Interfensi Gairaigo Terhadap Pemakaian Kalimat Bahasa Jepang dalam Majalah Nipponia (Nipponia No Zasshi Ni Nihongo No Tsukaikata Ni Taishite Gairaigo No Interferensi Atta)

(1)

INTERFERENSI GAIRAIGO TERHADAP PEMAKAIAN

KALIMAT BAHASA JEPANG DALAM MAJALAH NIPPONIA

NIPPONIA NO ZASSHI NI NIHON GO NO BUNSEKI NI

TAISHITE GAIRAIGO NO INTERFERENSI ATTA

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

HONESTY TEUNOMVIRA

NIM : 010722009

Pembimbing :

Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum NIP. 131763365

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN


(2)

Disetujui oleh Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi S-1 Sastra Jepang Ketua Program Studi,

Drs. Hamzon Situmorang MS, PhD NIP. 131422712


(3)

PENGESAHAN Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk

Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Pada : Pukul 14.00 Tanggal : 31 Maret 2008 Hari : Senin

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Drs. Syaifuddin M.A Ph.D NIP.

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Hamzon Situmorang, M.S.Ph.D ( ) 2. Drs. Eman Kusdiyana, M.hum ( ) 3. Drs. M. Pujiono, S,S M. Hum ( )


(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang diberi judul Interferensi Gairaigo Terhadap Pemakaian Kalimat Bahasa Jepang Dalam Majalah Nipponia”. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelas Sarjana Sastra, Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan dan do’a kepada penulis. Oieh sebab itu pada kesempatan ini , penulis dengan tulus dan ikhlas ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada :

1. Bapak Drs. Syaifudin, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, M.Hum , selaku Ketua Jurusan Program Studi Sastra Jepang, Universitas Sumatera

3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah mendidik penulis di perkuliahan dari semester I s/d semester akhir dan bersedia menjadi pembimbing penulis, yang telah banyak memberikan arahan, masukan dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.


(6)

4. Bapak Drs. M. Pujiono, S.S M.Hum, yang telah mendidik penulis selama perkuliahan dari semester I s/d semester akhir dan telah banyak meluangkan waktunya untu bersedia menjadi dosen penguji yang banyak memberikan arahan, masukan dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini

5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Sastra, khususnya Program Studi Sastra Jepang, Unviersitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama di perkuliahan

6. Ibunda tercinta Harlini dan Ayahanda Asri Anwar, yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun materi kepada penulis. Maafkan Ananda mu ini yang telah begitu banyak menyusahkan dan belum bisa membahagiakan. InsyaAllah dengan selesaikanya skripsi ini, menjadi obat mujarab dan titik tolak untuk melangkan lebih baik lagi…Amiiin…

7. Untuk Suamiku tercinta Ir. Sukotjo Slamet Widodo,M.M ,yang telah memberikan dukungan dan kepercayaan hingga selesainya skripsi ini 8. Untuk Adik2ku tercinta Harry Julianto dan Desiana , Haras Tri Adhitia

dan Ayu Trisna.. terima kasih atas dukungan, perhatian dan do’a serta kasih sayang yang selalu diberikan

9. Teman-teman penulis, Nana ( teman seperjuangan ), Wira, dan lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu disini

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi yang penulis sajikan ini sangat jauh dari sempurna, karena masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, sebagaimana kodratnya kita sebagai manusia. Oleh


(7)

sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, sekali lagi penulis mengucapkan terima aksih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan semuanya satu per satu. Dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi penulis sendiri.

Demikianlah ucapan terima kasih ini penulis sampaikan. Semoga Allah SWT selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua, Amiin.

Medan, 2008 Penulis,

Honesty Teunomvira 010722009


(8)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……….. iv

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1.Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2.Perumusan Masalah ………... 4

1.3.Ruang Lingkup Pembahasan……….. 5

1.4.Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ……….. 6

1.4.1.Tinjauan Pustaka ……… 6

1.4.2. Kerangka Teori ………. 8

1.5.Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 11

1.6.Metode Penelitian ………. 11

BAB II. DEFENISI DAN SEJARAH SINGKAT MASUKNYA GAIRAIGO DI JEPANG ……….. 14

2.1. Sejarah Singkat Masuknya Gairaigo di Jepang ………... 14

2.2. Defenisi Gairaigo ………. 16

2.2.1. Karakteristik Gairaigo ……… 16

2.2.2. Penulisan Gairaigo ……….. 21

2.2.3. Kriteria Gairaigo………. 22

2.3. Defenisi Interferensi Gairaigo ………. 22


(9)

BAB III. INTERFERENSI GAIRAIGO TERHADAP PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA JEPANG DALAM MAJALAH NIPPONIA

3.1. Pemakaian Gairaigo dalam kalimat Bahasa Jepang ………. 26 3.1.1. Interferensi Leksikon ……….. 27 3.1.2. Interferensi Gramatikal ……….. 3.2. Pemakaian Gairaigo dalam Frase Bahasa Jepang ……….

