Perbedaan Adaptive Selling Ditinjau dari Locus of Control pada Distributor Multilevel Marketing

(1)

PERBEDAAN ADAPTIVE SELLING DITINJAU DARI

LOCUS OF CONTROL PADA DISTRIBUTOR

MULTILEVEL MARKETING

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

JULIA DOMINIKA 041301008

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN GENAP, 2009/2010


(2)

Perbedaan Adaptive Selling Ditinjau dari Locus of Control pada Distributor Multilevel Marketing

Julia dan Emmy A.A.

ABSTRAK

Adaptive Selling merupakan kemampuan mengadaptasikan atau mengubah perilaku secara efektif saat berinteraksi dengan pembeli sesuai dengan tuntutan situasi penjualan yang meliputi bentuk pertemuan dan karakteristik pembeli yang dihadapi saat itu.

Adaptive Selling dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ciri-ciri kepribadian (personality traits). Personality traits terdiri dari yakni self-monitoring, androgini, empati, terbuka (openers), dan locus of control (Mayer, Caruso dan Salovey, 1999). Latar belakang penelitian ini lebih difokuskan pada variabel locus of control dari seseorang yang terlibat dalam adaptive selling, apakah dia memiliki kecenderungan locus of control eksternal ataukah internal.

Adaptive selling seseorang terkait dengan locus of controlnya dibedakan melalui adaptasi penjualan dimana individu dengan locus of control internal memiliki sumber kendali adaptasi penjualan yang berasal dari dirinya sendiri sedangkan pada individu dengan locus of control eksternal memiliki sumber kendali adaptasi penjualan dari orang lain.

Penelitian ini melibatkan 100 orang distributor multilevel marketing “Tiens” sebagai subyek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan analisis varians (ANOVA). Alat ukur yang digunakan adalah skala adaptive selling dan skala locus of control.

Hasil analisa data menunjukkan ada perbedaan adaptive selling ditinjau dari locus of control dengan nilai p= .000. Perbedaan yang signifikan dalam adaptive selling terlihat dari peran locus of control internal dan eksternal (p = 0.42). Sementara itu hasil tambahan membuktikan ada perbedaan signifikan adaptive selling ditinjau dari jenis kelamin dan lama masa keanggotaan distributor.

Kata kunci:adaptive selling, locus of control


(3)

The Difference Of The Adaptive Selling Considered From The Locus of Control on Multilevel Marketing Distributor

Julia and Emmy A.A

ABSTRACT

Adaptive Selling is the ability to adapt or change the behavior effectively during during a customer interaction or accross customer interactions based on perceived information about the nature of selling situation including the style of selling and the characteristics of buyers.

Adaptive selling is influenced by several factor such as personality traits, that consisting self monitoring, androgini, emphaty, openers, and locus of control (Mayer, Caruso, and Salovey, 1999). The background of this research is focused on the locus of control of people who involved in the adaptive selling whether they have tendency on eksternal locus of control or internal locus of control.

The person adaptive selling which is connect with the locus of control should be differed in the selling adaptation where the person with the internal locus of control is tend to have a locus of control from ownself and the person with the eksternal locus of control is tend to have locus of control from others.

This research involved 100 multilevel marketing distributor as the subject of the research. The taking of the sample was carried out with the purposive sampling method. The data that was received in this research was processed with anova. The measuring instrument that used are The Adaptive Selling Scale and The Locus of Control Scale.

The results of the data analysis shows that there are the different of the adaptive selling considered from the locus of control with P score = 0.000. The difference that are significant in the adaptive selling seen from the internal and eksternal locus of control. While the addition result was proving that there are significant differences of the adaptive selling are consider from gender and time of joining as dsitributor. Keyword : adaptive selling, locus of control


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Skripsi yang berjudul “Perbedaan Adaptive Selling Ditinjau dari Locus of Control pada Distributor Multilevel Marketing” merupakan salah satu tugas mata kuliah sebagai syarat kelulusan memenuhi persyaratan ujian sarjana psikologi mengikuti ujian seminar di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulisan menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian proposal ini, yaitu:

1. Ibu Emmy Mariatin, MA, Ph.D, psikolog sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan proposal seminar ini. 2. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moral dan materi. 3. Teman-teman dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas

kritik, saran, dan informasi lainnya.

Penulis telah berusaha menyelesaikan proposal ini dengan sebaik mungkin menggunakan berbagai literatur yang ada, namun penulis tetap mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar proposal ini menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis berharap semoga proposal ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2009


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 15

A. Adaptive Selling ... 15

1. Pengertian Adaptive Selling ... 15

2. Aspek-aspek Adaptive Selling ... 16

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adaptive Selling ... 17

B. Locus of Control ... 17

1. Pengertian locus of control ... 17

2. Konsep dasar locus of control ... 18

3. Jenis orientasi dan aspek locus of control ... 20

C. Distibutor Multilevel Marketing ... 22

D. Perbedaan Adaptive Selling Ditinjau dari Locus of Control pada Distributor Multilevel Marketing ... 24

E. Hipotesa ... 27


(6)

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 28

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 29

1. Adaptive Selling ... 29

2. Locus of control internal dan eksternal ... 30

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 30

1. Populasi ... 30

2. Sample dan metode pengambilan sampel ... 31

D. Alat Ukur Penelitian ... 31

1. Skala adaptive selling ... 32

2.Skala locus of control ... 35

E. Validitas dan Reliabilitas ... 36

1. Daya beda aitem ... 36

2. Validitas ... 37

3. Reliabilitas ... 37

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 38

1.Skala adaptive selling ... 38

2. Skala locus of control ... 41

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 42

H. Metode Analisis Data... 43

BAB IV HASIL ANALISIS DATA ... 45

A. Analisa Data ... 45

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 45

a. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Locus of Control... 45

b. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Masa Keanggotaan……….………... 46

c. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin………... 46


(7)

2. Hasil Penelitian ... 47

3. Kategorisasi Skor Adaptive Selling ... 50

4. Hasil tambahan ... 52

B. Pembahasan ... 54

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN


(8)

Perbedaan Adaptive Selling Ditinjau dari Locus of Control pada Distributor Multilevel Marketing

Julia dan Emmy A.A.

ABSTRAK

Adaptive Selling merupakan kemampuan mengadaptasikan atau mengubah perilaku secara efektif saat berinteraksi dengan pembeli sesuai dengan tuntutan situasi penjualan yang meliputi bentuk pertemuan dan karakteristik pembeli yang dihadapi saat itu.

Adaptive Selling dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ciri-ciri kepribadian (personality traits). Personality traits terdiri dari yakni self-monitoring, androgini, empati, terbuka (openers), dan locus of control (Mayer, Caruso dan Salovey, 1999). Latar belakang penelitian ini lebih difokuskan pada variabel locus of control dari seseorang yang terlibat dalam adaptive selling, apakah dia memiliki kecenderungan locus of control eksternal ataukah internal.

Adaptive selling seseorang terkait dengan locus of controlnya dibedakan melalui adaptasi penjualan dimana individu dengan locus of control internal memiliki sumber kendali adaptasi penjualan yang berasal dari dirinya sendiri sedangkan pada individu dengan locus of control eksternal memiliki sumber kendali adaptasi penjualan dari orang lain.

Penelitian ini melibatkan 100 orang distributor multilevel marketing “Tiens” sebagai subyek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan analisis varians (ANOVA). Alat ukur yang digunakan adalah skala adaptive selling dan skala locus of control.

Hasil analisa data menunjukkan ada perbedaan adaptive selling ditinjau dari locus of control dengan nilai p= .000. Perbedaan yang signifikan dalam adaptive selling terlihat dari peran locus of control internal dan eksternal (p = 0.42). Sementara itu hasil tambahan membuktikan ada perbedaan signifikan adaptive selling ditinjau dari jenis kelamin dan lama masa keanggotaan distributor.

Kata kunci:adaptive selling, locus of control


(9)

The Difference Of The Adaptive Selling Considered From The Locus of Control on Multilevel Marketing Distributor

Julia and Emmy A.A

ABSTRACT

Adaptive Selling is the ability to adapt or change the behavior effectively during during a customer interaction or accross customer interactions based on perceived information about the nature of selling situation including the style of selling and the characteristics of buyers.

Adaptive selling is influenced by several factor such as personality traits, that consisting self monitoring, androgini, emphaty, openers, and locus of control (Mayer, Caruso, and Salovey, 1999). The background of this research is focused on the locus of control of people who involved in the adaptive selling whether they have tendency on eksternal locus of control or internal locus of control.

The person adaptive selling which is connect with the locus of control should be differed in the selling adaptation where the person with the internal locus of control is tend to have a locus of control from ownself and the person with the eksternal locus of control is tend to have locus of control from others.

This research involved 100 multilevel marketing distributor as the subject of the research. The taking of the sample was carried out with the purposive sampling method. The data that was received in this research was processed with anova. The measuring instrument that used are The Adaptive Selling Scale and The Locus of Control Scale.

The results of the data analysis shows that there are the different of the adaptive selling considered from the locus of control with P score = 0.000. The difference that are significant in the adaptive selling seen from the internal and eksternal locus of control. While the addition result was proving that there are significant differences of the adaptive selling are consider from gender and time of joining as dsitributor. Keyword : adaptive selling, locus of control


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan zaman yang membawa masalah dan kesempatan baru merupakan penyebab menariknya pengetahuan marketing bagi perusahaan, lembaga, dan bangsa-bangsa. Organisasi-organisasi nonprofit seperti universitas, museum, lembaga pemerintah dan sebagainya, memandang marketing sebagai suatu cara baru untuk menjalin hubungan dengan masyarakat. Negara-negara yang sedang berkembang mempelajari prinsip-prinsip marketing untuk mengetahui bagaimana memperbaiki sistem distribusi domestik mereka, dan bagaimana caranya untuk dapat bersaing dengan lebih efektif di pasar dunia.

