Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menurunkan al-Qur’an kepada Muhammad saw sebagai kitab bacaan kitâb maqrû’ untuk disampaikan kepada umat manusia dan menciptakan alam raya sebagai kitab pengamatan dan penelitian kitab manzur yang mengekspresikan secara nyata hal-hal yang terdapat di dalam al-Qur’an. Kedua kitab ini merupakan sumber kebenaran agama dan ilmu sekaligus. Kedua-duanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah swt. 1 Semua ilmu yang membahas tentang fenomena alam sebenarnya adalah ilmu yang membahas tentang kekuasaan Allah di alam raya ini. Sains bukan dimaksudkan untuk sains itu sendiri, melainkan merupakan kebutuhan hidup dan akal yang meliputi petunjuk keimanan dalam dimensi-dimensi baru. Sains akan melihat fenomena alam sebagai ayat yang berbicara mengenai kekuasaan serta keesaan Allah. Salah satu fenomena alam yang sedang hangat dibicarakan adalah fenomena pemanasan global. Global warming atau pemanasan global merupakan kata-kata yang sering terdengar saat ini. Di koran, televisi bahkan sampai aksi simpatik dijalanan juga meberitakan mengenai pemanasan global. Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Pada saat ini, bumi menghadapi pemanasan yang 1 Ahmad Fuad Fasha, Dimensi Sains al-Qur’an: Menggali Ilmu Pengetahuan Dari al- Qur’an, Solo: Tiga Serangkai, 2006, h. 31 1 cepat. Para ilmuan menganggap bahwa pemanasan ini disebabkan berbagai aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Bahan tersebut melepaskan karbondioksida, dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. 2 Terjadinya global warming atau pemanasan global dan climate challange atau perubahan iklim menyebabkan ketidakseimbangan alam semesta. Banjir, longsor, gempa bumi, angin kencang, gelombang pasang, cuaca buruk, perlu direrenungkan dan dirumuskan kembali mengenai hubungan manusia dengan alam semesta. Menurut al Gore, makin dalam saya mencari penyebab krisis lingkungan hidup global, saya makin yakin bahwa hal tersebut adalah manifestasi bagian luar dari sebuah krisis tersembunyi yang bersifat spiritual. 3 Dalam laporan Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC mengindikasikan, antara tahun 1970 hingga 2004, telah terjadi kenaikan suhu rata- rata tahunan antara 0,2 derajat celcius hingga 1 derajat celcius. Kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,5 derajat celcius hingga 2,5 derajat celcius, di samping menyebabkan udara makin panas, juga akan menyebabkan kepunahan 20 persen hingga 30 persen spesies tanaman dan hewan. Suhu yang panas juga mempengaruhi produktivitas pertanian di daerah tropis seperti Asia dan Afrika. Diperkirakan stok pangan akan mengalami penurunan dan hal ini akan meningkatkan risiko bencana kelaparan. Dampak lain adalah air laut akan naik, 2 Al Gore, Bumi dalam Keseimbangan Ekologi dan Semangat Manusia. Penerjemah Hira Jhamtani, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994, h. xxx-xxxi. 3 Al Gore, Bumi dalam Keseimbangan.., h. xli dan banjir akan terjadi di mana-mana. 4 Di samping itu kekuatan badai serta topan akan meningkat dan menghancurkan daerah pesisir. Pemanasan global merupakan salah satu ayat dari beberapa ayat kauniyah yang harus dibaca dan tafsirkan. Untuk itu perlu mengkajinya secara universal antara ayat-ayat kauniyah sebagai kitab pengamatan dan penelitian kitab manzur dengan ayat-ayat Qur’aniyah sebagai kitab bacaan kitab maqru. Lantas adakah pemanasan global di dalam al-Qur’an? Secara definitif penulis tidak menemukan term pemanasan global global warming di dalam al-Qur’an, namun demikian jika pemanasan global di lihat sebagai salah satu bentuk kerusakan alam, ada beberapa indikasi yang menuju ke arah situ. Salah satu term yang menunjukan kerusakan alam adalah kata fasad yang berarti rusak. Hal ini seperti yang terungkap dalam surat ar-Ruum ayat 41. ⌧ ☺ ⌧ ⌧ “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”. Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasâd itu. Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena kerusakan, dapat juga berarti bahwa darat dan laut sendiri telah mengalami keruksakan, ketidakseimbangan serta kekurangan manfaat. Laut telah tercemar, sehingga ikan mati dan hasil laut 4 Rahmawati Husein, Islam dan Perubahan Iklim, artikel diakses pada 5 Desember 2009 dari http:www.muhammadiyah.or.id. berkurang. Daratan semakin panas sehingga terjadi kemarau panjang. Alhasil, keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang mengantar sementara ulama kontemporer memaharni ayat ini sebagai isyarat tentang kerusakan lingkungan. 5 Makna al-fasad pada ayat di atas bersifat ‘am umum. Ini berarti bahwa segala kerusakan bumi baik di darat maupun di laut dalam berbagi bentuknya dapat disebut sebagai al-fasad. Kerusakan di darat misalnya, seperti longsor, gempa, banjir dan sejenisnya bisa dikatakan sebagai al-fasad fi al-ardh. Berdasarkan ayat ini, maka global warming merupakan salah satu bentuk al-fasad yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Kerusakan lingkungan sebagai pemicu terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim diungkapkan oleh al-Qur’an dengan ungkapan dhahar al-fasâd fi al-ardhi wa al-bahri dimana titik berat dari pernyataan tersebut adalah kata fasad. Dan manusia adalah faktor dominan atas terjadinya pemanasan global bimâ kasabat aydî al-nâs. 6 Kata دﺎﺴﻔﻟا al-fasâd menurut al-Ashfahany, seperti yang dikutip oleh M. Quraish Shihab dalam Tafsirnya al-Misbah adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan, baik sedikit maupun banyak. Kata ini digunakan untuk menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain. Ia juga diartikan sebagai antonim dari kata ةﻼﺼﻟا ash-shalâh yang berarti manfaat atau berguna. 5 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Volume 11, cet. 1, h. 77. 6 Kata ﺮﻬﻇ zhahara pada mulanya berarti terjadinya sesuatu di permukaan bumi, baik sedikit maupun banyak. Sehingga, karena dia di permukaan, maka menjadi nampak dan terang serta diketahul dengan jelas. Lawannya adalah ﻦﻄﺑ bathana yang berarti tejadinya sesuatu diperut bumi, sehingga tidak nampak. Kata zhahara pada ayat di atas dalam arti banyak dan tersebar. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, h . 76 Kalau merujuk kepada al-Qur’an, ditemukan sekian banyak ayat yang membicarakan tentang aneka kerusakan dan dalam konteks uraian tentang al- fasâd, antara lain: QS. al-Baqarah [2]: 205. Dalam QS. a1-Mâ’idah [5]: 32, pembunuhan, perampokan dan gangguan keamanan, dinilai sebagai fasâd. Sedang QS. al-A’râf [71]: 85, menilai pengurangan takaran, timbangan dan hak-hak manusia adalah fasâd. Dan masih banyak yang lain. Misalnva QS. al-Imrân [3]: 63, al-Anfâl [81: 73, Hud [11]: 116, an-Nisâ [27]: 34, Ghâfir [40]: 26, al-Fajr [89]: 12, dan lain-lain. 7 Penggunaan kata fasâd di dalam al-Quran yang berarti kerusakan sering dirangkai dengan kata ishlâh yang berarti perbaikan. Di dalam surat al-A’râf ayat 56, dengan memperhatikan kata fasâd dan kata ishlâh, Allah menjelaskan tentang perilaku buruk manusia terhadap lingkungan atau alam semesta. ☺ ☺ “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut tidak akan diterima dan harapan akan dikabulkan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. al-A’raf: 56 Dengan metode yang sama, memperhatikan kata fasâd dan kata ishlâh di dalam surat al-Syura ayat 150 -152 Allah swt memerintahkan atau mewajibkan untuk bertakwa dan taat kepada-Nya serta tidak boleh mentaati perintah orang- orang yang melampaui batas, 7 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, h. 77. ☺ “Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas. Yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak Mengadakan perbaikan. Thahir Ibn ‘Asyur berpendapat bahwa kata yushlihûn pada ayat di atas untuk mengisyaratkan bahwa mereka sama sekali tidak melakukan sesuatu kecuali perusakan. Ayat ini menurutnya bagaikan berkata: “Mereka itu tidak melakukan sesuatu di permukaan bumi kecuali perusakan”. 8 Menurut Quraish Shihab, hal itu akan jelas setelah memperhatikan dua macam penggunaan kata yang berakar sama dengan kata yushlihûn yang digunakan ayat ini. Jika Anda menemukan sesuatu yang baik, yang memenuhi nilai-nilainya, lalu Anda memeliharanya sehingga nilai-nilai itu langgeng, maka ketika itu Anda melakukan shalah. Sedang bila Anda menemukannya dalam keadaan rusak lalu Anda memperbaikinya sehingga ia menjadi baik dan bermanfaat sebagaimana semula, maka Anda melakukan apa yang dinamai ishlâh. Selanjutnya jika Anda menemukan sesuatu yang telah memenuhi nilai-nilainya, lalu Anda memberi nilai tambah kepadanya sehingga manfaatnya lebih besar dari sebelumnya, maka ini pun dinamai ishláh. 