3.3. Penyebab Interferensi ………....

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ………. 4.1. Kesimpulan ……….. 4.2. Saran ………

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing ? Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau jangan-jangan, ia akan mengungkap lafal bahasa asing itu dengan logika dan gramatikal bahasa Ibunya?!

Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan suatu perasaan , peran, maupun pendapat yang dalam prakteknya dapat disampaikan secara lisan maupun tulisan. Kemampuan dalam menguasai suatu bahasa merupakan salah satu syarat agar dapat saling tukar menukar informasi, juga untuk lebih memperlancar hubungan komunikasi dalam pergaulan, baik pergaulan antar pribadi, maupun pergaulan antar bangsa, sebagai anggota masyarakat bahasa.

Bahasa sebagai alat ilmu pengetahuan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangannya. Oleh karena itu diperlukan penguasaan bahasa untuk mempelajari, menerapkan, dan mentransfer ilmu pengetahuan.

Tajuddin (2003) mengemukakan bahwa kadar kualitas penguasaan bahasa tergantung pada dua faktor,yaitu :1) sejauh mana kadar kualitas kemampuan penguasaan bahasa si penutur dalam mengungkapkan gagasan atau pikirannya, 2) sejauh mana kadar kualitas pikiran/gagasan yang hendak diungkapkannya. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi.

Bahasa Jepang sebagai salah satu bahasa asing yang sangat diminati oleh pembelajar maupun masyarakat Indonesia, memiliki daya tarik tersendiri untuk


(11)

dipelajari, sehingga dari tahun ke tahun jumlah pembelajar bahasa Jepang semakin meningkat.

Dilihat dari aspek kebahasaannya, bahasa Jepang memiliki karakteristik tertentu yang dapat kita amati dari huruf yang dipakainya, kosa kata, sistem pengucapan, gramatika dan ragam bahasanya.

Apabila melihat huruf yang dipakai untuk menuliskan bahasa Jepang, kita akan tahu bahwa bahasa Jepang memiliki sistem penulisan yang sangat kompleks, karena menggunakan empat perangkat huruf, yakni Kanji, Kana yang terdiri atas Hiragana dan Katakana, serta Romaji ( Iwabuchi, 1989 : 180 )

Keunikan lainnya adalah adanya perbedaan struktur kosakata bahasa Jepang dengan struktur kosakata bahasa Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Soepardjo (1997) bahwa struktur kosakata bahasa Jepang memiliki perbedaan yang sangat mencolok dengan struktur kosakata bahasa Indonesia. Perbedaan tersebut erat kaitannya dengan proses pembentukan kata kedua bahasa dan perbedaan pola pikir masyarakat bahasa kedua bahasa tersebut.

Perbedaan lain yang dikatakan oleh Lehman ( 1997 : 86 ) adalah perbedaan tersebut bukan hanya dari segi tata bahasa saja, tapi juga dari segi bentuk dan susunannya.

Belakangan ini dampak yang paling kentara dari semangat mondial atau keterbukaan adalah tergila-gilanya orang pada dunia informasi. Seolah informasi sudah menjadi “berhala” baru, sehingga seperti tiada hari tanpa informasi. Tak sulit dibantah, hampir setiap hari media massa kita menawarkan sejumlah produk “ pengolah” informasi, seperti komputer, telepon genggam, dan bahkan jasa


(12)

internet. Siapapun tahu, via produk tersebut, dalam sekejap dunia berada dalam genggaman tangan.

Akibat dari hal diatas, apreasiasi orang terhadap penguasaan bahasa asing –terutama bahasa Inggris dan bahasa Jepang, makin meningkat. Sebab mau tak mau, untuk menggenggam dunia seperti ini dibutuhkan penguasaan bahasa asing yang baik.

Peningkatan apresiasi ini, pada akhirnya turut pula melahirkan mereka-mereka yang mahir sekaligus dalam 2 (dua) bahasa ( bilingual ) atau lebih ( multilingual ). Dalam konteks ini, akibat lebih jauh maka munculah transfer negatif atau interferensi. Yakni adanya proses transfer dari satu bahasa ke bahasa lain dalam diri seseorang atau kelompok.

