lainnya yang memiliki nilai jual untuk dikunjungi ataupun dinikmati oleh wisatawan, sekaligus juga merupakan sasaran utama wisatawan dalam mengunjungi suatu daerah atau Negara. Dalam pengertian luas bahwa apa saja yang mempunyai daya tarik wisata atau menarik minat bagi wisatawan dapat disebut sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata.

Pada literatur-literatur luar negeri tidak pernah ditemukan objek wisata dan daya tarik wisata seperti yang kita kenal di Indonesia, namun mereka hanya menggunakan istilah Tourist Attraction saja, yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik untuk mengunjungi daerah tertentu, dimana Tourist Attraction itu juga merupakan salah satu unsur pokok dalam pembangunan kepariwisataan yang keberadaannya akan mendorong wisatawan untuk mengunjunginya.


(26)

Objek dan Daya Tarik Wisata dapat berupa alam, budaya, tata hidup yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi atau menjadi sasaran bagi wisatawan. Hal ini juga diungkapkan oleh Drs. Oka A. Yoeti, dimana ada beberapa hal yang menjadi daya tarik bagi orang yang mengunjungi suatu daerah. Hal-hal tersebut adalah:

1. Benda-benda yang tersedia di alam semesta, yang dalam istilah pariwisata disebut natural amenities. Termasuk dalam kelompok ini adalah:

a. Iklim

b. Bentuk tanah dan pemandangan

c. Hutan belukar

d. Flora dan fauna

e. Pusat kesehatan

f. Hasil ciptaan manusia dalam istilah pariwisatanya disebut man made supply yang berupa benda-benda sejarah, kebudayaan dan keagamaan.

2. Tata hidup masyarakat (way of life)

Membicarakan objek dan atraksi wisata baiknya dikaitkan dalam pengertian produksi dan industri pariwisata itu sendiri. Hal ini dianggap perlu karena sampai sekarang ini masih dijumpai perbedaan pendapat antara para ahli mengenai pengertian produk industri pariwisata dari satu pihak dan atraksi wisata pihak lain.

Produk industri pariwisata, meliputi keseluruhan pelayanan yang diperoleh, dirasakan atau dinikmati wisatawan, semenjak ia meninggalkan rumah dimana biasanya ia tinggal, sampai kedaerah tujuan wisata yang dipilihnya dan kembali kerumah dimana ia berangkat semula, jadi objek dan atraksi wisata itu sebenarnya


(27)

sudah termasuk dalam produk industri wisata karena kalau tidak, motivasi untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata tidak ada, padahal kita yakin pada suatu daerah tujuan wisata sudah pasti ada objek dan atraksi wisata. Dan ada pula alasan wisatawan akan berkunjung ke daerah tersebut bila mereka merasakan manfaat kepuasan atau pelayanan yang diberikan.

Jadi kita dapat mengatakan suatu objek wisata, bila untuk melihat objek tersebut tidak ada persiapan terlebih dahulu dimana seorang saja dapat menikmatinya tanpa bantuan orang lain, karena memang sifat objek wisata tersebut tidak dapat dipindah-pindahkan atau bersifat monumental, contohnya pemandangan alam dan bangunan bersejarah. Lain halnya dengan atraksi wisata yang apabila sesuatu itu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat dilihat dan dinikmati.Atraksi wisata ini sifatnya adalah entertainment atau hiburan yang digerakkan oleh manusia seperti tari-tarian, upacara adat daan lainnya. Oleh sebab itu, perlu persiapan khusus untuk dapat menikmatinya.

Menurut Undang-undang No.9 tahun 1990 bab III pasal 4 tentang kepariwisataan, Objek dan Daya Tarik Wisata dibagi menjadi dua jenis. Adapun bunyi pasal tersebut adalah (http://andy-saiful.blogspot.com/2009/01/pengertian-pariwisata.html. Diakses 20/03/2011).

1. Objek dan Daya Tarik Wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna.


(28)

2. Objek dan Daya Tarik Wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggal purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, agrowisata, taman rekreasi, dan tempat hiburan.

2.4 Motif Perjalanan Wisata

Setiap orang yang melakukan suatu perjalanan, biasanya mempunyai alasan tertentu, demikian pula halnya dengan wisatawan dan secara garis besar alasan dan keperluannya juga dapat dikelompokkan sebagai berikut, yaitu (http://wisatakan di.blogspot.com/2010/12/klasifikasi-motif-dan-tipe-wisata.html.Diakses 20/03/2011): Berdasarkan alasan dan tujuan perjalanan

a. Business Tourism, yaitu jenis kepariwisataan dimana pengunjung datang untuk

dinas, usaha dagang, atau yang berhubungan dengan pekerjaannya, kongres, seminar, konvension, symposium, musyawarah kerja.

b. Education Tourism, yaitu jenis pariwisata yang dimana orang-orang melakukan

perjalanan untuk tujuan studi atau memelajari suatu bidang ilmu pengetahuan. Biasa dikenal juga dengan istilah eduvacation.

c. Vocational Tourism, yaitu jenis pariwisata yang dilakukan hanya untuk sekedar

berlibur saja.

1. Menurut saat waktu berkunjung

a. Seasonal Tourism, kegiatan pariwisata yang berlangsung pada musim-musim

tertentu misalnya summer tourism atau winter tourism, yang biasanya ditandai dengan kegiatan olah raga ini.


(29)

b. Occational Tourism, yaitu kegiatan pariwisata ini dihubungkan dengan

kegiatan atau occation maupun suatu event, seperti galungan, atau kuningan di Bali.

2. Menurut objeknya

a. Cultural Tourism, yaitu jenis pariwisata dimana motivasi orang-orang untuk

melakukan perjalanan disebabkan Karen adanya daya tarik dari seni budaya suatu tempat atau daerah.

b. Recurrentional Tourism, biasanya disebut juga pariwisata kesehatan. Adapun

tujuan prang-orang melakukan perjalanan ini adalah untuk menyembuhkan penyakit, seperti mandi di sumber air panas, mandi lumpur seperti banyak dijumpai di negara-negara Eropa atau mandi susu, mandi kopi di Jepang yang kabarnya bias membuat awet muda.

c. Sport Tourism, kegiatan pariwisata ini bertujuan untuk atau menyaksikan

suatu pesta olah raga di suatu tempat atau Negara tertentu seperti Olympiade,

All England, Europe cup.

d. Commercial Tourism, disebut juga dengana pariwisata perdagangan karena

perjalanan wisata ini dikaitkan dengan perdagangan internasional dimana sering diadakan kegiatan Expo, Fair Exibition.

e. Religion Tourism, kegiatan pariwisata ini dilakukan untuk menyaksikan

upacara-upacara keagamaan seperti kunjungan Lourder bagi yang beragama Katolik atau muntilan pusat agama Kristen di Jawa Tengah, ibadah Haji dan Umroh bagi umat Islam dan upacara Hindu di


(30)

2.5 Peran Kebudayaan dalam Kepariwisataan

Hubungan antara kebudayaan dan pariwisata terlihat jelas dalam Undang- Undang No. 9 tahun 1990, pasal 4 yang menjelaskan:

1. Objek dan Daya Tarik Wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berwujud keindahan alam serta flora dan fauna.

2. Objek dan Daya Tarik Wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, peninggalan purbakala, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan alam, tempat rekreasi dan tempat hiburan.

Dalam pasal 6 dinyatakan bahwa pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata dilakukan dengan memperhatikan:

a. Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya.

b. Nilai – nilai agama, adat istiadat serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

c. Kelestarian budaya dengan mutu lingkungan hidup. d. Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.

Dengan demikian pengembangan kepariwisataan berhubungan erat dengan kebudayaan. Adapun pengembangan kepariwisataan ditunjang oleh pemeliharaan nilai- nilai seni dan budaya serta bangunan peninggalan sejarah. Demikian pula sebaliknya, pelestarian nilai-nilai budaya juga dipengaruhi oleh arus mobilitas wisatawan. Sejalan dengan ini, di dalam GBHN sektor pariwisata diberi misi untuk mengembangkan kebudayaan nasional.


(31)

Yang dimaksud dengan kebudayaan di sini adalah kebudayaan dalam arti luas, tidak hanya meliputi kebudayaan tinggi seperti: kesenian atau perikehidupan, istana, kraton, dan sebagainya. Akan tetapi yang meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengah-tengah masyarakat, pakaiannya, cara berbicara, dan lain-lain. Semua act dan artifact (tingkah laku dan hasil karya) suatu masyarakat tidak hanya kebudayaan yang masih hidup, akan tetapi kebudayaan yang berupa peninggalan-peninggalan atau tempat-tempat bersejarah berupa monumen seperti Mesjid Raya, Gedung Lonsum, Balai Kota, Istana Maimun, Kuil Shri Mariamman, dan lain-lain.

Karena luasnya kebudayaan ini ada baiknya membuat klasifikasi dari apa saja yang termasuk kebudayaan itu. Salah satunya adalah kebudayaan hidup dan dibagi menjadi dua bagian (Soekadijo,2000:5) :

Kebudayaan hidup:

1. Kebudayaan tradisional, seperti: adat perkawinan, pakaian tradisional, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang masih di pegang teguh. Adapun kebudayaan tradisional ini sebagian terdapat di museum berupa artifact dan dalam kehidupan bermasyarakat berupa kesenian dan kerajinan tradisional masyarakat.

2. Kehidupan temporer, sebagian berupa artifact yang terdapat di museum modern ataupun di tengah-tengah masyarakat dan sebagian berupa act, yaitu: tata cara kehidupan modern dan kesenian kontemporer.


(32)

Dalam wisata budaya (cultural tourism) orang yang tidak mengunjungi suatu tempat untuk menyaksikan dan menikmati atraksi wisata, akan tetapi lebih dari itu, ia mungkin datang untuk mempelajari atau mengadakan penelitian tentang keadaan setempat. Seniman-seniman sering mengadakan perjalanan wisata untuk memperkaya diri, menambah pengalaman dan mempertajam kemampuan penghayatannya. Pelukis- pelukis sering menjelajahi daerah-daerah tertentu untuk mencari dan mengumpulkan objek lukisan. Mereka itu semua mengadakan perjalanan berdasarkan motif kebudayaan. Termasuk juga kunjungan wisatawan ke berbagai peristiwa khusus (special event), seperti upacara keagamaan, penobatan raja, pemakaman tokoh terkenal, dan lain-lain.

Modal kebudayan itu penting untuk kegiatan wisata. Wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat karena motif budaya akan menghabiskan waktu senggangnya di tengah-tengah masyarakat dengan kebudayaan yang dianggapnya tertarik. Ia seolah-olah menenggelamkan diri ke dalam kebudayaan setempat, seperti: melihat hiburan rakyat, makan di warung setempat, berbelanja di pasar, mengunjungi rumah penduduk. Namun, tidak semua wujud kebudayaan sama menariknya untuk semua tipe wisatawan. Di situs pra sejarah ridak banyak yang dapat dilhat oleh wisatawan tamasya, akan tetapi sebaliknya menarik sekali untuk wisatawan studi.


(33)

BAB III

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

3.1 Sejarah Kota Medan

Kota Medan berawal dari sebuah kampung bernama Kampung Medan Putri yang didirikan Guru Patimpus sekitar tahun 1590-an. Guru Patimpus adalah seorang putra Karo bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang putri Datuk Pulo Brayan.Dalam bahasa Karo, kata "Guru" berarti "Tabib" ataupun "Orang Pintar", kemudian kata "Pa" merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata "Timpus" berarti bundelan, bungkus atau balut.

Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang Tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan di sekitar Balai Kota Medan. Disebabkan letaknya yang berada di Tanah Deli, Kampung Medan juga sering dikenal sebagai Medan Deli. Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah tempat di mana Sungai Deli bertemu dengan Sungai Babura. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai sumber literatur mengenai asal-usul kata "Medan" itu sendiri.

Dari catatan penulis-penulis Portugis yang berasal dari awal abad ke-16, disebutkan Kota Medan berasal dari nama "Medina", sedangkan sumber lainnya  


(34)

menyatakan Medan berasal dari bahasa India "Meiden". Yang lebih kacau lagi ada sebagian masyarakat menyatakan Medan merupakan tempat atau area bertemunya  berbagai suku sehingga disebut sebagai medan pertemuan. Adapula yang mengatakan ketika para saudagar Arab yang kebetulan melihat tanah Medan sekarang, mengatakan Median yang berarti datar atau rata dan memang pada kenyataannya Medan memiliki kontur tanah yang rata mulai dari pantai Belawan hingga daerah Pancur Batu. 

Dalam salah satu Kamus Karo-Indonesia yang ditulis Darwin Prinst SH: 2002, Kata "Medan" berarti "menjadi sehat" ataupun "lebih baik". Hal ini memang berdasarkan pada kenyataan Guru Patimpus benar adanya adalah seorang tabib yang dalam hal ini memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Karo pada masanya.Medan pertama kali ditempati suku Karo. Hanya setelah penguasa Aceh, Sultan Iskandar Muda, mengirimkan panglimanya, Gocah Pahlawan Bergelar Laksamana Khoja Bintan untuk menjadi wakil Kerajaan Aceh di Tanah Deli, barulah Kerajaan Deli mulai berkembang.Perkembangan ini ikut mendorong pertumbuhan dari segi penduduk maupun kebudayaan Medan. Di masa pemerintahan Sultan Deli kedua, Tuanku Panglima Parunggit (1669-1698), terjadi perang kavaleri dan sejak itu Medan menjadi pembayar upeti kepada Sultan Deli. (http://id.wikipedia.org/wiki/ Kota_Medan. Diakses 20/03/2011).

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa


(35)

sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan ulama.

Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha di tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, Kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.

3.2 Letak Geografis

Secara geografis Kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:

Utara : Selat Malaka

Selatan : Kabupaten Deli Serdang Barat : Kabupaten Deli Serdang Timur : Kabupaten Deli Serdang


(36)

Sungai

Sedikitnya ada sembilan sungai yang melintasi kota ini: * Sungai Belawan

* Sungai Badera * Sungai Sikambing * Sungai Putih * Sungai Babura * Sungai Deli

* Sungai Sulang-Saling * Sungai Kera

* Sungai Tuntungan

Selain itu, untuk mencegah banjir yang terus melanda beberapa wilayah Medan, pemerintah telah membuat sebuah proyek kanal besar yang lebih dikenal dengan nama Medan Kanal Timur.

3.2.1 Iklim

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2004 berkisar antara 22,7° C-24,1° C dan suhu maksimum berkisar antara 31,0 ° C-33,7°C serta menurut stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3°C-24,4°C dan suhu maksimum berkisar antara 30,9°C-33,6°C.

Berdasarkan pengukuran stasiun klimatologi Polonia , curah hujan di Kota Medan tahun 2004 menurut Stasiun Polonia mencapai rata-rata 2.507 mm dengan hari hujan sebanyak 228 hari serta menurut stasiun Sampali mencapai rata-rata 2.055


(37)

mm dengan hari hujan sebanyak 189 hari.Selanjutnya mengenai kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 78-80%. Dan kecepatan angin rata-rata sebesar 0,40 m/sec , sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,5 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2004 rata-rata perbulan 19 hari dengan rata-ratacurah hujan menurut stasiun Sampali perbulannya 171,2mm dan pada Stasiun perbulannya 208,9mm.

Kemanfaatan terbesar dari sungai-sungai ini adalah sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan obyek wisata sungai.

3. 3 Fisiografi

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.


(38)

Tabel 3.1 Persentase luas Wilayah Kota Medan

Wilayah pemukiman Perkebunan Lahan jasa

Sawah Perusahaan Kebun campur

industri Hutan Rawa Luas

wilayah

36,3% 3,2% 1,9% 6,1% 4,2% 45,5% 1,5% 1,8%

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan. Diakses 20/03/2011.

Secara administratif, batas wilayah Medan disebelah barat , timur dan selatan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang, di sebelah Utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu lintas laut paling sibuk (padat) di dunia.

Secara relatif Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karena secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi


(39)

geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

3. 4 Kependudukan

Garis-garis Besar Haluan Negara menyatakan bahwa penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi modal dasar yang efektif bagi pembangunan nasional. Namun dengan pertumbuhan yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Hal ini berati bahwa penduduk yang besar dengan kualitas yang tinggi tidak akan mudah untuk dicapai. Program kependudukannya di Kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia meliputi: pengendalian kelahiran , penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan usia dan harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan.

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar.

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa


(40)

dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).

Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan—tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Mayoritas penduduk Kota Medan sekarang ialah Suku Jawa, Suku Batak dan Suku Melayu. Di Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara


(41)

Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India.

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun 2001-2010

TAHUN PENDUDUK

2001 1.926.052

2002 1.963.086

2003 1.993.060

2004 2.006.014

2005 2.036.018 2007 2.083.156 2008 2.102.105 2009 2.121.053[12]

2010 2.109.339[5][6][7]

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan. Diakses 20/03/2011

3.5 Situs Kepariwisataan

Di luar potensi bisnisnya, Kota Medan sangat layak menjadi tujuan wisata. Ada banyak bangunan tua di Medan yang menyisakan arsitektur khas Belanda. Contohnya : Gedung Balai Kota Lama, Kantor Pos Medan, Menara Air, Titi Gantung- sebuah jembatan di atas rel kereta api, dan juga gedung London Sumatera, dan ruko tua seperti yang bisa dijumpai di Penang, Malaysia dan Singapura. Tempat wisata lain yang bisa dikunjungi adalah mal. Terdapat berbagai macam mal dan plaza di Kota Medan yaitu Brastagi Mall, Deli Plaza, Grand Paladium, Sun Plaza, Plaza


(42)

Medan Fair, Medan Plaza, dll. Ada juga berbagai macam wisata kuliner seperti Merdeka Walk, Jalan Semarang, Jalan Pagaruyung, Ring Road, Jalan Setia Budi, Jalan Dr. Mansyur (Kampus USU), Ramadhan Fair, dll

Dengan banyaknya wisatawan di Kota Medan, membuat wisatawan baik asing maupun lokal, juga penduduk Kota Medan dan sekitarnya menjadi tertarik untuk datang ke Kota Medan, selain Medan merupakan ibu kota dari Sumatera Utara yang menjadi pusat kegiatan di Sumatera Utara.

Tabel 3.3

Jumlah Wisatawan yang Datang ke Sumatera Utara

Tahun Jumlah 2003 98.336 2004 112.319 2005 121.052 2006 121.846 2007 134.130 2008 130,211 2009 148,193 2010 162.410 Total 1.028.497 Sumber: www.bps.go.id. Diakses 20/03/2011


(43)

Tabel 3.4

Objek Wisata Menurut Urutan Minat

Jenis Wisata Tempat Wisata

1. Wisata Kuliner 1. Ramadhan Fair 2. Ring Road/Setia Budi 3. Jl. Pagaruyung 4. Jl. Semarang 5. Merdeka Walk

2. Wisata Sejarah 1. Rumah Tjong A Fie di kawasan Jl. Jend. Ahmad Yani (Kesawan).

2. Gedung Balai Kota lama 3. Menara Air

4. Titi Gantung

5. Gedung London Sumatera 6. Kantor Pos Medan

7. Istana Maimun 3. Wisata Religi 1. Mesjid Al-Osmani

2. Mesjid Raya Al-Mashun 3. Kuil Shri Mariamman 4. Vihara Gunung Timur 4. Wisata Minat Khusus 1. Universitas Sumatera Utara

2. Bandar Udara Polonia 5. Wisata Belanja 1. Sun Plaza

2. Grand Paladium 3. Deli Plaza

4. Plaza Medan Fair 5. Brastagi Mall 6. Medan Plaza 7. Pasar Petisah

Sumber :  http://wapedia.mobi/id/Daftar_tempat_wisata_di_Indonesia. Diakses 20/03/2011


(44)

Tabel 3.5

Objek-objek Wisata di Kota Medan Objek Wisata Alamat Istana Maimun Jl. Brigjen Katamso Mesjid Raya Medan Jl. Sisingamaraja Mesjid Raya Al-Osmani Jl. Yos Sudarso km 17,5 Rumah Tjong A fie Jl. Jend AhmadYani Gedung Balai Kota Lama Jl. Balai Kota

Menara Air Jl. Sisingamaraja No. 1 Titi Gantung Jl. Irian Barat

Gedung London Sumatera

Jl. Kesawan di sudut lapangan merdeka Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_tempat _di_Indonesia,2011.


(45)

BAB IV

KUIL SHRI MARIAMMAN SEBAGAI OBJEK WISATA DI KOTA MEDAN

4.1 Kuil Shri Mariamman di Kawasan Kampung Keling Medan

Salah satu tempat menarik di Medan yang dapat dikunjungi adalah Kuil Shri Mariamman, sebuah kuil Hindu yang dipersembahkan untuk memuja dewi Mariamman. Kuil ini merupakan kuil Hindu pertama yang dibangun oleh masyarakat keturunan India (khususnya etnis Tamil) Meskipun banyak kuil dan candi Hindu serta Buddha di banyak tempat di negeri ini, namun orang jarang menghubungkannya dengan India atau keturunan India yang tinggal di sini. Tampaknya candi-candi itu telah dianggap sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia. Bangunan kuil ini mirip dengan kuil Hindu Shri Mariamman yang ada di Singapura dan Penang, Malaysia. Arsitektur khasnya dipengaruhi kebudayaan India.

Kuil Shri Mariamman adalah sebuah kuil yang pertama kali dibangun pada tahun 1884 oleh Rengga Sani Naiger, pada tahun yang sama dimulainya pembangunan Istana Maimun dari Kesultanan Deli, dan telah direnovasi sebanyak dua kali setelah itu. Kuil ini, yang merupakan kuil Hindu tertua di Kota Medan, lokasinya berada di Jl. Teuku Umar No.18 dengan pintu gerbang menghadap ke timur, dan dinding sebelah kanannya berada di Jl. Zainul Arifin.


(46)

Di makna ters Keling ini 1. Dewa 2. Dewa 3. Dewa pertam 4. Dewi kalijag S dalam kui sendiri dan memiliki lim Siwa yaitu Wisnu yaitu Ganesha ma yang dise

Durga (Kal ga.

Tampak

Sumber : Ar

l ini terdap punya berb ma dewa ya merupakan u merupaka yaitu meru embah. li) merupak Gambar depan kuil roengbinang pat patung-bagai macam akni: n dewa peleb

an dewa pen upakan guru

an dewa ke r 4.1 Shri Mariam

g,2010. Diak

-patung Dew m cerita. Ku

bur atau kem nyelamat

u alam sem

edua yang d mman

kses 20/03/2

wa hindu y uil yang ter

mbali ke asa

mesta dan

disembah da 2011.

yang mem rletak di Ka

al.

merupakan

an dewa pda

mpunyai ampung

n dewa


(47)

5. Dewi dewa k Ma Hindu Ind Karnataka pelindung di sini seba

Pan ditempatka bawah lang

Aman meru ketiga yang ariamman a dia Selatan dan Andhr bumi Tamil agai Ganesh Kun S ndangan dar an pada din git-langit di

upakan dew g disembah.

adalah dew , yang dip ra Pradesh. l. Sedangka ha, yang dik

ci karakter R

Sumber : Ar ri sisi dalam nding kiri ihiasi denga

wa pertama j

i penyakit puja di ban

Altar Shri an di sebelah katakan seba

Gambar Ramayana (

roengbinang m dinding d dan kanan, an indah. juga merup dan hujan nyak pedes i Murugar, h altar Shri V agai dewa te

r 4.2 (versi Rama

g,2010 Diak di pintu ma

dengan la

pakan ibund

yang utama aan di dae Dewa Pera Vinayagar, erpenting da ayana Tamil kses 20/03/2 suk. Patung ampu krista da Mariamm

a bagi mas erah Tamil ang dan dan yang lebih alam kuil Hi

l)

2011. g Tuhan dan al menggant man dan yarakat Nadu, n dewa dikenal indu. n Dewi tung di


(48)

Ku 5.30 – 12.0 300 sampa Mariamma gopuram, d Mariamma Dinding ba Pat Sum uil ini dibuk 00, dan jam ai 400 oran an yang pen dilihat dari an yang jug agian dalam

tung Tuhan

mber : Aroen ka hanya pa 16.00 – 20 ng setiap m nuh dengan

samping ka a bisa ditem m di sebelah

Gamba dan Dewi p

ngbinang,20 ada waktu-w

.00. Jumlah minggunya.

ornamen p anan kuil. G mukan di ku kiri-kanan p

ar 4.3 pada sisi kiri

10. Diakses waktu terten h jemaah yan

Menara kh patung dewa Gopuram ini

uil serupa di pintu masuk

i dan kanan

s 20/03/2011 ntu, yang bi

ng dating ke has di pintu a, yang dik

merupakan i negara lain k kuil.

1.

asanya adal e kuil ini me u masuk ku kenal dengan n ciri khas ku n di seluruh

lah jam encapai uil Shri

n nama uil Shri h dunia. 


(49)

Ku masyaraka melakukan Selain seba misalnya T (akad nikah Di terdapat tia dan di seke Wisnu, Siw

Menara kh

Sum uil Shri Mar

at Tamil se n sembahy agai tempat Taipusam, d

h) bagi mas dalam kuil ang kayu be eliling kuil wa, Dewi K

has Kuil Shr

mber: Aroeng riamman di etiap hari ju yang tiga k t sembahyan dan kuil ini syarakat Tam

l ini, terdap erwarna cok terdapat gam Kali (Durga), Gamba ri Mariamm gbinang,201 ibuka setiap umat pukul kali dalam ng kuil ini ju

juga sebag mil.

pat tiga rua klat yang be mbar dan p , dan Dewi A

ar 4.4 man atau bias

10. Diakses p hari. Keg l 18.00. Te sehari dan uga sebagai gai tempat m

ang utama erdiri tegak atung para D Aman.

sa disebut G

20/03/2011 giatan semb etapi masya dapat dilak i tempat per mengadakan

untuk berd di atas sem Dewa, sepe Gopuram 1. bahyang dil arakat Tam kukan dima rayaan keag n acara pern

doa. Di dal men persegi

rti Dewa G

lakukan mil juga anapun. gamaan, nikahan lamnya, empat. anesha,


(50)

Ru bagian ata untuk berd melakukan Dal kurang leb 1. Menga 2. Kemu 3. Kemu 4. Setela Sum angan utam s pilar-pilar doa sebelum n doa lain ya lam menjal bih 2 jam yai

adakan bhaj udian memba udian menga ah itu melaku

R

mber : Aroen ma untuk ber

r penyangga m kemudian ang lebih kh ankan ibada itu dengan r jan atau kid aca doa dala adakan ceram ukan kegiat Gamba Ruangan untu ngbinang,20 rdoa dengan a. Karpet hi n maju men husus.

ah tersebut rincian : dung kerohan

am bahasa T mah atau da tan sembahy

ar 4.5 uk berdoa

10. Diakses n lukisan w ijau diperun ndekat ke b

masyarakat

nian

Tamil atau P armawacana yang bersam s 20/03/2011 warni bunga ntukkan bag bagian depa

t Tamil mel

Piratenai a ma 1. yang ditore gi pengunju an, mungkin lakukannya eh pada ung kuil n untuk selama


(51)

4.2 Sejara dengan E

Pen pengetahua komunitas temuan are ke-14 mem Nusantara Sum ah Masukn Era Penanam ngaruh masu an umum ,d

yang ada d ekologis di mperlihatka (Dalam Y.S

R

mber : Aroen

nya Komun man Temb

uknya kebu dan proses p di negeri in

Sumatera m an kesinamb Subbarayalu Gambar Ruangan ten ngbinang,20 itas Tamil akau Deli udayaan Ind penyerapan ni juga masi maupun di Ja mbungan keh u, 2002). r 4.6 ngah kuil 010. Diakses di Sumater

dia yang kua unsur-unsu ih berlangsu awa mulai d hadiran per

s 20/03/201

ra Utara da

at di Indone ur budaya In

ung hingga dari abad ke radaban In

1.

an Kaitanny

esia sudah m ndia oleh b

hari ini. Te e-7 M hingg dia di Kep

ya menjadi erbagai emuan-ga abad pulauan


(52)

Untuk daerah Sumatera Utara misalnya, kehadiran orang-orang India sudah terekam dalam sebuah prasasti bertarikh 1010 Saka atau 1088 M tentang perkumpulan pedagang Tamil di Barus yang ditemukan pada 1873 di situs Lobu Tua (Barus), sebuah kota purba di pinggir pantai Samudera Hindia. Prof. K.A. Nilakanta Sastri (1932) seperti dikutip dari tulisan Y. Subbarayalu,2002. (http://ipie3.wordpress. com/2009/06/06/komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara/. Diakses 20/03/2011). Menulis tentang prasasti itu sebagai berikut :

“ Fragmen prasasti dari Loboe Toewa berharga untuk dijadikan sebagai bukti yang jelas bahwa aktivitas perdagangan mereka (yaitu perkumpulan pedagang Tamil) telah menyebar ke Sumatera. Mungkin tidak tepat menyimpulkan berdasarkan prasasti itu bahwa bahasa Tamil telah digunakan dalam dokumen-dokumen umum di Pulau Sumatera pada abad ke-11 Masehi; namun jelas bahwa sekumpulan orang Tamil telah tinggal di Sumatera secara permanen atau semi permanen, dan termasuk di antaranya tukang-tukang yang mahir mengukir prasasti di atas batu..”

Keberadaan kaum pedagang Tamil pada abad ke-11 di pantai barat Sumatera, kemudian dikaitkan oleh sejumlah penulis dengan migrasi yang mereka lakukan ke arah pedalaman Sumatera karena terdesak oleh kekuatan armada pedagang-pedagang dari Arab/Mesir (Brahma Putro, 1979).  (http://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/ komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara/.Diakses20/03/ 2011). Brahma Putro, seorang warga suku Karo yang menulis buku “Karo dari Jaman ke Jaman” (1979) menyebutkan bahwa orang-orang Tamil yang terdesak dari Barus kemudian terasimilasi dengan suku Karo yang tinggal di Dataran Tinggi Tanah Karo (pedalaman Sumatera), dan mereka inilah di kemudian hari yang menjadi keturunan


(53)

marga (klen) Sembiring (Maha, Meliala, Brahmana, Depari, Sinulingga, Pandia, Colia, Capah, dsb). Secara fisik warga Karo dari kelompok klen tersebut memiliki persamaan dengan orang-orang Tamil.