9 Begitu pula di dalam surat al-Baqarah ayat 11, Allah SWT mengecam sikap orang orang munafik yang mengklaim atau mengaku dirinya sebagai 8 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, Volume 10, cet. 1, h. 115. 9 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…,, h. 115. ☺ “Dan bila dikatakan kepada mereka:Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi mereka menjawab: Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan. Pemanasan global sebagai bencana ekologi juga diakibatkan karena adanya eksploitasi alam secara berlebihan dan tanpa aturan dan pertimbangan yang matang. Hal ini sesuai dengan aturan Islam yang menyatakan bahwa alam diciptakan sesuai dengan kadarnya, sebagaimana tercantum dalam surat al-Hijr ayat 19, ⌧ “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung- gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” QS. Al Hijr: 19. Dalam Islam, manusia diberi tanggung jawab penuh untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam, Dalam surat Huud ayat 61 Allah berfirman: ☺ “Dia telah menciptakan kamu dari tanah dan menjadikan kamu pemakmurnya”. QS. Hûd: 61. Ayat-ayat tersebut secara jelas menyatakan bahwa manusia diciptakan Allah untuk menjaga, mengelola atau memanfaatkan dan memakmurkan bumi dengan beragam kekayaan sumber daya alam yang ada tanpa melakukan eksploitasi atau perusakan. Manusia harus selalu diingatkan dan disadarkan bahwa ketetapan dan hukum Tuhan, baik yang tersurat dalam al-Quran maupun yang ada di alam semesta ini, tidak mungkin keliru atau spekulatif. Sayangnya, manusia tidak cukup tergugah kalau hanya diingatkan secara verbal dan visual. Sebagai contoh, ketika melihat keindahan alam semesta dan kekayaan sumber dayanya, hasrat untuk menguasai dan nafsu untuk mengeksploitasinya lebih dominan ketimbang nalar sehat untuk merawat dan mendayagunakannya secara bertanggung jawab. Hal ini seperti yang tertuang di dalam al-Qur’an, ⌧ “Dan Jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia Maha mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” QS. Asy- Syura: 27 Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanasan global merupakan salah satu bentuk fasad kerusakan yang dapat menggangu keseimbangan ekologi akibat ulah manusia bimâ kasabat aydî al-nâs yang tidak bertanggung jawab. Karena dampaknya yang bersifat destruktif begitu besar terhadap kelangsungan hidup, maka hal ini harus segera dihentikan. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin tentu harus dapat menjawab tantangan itu. Dapatkah umat memperbaiki diri, memberikan keteladanan dan kepeloporan. Pemanasan global merupakan wacana penting karena berhubungan langsung dengan prilaku manusia dan kualitas hidupnya, termasuk gaya hidup dan peradabanya. 10 Oleh karena itu Islam diharapkan tampil untuk menjawab dan menyelamatkan bumi, karena ajaran Islam terhadap fitrah bumi itu sendiri. Kefitrahan nilai-nilai universal pengelolaan bumi terkandung di dalam al- Qur’an. 11 Manusia bekerja dengan tujuan mencapai pemenuhan terhadap garis-garis fitrah yang telah dirumuskan Allah dalam wahyunya. Karena itulah al-Qur’an merupakan rahmat yang besar yang dapat dijadikan prinsip untuk menaggulangi bahaya pemanasan global, karena fitrah al-Qur’an adalah untuk mengatur tatanan hidup di bumi. Pemanasan global telah memberikan dampak yang serius bagi alam dan kelangsungan hidup manusia di atas bumi. Solusi untuk mencegah bahaya pemanasan global tidaklah cukup hanya dengan sains dan teknologi semata. Namun perlu pendekatan lain yang lebih fundamental dan mengakar. Berangkat dari uraian diatas, menurut penulis perlu adanya kajian mendalam dan fundamental yang bersumber dari al-Qur’an untuk mengatasi pemanasan global. Kajian tersebut akan dijabarkan dengan judul “Kerusakan 10 Fachruddin M Mangunjaya, Konservasi Alam dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hlm. 1. 11 Fachruddin M Mangunjaya, Konservasi Alam…, h. .18 Lingkungan Perspektif al-Qur’an: Studi Tentang Penanggulangan Pemanasan Global”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah