Pembentukan Reaksi MEKANISME PERTAHANAN KONFLIK

“Pater Westenberg menghela nafas, seperti berat ia menjawab: jika tim yakin kamu memang tidak bersalah, kamu harus memenuhi panggilan polisi. Jika kamu merasa bersalah, saya kira kamu harus mengundurkan diri dari tugas pastoral. Selanjutnya, menjadi tanggungjawabmu sendiri untuk menyerahkan diri atau tidak.”.....”Itu tidak adil, Pater. Kedua-duanya adalah hukuman buat saya.“ tapi lehernya mengejang sebelum ia selesai bicara dalam suaranya yang tegang. Kini, sedikit emosi saja membuat tubuhnya mengejut S, 2013:116.

4.2.7 Pembentukan Reaksi

Pembentukan reaksi merupakan sistem pertahanan ego yang dilakukan seseorang dengan cara melakukan dan menentukan sikap berpura-pura terlihat meyakinkan, dan agar dihormati di lingkungannya untuk menghindari rasa takut dan ejekan dari orang lain karena adanya tekanan sehingga membuatnya merasa aman. Walaupun sistem pertahanan ini terkadang terlihat berlebihan karena seseorang tersebut juga tidak memahami sikap yang dilakukannya. Dalam novel Saman dapat ditemukan beberapa sistem pertahanan dengan cara pembentukan reaksi untuk mengatasi konflik batin yang dialami Saman sebagai tokoh utama. Pengalaman yang menyakitkan bagi Saman selalu menimbulkan tegangan karena Saman selalu memikirkan kembali atau mengingat-ingat peristiwa masa lalu. Maka, untuk mengatasi kecemasannya, Saman mengambil sebuah keputusan atau pikiran yang dilatarbelakangi oleh pengalaman traumatik sewaktu dia merasa bahwa Saman selalu diikuti oleh seseorang dan suara-suara yang ada di belakang tengkuknya. Id menginginkan dan menekan ego untuk mempertemukan Saman dengan suara-suara yang dianggapnya adalah suara adiknya. Namun, ego takut jika menurut dengan perintah id maka sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Universitas Sumatera Utara Bagaimana jika suara itu bukan suara adik-adiknya, melainkan suara-suara iblis yang sengaja menggoda Saman. Namun, disatu sisi superego juga menuntut ego agar Saman harus bisa berhubungan dengan suara-suara yang sudah lama membayanginya. Sebab superego khawatir jika suara itu tidak segera ditemukan, maka keadaan Saman akan terus mengalami trauma dan cemas yang tinggi. Akhirnya Saman memilih berdoa dengan melipat koran yang dibacanya berulang- ulang. Walaupun cara berdoa ini tidak membuat Saman merasa nyaman karena tidak sesuai dengan ajaran agama Katolik. Akan tetapi, cara ini dilakukan agar Saman dapat bertemu dengan suara-suara itu. “Namun, kata-kata dalam koran itu selalu saja membukakan jalan bagi memorinya tentang rumah itu. Sesekali ia melipatnya untuk berdoa, doa yang tak ia tahu bedanya dari sekadar harap-harap cemas, agar ia bisa berhubungan dengan suara-suara itu.....apakah permintaan semacam pantas di sebut doa? Layaknya meminta Tuhan memuaskan penasaran pribadi? Ia membuka kembali bacaannya tetapi hanya mengulang-ulang paragraf yang sama. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke pastoran S, 2013:63. Ketakutan dan ketegangan untuk menyembunyikan rasa konflik batinnya terkadang membuat Saman harus melakukan cara apapun agar hatinya terbebas dari konflik. Termasuk sistem pertahanan dengan memberikan reaksi agar membuat hatinya diterima. Hal ini terlihat pada kutipan novel dibawah ini, ketika Saman mengalami pilihan bahwa Saman harus memenuhi keinginan id untuk mengetahui siapa sebenarnya yang mengganggu perasaannya di ruangan kamar itu. Namun, disatu sisi ego menentang memuaskan id dengan cara tersebut. Keselamatan Saman akan berbahaya jika ia menghampiri langsung orang yang mengganggunya