Naisbitt (dalam Budaya Industri Pemasaran Jaringan di Indonesia, 2003) mengatakan bahwa akan terjadi perubahan besar dalam marketing dunia, yang diistilahkannya sebagai renaisans Asia. Fenomena ini menyinggung delapan tren perubahan yaitu kecenderungan perubahan dari dominasi negara ke dominasi jaringan, dari tuntutan ekspor ke konsumen, dari pengaruh Barat ke cara Asia, dari kontrol pemerintah ke tuntutan pasar, dari desa ke metropolitan, dari padat karya ke teknologi canggih, dari dominasi peran pria ke penonjolan peran perempuan, dan dari Barat ke Timur.

Di tengah gelombang perubahan semacam itu, peran dunia bisnis semakin menentukan. Eksistensi perusahaan, baik nasional maupun multinasional, yang berskala kecil maupun besar, akan memperoleh peluang lebih luas dan dalam waktu


(11)

yang bersamaan, menghadapi tantangan yang jauh lebih berat yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Eksistensi perusahaan sangat terkait dengan nasib karyawan, konsumen, lingkungan, kebijaksanaan pemerintah, di samping mekanisme pasar. Tanggung jawab sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sasaran dan tujuan perusahaan. Paradigma inilah diakui telah membawa perusahaan mampu bertahan lama.

Konsep marketing bermula dari beberapa temuan pada tahun 1980-an melalui penelitian beberapa penulis bisnis yang mulai memikirkan apa yang membuat suatu perusahaan menjadi unggul. Temuan yang mereka dapatkan memiliki sejumlah prinsip operasional dasar yang sama, diantaranya penghormatan yang mendalam kepada pelanggan, suatu perasaan yang tajam mengenai pasar yang tepat, dan suatu kapasitas yang luar biasa untuk memotivasi pegawai mereka unuk menghasilkan kualitas dan nilai yang tinggi bagi para pelanggannya (Kotler, 1991).

Radiosunu (2001) mengemukakan definisi marketing sebagai kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran. Titik tolak marketing adalah kebutuhan dan keinginan manusia. Kegiatan marketing timbul apabila manusia memutuskan kebutuhan dan keinginannya dengan cara pertukaran.

Definisi yang sejalan dikemukakan oleh Kotler (1991) yang menyatakan bahwa pemasaran (marketing) adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan mana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran produk-produk yang bernilai.


(12)

Kemudian Kotler (1991) menyatakan bahwa pemasaran mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya tuntutan keinginan dan kebutuhan manusia. Perkembangan yang terjadi ini mengakibatkan munculnya berbagai sistem pemasaran baru. Salah satu sistem pemasaran tersebut adalah dengan sistem pemasaran dengan menggunakan sistem jaringan kerja, atau lebih dikenal dengan nama multilevel marketing atau network marketing (pemasaran jaringan). Dinamakan multilevel marketing karena merupakan sebuah jaringan kerja pemasaran yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang melakukan pekerjaan pemasaran produk dan atau jasa. Rozi (2003) berpendapat bahwa pemasaran jaringan merupakan salah satu cara yang dapat dipilih oleh sebuah perusahaan untuk memasarkan produknya kepada pelanggan eceran dengan memberdayakan distributor independennya melalui pengembangan-pengembangan tenaga-tenaga pemasarnya secara independen, tanpa campur tangan langsung perusahaan. Target penjualan sepenuhnya ditentukan oleh distributor independennya dan organisasi pemasaran yang dikembangkannya. Sementara imbalan jasa dalam bentuk potongan harga, komisi atau intensif ditetapkan oleh perushaan secara berjenjang sesuai dengan nilai penjualan yang diberitahukan kepada setiap distributor independen sejak mereka mendaftar sebagai calon anggota. Pemasaran jaringan merupakan bagian dari sistem penjualan langsung. Prinsip sistemnya sama, yakni mengandalkan para penual langsung yang bekerja secara mandiri atas dasar komisi penjualan.

Perusahaan multilevel marketing memiliki visi dan misi ke depan, yang ditanamkan dengan jelas pada para distributornya. Seorang distributor juga tidak hanya dibentuk untuk terus menjadi seorang penjual yang ulung tapi juga dicetak


(13)

untuk menjadi seorang leader di kelompoknya dimasa yang masa mendatang. Di perusahaan multilevel marketing para distributor dilatih untuk menjadi seorang pengusaha mandiri agar dapat meraih cita-citanya tersebut melalui berbagai training atau seminar-seminar kewirausahaan. Untuk merangsang distributor dalam meningkatkan target yang diharapkan oleh perusahaan, maka perusahaan akan memberikan kompensasi bagi orang-orang yang berprestasi dengan berbagai fasilitas (Royan, 2001).

Perusahaan penjualan langsung (direct selling) mengeluhkan distributor Indonesia yang tidak produktif, dan hanya 15% dari 6,7 juta anggota perusahaan multilevel marketing yang dinyatakan aktif (Silitonga, 2007).

Menurut Widarto Wirawan (dalam Bisnis Indonesia edisi 24 juli 2007), Humas APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia), kurangnya kemandirian distributor menjadi pemicu cuma sedikitnya anggota yang mampu secara kontinu menjual barang multilevel marketing. Hanya 15% dari enam juta distributor di Indonesia yang aktif. Mereka hanya sekadar mendaftar sebagai anggota, belanja sekali, dan selanjutnya tidak melakukan transaksi lagi.

Silitonga (2007) menambahkan bahwa distributor Indonesia terlalu bergantung pada upline (ditributor perekrut), terlalu menuntut, dan segalanya minta dilayani termasuk dikirimi segala keperluannya. Tidak produktifnya distributor multilevel marketing di Indonesia menekan omzet perusahaan penjualan langsung dibandingkan negara lain di Asean. Sebanyak 6,7 juta distributor di Indonesia, tercatat hanya menjual barang US$765 juta atau sekitar Rp7,5 triliun. Kondisi di Indonesia ini berbeda dengan negara Asia lainnya, yang mana anggota atau distributor suatu


(14)

perusahaan multilevel marketing, dan telah memahami apa yang harus dilakukannya sebagai seorang distributor. Distributor giat berjualan untuk mengejar bonus yang lebih tinggi dari perusahaan.

Adaptive selling merupakan penjualan yang mengadaptasikan pada kebutuhan dan harapan si pelanggan selama penjual dan pelanggan saling berinteraksi (Weitz, Sujan dan Sujan, 1986). Reagan (1995) menambahkan bahwa adaptive selling merupakan pemodifikasian gaya komunikasi, format presentasi, dan isi pesan yang dilakukan oleh penjual selama berinteraksi dengan pembeli.

Mengembangkan dan mengelola hubungan dengan pelanggan merupakan komponen kunci dari penjualan personal dalam organisasi modern (Leigh dan Marshal, 2001). Dalam tujuan untuk meningkatkan peluang sukses, sangatlah penting bagi penjual untuk memperluas hubungan sosial secara efektif dan efisien. Tantangan untuk menjual baik melalui perusahaan maupun perorangan adalah perlunya konsistensi untuk mengirimkan pesan kepada pembeli yang berfokus pada kebutuhan, keinginan, dan kepentingan masing-masing pembeli secara individual. Hal ini penting karena pembeli kurang menggunakan kesepakatan dan cenderung meningkatkan target secara konstan bahwa organisasi penjualan menyesuaikan bentuk pendekatan hanya berdasarkan keinginan mereka sendiri, bukan berdasarkan keinginan pembeli (Weitz, Sujan, dan Sujan, 1986). Orang yang melakukan penjualan harus mengadaptaskan motivasi dan kemampuan untuk menciptakan presentasi yang berfokus pada konsumen secara lebih efektif.

Weitz dan Bradford (1999) menyarankan agar implementasi konsep pemasaran mampu memperluas aturan pemasaran bagi penjual dimana mereka


(15)

mempertimbangkan baik kebutuhan konsumen maupun perusahaan dalam mengembangkan strategi penjualan. Hal ini sejalan dengan pendapat Spiro dan Weitz (1990) yang menyatakan bahwa, penjualan personal merupakan satu-satunya alat komunikasi yang memungkinkan pesan pemasaran diadaptasikan pada kebutuhan spesifik dan kepercayaan masing-masing pembeli. Komunikasi jenis ini dianggap lebih dapat dipercaya dam memberikan pengaruh lebih besar daripada mengirimkan pesan berbentuk media.

Kemampuan untuk mengirimkan pesan yang berfokus pada konsumen merupakan hal yang penting bagi performansi penjual. Weitz, Sujan dan Sujan (1986) memberikan suatu gambaran penelitian mengenai peningkatan akan pemahaman komponen kemampuan performansi penjual. Levy dan Sharma (1994) menyarankan agar penjual memperhatikan praktik adaptive selling karena memiliki korelasi positif terhadap performansi penjual. Spiro dam Witz (1990) mengembangkan dan mengakuratkan pengukuran derajat adaptive selling mengenai praktik yang dilakukan penjual. Mereka meenyatakan bahwa penjual cenderung bertindak ke dalam enam tahapan yakni: (1) Merekognisi berbagai pendekatan penjualan dibutuhkan dalam situasi penjualan yang berbeda-beda; (2) Percaya akan kemampuan diri dalam menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda; (3) Percaya akan kemampuan mengubah pendekatan penjualan selama berinteraksi dengan konsumen; (4) Struktur pengetahuan yang memungkinkan pengenalan situasi penjualan yang berbeda dan akses pengubahan strategi penjualan yang tepat di setiap situasi; (5) Pengumpulan informasi mengenai situasi penjualan yang akan memudahkan adaptasi; (6) Penggunaan tiap-tiap pendekatan dalam situasi yang berbeda-beda secara faktual.


(16)

Fase pertama merujuk pada motivasi penjual dalam melaksanakan adaptive selling. Fase keempat dan kelima berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan praktik adaptive selling. Fase keenam merujuk pada perilaku aktual penjual.