Kehadiran orang Tamil juga dapat dicari di beberapa tempat lain di Sumatera, antara lain di Suruaso Sumatera Barat berdasarkan temuan batu bertulis (banda bapahek) dalam dua bahasa, salah satunya dalam bahasa India Selatan. Di bagian lain Sumatera, seperti kata Hasan Muarif Ambari, 2008. (http://ipie3.wordpress.com/ 2009/06/06/komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara/. Diakses 20/03/2011). Kehadiran etnis Tamil di Nanggroe Aceh Darussalam sudah menyatu dengan masyarakat Aceh. Hanya fisiknya saja yang menunjukkan mereka berasal dari etnis Tamil, selebihnya mereka sudah menyatu sebagai warga Aceh tulen, berbahasa dan beradat-istiadat Aceh. Pada umumnya ‘sisa’ masyarakat Tamil, kata Ambari, tinggal di daerah Pidie dan Aceh Utara. Di daerah Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan, kehadiran mereka diduga kuat terjadi pada abad ke-13 atau 14 yang bisa diidentifikasikan dari keberadaan peninggalan candi di daerah Portibi, Saba Biara, bahkan yang tertua (diduga abad ke-9 masehi) di Simangambat.

Peninggalan dalam bahasa juga masih bisa dikenali dengan mudah, seperti dalam istilah ‘naraco holing’, ‘banua holing’, ‘tumbaga holing’, ‘pijor koling’, dan lain sebagainya. Tetapi kedatangan orang India dalam jumlah yang cukup besar dan hingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai bagian wilayah Sumatera timur dan khususnya Medan baru terjadi sejak pertengahan abad ke-19, yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di Tanah Deli. Menurut catatan T.


(54)

Lukman Sinar, 2001 (http://ipie3 .wordpress.com/2009/06/06/komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara/.Diakses 20/ 03/2011) di dalam tahun 1874 sudah dibuka 22 perkebunan dengan memakai kuli bangsa Cina 4.476 orang, kuli Tamil 459 orang dan orang Jawa 316 orang. Perkembangan jumlah kuli semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya, yang terbanyak adalah kuli Cina (53.806 orang pada 1890 dan 58.516 orang pada 1900) dan kuli Jawa (14.847 orang pada 1890 dan 25.224 orang pada 1900); sementara kuli Tamil bertambah menjadi 2.460 orang pada 1890 dan 3.270 orang pada 1900.

Selain mereka yang didatangkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan sebagai kuli, migran orang Cina, India dan juga Arab mulai berdatangan ke Sumatera timur untuk berdagang dan menjadi pekerja di bidang-bidang lain. Migran dari India yang datang untuk berdagang antara lain adalah orang-orang dari India Selatan (Tamil Muslim) dan juga orang Bombay serta Punjabi. A. Mani (1980:58).

(http://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/komunitas-tamil-dalam

kemajemu-kan-masyarakat-di-sumatera-utara/. Diakses 20/03/2011). Menyebutkan bahwa di luar pekerja kontrak di perkebunan, orang-orang India yang lain juga banyak datang ke Medan untuk berpartisipasi memajukan berbagai sektor usaha yang sedang tumbuh di kota ini; seperti kaum Chettiars atau Chettis (yang berprofesi sebagai pembunga uang, pedagang dan pengusaha kecil); kaum Vellalars dan Mudaliars (kasta petani yang juga terlibat dalam usaha dagang); kaum Sikh dan orang-orang Uttar Pradesh. Selain itu juga terdapat orang-orang Sindi, Telegu, Bamen, Gujarati, Maratti (Maharasthra),


(55)

dll. Tetapi orang-orang Indonesia pada umumnya tak mengenali perbedaan mereka dan secara sederhana menyebutnya sebagai orang Keling dan orang Benggali saja.

Di masa kolonial, buruh-buruh Tamil yang bekerja di perkebunan biasanya dipekerjakan sebagai tukang angkat air, membetulkan parit dan jalan (Dalam Lukman Sinar, 2001; Mahyuddin et.al; tt); sementara orang-orang Punjabi yang beragama Sikh biasanya bekerja sebagai penjaga keamanan, pengawal di istana dan kantor-kantor, penjaga toko, dan lain-lain. Orang Sikh yang bekerja di perkebunan juga bertugas sebagai penjaga malam dan pengantar surat; juga memelihara ternak sapi untuk memproduksi susu (Dalam Mani, 1980:58).

Pada saat sekarang tidak diperoleh angka yang pasti mengenai jumlah warga keturunan India di Kota Medan, karena sensus penduduk setelah tahun 1930 tidak lagi menggunakan kategori etnik. Menurut A. Mani (1980) pada tahun 1930 terdapat sekitar 5000 orang Sikh di Sumatera Utara. Sementara itu A. Mani (1980) memperkirakan bahwa jumlah orang Tamil di Sumatera Utara adalah sekitar 18.000 jiwa; namun ada juga yang menyebut sekitar 30.000 jiwa pada tahun 1986

(http://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara/. Diakses 20/03/2011).

4.3 Kawasan Kampung Keling Dalam Potensi Kepariwisatan

Kampung Keling ini adalah jantung kebudayaan India di Medan. Warga Kota Medan mengenal kampung ini dengan nama Kampung Keling walaupun


(56)

kecamatannya bernama Madras. Selama beberapa dekade, Kampung Keling dikenal sebagai pemukiman masyarakat etnis India Tamil di Medan. Mereka berkumpul di daerah sekitar jalan Zainul Arifin. Meskipun pemerintah Kota Medan telah resmi mengubah nama Kampung ini menjadi Kampung Madras, karena keling berkonotasi dengan kulit gelap dan menimbulkan keberatan sebagaian masyarakat India setempat- areal seluas sekitar 10 hektar ini tetap dikenal sebagai Kampung Keling. Permasalahan nama ini juga menimbulkan perbedaan pendapat. Sebagian menyatakan keberatan atas nama Kampung Keling, sebagian lagi merasa nama Kampung Keling sudah sangat melekat dan historikal.

Di Kawasan Kampung Keling ini terdapat banyak potensi kepariwisataan, di daerah ini puluhan bangunan tua khas zaman kolonial Belanda masih bisa ditemukan di sini. Bangunan-bangunan ini adalah bangunan bersejarah peninggalan masa keemasan tembakau Deli. Di kawasan inilah dahulu masyarakat India tinggal dan bermukim. Sekarang tak banyak memang lagi warga keturunan India yang tinggal di sana. Karena tekanan ekonomi kelompok masyarakat inipun banyak yang “tergusur” ke pinggiran. Sekarang populasi terbesar mereka berada di Kampung Angrung dan Kampung Kubur, di sekitar kawasan Jalan Monginsidi, Medan.

Di Kampung Keling ini kita bisa melihat berbagai macam toko-toko kepunyaan etnis India yang berlokasi di daerah yang membuat jalan Zainul Arifin, jalan utama daerah ini terlihat layaknya sebuah jalan di India sendiri. Di kawasan ini kita bisa menemukan Toko Bombay yang menjual aneka sari India, Toko Kasturi


(57)

yang menjual berbagai kebutuhan bahan makanan India, perlengkapan makan, kecantikan, sembahyang, dan berbagi kebutuhan lainnya.

Banyak masyarakat Indonesia khususnya Kota Medan yang berkunjung atau berwisata di kawasan kampong keling ini karena di daerah ini juga terdapat restoran-restoran yang menyajikan makanan khas India seperti Restoran Cahaya Baru, De Deli Dar Bar, dan Restoran Bollywood. Ada juga toko-toko yang menjual makanan kecil dan manisan khas India, laundry dan penjahit India, serta yang paling mendominasi, warung kecil penjual martabak India.

Bangunan-bangunan yang sangat kental nuansa Indianya adalah kuil-kuil yang terdapat di Kampung Keling. Kuil Shri Mariaman dan Kuil Subramaniem adalah 2 kuil yang juga dapat dijadikan sebagai obyek wisata bagi warga pribumi do Kota Medan (http://www.blogster.com/vitapasaribu/kampung-madras-sejarah-kecil-kota-medan. Diakses 20/03/2011).

4.4 Karakteristik Sosial Budaya Komunitas Tamil

1. Pemukiman

Pada masa kolonial orang-orang Tamil bermukim di sekitar lokasi-lokasi perkebunan yang ada di sekitar Kota Medan dan Sumatera Timur. Setelah masa kemerdekaan, mereka pada umumnya berdiam di sekitar kota, yang terbanyak di Kota Medan, juga di Binjai, Lubuk Pakam dan Tebing Tinggi. Pemukiman mereka yang tertua di Kota Medan terdapat di suatu tempat yang dulu dikenal dengan nama Kampung Madras, yaitu di kawasan bisnis Jl. Zainul Arifin (dulu bernama Jalan


(58)

Calcutta). Kawasan ini lazim juga dikenal dengan sebutan Kampung Keling, dan sekarang sudah dikembalikan namanya menjadi Kampung Madras. Lokasi perkampungan mereka terletak di pinggiran Sungai Babura, sebuah sungai yang membelah Kota Medan dan menjadi jalur utama transportasi di masa lampau. Di kawasan ini hingga sekarang masih mudah ditemukan situs-situs yang menandakan keberadaan orang Tamil, misalnya tempat ibadah umat Hindu Shri Mariamman Kuil (sebagai kuil terbesar) yang dibangun tahun 1884 dan sejumlah kuil lainnya, juga pemukiman dan mesjid yang dibangun oleh orang Tamil Muslim sejak tahun 1887.  Sebuah laporan menyebutkan bahwa penduduk Tamil yang berjumlah kira-kira 30.000 jiwa di Medan dan sekitarnya, terbagi atas 66 % yang menganut agama Hindu, 28 % agama Buddha, 4,5 % beragama Katolik dan Kristen; dan 1,5 % yang beragama Islam (Napitupulu, 1992). Dalam sebuah wawancara dengan Pastor James Bharataputra (Juli 2003), pimpinan Graha Anne Maria Velankanni di Medan, disebutkan bahwa jumlah umat Tamil Katolik di Kota Medan saat ini kira-kira 800 orang.

1. Mata Pencaharian Hidup

Di masa lalu pekerjaan orang-orang Tamil banyak diasosiasikan dengan pekerjaan kasar, seperti kuli perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot. Hal ini terkait dengan latar belakang orang Tamil yang datang ke Medan, yaitu mereka yang berasal dari golongan dengan tingkat pendidikan yang rendah di India. Mereka inilah yang dipekerjakan di zaman kolonial sebagai


(59)

kuli di perkebunan-perkebunan milik orang Eropa. Di masa sekarang keturunan mereka banyak yang bekerja sebagai karyawan swasta, buruh, dan juga sebagai sopir. Kalau di masa kolonial sebagian dari mereka menjadi penarik kereta lembu dan pembuat jalan, di masa kini keturunan mereka banyak yang sudah mengusahakan jasa transportasi angkutan barang dan juga menjadi pemborong pembangunan jalan. Keahlian mereka dalam kedua bidang pekerjaan ini banyak diakui orang.

Orang-orang Tamil yang datang secara mandiri ke Medan pada umumnya memiliki jenis mata pencaharian hidup sebagai pedagang. Di antaranya menjadi pedagang tekstil, dan pedagang rempah-rempah di pusat-pusat pasar di Medan. Selain itu mereka juga banyak yang bekerja sebagai supir angkutan barang, bekerja di toko-toko Cina, dan menyewakan alat-alat pesta. Selain itu banyak juga yang melakoni usaha sebagai penjual makanan, misalnya martabak Keling. Pada umumnya, mereka yang berjualan rempah-rempah, tekstil dan menjual makanan adalah orang-orang Tamil yang beragama Islam. Mereka adalah kaum Muslim migran yang datang dari India Selatan hampir bersamaan dengan kedatangan orang-orang India pada umumnya ke Medan pada pertengahan abad ke-19. Di masa sekarang juga sudah terdapat sejumlah orang Tamil yang sukses sebagai pengusaha di level daerah maupun nasional, seperti keluarga Marimutu Sinivasan

(http://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara/. Diakses 20/03/2011). 2. Organisasi sosial dan keagamaan


(60)

Sejauh ini tidak ada organisasi yang dapat menghimpun warga Tamil dalam satu kesatuan. Mereka pada umumnya lebih terikat oleh kesatuan berdasarkan kesamaan agama, terutama di kalangan penganut Hindu, Buddha dan Katolik. Sementara mereka yang beragama Islam lebih cenderung melebur menjadi komunitas muslim dimana mereka bermukim. Penganut Hindu terhimpun dalam wadah kuil yang di Kota Medan secara kultural menyatu dalam Perhimpunan Kuil Shri Mariamman Kuil. Kuil Shri Mariamman yang terletak di Kampung Madras dibangun pada tahun 1884, dan berfungsi sebagai “payung” bagi kuil-kuil lain yang terdapat di sejumlah tempat lain di Kota Medan. Hampir di setiap pemukiman warga Tamil dibangun sebuah kuil, yang terbanyak menggunakan nama Shri Mariamman Kuil. Kuil Shri Mariamman juga menghimpun pemuda-pemudi yang aktif di kuil dalam sebuah perhimpunan muda-mudi kuil.

Mereka yang beragama Buddha terhimpun dalam wadah vihara dan organisasi yang disebut Adi-Dravida Sabah, dan untuk kaum remaja ada organisasi bernama Muda-mudi Buddha Tamil. Kaum Buddhis Tamil juga memiliki sejumlah vihara sebagai tempat beribadah, diantaranya adalah Vihara Bodhi Gaya dan Vihara Lokasanti di Kampung Anggrung serta Vihara Ashoka di kawasan Polonia, dan sejumlah vihara di tempat-tempat lain. Kaum Buddhis Tamil secara kelembagaan menyatu dalam wadah Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) dan pusatnya adalah Vihara Borobudur.


(61)

Warga Tamil Katolik juga memiliki sebuah gereja Katolik yang dibangun pada tahun 1912, yang sebagian besar anggotanya juga tergolong Tamil Adi-Dravida. Tengku Lukman Sinar (2001:76) menyebutkan bahwa sejak tahun 1912 telah ada missionaris Katolik khusus untuk orang-orang India Tamil di Medan. Sebuah gereja lain dibangun pada tahun 1935 oleh pastor Reverend Father James (Sami, 1980:83). Warga Tamil Kristen dan Katolik bermukim di sebuah lokasi yang disebut Kampung Kristen. Menurut Mani (1980) sebagian besar mereka datang dari Malaya, Pondicherry dan Karaikal. Pastor James Bharataputra yang datang ke Indonesia tahun 1967 dan bertugas di Medan sejak 1972, pernah mendirikan sekolah khusus untuk orang-orang India Tamil yang miskin, bernama Lembaga Sosial dan Pendidikan Karya Dharma. Sekarang sekolah itu diambil alih oleh Yayasan Don Bosco, dan menjadi SD St. Thomas 56. Pastor James membeli sebidang tanah di kawasan Tanjung Selamat pada tahun 1979, yang semula direncanakannya untuk tempat pemukiman baru bagi orang-orang Tamil Katolik yang menumpang di sekitar Jl. Hayam Wuruk. Pada tahun 2001 beliau membangun sebuah Kapel untuk umat Tamil Katolik di atas tanah tersebut, yang diresmikan oleh Uskup Agung Medan (Mgr A.G.P. Datubara, OFM,Cap), dan di sebelah bangunan kapel berukuran kecil itu sekarang berdiri sebuah gedung yang bernama Graha Bunda Maria Annai Velangkanni.

Sementara itu, warga Tamil Muslim sejak 1887 sudah memiliki sebuah lembaga sosial yang bernama South Indian Moslem Foundation and Welfare Committee. Warga Tamil Muslim mendapat hibah dua bidang tanah dari Sultan Deli,


(62)

untuk tempat membangun mesjid dan pekuburan bagi Tamil Muslim. Ada dua masjid yang dibangun oleh yayasan tersebut, satu terletak di Jalan Kejaksaan Kebun Bunga dan satu lagi di Jl. Zainul Arifin. Lokasi pekuburan terdapat di samping Masjid Ghaudiyah (Jl. Zainul Arifin). Tanah wakaf di lokasi Kebun Bunga cukup luas (sekitar 4000 meter) sedangkan lokasi Masjid Ghaudiyah sekitar 1000 meter persegi. Sebagian dari tanah wakaf yang di masjid Ghaudiyah dimanfaatkan untuk lokasi pembangunan ruko, terdiri dari 13 pintu, yang disewakan kepada orang lain dan uangnya digunakan untuk kemakmuran masjid dan menyantuni kaum Muslim Tamil yang miskin. Sampai sekarang yayasan yang menaungi masjid itu terus diurus oleh keturunan Tamil Muslim dan ketika penelitian lapangan tahun 2003 dilakukan masih dipimpin oleh Abu Bakkar Siddiq (45 thn) seorang pedagang dan dibantu oleh Kamaluddin (seorang pengusaha keramik). Sampai dengan tahun 1970-an, setiap tahun dilakukan perayaan hari besar keagamaan yang menghadirkan orang-orang Tamil Muslim di seluruh Kota Medan, Tebing Tinggi hingga Pematang Siantar. Kesempatan itu sekaligus menjadi forum silaturahim bagi warga Tamil Muslim, namun perayaan demikian sudah tidak pernah lagi berlangsung belakangan ini.

Selain organisasi sosial yang berbasis keagamaan seperti disebutkan di atas, pada tahun 1960-an terdapat sejumlah organisasi yang bertujuan memprmosikan kebudayaan dan pendidikan Tamil, diantaranya adalah The Deli Hindu Sabah, Adi-Dravida Hindu Sabah, Khrisna Sabah, yang bergerak di bidang keagamaan, sosial dan aktivitas kebudayaan (Mani, 1980:63). Juga ada The Indian Boy Scout Movement, Indonesian Hindu Youth Organization, dan North Sumatera Welfare Association, dan


(63)

lain-lain. Seorang tokoh Tamil yang kharismatis dan menggerakkan kemajuan bagi orang Tamil di Kota Medan adalah D. Kumaraswamy. Pada masa sekarang ini hampir semua organisasi sosial tersebut tidak lagi aktif. Di masa sekarang kita bisa menemukan beberapa lembaga pendidikan yang dikelola oleh orang Tamil di Medan, antara lain adalah Perguruan Raksana, dan lembaga kursus bahasa Inggeris Harcourt International yang memiliki 5 cabang di Kota Medan.

Menjadi bagian dari bangsa Indonesia merupakan satu pilihan yang secara sadar dijalankan oleh warga Tamil di Medan dan Sumatera Utara pada umumnya. Mereka teguh dalam soal ini, dan banyak di antara kaum tua orang Tamil yang juga ikut berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia, dan banyak pula di antara warga Tamil yang berstatus sebagai pegawai negeri. Tetapi sebuah keprihatinan muncul di kalangan generasi tua Tamil dewasa ini melihat kenyataan bahwa semakin lama mereka kehilangan identitas kebudayaan Tamil. Sebagian besar generasi muda tidak bisa lagi berbahasa Tamil, bahkan orang tua juga banyak yang tidak mampu lagi menggunakan bahasa itu di lingkungan keluarga. Pendeta Gurusamy, pimpinan Shri Mariamman Kuil, menyebutkan bahwa pelaksanaan peribadatan di kuil-kuil Hindu saat ini juga tidak lagi sepenuhnya dapat dilakukan menurut ketentuan penggunaan mantra-mantra yang berbahasa Tamil maupun Sanskerta.Sebuah upacara penyucian kuil (Kumbhabisegam) Shri Mariamman Kuil di Kampung Durian pada tanggal 13 Juli 2003 harus dipimpin oleh pendeta yang khusus diundang dari Malaysia.

Orientasi politik kaum Tamil di Medan di masa lampau adalah Golkar, namun di era reformasi dengan sistem multipartai sekarang ini mereka tidak lagi terpolarisasi


(64)

ke suatu partai tertentu. Kaum muda Tamil banyak juga yang aktif di organisasi kepemudaan seperti Pemuda Pancasila, sehingga mereka semakin dalam terabsorbsi dengan lingkungan pergaulan dan kebudayaan komunitas pribumi (http://ipie3. wordpress.com/2010/01/28/komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara. Diakses 20/03/2011).

4.5 Peranan Bangunan Bersejarah dalam Kepariwisataan

Bangunan-bangunan bersejarah di Kota Medan yang dahulu dikenal sebagai kota dengan citra Parijs van Sumatera dapat ditransformasikan dari modal budaya

(cultural capital) menjadi modal ekonomi (economic capital) dan selanjutnya

menjadi modal simbolik (symbolic capital) dalam konsepsi Bourdieu. Hal ini berangkat dari analisis sosiologis konsumsi pariwisata terkait dengan keinginan wisatawan, sehingga permasalahan konsumsi dan produksi menjadi penting. Khususnya terhadap wisatawan posmodern atau para baby btourism) berbasis bangunan bersejarah yang ada di Kota Medan dan sekitarnya. Boerley (1996 dalam Surbakti,2008) menjelaskan bahwa pariwisata budaya merupakan aktivitas yang memungkinkan para wisatawan mengetahui dan memperoleh pengalaman tentang perbedaan cara hidup orang lain, merefleksikan adat-istiadatnya, tradisi religiusnya, dan ide-ide intelektual yang terkandung dalam pusaka budaya yang belum dikenalnya (Dalam Surbakti,2009).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya :


(65)

a. Bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

b. Bahwa untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya.

c. Bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya.

d. Bahwa dengan adanya perubahan paradigma pelestarian cagar budaya, diperlukan keseimbangan aspek ideologis, akademis, ekologis, dan ekonomis guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

e. Bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti.

f. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Cagar Budaya (http://arkeologibawahair.wordpress.com/2011/01/02/


(66)

undang-undang-republik-indonesia-nomor-11-tahun-2010-tentang-cagarbudaya/.Diakses20/03/ 2011).

4.6 Bangunan Bersejarah Sebagai Pusaka Budaya

Terkait dengan permasalahan seminar yang menyangkut bangunan bersejarah dengan pengertian seperti yang terdapat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya. Dalam Pasal 1 Ayat 1 (a), dijelaskan, bangunan dapat dianggap peninggalan sejarah yang perlu dilindungi apabila bangunan tersebut memenuhi kebutuhan, “ Benda buatan manusia, beregerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai penting, bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan”. Sedangkan menurut Monumenten Ordonnantie Nomor 21 Tahun 1943 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 515) dalam Pasal 1 Ayat 1 (a), sebagai “bagian benda-benda atau kelompok benda-benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan juga sisa-sisanya yang dibuat oleh tangan manusia, yang pokoknya berumur sedikit-dikitnya 50 tahun dan dianggap mempunyai nilai bagi pra sejarah, atau kesenian” (Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan, 2003:11-1).

Konsep bangunan bersejarah dari Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan di atas lebih lanjut menjelaskan bahwa bangunan bersejarah adalah bangunan yang dilindungi terutama yang berkaitan dengan lokasi Kota Medan, yaitu, (a),


(67)

bangunan tersebut sedikitnya telah berumur 50 tahun dan mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan budaya, (b) bangunan tersebut mempunyai nilai estetika (keindahan) dan seni yang mewakili gaya-corak bentuk seni arsitektur yang langka ditemukan atau tinggal satu-satunya, (c) bangunan tersebut repesentatif mewakili gaya arsitektur jamannya dan dapat menggambarkan jati diri bangsa, dan (d) bangunan tersebut mempunyai arti dan kaitan sejarah dengan Kota Medan maupun peristiwa nasional/internasional (Dalam Surbakti,2009).


(68)

BAB V PENUTUP

Bangunan bersejarah merupakan salah satu sumber pendapatan untuk menambah devisa melalui kunjungan wisatawan mancanegara. Kota Medan memiliki banyak aset bangunan yang bernilai sejarah dan sumber daya Kultural yang secara keseluruhan membentuk citra kota atau gambaran yang bernilai sejarah terhadap Kota Medan.

Kota Medan memang diwarnai dengan indahnya budaya berbagai etnis yang menempatinya. Tidak hanya etnis asli Indonesia, tetapi juga berbagai etnis pendatang. Contohnya seperti India telah bermukim di Indonesia sejak berabad silam yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dengan kota ini. Terdapatnya Kuil Shri Mariamman di Kota Medan dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang dapat mendatangkan devisa negara dan penerimaan asli daerah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor ekonomi.

Keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan yang masih cukup terawat dan objek yang masih berfungsi dengan baik, membuat bangunan bersejarah masih dapat dijadikan sebagai objek wisata yang sangat besar dalam dunia pariwisata karena sejarahnya mempunyai nilai jual yang mampu merangsang minat wisatawan untuk mengetahui dan mengembangkannya.


(1)

bangunan tersebut sedikitnya telah berumur 50 tahun dan mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan budaya, (b) bangunan tersebut mempunyai nilai estetika (keindahan) dan seni yang mewakili gaya-corak bentuk seni arsitektur yang langka ditemukan atau tinggal satu-satunya, (c) bangunan tersebut repesentatif mewakili gaya arsitektur jamannya dan dapat menggambarkan jati diri bangsa, dan (d) bangunan tersebut mempunyai arti dan kaitan sejarah dengan Kota Medan maupun peristiwa nasional/internasional (Dalam Surbakti,2009).


(2)

BAB V PENUTUP

Bangunan bersejarah merupakan salah satu sumber pendapatan untuk menambah devisa melalui kunjungan wisatawan mancanegara. Kota Medan memiliki banyak aset bangunan yang bernilai sejarah dan sumber daya Kultural yang secara keseluruhan membentuk citra kota atau gambaran yang bernilai sejarah terhadap Kota Medan.

Kota Medan memang diwarnai dengan indahnya budaya berbagai etnis yang menempatinya. Tidak hanya etnis asli Indonesia, tetapi juga berbagai etnis pendatang. Contohnya seperti India telah bermukim di Indonesia sejak berabad silam yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dengan kota ini. Terdapatnya Kuil Shri Mariamman di Kota Medan dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang dapat mendatangkan devisa negara dan penerimaan asli daerah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor ekonomi.

Keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan yang masih cukup terawat dan objek yang masih berfungsi dengan baik, membuat bangunan bersejarah masih dapat dijadikan sebagai objek wisata yang sangat besar dalam dunia pariwisata karena sejarahnya mempunyai nilai jual yang mampu merangsang minat wisatawan untuk mengetahui dan mengembangkannya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aroengbinang, 2010. Kuil Shri Mariamman, http://thearoengbinangproject.com/ en/index.php/2010/05/kuil-shri-mariamman/. Diakses 20/03/2011.

Brahmaputro, 1979. Komunitas Tamil dalam Kemajemukan Masyarakat di Sumatera Utara, http://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara/. Diakses 20/03/2011.

Napitupulu, Burju Martua. 1992. Eksistensi Masyarakat Tamil di Kota Medan: Suatu Tinjauan Historis; Skripsi Sarjana Sejarah FS USU.

Mani, A. 1980. Komunitas Tamil dalam Kemajemukan Masyarakat di Sumatera Utara, http://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara/. Diakses 20/03/2011

Pasaribu, Vita. 2009. Kampung Madras Sejarah Kecil Kota Medan, http://www. blogster.com/vitapasaribu/kampung-madras-sejarah-kecil-kota-medan.

Diakses 20-03-2011.

Pitana, I Gede. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

Saiful, Andy. 2009. Pengertian Pariwisata, http://andysaiful.blogspot.com/2009/   01/pengertian‐pariwisata.html. Diakses 20/10/2011 

Soekadijo, 2010. Klasifikasi Motiv dan Tipe Wisata, http://wisatakandi.blogspot. com.  /2010/12/klasifikasi‐motif‐dan‐tipe‐wisata.html. Diakses 20/03/2011 

Sinar, Tengku Lukman. 2002. Komunitas Tamil dalam Kemajemukan Masyarakat di 

Sumatera Utara,  http://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/komunitas‐tamil‐dalam‐ kemajemukan‐masyarakat‐di‐sumatera‐utara/. Diakses 20/03/2011. 

Surbakti, Asmyta. 2008. “Inventarisasi Bangunan-Bangunan Bersejarah di Kota Medan.” Makalah dalam Seminar Internasional Mencegah Musnahnya Gedung dan Situs Bersejarah di Kota Medan dan sekitarnya, Medan.

Surbakti, Asmyta. 2009. “Mengenal Gedung-Gedung Bersejarah di Kota Medan”, Makalah dalam Seminar Mengenal Gedung-Gedung Bersejarah di Kota Medan.


(4)

Yoeti, Oka A. 2002. Ekowisata, Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup. Jakarta: Perca Indonesia.

Y. Subbarayalu. 2003. Komunitas Tamil dalam Kemajemukan Masyarakat di Sumatera Utara, http://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/komunitas-tamil dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara/. Diakses 20/03/2011. Zulkifli. 2009. Komunitas Tamil dalam Kemajemukan Masyarakat di Sumatera

Utara, http://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di-sumatera-utara/. Diakses 20/03/2011.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan. Diakses 20/03/2011.

http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_tempat _di_Indonesia,2011. Diakses 20/03/2010  http://wapedia.mobi/id/Daftar_tempat_wisata_di_Indonesia. Diakses 20/03/2011.


(5)

Lampiran

Nama : Pinandita. R. Welayutham

Alamat Kantor : Jln. Teuku Umar No 18 Medan


(6)

BIODATA

Nama Lengkap : Putri Nurrisa Faradila Siregar Alamat : Jln. Multatuli no 14 Medan. Tempat Tanggal Lahir : Medan, 26 juni 1990

Agama : Islam

Pendidikan : 1. SD Swasta Harapan 2 Medan 2. SLTP Swasta Harapan 1 Medan 3. SMA Swata Harapan 1 Medan

4. DIII Pariwisata Program Studi Usaha Wisata Universitas Sumatera Utara

Nama Orangtua

Ayah : Alm. Ir. H. Abdul Rivai Siregar

Ibu : Hj. Tengku Rabiatun Mahroza