sejak tadi. Namun, superego juga menuntut agar seseorang harus berani berbuat nekat melawan seseorang agar terhindar dari bahaya apalagi Saman Universitas Sumatera Utara yang dianggap taat agama dan pemberani harus berani menghadapi segala halangan dan cobaan. Hingga akhirnya ego memalsukan id dengan menekan lampu sebagai petanda bahwa Saman sedang mengikuti dan mencoba berani melawan perasaan inderawinya itu. Walaupun ego sebenarnya tidak senang dengan menyalakan lampu. Sebab, hal itu membuat Saman terus trauma dan tidak bisa tidur dari kebiasaan lamanya yang tidur dengan mematikan lampu. “Ketika bola dipadamkan, ia merasakan sesuatu. Bukan suara, bukan pula bunyi, tetapi perasaan ambang inderawi bahwa ada orang lain di ruang itu, di dekatnya. Saraf-saraf refleksnya mencuatkan cemas, jari-jarinya kembali menyalakan lampu. Tapi dalam terang ia tak melihat siapa-siapa. Syukurlah bukan rampok atau maling S, 2013:63. Saman mengalami ketakutan yang luar biasa. Untuk menghindari dari rasa ketakutan tersebut, Saman memilih jalan untuk melakukan reaksi guna mempertahankan ego agar konflik batinnya dapat teratasi. Saman yang merupakan orang yang taat beragama tidak mudah takut dengan makhluk gaib. Hingga Saman mengira bahwa suara itu bukanlah suara iblis, melainkan berasal dari makhluk gaib. Pada konflik tersebut id Saman mengharapkan agar Saman tetap berani melawan dengan ramah terhadap sosok tersebut. Namun disatu sisi ego Saman takut apabila memenuhi kemauan id akan membuat dirinya celaka dan dapat berbahaya bagi dirinya, sebab dengan suaranya itu berarti seseorang atau apapun dapat mengenali betul keberadaan Saman. Akan tetapi, superego juga menuntut Saman untuk melakukan cara agar suara perempuan dan terkadang lelaki itu di respon, sehingga Saman dapat melihat siapa sebenarnya orang yang selalu memanggil-manggilnya sejak kemarin. Hingga akhirnya ego memalsukan id Universitas Sumatera Utara dengan memanggil bahwa itu adalah adiknya agar suara itu merasa tidak dibiarkan dan senang bahwa Saman adalah orang yang akrab dan pemberani. “Dari arah belakang ia mulai mendengar suara, perempuan, terkadang lelaki, lebih sering perempuan, berbicara bukan dalam bahasa apapun yang ia kenal, namun ia merasa orang itu menyapanya. Wis menoleh ke belakang cepat-cepat seperti hendak menyergap suara itu dengan matanya. Ia tak melihat apapun. Suara itu tetap dibalik tengkuknya, hangat menghembus leher dan bahunya, membuat kulit arinya mengejang. “kamu adikku...?” Wis berkata dengan intonasi kabur, antara menanyakan dan menyatakan, meminta jawaban atau memohon jangan di serang. Tuhanlah gembalaku, takkan ketakutan aku S, 2013:64. Rasa khawatir Saman akan suara-suara itu akhirnya terbukti. Demi melawan konflik batin yang dihadapinya, Saman dengan rela dan nekat menjumpai suara itu untuk mengatasi rasa penasarannya. Dalam tahap ini keberanian Saman untuk mendapatkan status sebagai pemuda yang berani akhirnya terwujud, walaupun pada akhirnya Saman merasa keberaniannya tersebut karena sesuatu tekanan dan tidak mengenakkan. Id menginginkan agar sosok wanita yang ditarik lengannya itu mau diajak berkomunikasi. Namun, ego menentang tuntutan id. Sebab cara yang dilakukan nanti dapat membahayakan dirinya dan Saman dituduh sebagai orang yang memperkosa wanita itu. Sebab wanita itu mengeluarkan jeritan keras yang disebabkan wanita tersebut mengalami gangguan kejiwaan. Akan tetapi, di satu sisi superego menekan bahwa Saman harus berkomunikasi tanpa melukai dan membuat hati wanita tersebut tersinggung. Apalagi dalam keadaan berdua, akan menimbulkan fitnah. Oleh karena, Saman memilih untuk memalsukan id dengan melakukan melepaskan tangan wanita itu, walaupun Saman merasa tidak senang sebab telah sangat dekat Universitas Sumatera Utara dan mudah berkomunikasi dengan wanita yang telah berada tepat bersamanya. Saman takut dianggap melecehkan dengan dituduh memerkosa wanita. “Wis berhasil menangkap lengan anak itu. Tapi gadis-gadis itu meronta- ronta dengan hebat. Ruangannya semakin keras sehingga Wis melepaskan genggamannya sebab ia khawatir mengundang orang-orang yang menyangka ia hendak memperkosa seorang wanita muda yang cacat dan tidak berdaya.....apa yang baru terjadi padaku? Tidakkah iblis yang baru saja menggoda dengan halusinasi? S, 2013:67. Pada kutipan di bawah sangat jelas tampak bahwa Saman sedang mengalami trauma yang begitu berat. Jika Saman membuka kembali pintu bilik Upi, maka akan terjadi sesuatu hal yang membuatnya dirinya berbahaya. Id Saman menginginkan agar Saman dapat berkomunikasi dan dekat dengan Upi secara langsung. Namun disatu sisi ego menolak untuk memenuhi tuntutan id, sebab jika hal itu dilakukan maka akan membuat diri Saman dalam ancaman. Akan tetapi, superego Saman menuntut bahwa tidak wajar jika berkomunikasi dengan orang harus memiliki sekat maupun batasan sehingga ketakutan adanya tingkatan strata antara kaya dengan miskin, waras dengan gila akan semakin membudaya. Jadi, superego menuntut bagaimana agar komunikasi antara Saman dengan Upi berjalan tanpa pandang antara waras dan tidak waras. Untuk mewujudkan id dan superego, maka ego memalsukan id dengan mencoba tetap berkomunikasi sekaligus memberikan makanan sebagai bentuk rasa penghargaannya terhadap Upi. Namun, di satu sisi Saman sangat menyesal dan berdosa memberikan makanan manusia seperti halnya binatang. Universitas Sumatera Utara “Sudah lama ia tidak masuk ke dalam. Ia ingin, tetapi gadis itu nampak masih birahi padanya. Pemuda itu lalu berdiri di luar saja, dekat bilik, dan memanggil namanya. Perempuan itu muncul dari balik korden kumal yang menutup pintu, senyumnya lebar. Wis menyodorkan sekardus biskuit. Mereka bercakap-cakap, seperti biasa, masing-masing dengan bahasanya sendiri. Ia menjadi amat muram sebab gadis itu sama sekali tidak mengerti bahwa keluarganya sedang tersuruk semakin jauh dalam kemiskinan. Apa yang bisa kulakukan, Upi, supaya kamu tidak pergi ke tempat yang lebih jelek daripada penjaramu ini S, 2013:82? Saman mengalami yang namanya keraguan dan kebimbangan. Sebab, Saman merasa cara yang dilakukan Saman bersama warga Lubukrantau adalah suatu tindakan berani dan nekad terhadap resiko yang bakal dihadapinya. Namun, tiba-tiba saja Saman merasa bahwa sesuatu yang dilakukannya sia-sia saja. Dalam konflik batin yang dihadapi Saman, id menuntut Saman agar secara terus menerus menimbang keputusan yang telah dibuatnya dengan harapan memeroleh kebaikan bagi warga. Akan tetapi, tuntutan id ditolak oleh ego, sebab cara yang dilakukannya dapat merusak dan membahayakan nasib warga Lubukrantau terhadap perjuangan mempertahankan lahan karet mereka. Apalagi superego menuntut ego untuk terus mewujudkan pertimbangan yang tidak membahayakan kesejahteraan warga. Artinya, superego menuntut Saman untuk memilih jalan damai, ataupun kesepakatan bersama agar tidak ada pihak yang dirugikan. Hingga akhirnya, ego mencoba memalsukan id dengan memberikan alasan bahwa perjuangannya selama ini dilakukan hanyalah karena sosok Upi. Hal itu dilakukan Saman bukan karena nasib seluruh keluarga Lubukrantau, melainkan nasib Upi yang dianggapnya lebih dekat dan kasihan