Adaptive selling merupakan filosofi penjualan personal dimana perilaku menjual dan pendekatan digunakan selama interaksi penjualan atau sepanjang interaksi antar pelanggan, yang didasarkan pada informasi mengenai situasi penjualan (Levy dan Sharma, 1994). Adaptasi para penjual akan tampak melalui presentasi selama penjualan, teknik pendekatan, keahlian tertentu, dan sebagainya, berdasarkan tipe pelanggan atau lingkungan penjualan.

Weitz (1984) mengemukakan beberapa dimensi dimana perilaku penjual dapat diadaptasi, yakni: (1) Dasar kemampuan persuasi, apakah berdasarkan keahlian, koersivitas, legitimasi, ataukah reward; (2) Penggunaan teknik persuasi, apakah secara terbuka ataupun tertutup, rasional atau emosional; (3) Elemen kognitif dalam penyampaian pesan, apakah berdasarkan nilai dan kepercayaan tertentu ataukah berdasarkan bobotnya; (4) Gaya komunikasi, apakah secara agresif atukah pasif, dengan pemaksaan berlebih ataukah pemaksaan biasa; (6) Format pesan, apakah dengan format satu sisi ataukah dua sisi; (7) Pelayanan, tanggal pengiriman, harga, dan ketentuan pemesanan.

Pelaksanaan adaptive selling memiliki efek positif pada performansi penjualan (Gengler, Howard, dan Zolner, 1995). Adaptive selling harus dilaksanakan agar menghasilkan hasil positif secara efektif (Spiro dan Weitz, 1990). Efektifitas kegunaan adaptive selling berdasarkan seleksi


(17)

Kemampuan adaptive selling sangat penting digunakan oleh distributor multilevel marketing karena distributor tersebut akan menghadapi calon distributor baru yang akan direkrut sebagai anak jaringan (downliner) serta menghadapi calon pembeli produk perusahaan yang sangat bervariasi karakteristik maupun kebutuhannya. Seorang distributor multilevel marketing dituntut mampu menyesuaikan diri dengan karakteristik dan kebutuhan pelanggan dalam hal menjual serta merekrut distributor baru.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia dan pendekatan pelayanan tenaga pemasar terhadap konsumen di Indonesia dirasa masih relatif kurang (Roesanto, 1996). Kondisi ini membawa konsekuensi perlunya peningkatan kemampuan adaptive selling para distributor multilevel marketing dengan mempertimbangkan bahwa produk multilevel marketing.

Menurut Weitz, Sujan dan Sujan (1986), faktor-faktor yang berhubungan dengan adaptive selling adalah self monitoring, empati, androgini, terbuka, locus of control, dan aktifitas manajerial.

Weitz, Sujan dan Sujan (1986) mendefinisikan adaptive selling sebagai kemampuan individu untuk beradaptasi dengan situasi penjualan berdasarkan informasi yang diterima mengenai harapan pelanggan dan adanya keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk melakukan perubahan-perubahan dalam presentasi. Mayer, Caruso, dan Salovey (1999) mengemukakan bahwa peningkatan kemampuan adaptive selling salah satunya dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadian (personality traits). Peningkatan kualitas kepribadian sangat dibutuhkan agar manusia dapat menghadapi tantangan serta mampu memainkan perannya (Masrun, dkk, 1986).


(18)

Mayer, Caluso, dan Salovey (1999) mengemukakan bahwa locus of control merupakan ciri umum personality trait yang merefleksikan fleksibilitas aspek interpersonal yang berhubungan dengan praktek adaptive selling.

Rotter (dalam Schultz dan Schultz, 1996) mendefinisikan locus of control sebagai atribut kepribadian dimana seorang individu dibedakan berdasarkan derajat keyakinan dalam mengendalikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup mereka. Tambahan menurut Rotter (dalam Lefcourt, 1982) orientasi locus of control merupakan suatu kontinum unidimensional, dari eksternal menuju internal. Seseorang dengan keyakinan yang kuat akan kendali internal dinyatakan oleh Buss (dalam Salazar, 2002) lebih percaya diri dan asertif, dan aktif mencari informasi yang menolong mereka untuk mencapai tujuan mereka, dan tertarik pada situasi yang menawarkan kesempatan berprestasi. Sedangkan seseorang yang dikendalikan secara eksternal melihat suatu peristiwa bukan berasal dari perilaku mereka sendiri melainkan dari hal-hal yang diluar kemampuan mereka.

Carver dan Scheier (1981) menyatakan bahwa jika seseorang percaya bahwa ia mempunyai pengaruh atas apa yang terjadi padanya, ia belajar dari pengalaman masa lalunya sebagai pedoman dan pengukur masa depannya lebih lanjut.

Locus of control merupakan ciri personality traits, yang mana personality traits merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adaptive selling (Mayer, Caruso, dan Salovey, 1999). Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengetahui perbedaan adaptive selling pada distributor multi level marketing ditinjau dari locus of control.


(19)

Tiens Group awalnya merupakan sebuah perusahaan bioteknologi yang berdiri pada tahun 1992. Kantor pusat “Tiens” berada di Henderson Centre, Beijing. Pabrik utamanya terletak di Pusat Industri Teknologi Modern Tianjin, dengan luas tanah 68.000 meter persegi dan luas bangunan 120.000 meter persegi. Pada Juli 1995, perusahaan “Tiens” mengadopsi sistem network marketing dan penjualannya meningkat dari 630 juta Yuan pada tahun 1996, menjadi 2,12 milyar Yuan pada tahun 1997. Di tahun 1998 bisnis “Tiens” mulai berekspansi ke pasar dunia. Kantor pemasarannya melingkupi Amerika Serikat, Kanada, Rusia, Eropa dan puluhan negara lainnya. Pada tahun 2001, Tiens Group mendirikan kantor pemasaran di Indonesia. Tiens Group secara aktif dalam pengembangan riset dan teknologi untuk menggabungkan teknologi modern dengan perawatan kebudayaan kerajaan Tiongkok kuno yang telah berusia 5000 tahun. Dengan proses berbasis teknologi canggih dan quality control berstandar internasional, ”Tiens” menghasilkan produk-produk suplemen berkualitas tinggi. Berikutnya, ”Tiens” membeli hak paten bioteknologi modern untuk ekstrasi kalsium organik. Pada tahun 1999, sistem quality control Tiens telah diakui dengan mendapatkan sertifikat ISO-9002 yang dikeluarkan oleh China Quality Certification Center of Import and Export Commodities (Winata, dalam Penjelasan Marketing Plan Tiens Internasional).

Perusahaan multilevel marketing “Tiens” melatih para distributor untuk menjadi seorang pengusaha mandiri agar dapat meraih cita-citanya melalui berbagai training atau seminar-seminar kewirausahaan. “Tiens” bekerjasama dengan “Unicore” dalam melaksanakan sistem multilevel marketing. “Tiens” berperan sebagai produsen produk sedangkan “Unicore” memegang peranan sebagai wadah pendidikan bagi


(20)

distributor produk “Tiens” agar mampu bertahan dan memberdayakan diri. “Tiens” memberikan pendidikan manajemen dan marketing yang positif bagi distributornya melalui seminar dan diklat, yang secara langsung ditangani oleh “Unicore” (Susanto, 2008). Hal ini yang membedakan “Tiens” dengan perusahaan multilevel marketing lainnya.

Keseriusan “Tiens” dalam memberdayakan distributornya ternyata tidak mampu menghilangkan faktor-faktor kegagalan yang juga dialami distributor multilevel marketing lainnya. Namun kegagalan ini lebih kepada faktor internal distributor tersebut. Distributor “Tiens” yang gagal tidak benar-benar tahu apa yang sebetulnya mereka cari dalam menjalankan bisnis multilevel marketing. Konsistensi dan komitmen mereka rendah dalam menjalankan bisnis “Tiens” (Susanto, 2008). Meskipun sudah mendapatkan pelatihan untuk menjadi seorang pengusaha yang mandiri, namun banyak ditemukan kasus para distributor menyerah dan tidak sanggup melanjutkan bisnis multilevel marketing. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian tentang perbedaan adaptive selling distributor multilevel marketing ditinjau dari locus of control pada perusahaan “Tiens”.

B. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan adaptive selling ditinjau dari locus of control?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan data secara langsung sesuai dengan permasalahan di atas yaitu seberapa besar perbedaan adaptive selling ditinjau dari


(21)

locus of control pada distributor multilevel marketing. Data yang diperoleh nantinya akan digunakan dan diolah untuk menguji hipotesa yang diajukan penelitian.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu Psikologi terutama Psikologi Industri dan Organisasi, dalam hal ini adalah dunia marketing.

b. Memperkaya kajian empiris mengenai locus of control dalam kaitannya dengan adaptive selling.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya distributor multilevel marketing. Distributor multi level marketing mendapat masukan tentang adaptive selling. Para distributor dapat mengerti dan memahami tentang adaptive selling dan menerapkannya dalam proses penjualan yang mereka lakukan.

b. Diharapkan agar distributor multilevel marketing dapat lebih menyadari pentingnya locus of control dalam melakukan praktek adaptive selling sehingga para distributor tidak selalu menggantungkan diri kepada upliner (yang merekrut) saat berinteraksi dengan calon pembeli dan calon distributor.


(22)

D. Sistematika Penulisan

Proposal penelitian ini disajikan dalam beberapa bab, dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, permasalahan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai adaptive selling, locus of control, dan distributor multilevel marketing. Bab ini akan diakhiri dengan memaparkan hipotesa penelitian.

Bab III : Metodologi Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari variabel penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur serta metode analisis data.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai gambaran umum dan karakteristik dari subjek penelitian serta bagaimana analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa statistik. Kemudian pada bab ini juga dibahas mengenai interpretasi data yang ada serta data tambahan dengan


(23)

menggunakan SPSS 15.0 For Windows yang kemudian data-data tersebut akan diuraikan kedalam pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini membahas mengenai kesimpulan peneliti mengenai hasil penelitian dilengkapi dengan saran-saran bagi pihak lain berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Adaptive Selling

1. Pengertian Adaptive Selling

Weitz, Sujan dan Sujan (1986) mendefinisikan adaptive selling sebagai:

“The altering of sales behaviour during a customer interaction or accross customer interactions based on perceived information about the nature of selling situation”

Adaptive selling merupakan penyesuaian perilaku menjual selama berinteraksi dengan pelanggan berdasarkan informasi yang didapat mengenai situasi penjualan (Weitz, Sujan dan Sujan, 1986)

Reagan, dkk (1995) menyatakan bahwa adaptive selling merupakan pemodifikasian gaya komunikasi, format presentasi, dan isi pesan yang dilakukan oleh penjual selama berinteraksi dengan pembeli. Adaptive selling juga merupakan salah satu tehnik menjual dimana penjual diminta untuk menyesuaikan dengan gaya sosial pembeli untuk dapat memaksimalkan keefektifan kerjanya.

Weitz dan Wright (1990) juga mengemukakan definisi tentang adaptive selling, yaitu proses penjualan yang terdiri dari pengumpulan informasi tentang harapan-harapan para pelanggan, mengembangkan strategi penjualan berdasarkan informasi tersebut, menyalurkan sinyal yang dapat dipahami unuk melaksanakan strategi, mengevaluasi pengaruh dari pesan-pesan, dan melakukan penyesuaian diri berdasarkan hasil evaluasi.

Berdasarkan beberapa definisi adaptive selling diatas, maka dapat disimpulkan bahwa adaptive selling adalah kemampuan mengadaptasikan atau mengubah perilaku


(25)

menjual secara efektif saat berinteraksi dengan pembeli sesuai dengan tuntutan situasi penjualan yang meliputi bentuk pertemuan dan karakteristik pembeli yang dihadapi saat itu.

2. Aspek-Aspek Adaptive Selling

Weitz, Sujan dan Sujan (1986) menyatakan bahwa aspek-aspek adaptive selling adalah sebagai berikut :

1. Rekognisi setiap pendekatan penjualan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi penjualan.

2. Yakin dan mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan penjualan.

3. Yakin dan mampu mengubah cara mendekati pelanggan selama interaksi berlangsung.

4. Penggunaan pengetahuan dari situasi penjualan yang bermacam-macam untuk membentuk strategi penjualan yang sesuai dengan setiap situasi.

5. Pengumpulan informasi mengenai situasi penjualan

6. Penggunaan secara nyata pada pendekatan di situasi yang berbeda.

Aspek 1-3 merupakan bentuk motivasi dalam melakukan adaptive selling. Aspek 4-5 berhubungan dengan kemampuan yang dipkai dalam melakukan praktek adaptive selling yang efektif. Sedangkan aspek ke-6 mengarah pada tingkah laku penjual.


(26)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adaptive Selling

Mayer, Caruso dan Salovey (1999) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi adaptive selling, yakni :

1. Aktifitas manajerial.

Aktifitas manajerial terdiri dari motivasi intrinsik (intrinsic motivation), pengalaman (experience), dan gaya manajemen (management styles).

2. Personality traits.

Personality traits terdiri dari yakni self-monitoring, androgini, empati, terbuka (openers), dan locus of control.

Terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti locus of control sebagai variabel bebas dalam penelitian. Rotter (dalam Schultz dan Schultz, 1996) mendefinisikan locus of control sebagai atribut kepribadian dimana seorang individu dibedakan berdasarkan derajat keyakinan dalam mengendalikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup mereka.

B. Locus of Control

1. Pengertian locus of control

Locus of Control pertama kali dikemukakan oleh Rotter sekitar tahun 1960-an. Menurutnya, locus of control merupakan keyakinan individu mengenai sumber dari control penguatanyang individu terima (dalam Schultz, 1994).

Locus of control menurut Rotter (dalam Lefcourt, 1982) merupakan salah satu variabel kepribadian, yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap kemampuannya dalam mengontrol nasibnya sendiri. Locus of control merupakan


(27)

tingkatan dimana seorang individu berharap bahwa reinforcement bergantung pada perilaku mereka sendiri atau karakteristik personal mereka. Selanjutnya, Rotter (dalam Hyatt dan Prawitt, 2001) menyatakan bahwa locus of control terbagi dalam dua bentuk, yakni locus of control internal dan locus of control eksternal. Locus of control internal merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengontrol nasibnya. Sedangkan locus of control eksternal merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan orang lain dalam mengontrol nasibnya. Schultz (1994) mengemukakan pendapat yang sesuai dengan pernyataan di atas, yakni bahwa locus of control terbagi atas 2 bagian besar, yaitu internal dan eksternal. Locus of control internal mengindikasikan keyakinan individu bahwa reinforcement datang atas kontrol yang terdapat pada individu itu sendiri; kita yang mengatur reinforcement yang kita terima. Locus of control eksternal, sebagai kebalikan dari internal, mengindikasikan keyakinan individu bahwa reinforcement yang diterimanya berada di bawah kuasa orang lain, nasib, atau keberuntungan semata.

Robinson dan Shaver (dalam Lina dan Rasyid, 1997) mengelompokan faktor yang mempengaruhi pengembangan locus of control menjadi 2, yaitu episodic antecendents dan accumulative antecendents. Episodic antecendents mengacu pada kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi perkembangan locus of control seseorang seperti kecelakaan atau kematian orang-orang yang berarti. Accumulative antecendents mengacu pada faktor-faktor seperti diskriminasi sosial, perasan tidak berdaya, dan pola asuh.

Selanjutnya, Larsen dan Buss (2002) locus of control merupakan suatu konsep yang menunjuk pada keyakinan individu mengenai sumber kendali akan


(28)

peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of control menggambarkan seberapa jauh seseorang memandang hubungan antara perbuatan yang dilakukannya (action) dengan akibat/hasilnya (outcome) yang akan diraihnya.

Menurut Lina dan Rasyid (1997), locus of control tidak bersifat tipologik melainkan kontinyu dimana internalitas yang tinggi akan diikuti dengan eksternalitas yang rendah, dan sebaliknya, internalitas yang rendah akan diikuti eksternalitas yang tinggi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa locus of control adalah keyakinan seseorang akan penyebab peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, apakah berhubungan dengan perbuatan yang dilakukannya sendiri atau tidak berhubungan dengan perbuatan yang tidak dilakukannya sendiri.

2. Aspek locus of control

Rotter (dalam Schultz dan Schultz, 1996), menyatakan bahwa locus of control internal terdiri dari 2 aspek yaitu kemampuan, dan usaha. Sedangkan locus of control eksternal terdiri dari 3 aspek yaitu nasib, keberuntungan dan pengaruh orang lain.

3. Jenis orientasi locus of control

Rotter (dalam Schultz dan Schultz, 1994) membagi orientasi locus of control menjadi dua, yakni locus of control internal dan locus of control eksternal. Individu dengan locus of control internal cenderung mengangap bahwa ketrampilan (skill), kemampuan (ability), dan usaha (effort) lebih menentukan apa yang mereka peroleh dalam hidup mereka. Sedangkan individu yang memiliki locus of control eksternal


(29)

cenderung menganggap bahwa hidup mereka terutama ditentukan oleh kekuatan dari luar diri mereka, seperti nasib, takdir, keberuntungan, dan orang lain yang berkuasa. Sedangkan mereka yang memiliki kecenderungan orientasi kontrol eksternal adalah mereka yang secara umum menganggap bahwa reinforcement positif atau negatif yang di terima berada di luar wilayah kontrolnya. Perbedaan dalam kecenderungan locus of control internal dan eksternal berhubungan dengan bentuk kontrol terhadap lingkungan. Individu yang berorientasi internal lebih aktif dan selalu berusaha menguasai kehidupan yang dijalaninya dibandingkan dengan individu yang berorientasi eksternal.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kontrol internal lebih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan tersebut. Mereka berusaha untuk dapat mengatasi masalah yang mereka hadapi dengan mencari berbagai alternatif pemecahan. Sebaliknya orang-orang dengan kontrol eksternal dianggap kurang memiliki usaha untuk mencari informasi, untuk mencari alternatif pemecahan masalah yang mereka hadapi.

Perbedaan karateristik antara locus of control internal dengan locus of control eksternal menurut Crider (1983) sebagai berikut :

a). Locus of control internal a. Suka bekerja keras.

b. Memiliki inisiatif yang tinggi.

c. Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah. d. Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin.


(30)

b). Locus of control eksternal a. Kurang memiliki inisiatif.

b. Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan. c. Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang

mengontrol.

d. Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah.

Pada orang-orang yang memiliki locus of control internal,faktor kemampuan dan usaha terlihat dominan. Oleh karena itu apabila individu dengan locus of control internal mengalami kagagalan mereka akan menyalahkan dirinya sendiri karena kurangnya usaha yang dilakukan. Begitu pula dengan keberhasilan, mereka akan merasa bangga atas hasil usahanya. Hal ini akan membawa pengaruh untuk tindakan selanjutnya di masa yang akan datang bahwa mereka akan mencapai keberhasilan apabila berusaha keras dengan segala kemampuannya Sebaliknya pada orang yang memiliki locus of control eksternal melihat keberhasilan dan kegagalan dari faktor kesukaran dan nasib, oleh karena itu apabila mengalami kegagalan mereka cenderung menyalahkan lingkungan sekitar yang menjadi penyebabnya. Hal itu tentunya berpengaruh terhadap tindakan di masa yang akan datang, karena merasa tidak mampu dan kurang usahanya maka mereka tidak mempunyai harapan untuk memperbaiki kegagalan tersebut (Lefcourt, 1982).

Menurut Rotter (dalam Lefcourt, 1982), locus of control merupakan dimensi kepribadian yang berupa kontinum dari eksternal menuju internal. Kedua tipe locus of control terdapat pada setiap individu, hanya saja ada kecenderungan untuk lebih memiliki salah satu tipe locus of control tertentu, yakni locus of control internal


(31)

ataupun locus of control eksternal. Disamping itu, locus of control tidak bersifat statis tapi juga dapat berubah. Individu yang berorientasi locus of control internal dapat berubah menjadi individu yang memiliki locus of control eksternal dan begitu pula sebaliknya. Hal tersebut disebabkan karena situasi dan kondisi yang menyertainya yaitu dimana ia tinggal dan frekuensi aktifitas yang sering dilakukannya. Oleh karenanya tidak satupun individu yang benar-benar internal atau yang benar-benar eksternal.

C. Distibutor Multilevel Marketing

Distributor adalah pedagang yang membeli atau mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama atau produsen secara langsung (Godam, 2008).

Di dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 (UU KUP), distributor multilevel marketing dikategorikan sebagai pengusaha karena sebagai orang pribadi dianggap melakukan usaha perdagangan. Distributor berfungsi sebagai agen yang melakukan penjualan atas nama perusahaan multilevel marketing dan tidak memperoleh penghasilan berkala seperti gaji atau upah (Kevin, 2008). Distributor mendapat imbalan berkaitan dengan omzet penjualan baik pribadi maupun kelompok dan bonus diberikan saat seorang distributor mencapai target-target tertentu. Sementara distributor mendapat keuntungan langsung diperoleh dari selisih harga distributor dengan harga konsumen. Komisi didapatkan seorang distributor berkaitan dengan prestasi. Prestasi di sini hubungannya adalah dengan omzet penjualan yang dicapainya. Mengenai jenis komisi ini masing-masing perusahaan multilevel marketing tidak sama. Tiap perusahaan multilevel marketing memiliki


(32)

batasan mengenai penghasilan distributor berupa komisi dan bonus yg berbeda. Masing-masing memiliki kebijakan sendiri dalam memberikan imbalan kepada distributornya.

Kevin (2008) menambahkan bahwa distributor multilevel marketing diperlakukan sebagai tenaga lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja sehingga tidak wajib melakukan pembukuan, yang perlu dilakukan hanya pencatatan.

D. Perbedaan Adaptive Selling Ditinjau dari Locus of Control pada Distributor Multilevel Marketing

Adaptive selling merupakan penjualan yang mengadaptasikan pada kebutuhan dan harapan si pelanggan selama penjual dan pelanggan saling berinteraksi (Weitz, Sujan dan Sujan, 1986). Reagan (1995) menambahkan bahwa adaptive selling merupakan pemodifikasian gaya komunikasi, format presentasi, dan isi pesan yang dilakukan oleh penjual selama berinteraksi dengan pembeli. Menurut Weitz, Sujan dan Sujan (1986), faktor-faktor yang berhubungan dengan adaptive selling adalah aktifitas manajerial dan personality traits.

Weitz, Sujan dan Sujan (1986) mendefinisikan adaptive selling sebagai kemampuan individu untuk beradaptasi dengan situasi penjualan berdasarkan informasi yang diterima mengenai harapan pelanggan dan adanya keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk melakukan perubahan-perubahan dalam presentasi. Weitz dan Wright juga mengemukakan definisi tentang adaptive selling, yaitu proses penjualan yang terdiri dari pengumpulan informasi tentang harapan-harapan


(33)

para pelanggan, mengembangkan strategi penjualan berdasarkan informasi tersebut, menyalurkan sinyal yang dapat dipahami unuk melaksanakan strategi, mengevaluasi pengaruh dari pesan-pesan, dan melakukan penyesuaian diri berdasarkan hasil evaluasi.

Peningkatan kualitas kepribadian sangat dibutuhkan agar manusia dapat menghadapi tantangan serta mampu memainkan perannya (Masrun, dkk, 1986). Mayer, Caluso, dan Salovey (1999) mengemukakan bahwa locus of control merupakan bagian dari personality trait yg merefleksikan fleksibilitas aspek interpersonal yang berhubungan dengan praktek adaptive selling.

Mayer, Caruso, dan Salovey (1999) mengemukakan bahwa peningkatan kemampuan adaptive selling salah satunya dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadian (personality traits). Peningkatan kualitas kepribadian sangat dibutuhkan agar manusia dapat menghadapi tantangan serta mampu memainkan perannya Masrun, dkk (1986). Rotter (dalam Schultz & Schultz, 1996) mendefinisikan locus of control sebagai atribut kepribadian dimana seorang individu dibedakan berdasarkan derajat keyakinan dalam mengendalikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup mereka. Tambahan menurut Rotter (dalam Lefcourt, 1982) orientasi locus of control merupakan suatu kontinum unidimensional, dari eksternal menuju internal. Seseorang dengan keyakinan yang kuat akan kendali internal dinyatakan oleh Buss (dalam Salazar, 2002) lebih percaya diri dan asertif, dan aktif mencari informasi yang menolong mereka untuk mencapai tujuan mereka, dan tertarik pada situasi yang menawarkan kesempatan berprestasi. Sedangkan seseorang yang dikendalikan secara


(34)

eksternal melihat suatu peristiwa bukan berasal dari perilaku mereka sendiri melainkan dari hal-hal yang diluar kemampuan mereka.

Carver dan Scheier (1981) menyatakan bahwa jika seseorang percaya bahwa ia mempunyai pengaruh atas apa yang terjadi padanya, ia belajar dari pengalaman masa lalunya sebagai pedoman dan pengukur masa depannya lebih lanjut.

Crider (1983) menyebutkan bahwa terdapat perbedaan karateristik antara locus of control internaldengan locus of control eksternal. Individu yg karakteristik individu yang dominan pada locus of control internal sebagai berikut: suka bekerja keras, memiliki inisiatif yang tinggi, selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah, selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin, dan selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. Sedangkan individu yang dominan pada locus of control eksternal memiliki karakteristik sebagai berikut: kurang memiliki inisiatif, mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan, kurang suka berusaha, dan kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah.

Penjabaran perbedaan karakteristik individu di atas memiliki kesamaan pada distributor yang bermasalah bagi perkembangan perusahaan multilevel marketing, seperti yang dikemukakan oleh Susanto (2008), yakni distributor terlalu menggantungkan diri kepada upliner (orang yang merekrut) dan tidak berani untuk memiliki impian sendiri, hanya mengikuti apa yang diimpikan oleh upliner-nya. Pernyataan ini sesuai dengan karakteristik individu dengan dominasi locus of control eksternal, yakni kurangnya memiliki inisiatif, beranggapan bahwa usaha dan


(35)

kesuksesan memiliki korelasi minim, serta rendahnya daya usaha individu karena anggapan bahwa faktor luar yang mengontrol individu.

Susanto (2008) kembali menambahkan bahwa distributor tidak tahu alasan mengapa terjun ke bisnis multilevel marketing, hanya sekedar tergiur pada komisi atau insentif yang diberikan perusahaan ataupun dengan melihat orang-orang yang sudah meraih kesuksesan melalui multilevel marketing. Hal ini juga sesuai dengan karakteristik locus of control eksternal, yakni kurang berusaha karena faktor luar yang mengontrol, dan kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah.

Melalui penjabaran di atas dapat dilihat bahwa locus of control secara tidak langsung menentukan sukses tidaknya adaptive selling yang dilakukan oleh seorang distributor dan juga dapat diketahui apa yang menentukan sukses tidaknya seorang individu dalam menjalankan perannya sebagai seorang distributor multilevel marketing. Hal ini menarik peneliti untuk melihat ada tidaknya perbedaan adaptive selling distributor multilevel marketing ditinjau dari locus of control.

E. Hipotesa

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini adalah:

”Ada perbedaan adaptive selling ditinjau dari locus of control pada distributor multilevel markeing”.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian, defenisi operasional, subjek penelitian, prosedur penelitian, dan metode penelitian (Hadi, 2000).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini akan diuraikan pada bab ini yaitu identifikai variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan data dan metode analisis data.

A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah adaptive selling. 2. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah locus of control internal dan locus of control eksternal.


(37)

B. Defenisi Operasional 1. Adaptive Selling

Adaptive selling merupakan kemampuan mengadaptasikan atau mengubah perilaku secara efektif saat berinteraksi dengan pembeli sesuai dengan tuntutan situasi penjualan yang meliputi bentuk pertemuan dan karakteristik pembeli yang dihadapi saat itu.

Skala adaptive selling dibuat berdasarkan aspek-aspek adaptive selling yang dikemukakan oleh Weitz, Sujan dan Sujan (1986), yaitu rekognisi setiap pendekatan penjualan berbeda-beda sesuai dengan situasi penjuaklan saat itu, keyakinan pada kemampuan menggunakan pada berbagai pendekatan penjualan yang berbeda, keyakinan pada kemampuan untuk mengubah pendekatan penjualan selama berinteraksi dengan pelanggan, struktur pengetahuan memfasilitasi rekognisi dari situasi penjualan yang berbeda dapat mengarahkannya pada strategi penjualan yang sesuai dengan setiap situasi, mengumpulkan informasi mengenai situasi penjualan, dan penggunaan nyata pada pendekatan yang berbeda di situasi yang berbeda.

Skor adaptive selling menunjukkan kemampuan mengadaptasikan atau mengubah perilaku secara efektif saat berinteraksi dengan pembeli sesuai dengan situasi saat itu. Skor adaptive selling yang tinggi mengidentifikasikan sesorang memiliki kemampuan melakukan adaptive selling yang tinggi.


(38)

2. Locus of control internal dan eksternal

Locus of control internal yaitu keyakinan seseorang terhadap perilaku, kegiatan dan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan dikendalikan oleh sejumlah faktor yang ada dalam dirinya yaitu kemampuan dan usaha. Sedangkan locus of control eksternal yaitu keyakinan seseorang terhadap perilaku, kegiatan dan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan dikendalikan oleh sejumlah hal yang berada di luar dirinya yaitu nasib, keberuntungan atau pengaruh orang lain.

Locus of control diukur dengan menggunakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rotter (dalam Schultz dan Schultz, 1996), yang menyatakan bahwa locus of control dibedakan atas dua, yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal. Locus of control internal terdiri dari 2 aspek yaitu kemampuan, dan usaha. Sedangkan locus of control eksternal terdiri dari 3 aspek yaitu nasib, keberuntungan dan pengaruh orang lain. Skor yang tinggi pada skala locus of control menunjukkan subjek cenderung memiliki orientasi locus of control internal, sedangkan skor yang rendah pada skala locus of control menunjukkan subjek cenderung memiliki locus of control eksternal.

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan kumpulan atau keseluruhan subyek penelitian (Azwar, 1999). Menurut Hadi (2000), populasi adalah sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anggota multilevel marketing “Tiens”.


(39)

2. Sampel dan metode pengambilan sampel

Tidak semua hal yang ingin dijelaskan atau diramalkan atau dikendalikan dapat diteliti. Penelitian ilmiah boleh dikatakan hampir selalu hanya dilakukan terhadap sebagian saja dari hal-hal yang sebenarnya mau diteliti. Jadi penelitian hanya dilakukan terhadap sampel, tidak terhadap populasi (Suryabrata, 2006). Selanjutnya dikatakan oleh Sugiarto, Siagian, Sunaryanto, & Oetomo (2003), sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya.

Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Selanjutnya menurut Crocker dan Algina (dalam Azwar, 2000), jumlah sampel sebanyak dua ratus subjek sudah cukup memadai, dengan kriteria sampel sebagai berikut :

1. Pria dan wanita.

2. Terdaftar sebagai anggota PT. Singa Langit Utama (Tiens Group) di Medan. 3. Masa keanggotaan minimal dua tahun.

Peneliti menganggap masa keanggotaan dua tahun atau lebih dapat menunjukkan intensitas aktifitas subjek dalam menjalankan bisnis multilevel marketing.

D. Alat Ukur Penelitian

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data penelitian ini selanjutnya diperoleh dengan menggunakan metode skala untuk mengukur kemampuan adaptive selling dan penskalaan subjek untuk mengukur locus of control.


(40)

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau aspek psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 1999).

Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi sebagai berikut:

1. Subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada penyelidik adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subyek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh penyelidik.

Dalam penelitian ini, menggunakan skala adaptive selling dan skala locus of control.

1. Skala adaptive selling

Alat ukur yang digunakan dalam adaptive selling adalah skala adaptive selling yang dirancang dengan menggunakan aspek-aspek adaptive selling yang dikemukakan oleh Weitz, Sujan Sujan (1986), yaitu :

1. Rekognisi setiap pendekatan penjualan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi penjualan.

2. Yakin dan mampu dalam menggunakan bermacam-macam pendekatan penjualan. 3. Yakin dan mampu mengubah cara mendekati pelanggan selama berinteraksi

berlangsung.

4. Penggunaan pengetahuan dari situasi penjualan yang bermacam-macam untuk membentuk strategi penjualan yang sesuai dengan setiap situasi.


(41)

5. Pengumpulan informasi mengenai situasi penjualan

6. Penggunaan secara nyata pada pendekatan di situasi yang berbeda.

Model skala adaptive selling dibuat berdasarkan model skala Likert. Setiap aitem terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Skala yang disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Nilai setiap pilihan bergerak dari 4 sampai 1. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu: SS=4, S=3, TS=2, STS=1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable bergerak dari 1 sampai 4, yaitu: SS=1, S=2, TS=3, STS=4.

Jumlah item total untuk skala adaptive selling adalah 50 item yang terdiri dari 25 item yang favorable dan 25 item yang unfavorable. Item-item yang terdapat pada skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek adaptive selling.

Adapun blue-print yang digunakan dalam penyusunan skala yang mengukur skala penyesuaian diri adalah sebagai berikut:


(42)

Tabel 1

Blueprint Skala Adaptive Selling Saat Uji Coba

No Aspek Adaptive Selling Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1 Rekognisi setiap pendekatan

penjualan yang berbeda-beda

1,13,25,37. 7,19,31,43. 8

2

Yakin dan mampu dalam menggunakan berbagai macam pendekatan penjualan.

6,,23, 35,47. 3,17,29,41. 8

3

Yakin dan mampu mengubah cara mendekati pelanggan selama berinteraksi berlangsung.

8,15,27,39,48. 9,21,38,45. 9

4

Penggunaan pengetahuan dari situasi penjualan yang berbagai macam untuk membentuk strategi penjualan yang sesuai dengan setiap situasi

5,12,24,49. 11,18,30,33 8

5 Pengumpulan informasi mengenai situasi penjualan 10,22,34,46 4,16,28,40. 8 6 Penggunaan nyata pada pendekatan di situasi yang berbeda 2,20,32,36 14,26,44,42,50 9

Total 50

Skor pada masing-masing dimensi skala saling bebas satu sama lain. Skor pada masing-masing dimensi tidak berhubungan dengan skor pada dimensi lainnya dan hanya menggambarkan bagaimana skor pada dimensi tersebut. Semakin tinggi skor yang dicapai seseorang dalam tiap dimensi berarti semakin tinggi pula adaptive selling dalam dimensi tersebut. Skor yang tinggi menggambarkan individu yang memiliki kemampuan adaptive selling yang baik dan sebaliknya skor yang rendah menggambarkan individu yang memiliki kemampuan adaptive selling yang kurang baik.


(43)

2. Skala Locus of Control

Skala locus of control yang disusun oleh peneliti adalah hasil adaptasi skala locus of control yang dikemukakan oleh Rotter (dalam Schultz dan Schultz, 1996), yang menyatakan bahwa locus of control dibedakan atas dua, yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal. Locus of control internal terdiri dari 2 aspek yaitu kemampuan dan usaha. Sedangkan locus of control eksternal terdiri dari 3 aspek yaitu nasib, keberuntungan dan pengaruh orang lain. Skala berisi aitem-aitem yang mengacu pada locus of control internal dan eksternal yang kemudian mendapatkan penambahan-penambahan item dari peneliti untuk menghindari bila terdapat aitem yang masih gugur dalam uji coba alat ukur

Setiap bentuk diuraikan kedalam butir pernyataan yang mengungkap locus of control distributor multilevel marketing. Untuk mengukur locus of control pada distributor, maka pada penelitian ini digunakan skala subyektif. Skala ini terdiri 50 aitem. Pada tiap aitem terdapat dua pilihan pernyataan yaitu A dan B. Skala disajikan dalam bentuk pernyataan yang mengungkap locus of control eksternal dan internal. Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 sampai 2, bobot penilaian untuk pernyataan locus of control eksternal adalah 1, dan bobot penilaian untuk pernyataan locus of control internal adalah 2.

Item-item yang terdapat pada skala ini mengungkap aspek-aspek locus of control yaitu kemampuan, usaha, nasib, keburuntungan, dan pengaruh orang lain.

Adapun blue-print yang digunakan dalam penyusunan skala yang mengukur skala locus of control adalah sebagai berikut:


(44)

Tabel 2.

Blue Print Skala Locus of Control Saat Uji Coba

No Aspek Locus of Control Aitem Jumlah

Eksternal Internal

1 Kemampuan 1,13,25,37,49 7,19,31,43,48 10

2 Usaha 8,12,20,32,44 2,14,26,38,50 10

3 Nasib 3,6,15,27,39 9,18,21,33,45 10

4 Keberuntungan 10,22,34,36,46 4,16,28,30,40 10

5 Pengaruh orang lain 5,17,24,29,41 11,23,35,42,47 10

Total 50

E. Validitas dan Reliabilitas

Alat ukur penelitian tersebut sebelum digunakan untuk memperoleh data-data penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba agar diperoleh alat ukur yang memiliki daya aitem tinggi, valid dan reliabel.

1. Daya beda aitem

Uji daya beda aitem dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2000).

Daya beda aitem pada penelitian ini dilihat dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan komputerisasi dari program SPSS version 15.0 for windows. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem. Setiap butir aitem dalam skala dikorelasikan dengan skor total skala. Item yang lulus seleksi adalah aitem yang memiliki nilai r ≥ 0,3 (Azwar, 2005).


(45)

2. Validitas

Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu alat ukur tidak begitu saja melekat pada tes itu sendiri, tetapi tergantung pada penggunaannya dan subjeknya. Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi (content validity), yaitu berkaitan dengan apakah aitem mewakili pengukuran dalam area isi sasaran yang diukur. Validitas isi merupakan hal utama dalam suatu tes yang biasanya dinilai dengan menggunakan pertimbangan pakar (Azwar, 2005). Peneliti meminta pertimbangan profesional, yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing peneliti dan pihak-pihak lain yang berkompeten dalam memberikan pertimbangan, sebelum menentukan aitem-aitem mana yang dapat dijadikan alat ukur yang sesuai dengan blue print yang ada.

3. Reliabilitas

Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah (Azwar, 2005).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yaitu single trial administration yang artinya menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan sekali saja pada sekelompok subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar , 2005).


(46)

Formula statistika yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah alpha Cronbach dengan bantuan komputerisasi dari program SPSS 15.0 for Windows. Uji reliabilitas aitem dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini yaitu skala adaptive selling dan skala locus of control dengan prosedur pengujian menggunakan koefisien korelasi r ≥ 0,3.

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba terhadap kedua instrumen penelitian dilaksanakan pada 3 November 2009 sampai dengan 20 November 2009. Uji coba dilakukan pada distributor multilevel marketing “Tiens” Medan yang sesuai dengan karakteristik populasi penelitian yaitu sebanyak 100 orang.

1. Skala Adaptive Selling

Uji coba skala adaptive selling dilakukan terhadap 100 orang subjek distributor multilevel marketing. Untuk melihat daya beda aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS version 15.0 for Windows, kemudian nilai Corrected Aitem Total Correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan 95% yang memiliki harga kritik diatas .275. Karena menurut Azwar (1999), kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total, biasanya digunakan batasan rix≥ .30. Namun apabila


(47)

diinginkan, peneliti dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit batasan kriteria .30 sehingga jumlah aitem yang diinginkan dapat tercapai.

Adapun distribusi hasil uji coba skala dijelaskan pada tabel 3 :

Tabel 3. Blueprint Skala Adaptive Selling Setelah Uji Coba

No Aspek Adaptive Selling Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1 Rekognisi setiap pendekatan penjualan

yang berbeda-beda

1,13,25,37. 19,43. 6

2 Yakin dan mampu dalam menggunakan berbagai macam pendekatan penjualan. 6,47. 3,17,29 5 3

Yakin dan mampu mengubah cara mendekati pelanggan selama berinteraksi berlangsung.

8,15,27,39,48. 9,21,38,45. 9

4

Penggunaan pengetahuan dari situasi penjualan yang berbagai macam untuk membentuk strategi penjualan yang sesuai dengan setiap situasi

5,24,49. 11,18 5

5 Pengumpulan informasi mengenai situasi penjualan 10,22,34,46 16,28,40. 7 6 Penggunaan nyata pada pendekatan di situasi yang berbeda 2,20,32,36 14,26,42,50 8

Total 40

Berdasarkan blue-print diatas, diketahui setelah uji coba dari 50 aitem skala adaptive selling dengan 100 subjek, terdapat 40 aitem yang memiliki koefisien korelasi yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam penelitian (r ≥ 0,3) dengan reliabilitas alpha (α) sebesar 0,936. Koefisien determinasi aitem-aitem yang reliabel berkisar antara 0,321 – 0,709.


(48)

Pada skala ini dilakukan perubahan pada tata letak urutan nomor aitem-aitem. Hal ini dilakukan karena aitem yang gugur tidak diikutsertakan lagi dalam skala penelitian. Distribusi aitem-aitem yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Blueprint Skala Adaptive Selling yang Digunakan Saat Penelitian

No Aspek Adaptive Selling Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1 Rekognisi setiap pendekatan penjualan

yang berbeda-beda

1,4,13. 19,25,37. 6

2 Yakin dan mampu dalam menggunakan berbagai macam pendekatan penjualan. 6,27,39. 3,17 5 3 Yakin dan mampu mengubah cara mendekati pelanggan selama berinteraksi

berlangsung.

8,15,23,29. 9,12,21,30,38. 9

4 Penggunaan pengetahuan dari situasi penjualan yang berbagai macam untuk membentuk strategi penjualan yang sesuai dengan setiap situasi

5,7,24. 11,18 5

5 Pengumpulan informasi mengenai situasi penjualan 10,22,34,36 16,28,40. 7 6 Penggunaan nyata pada pendekatan di situasi yang berbeda 2,20,31,32 14,26,33,35 8


(49)

2. Skala Locus of Control

Untuk melihat daya beda aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS version 15.0 for Windows, kemudian nilai Corrected Aitem Total Correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan 95% yang memiliki harga kritik diatas .275. Karena menurut Azwar (1999), kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total, biasanya digunakan batasan rix ≥ .30. Namun apabila jumlah aitem yang lolos

ternyata masih tidak mencukupi jumlah aitem yang tidak diinginkan, peneliti dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit batasan kriteria .30 sehingga jumlah aitem yang diinginkan dapat tercapai.

Tabel 5.

Blue Print Skala Locus of Control setelah uji coba

No Aspek Locus of Control Aitem Jumlah

Eksternal Internal

1 Kemampuan 1,13,25,37,49 19,48 7

2 Usaha 8,20,32 2,14,26,38,50 8

3 Nasib 3,15,27,39 18,21,33,45 8

4 Keberuntungan 10,22,34,36 16,28,40 7

5 Pengaruh orang lain 5,17,24,29 11,23,42,47 8

Total 38

Berdasarkan blue-print diatas, diketahui setelah uji coba dari 50 aitem skala locus of control dengan 100 subjek, terdapat 38 aitem yang memiliki koefisien korelasi yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam penelitian (r ≥ 0,3) dengan reliabilitas alpha (α) sebesar 0,912. Koefisien determinasi aitem-aitem yang reliabel berkisar antara 0,313 – 0,620.


(50)

Pada skala ini dilakukan perubahan pada tata letak urutan nomor aitem-aitem. Hal ini dilakukan karena aitem yang gugur tidak diikutsertakan lagi dalam skala penelitian. Distribusi aitem-aitem yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:

Tabel 6.

Blue Print Skala Locus of Control yang Digunakan Saat Penelitian

No Aspek Locus of Control Aitem Jumlah

Eksternal Internal

1 Kemampuan 1,13,25,37 7,19,31 7

2 Usaha 8,12,20,32 2,14,26,38 8

3 Nasib 3,6,15,27 9,18,21,33 8

4 Keberuntungan 10,22,34,36 4,16,28 7

5 Pengaruh orang lain 5,17,24,29 11,23,30,35 8

Total 38

G.Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap persiapan penelitian a. Persiapan alat ukur

Pada tahapan ini yang dilakukan peneliti adalah membuat alat ukur dan mengujicobakan alat ukur tersebut. Penelitian ini menggunakan dua skala yang disusun oleh peneliti. Skala yang pertama yaitu skala adaptive selling yang disusun berdasarkan teori aspek-aspek adaptive selling yang dikemukakan oleh Weitz, Sujan dan Sujan (1986). Skala yang kedua yaitu skala subjektif locus of control disusun berdasarkan teori aspek-aspek locus of control dari Rotter (dalam Schultz dan Schultz, 1996). Penyusunan skala ini didahului dengan membuat blue-print yang kemudian dilanjutkan dengan operasionalisasi dalam bentuk aitem-aitem pernyataan yang jumlah aitemnya masing-masing 50 aitem.


(51)

b. Perizinan

Untuk melakukan penelitian ini, maka terlebih dahulu yang dilakukan adalah proses persiapan dalam hal perizinan untuk melakukan penelitian. Proses perizinan dimulai dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, dalam hal ini atas nama koordinator pendidikan Fakultas Psikologi, mengajukan surat permohonan izin kepada pihak PT. Singa Langit Utama Medan.

Setelah diperoleh data mengenai toko-toko distributor (stockist) yang terdapat di Kota Medan, peneliti mendatangi beberapa stockist untuk meminta bantuan menyebarkan skala dan peneliti juga melakukan penyebaran skala secara langsung kepada distributor. Pihak PT. Singa Langit Utama Medan memberikan surat keterangan permohonan pengambilan data di setiap stockist yang terdapat di kota Medan. Atas persetujuan pemilik stockist, peneliti meminta bantuan pemilik stockist untuk menyebarkan skala kepada setiap distributor yang melakukan transaksi di stockist tersebut.

c. Uji coba alat ukur

Sebelum skala adaptive selling dan locus of control dijadikan alat ukur yang sebenarnya dalam penelitian, maka terlebih dahulu skala tersebut diujicobakan kepada sejumlah distributor multilevel marketing. Setelah diujicobakan, maka data tersebut diolah untuk menentukan aitem-aitem mana yang dapat dijadikan sebagai aitem dalam penelitian yang sebenarnya.


(52)

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian diadakan dengan mulai menyebarkan skala adaptive selling dan locus of control pada distributor multilevel marketing ”Tiens” yang memenuhi karakteristik populasi yang telah ditentukan sebelumnya. Pengambilan data dilakukan pada 24 – 28 Desember 2009.

3. Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini seluruhnya menggunakan bantuan komputerisasi program SPSS 15.0for windows.

F. Metode Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik dengan bantuan komputerisasi program SPSS versi 15.0 for windows. Pertimbangan yang mendasari dipakainya analisa statistik ini seperti dikemukakan oleh Hadi (2000) adalah dikarenakan :

1. Statistik bekerja dengan angka-angka. 2. Statistik bersifat objektif

3. Statistik bersifat universal dalam arti dapat digunakan hampir pada semua bidang penelitian.

Model analisa statistika yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa varians (Anova) dengan menggunakan SPSS versi 16.0 for windows.

Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi :


(53)

a. Uji Normalitas

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS versi 16.0 for windows. Data dikatakan terdistribusi normal jika diperoleh p >.05.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel penelitian adalah homogen. Pengukuran homogenitas dilakukan dengan metode Levene test melalui analisa varians (Anova). Data dikatakan homogen jika perolehan nilai F hitung < nilai Ftabel dan nilai Levene test pada kolom sig. harus menunjukkan

nilai > .05.

Jika kedua uji asumsi di atas telah dipenuhi, data kemudian dianalisa kembali untuk menguji hipotesis penelitian melalui uji Anova menggunakan paket SPSS version 15.0 for Windows. Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% dengan pengetesan dua ujung/two-tailed (Hadi, 2000).


(54)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Data

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah distributor multilevel marketing ”Tianshi”. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian. Dari 100 orang subjek penelitian yang terpilih diperoleh gambaran subjek berdasarkan locus of control, lama masa keanggotaan sebagai distributor, dan jenis kelamin.

a. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Locus of Control

Berdasarkan locus of control, maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 7.

Tabel 7.

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Locus of Control Locus of Control Jumlah (N) Persentase (%)

Internal 26 26 %

Eksternal 74 74 %

Total 100 100 %

Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian sebanyak 74 orang adalah subyek dengan orientasi locus of control eksternal (74 %), sedangkan yang paling sedikit adalah subyek dengan orientasi locus of control internal yakni sebanyak 26 orang (26 %).


(1)

SKALA LOCUS OF CONTROL

Pilihlah satu jawaban yang paling sesuai dengan anda.

1. a. Banyak kejadian yang tidak menyenangkan dalam kehidupan disebabkan oleh ketidakberuntungan.

b. Kegagalan berasal dari kesalahan yang kita buat sendiri.

2. a. Setiap orang akan mendapatkan penghargaan yang layak baginya.

b. Banyak orang yang tetap tidak dihargai walaupun dia telah berusaha menunjukkan usahanya.

3. a. Seseorang tidak dapat menjadi pemimpin yang efektif tanpa adanya kemampuan untuk memegang kendali.

b. Seorang pemimpin yang tidak pintar mengambil kesempatan yang dimilikinya akan mengalami kegagalan dalam memimpin.

4. a. Beberapa orang memang tidak menyukaimu seberapa keras pun usahamu.

b. Orang yang tidak dapat membuat orang lain menyukai mereka tidak mengerti cara untuk menyesuaikan diri dengan orang lain.

5. a. Garis keturunan sangat berperan penting dalam menentukan kepribadian seseorang.

b. Pengalaman hidup merupakan hal yang paling berpengaruh dalam menentukan bagaimana seseorang jadinya.

6. a. Apa yang seharusnya terjadi pasti akan terjadi juga.

b. Mengambil keputusan yang jelas mengenai apa yang harus saya lakukan lebih baik daripada mempercayai nasib.

7. a. Menjadi sukses adalah masalah kerja keras. Keberuntungan memiliki peran yang kecil bahkan tidak ada sama sekali.

b. Mendapatkan pekerjaan yang baik sangat bergantung pada waktu dan tempat yang tepat.


(2)

8. a. Anggota kelompok minoritas dapat mempengaruhi keputusan kelompok mayoritas.

b. Dunia ini hanya dijalankan oleh orang yang memiliki kekuasaan, dan masyarakat biasa tidak memiliki kendali apapun.

9. a. Saat saya membuat rencana, saya hampir dapat memastikan bahwa rencana itu akan berhasil.

b. Tidak bijaksana merencanakan sesuatu terlalu jauh kedepan karena banyak hal dipengaruhi nasib baik dan buruk.

10.a. Ada orang-orang yang pada dasarnya memang sudah tidak baik.

b. Baik tidaknya perilaku seseorang dikarenakan perilaku orang disekitarnya.

11.a. Bagi saya, keberhasilan yang saya dapatkan tidak berhubungan dengan keberuntungan.

b. Saya percaya bahwa keberhasilan saya semata-mata karena kehendak Tuhan.

12.a. Seorang yang terpilih menjadi pemimpin adalah seorang yang berada pada tempat yang benar dan pada waktu yang tepat.

b. Seseorang dapat menjadi pemimpin karena dia melakukan hal yang benar sesuai dengan kemampuannya.

13.a. Kita merupakan korban dari kekuatan elit politik pemerintahan, yang tidak dapat kita mengerti dan tidak dapat kita kendalikan.

a. Kita dapat mengendalikan kejadian dalam masyarakat meskipun kita bukan bagian dari pemerintahan.

14.a. Seringkali kita tidak sadar kalau keputusan yang kita ambil dipengaruhi oleh waham bahwa Tuhan memberikan keberuntungan pada diri kita.

b. Keberuntungan tidak benar-benar nyata.

15.a. setiap orang seharusnya mau mengakui kesalahannya.

b. Biasanya lebih baik menutupi kesalahan-kesalahan seseorang.


(3)

b. Seberapa banyak teman yang kita miliki bergantung dari sebaik apa kita kepada orang lain.

17.a. Hal-hal buruk dalam hidup kita akan tertutupi dengan hal-hal baik yang sama banyaknya.

b. Hal-hal buruk yang terjadi dalam hidup kita merupakan hasil dari ketidakmampuan, ketidakperdulian, dan kemalasan kita.

18.a. Dengan usaha yang cukup, kita sebagai warga biasa dapat menghapuskan kerusakan dalam pemerintahan kita.

b. Kita sebagai warga biasa tidak memiliki kekuasaaan dan kemampuan untuk mengendalikan pekerjaan pejabat negara.

19.a. Penilaian yang diberikan orang tua atas perilaku kaum muda seringkali sangat subjektif namun kita tidak mampu melawan.

b. Terlepas dari subjektif atau tidak, jika saya hanya melakukan hal-hal yang benar maka penilaian yang saya dapat dari orang tua pun akan positif.

20.a. Seorang pemimpin dikatakan baik apabila mampu mengarahkan orang lain melakukan sendiri apa yang harus dilakukan orang lain tersebut..

b. Seorang pemimpin dikatakan baik apabila mampu menjelaskan apa yang harus dikerjakan oleh orang lain.

21.a. Sering kali saya merasa bahwa saya memiliki pengaruh yang kecil terhadap hal-hal yang terjadi kepada saya.

b. Saya tidak percaya bahwa kesempatan dan keberuntungan memainkan peran penting dalam hidup saya.

22.a. Orang menjadi kesepian karena mereka tidak berusaha untuk ramah.

b. Tidak banyak gunanya berusaha menyenangkan orang lain. Jika mereka sepertimu, mereka akan menyukaimu.

23.a. Apa yang terjadi pada saya adalah hasil dari perbuatan saya sendiri.

b. Terkadang saya merasa bahwa saya tidak memiliki kendali yang cukup terhadap arah hidup saya.


(4)

b. Kita sebagai masyarakatlah yang bertanggunjawab terhadap pemerintahan yang buruk pada skala daerah maupun nasional, karena kita yang memilih mereka sebagai pejabat pemerintahan.

25.a. Saya percaya bahwa semua masalah akan selesai dengan sendirinya.

b. Masalah saya tidak akan selesai bila saya tida melakukan apa-apa.

26.a. Saya percaya saya dapat mencegah penyakit menjangkiti saya.

b. Penyakit dan semacamnya bukanlah hal yang dapat saya prediksi.

27.a. Beberapa orang memang terlahir beruntung.

b. Kesuksesan saya di masa mendatang adalah hasil kerja keras saya hari ini.

28.a. Sering kali mendapatkan nilai yang bagus menjadi masalah yang sulit bagi saya.

b. Untuk mendapatkan nilai yang baik saya belajar lebih giat.

29.a. Saya sering disalahkan untuk kesalahan yang tidak saya lakukan.

b. Saya percaya bahwa saya dapat mengendalikan keadaan agar saya tidak melakukan kesalahan.

30.a. Jika seseorang belajar cukup giat, dia dapat melewati mata pelajaran apapun.

b. Terkadang subjektifitas guru dan keberuntungan dapat mempengaruhi hasil belajar.

31.a. Sering kali berusaha keras tidak berguna karena keadaan memang sering kali berakhir buruk.

b. Usaha yang optimal membuat saya merasa optimis akan masa depan saya.

32.a. Hari yang diawali dengan baik di pagi hari akan berakhir baik pula.

b. Setiap kejadian sepanjang hari akan mempengaruhi baik atau buruk hari yang kita jalani.

33.a. Membuat harapan bisa membuat keadaan jadi lebih baik.

b. Kebaikan selalu terjadi jika saya memiliki perencanaan dan mengerjakannya dengan serius.


(5)

34.a. Saya sering mendapatkan hukuman yang tidak memiliki alasan yang jelas.

b. Saya percaya bahwa saya hanya mendapatkan hukuman untuk kesalahan yang benar-benar saya lakukan.

35.a. Merubah pendapat teman-teman sangat sulit untuk saya lakukan.

b. Saya dapat mempengaruhi pendapat teman-teman saya.

36.a. Orang tua seharusnya membiarkan anak-anak mereka mengambil keputusan sendiri.

b. Orang tua seharusnya selalu menjelaskan apa yang harus dilakukan anak-anaknya.

37.a. Saya bertanggung jawab dalam memilih teman-teman bergaul saya.

b. Terkadang saya melibatkan diri dengan teman-teman yang tidak seharusnya saya temani karena faktor yang tidak dapat saya kendalikan.

38.a. Berjalan dibawah tangga mendatangkan nasib buruk.

b. Kejadian-kejadian buruk hanya akan terjadi bila saya tidak memperhatikan sekitar saya.

39.a. Saya memiliki ”jimat keberuntungan”

b. Yang saya butuhkan adalah keterampilan, bukan benda yang tidak jelas kegunaannya.

40.a. Sering kali saya merasa saya dapat mengubah apa yang akan terjadi besok dengan kelakuan saya hari ini.

b. Apa yang harus terjadi akan terjadi juga sekeras apapun saya berusaha mengubahnya.

41.a. Orang-orang akan mendapatkan apa yang mereka mau jika terus berusaha.

b. Tidak perlu berusaha, apa yang seharusnya saya dapat akan datang cepat atau lambat.

42.a. Jika ada orang yang tidak menyukai saya, saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk memperbaiki hal tersebut.


(6)

b. Saya harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan banyak jenis kepribadian agar orang-orang menyenangi saya.

43.a. Tidak ada gunanya belajar terlalu giat, orang yang terlahir pintar akan tetap pintar dan sebaliknya.

b. Belajar lebih giat akan membantu saya menjadi lebih pintar.

44.a. Saya merasa melakukan tugas atau tidak menjadi penentu nilai yang saya dapat.

b. Kerja keras saya mempengaruhi nilai saya.

45.a. Saya dapat mempengaruhi teman-teman saya untuk melakukan apa yang saya mau.

b. Teman-teman saya tidak bisa mengerti apa yang saya inginkan untuk mereka lakukan.

46.a. Lebih baik menjadi orang yang beruntung.

b. Lebih baik menjadi orang yang memiliki banyak kemampuan.

47. a. Saya mendapatkan prestasi yang bagus karena saya giat berlatih b. Saya jarang berlatih, namun saya mampu mengukir prestasi bagus dibanding teman-teman yang sering berlatih

48. a. Orang yang cacat karena kecelakaan harus menerima keadaan karena sudah menjadi suratan takdir

b. Cacat karena kesalahan merupakan kesalahan yang harus ditanggung seumur hidup karena kekurangwaspadaan dalam menjalani hidup. 49. a. Saya mampu karena saya memiliki talenta.

b. Saya mampu karena saya banyak belajar.

50. a. Saya tidak sukses karena saya terlahir dalam keluarga miskin.