pada wanita gila tersebut. Universitas Sumatera Utara “Ia juga teringat pertemuannya dengan Upi sudah enam tahun lalu yang menyeretnya hingga begitu terlibat di perkebunan. Namun, kini sanggupkah mereka mempertahankan pohon-pohon itu dari kekuatan yang begitu besar? Haruskah kita bertahan? Dan mengundang teror lebih lama? Bukankah yang kita inginkan adalah sebuah desa yang makmur? Tidakkah sebaiknya kita setuju mengubah pohon karet dengan sawit, asalkan perjanjiannya tidak merugikan? Kelapa sawit juga sudah bisa di panen pada umur lima tahun S, 2013:98. Saman mengalami depresi dan penyiksaan yang luar biasa. Ketika ia harus diinterogasi oleh beberapa orang dan ditelanjangi untuk membongkar semua kasus melalui jawaban-jawaban yang diucapkannya. Akan tetapi, untuk mengatasi konflik batin yang dialaminya tersebut, Saman mencoba melakukan segala hal termasuk menggunakan sistem pertahanan reaksi. Id menuntut ego untuk mendapatkan nasi dan makanan, sebab Saman mengalami kelaparan. Akan tetapi, kemauan id itu ditolak ego. Sebab ego takut jika tuntutan id terpenuhi maka akan membahayakan bagi kesehatan Saman yang belum tahu apakah nasi itu benar- benar bersih dan tidak beracun. Namun, di satu sisi superego Saman mengatakan bahwa Saman harus tetap makan dan minum untuk bertahan hidup, sebab penyiksaan terhadap dirinya masih lama dan berakhir entah kapan. Jika itu tidak dilakukan, maka Saman akan meninggal karena kelaparan. Jadi ego mencoba memalsukan kemauan id dengan memakan roti dan minum agar tidak kelaparan dan tetap bertahan hidup. Walaupun Saman tidak menikmati sajian itu, karena hal tersebut meremehkan derajatnya sebagai seorang pastor yang selalu dihidangkan oleh para suster untuk makanan dan minuman Saman ketika di gereja. “Maka ia pun tahu bahwa orang-orang sedang menyiksa dan memperolok dia. Di dekatnya ada sepotong roti dan segelas air. Ia makan dan minum Universitas Sumatera Utara sebab amat lapar. Ia tahu bahwa prosesnya masih panjang dan tak seorang pun bisa menolongnya, sebab ini merupakan penagkapan gelap S, 2013:105. Penyiksaan yang diterima Saman sangat menyakitkan. Ketika diinterogasi di sebuah ruangan, Saman seperti orang yang telah mengalami kegilaan karena menahan kesakitan tubuhnya yang terjengat karena menahan setruman di bagian intimnya penis maupun di bagian anggota tubuh lainnya. Id mencoba menuntut ego agar rasa kesakitan itu dapat teratasi secara mengenakan. Namun, ego menolak tuntutan dari id, sebab hal itu akan membahayakan dirinya karena terlalu banyak bicara dan mencoba mencari jalan damai. Akan tetapi, superego juga menekan ego bagaimana caranya agar penyiksaan itu dapat segera berhenti dan menghilangkan Saman dari penyiksaan berkelanjutan yang dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena, untuk memalsukan id, ego mencoba melakukan solusi dengan mencoba menghibur diri sendiri dengan mengubah rasa sakit menjadi humor di kepalanya, agar orang menganggapnya gila. Sebab, orang yang tidak waras tidak akan diinterogasi karena alasannya yang kadang tidak masuk akal. Lalu, Saman mencoba merelakan penisnya untuk di potong. Walaupun hal itu tidak membuat dirinya nyaman, karena jika penisnya benar-benar di potong, Saman merasa susah untuk buang air kecil, walaupun karirnya sebagai pastor tidak memerlukan penis untuk berhubungan atau melampiaskan seksnya. Sebab, seks Saman dirasakannya dengan cinta kepada Tuhannya. “Setiap kali ada kesempatan, ia selalu mengubah rasa sakit menjadi humor di kepalanya sendiri. Seperti ketika orang-orang itu memindahkan kutub- kutub setrum dari belakang telinga ke penisnya. Ia tertawa-tawa sesaat Universitas Sumatera Utara setelah terjengat ke belakang. Biarpun kau potong, aku tak akan sedih. Karena benda itu cuma kupakai untuk kencing. Tak perlu panjang- panjang. Tapi jangan potong kelingkingku, sebab aku perlu untuk ngupil. Orang-orang menganggapnya gila karena kesakitan S, 2013:108. Saman mengalami konflik batin yang begitu hebat. Dirinya merasa bahwa kesakitan yang dirasakan sudah diambang batas kewajaran. Hal itu terbukti karena setiap tangisan dan jeritan yang keluar dari tangan dan kakinya mengantarkannya kepada rasa ketidakyakinan pada dirinya lagi. Id menuntut ego untuk melakukan cara menjawab pertanyaan yang menyenangkan hati orang-orang yang menganiaya agar tidak menyakiti dirinya. Namun, ego menolak tuntutan id, sebab jika itu dilakukan maka akan membahayakan keselamatan Saman. Saman takut pengakuaan palsunya akan berakibat patal pada dirinya. Superego menuntut ego untuk mampu menjawab tuduhan-tuduhan yang dilayangkan padanya agar penyiksaan pada dirinya segera berakhir. Dengan mewujudkan superego dan id, ego mencoba memalsukan id dengan cara memberikan pengakuan palsu dan mengarang sebuah cerita yang menjelek-jelekan Saman yang dianggap memberikan pengaruh negatif karena telah menjadi seorang komunis yang menyamar sebagai pastor. pengakuan itu Saman menjadi tidak senang karena pemberitaan pada dirinya yang dianggap menjurus ke hal-hal negatif, sehingga membuat kepercayaan orang kepada dirinya akan berkurang. Akhirnya, Saman memiliki status sebagai orang yang jujur. “Jeritan pada tangan dan kakinya kadang membuat Wis sendiri kehilangan keyakinan diri bahwa ia memang membangun kebun itu demi Upi, lalu ia menyetujui tuduhan-tuduhan mereka. Rasa sakit yang luar biasa akhirnya menyebabkan ia mengarang cerita yang sebelumnya tak pernah ia pikirkan sama sekali, cerita yang menyenangkan orang-orang itu: saya Universitas Sumatera Utara sesungguhnya adalah seorang komunis yang menyaru sebagai pastor S, 2013:107. Sistem pertahanan reaksi digunakan untuk mengatasi konflik batin yang dialami Saman sebagai rasa kekhawatirannya. Saman, orang yang dianggap menjadi dalang perusuhan di perkebunan Lubukrantau, menginginkan dirinya untuk kembali ke sana. Namun, karena statusnya dalam kondisi buron, maka Saman harus melakukan cara agar lolos dari pencarian atas dirinya. Id menekan ego agar Saman lari dari tuduhan dan masalah yang dialaminya. Namun, ego tidak terima, sebab akan membahayakan dirinya karena takut dituduh tidak bertanggungjawab dengan nasib gereja, warga, dan juga dirinya sendiri. Akan tetapi, superego menginginkan Saman melakukan pelarian agar tidak tertangkap dan menjadi buronan perkebunan ALM. Sebab, Jika Saman ditemukan nantinya, maka semua rahasia masalah perkebunan akan terbongkar. Sehingga ego memalsukan id dengan cara melarikan diri ke rumah suster-suster Boromeus di Lahat. Padahal, satu sisi pelariannya itu bukanlah untuk membuat kebaikan bagi dirinya, melainkan dapat menyiksa dirinya karena jiwa seorang pastor adalah rela berkorban demi umatnya, bukan sebaliknya yang melepas tanggungjawab begitu saja. “Wis tidak mau ke Perabumulih, sebab ia khawatir orang-orang yang menyelidiki dirinya mengintai pastoran. Berbahaya bagi Anson, kawanannya, dan dia sendiri, serta Gereja. Ia minta diantar ke rumah suster-suster Boromeus di Lahat. Di sana, ia berpisah dari Anson dan teman-temannya. Dipeluknya pemuda yang membungkuk ke tenpat ia tidur S, 2013:114. Universitas Sumatera Utara

4.2.8 Represi dekat dan mengenang pengalaman masa kecil