Sejumlah pakar sosiolinguistik mengungkapkan, pada dasarnya interferensi adalah pengacauan bahasa yang terjadi dalam diri orang yang bilingual atau lebih, dan ini bersifat sangat produktif. Sebab, bahasa – bahasa yang ada didalam diri orang tersebut secara alamiah akan saling mempengaruhi, saling mengubah dan saling mengganggu.

Interferensi dapat terjadi karena adanya kontak di antara bahasa-bahasa yang dikuasai oleh penutur bilingual. Dalam peristiwa kontak bahasa , bahasa yang satu akan mempengaruhi bahasa yang lain. Manakala pengaruh dimaksud menimbulkan penyimpangan, penyimpangan inilah yang disebut interferensi.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, maka semakin banyak pula digunakan bahasa-bahasa asing atau kata-kata serapan , selanjutnya disebut dengan Gairaigo , dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang, khususnya di kalangan anak muda Jepang. Penulis


(13)

banyak menemukan istilah-istilah asing ini yang ditulis dengan menggunakan huruf Katakana dalam kalimat bahasa Jepang, yang terdapat dalam majalah-majalah Jepang, khususnya majalah-majalah Nipponia.

Dapat dilihat bahwa kata-kata yang diserap dari bahasa asing tersebut kadang penulisan dan pengucapannya tidak sesuai dengan bahasa aslinya. Bahkan kontruksi kalimatnya pun mengalami perubahan.

Hal ini disebabkan karena perbedaan pengucapan sehingga penulisannya pun harus disesuaikan dengan pengucapan orang Jepang itu sendiri, dan letak susunan kata harus disesuaikan dengan kaidah baku kalimat bahasa Jepang. Hal inilah yang menjadi titik tolak bagi penulis untuk mengetahui sejauh mana interferensi Gairaigo dalam penggunaan kalimat bahasa Jepang saat ini.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, terdapat beberapa masalah yang perlu dibahas dalam penyimpangan atau interferensi ini, terutama hubungannya dengan bahasa Jepang yang di interferensi oleh Gairaigo, baik dalam semua kontruksi kalimat dan sejauh mana Gairaigo itu mempengaruhi maknanya.

Pengacauan atau kesalahan berbahasa ini dapat terjadi pada semua komponen kebahasaan. Ini berarti bahwa interferensi dapat terjadi dalam bidang fonologi, semantik, sintaksis, morfologi dan bidang linguistik lainnya.

Atas pelbagai pertimbangan teoritis dan praktis, maka penulis memilih judul : “ Interferensi GairaigoTerhadap Pemakaian Kalimat Bahasa Jepang Dalam Majalah Nipponia ”, dan merumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :


(14)

1. Sejauh mana interferensi unsur-unsur bahasa asing masuk ke dalam pemakaian kalimat bahasa Jepang

2. Gairaigo apa saja yang ada dalam Nipponia dilihat dari struktur sintaksisnya

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan permasalahan yang akan dikemukakan.

Adapun ruang lingkup pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah pemakaian Gairaigo yang tercantum dalam majalah NIPPONIA berbahasa Jepang dari berbagai edisi, dengan menitikberatkan pada pembahasan Gairaigo dalam tataran struktur sintaksis. Pembahasan diarahkan pada penjelasan mengenai fungsi dari Gairaigo dalam kalimat, keterkaitan Gairago dalam struktur frase, yang sekaligus melihat posisi Gairaigo tersebut berdasarkan hukum DM-MD.

Sebelum penjelasan inti, penulis juga memaparkan bahwasannya bahasa Jepang dewasa ini, khususnya Gairaigo, banyak digunakan dalam berbagai bahasa dunia dikarenakan berbagai hal. Dari pemaparan tersebut dapat terlihat bahwa Gairaigo itu dalam tataran sintaksisnya bisa dijadikan berbagai fungsi dalam kalimat. Dan juga bisa berubah fungsi yang memiliki konstruksi bahasa Jepang – bahasa Inggris, bahasa Inggris – bahasa Jepang, atau bahkan bahasa Inggris – bahasa Inggris. Bahkan juga bisa memiliki nuansa yang berbeda-beda.


(15)

Dengan demikian dirasakan cukup bervariatif Gairaigo ini dalam mempengaruhi interferensi bahasa Jepang . Oleh karena itu, penulis ingin membahas hal tersebut dalam skripsi ini.

Sebagai data pendukung penulisan, dalam skripsi ini juga akan dipaparkan mengenai sejarah Gairaigo, karakteristik dan penulisan serta karakter Gairaigo, tanggapan masyarakat Jepang terhadap Gairaigo itu sendiri, dan beberapa contoh Gairaigo dari beberapa Negara.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1.Tinjauan Pustaka

Bahasa dapat dinyatakan dengan dua cara, yakni lisan dan tulisan. Ragam lisan lebih dahulu dikenal sejak zaman prasejarah daripada ragam tulisan. Seperti diketahui bahwa Cina memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan budaya Jepang.

Dalam sejarah kesusastraan Jepang, pengaruh tersebut dapat dilihat dari ditemukannya Manyogana , yaitu tulisan huruf Cina dengan struktur tulisan bahasa Cina. Kemudian pada abad ke-8. lahirlah huruf Jepang yang disebut dengan Katakana dan Hiragana.

Huruf yang pertama dibuat adalah huruf Katakana, merupakan huruf yang dikarang oleh Kibinomakibi dan diambil dari bagian-bagian huruf Kanji. Huruf ini hanya dipergunakan untuk menuliskan bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa asing, bahasa tiruan dari bunyi alam, suara binatang, dan yang merupakan istilah tentang bentuk atau keadaan benda.


(16)

Nashihin ( 2003 ) mengemukakan terdapat beberapa cara untuk membentuk kosakata-kosakata baru dalam bahasa Jepang, diantaranya melalui proses :

1. Afiksasi, suatu proses sangat umum dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang melalui proses afiksasi, yakni melalui prefiksasi dan sufiksasi. Ini merupakann proses-poses dimana sufiks atau prefiks sebagai suatu morfem diinfleksikan ke sebuah bentuk dasar.

2. Penggabungan, penggabungan dalam bahasa Jepang dapat dibentuk dengan satu ragam cara. Sebagai contoh, komposisi-komposisi dari penggabungan bisa saja menrupakan kata asli, Sino-Jepang ( berasal dari cina ) atau kombinasi dari kata-kata yang aslinya berbeda

3. Reduplikasi, suatu proses dimana sebagian dari sebuah kata atau keseluruhan kata diulangi untuk menciptakan suatu kata baru. Dua contoh dari Reduplikasi dalam bahasa Jepang yaitu mimetik dan reduplikasi semu ( renyookei )

4. Serapan, yakni sebagai suatu proses terakhir dalam pembentukan kata-kata dalam bahasa Jepang adalah serapan ( pinjaman ). Semua kata-kata-kata-kata serapan, termasuk gabungan-gabungan Sino-Jepang, ada pada kelompok ini.

Gairaigo sebagai salah satu kosakata bahasa Jepang termasuk ke dalam bentuk kosa kata serapan. Prosentase Gairaigo dalam kosakata bahasa Jepang semakin hari semakin meningkat. Diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama, akan terus meningkat hingga mencapai 60-80% dalam berbagai ilmu


(17)

pengetahuan. Sehingga menjadi kosakata yang penting untuk mengetahui kehidupan orang Jepang secara umum.

1.4.2. Kerangka Teori

Secara leksikal, interferensi berarti gangguan (Echols dan Shadily, 1996). Secara definitif, interferensi merupakan kesulitan atau hambatan yang muncul dalam proses penguasaan bahasa kedua atau bahasa yang dipelajari dalam kebiasaan pemakaian bahasa pertama atau bahasa ibu (Lado, 1960; Valdman, 1996 via Abdulhayi, 1985).

Secara teoritis, masuknya unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain mewujud ke dalam dua kelompok. Kedua kelompok itu adalah kelompok leksikon dan kelompok gramatika ( Poedjosoedarmo:1979 ). Wujud leksikon lebih dominan , baik yang dimasukkan secara sadar , maupun yang masuk dengan sendirinya.

Masuknya unsur-unsur satu bahasa ke bahasa lain yang terjadi secara sadar disebut dengan istilah interferensi aktif, sedangkan yang masuk tanpa disadari disebut dengan istilah interferensipasif ( Poedjosoedarmo:1983 ).

Salah satu hasil penelitian Bawa ( 1993 ) yang meneliti masuknya unsur-unsur bahasa Inggris dan bahasa Sansekerta ke dalam pemakaian bahasa Indonesia ragam formal para pejabat di Bali menunjukan kecendrungan

interferensi aktif, yakni unsur-unsur bahasa Inggris dan bahasa Sanksekerta ke dalam pemakaian bahasa Indonesia yang dilakukan dengan sengaja. Sedangkan

interferensi pasif biasanya masuk dan digunakan tanpa disadari oleh pemakai bahasa.


(18)

Sejumlah pakar sosiolinguistik mengatakan, proses terjadinya interferensi sejalan dengan proses difusi ( penyebaran ) dalam kebudayaan. Oleh karena itu gejala interferensi dapat dilihat melalui 2 (dua) tatakan yang saling melengkapi. Yakni, pertama, tataran psikologis, yang berkaitan dengan perilaku seseorang dalam berbahasa, sebagai dampak adanya aspek nonlinguistik. Dan kedua, tataran politis yang bertalian dengan sistem kebahasaan itu sendiri. Maksud dari tataran politis adalah

Para linguis menamakan gejala kekacauan pemakaian tata bahasa dengan istilah interferensi. Secara umum, gejala ini terjadi pada aspek unsur kata dan frase. Interferensi terjadi paling banyak pada tataran bunyi, tataran morfologi , tataran sintaksis dan yang terakhir adalah tataran leksikal( Weinreicht, 1970 : 12 ).

Istilah interferensi ini berkaitan dengan istilah identifikasi antar bahasa. Konsep ini, yang dikenal juga dengan istilah transfer negatif, merupakan gejala yang terjadi jika unsur-unsur bahasa sumber (BSu) berbeda dengan bahasa sasaran (BSa), dan ini dapat menimbulkan kesulitan sekaligus kesalahan pada BSa ( Corder 1973; Weinreich, 1964; Littlewood, 1995 ).

Hamers dan Blanc (1993) mendefinisikan gejala interferensi ini sebagai

"which the learner unconsciously and inapproprately tranfer elements or rules from the first to the second languange" (h. 268).

Batasan yang lain dikemukakan oleh Hartman dan Stork (1972) dalam Alwasilah (1989), bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa atau dialek. Selain dapat terjadi dalam wilayah bunyi dan kata, interferensi dapat juga terjadi dalam wilayah tata bahasa , kosa kata, makna, dan bahkan budaya,


(19)

baik dalam ucapan maupun tulisan terutama tatkala seseorang sedang mempelajari bahasa kedua.

Sementara itu, Samsuri (1983) menyebut interferensi sebagai gangguan, artinya ketika menggunakan unsur satu bahasa penutur kemudian memasukkan unsur dari bahasa lain sehingga mengganggu struktur bahasa yang sedang digunakan.

Weinreich ( 1970:1 ) mengatakan bahwa dua bahasa atau lebih berkontak jika bahasa-bahasa itu dipakai secara bergantian oleh orang yang sama. Keadaan penutur bahasa yang bilingual / multilingual memungkinkan penyimpangan / kesalahan berbahasa yang merupakan gejala interferensi. Menurutnya, interferensi terjadi paling banyak pada tataran bunyi, kemudian tataran morfologi dan sintaksis serta leksikal.

Sedangkan menurut Kridalaksana ( 1983:66) interferensi ialah penggunaan unsur bahasa lain oleh bahahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa,ciri-ciri bahasa lain itu masih kentara .

Jadi, dari beberapa pengertian interferensi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa interferensi berarti :

1. Penerapan dua buah unsur bahasa dalam satu kondisi kebahasaan yang mengakibatkan pengacauan pada struktur bahasa yang sedang digunakan. 2. Penyimpangan yang terjadi karena bahasa yang satu mempengaruhi

bahasa yang lain, dalam hal ini bahasa-bahasa asing yang mempengaruhi bahasa Jepang. Pengaruh dimaksud biasanya dapat dijumpai dalam hal peminjaman kosa kata.


(20)

3. Interferensi dianggap sebagai fenomena tutur yang hanya terjadi pada penutur bilingual dan/atau multilingual, dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan. Interferensi dalam skripsi ini difokuskan pada penyimpangan yang terjadi akibat masuknya unsur atau kaidah bahasa asing ke dalam unsur atau kaidah kalimat bahasa Jepang.

1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan sejauh mana Interferensi unsur-unsur bahasa asing (

Gairaigo) ke dalam pemakaian kalimat Bahasa Jepang

2. Mempelajari faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya interferensi tersebut

1.6. Metode Penelitian

Penelitian (riset) adalah penggunaan metode ilmiah yang bersifat formal dan sistematis untuk mempelajari masalah. (Sumanto ; 1990 : 4). Pada umumnya penelitian menempuh strategi dan langkah yang hampir sama. Langkah-langkah itu terdiri dari pembuatan statement masalah, pengumpulan data, analisis data, dan penarikan kesimpulan.

Sebagai objek studi, bahasa bersifat multidispliner. Artinya, bahasa dapat dianalisis dan dipakai dari berbagai disiplin ilmu. Studi bahasa dapat dilakukan dengan melihat strukturnya semata-mata, melihat kaitannya dengan kebudayaan manusia, melihat hubungannya dengan perkembangan individu dan melihat


(21)

kaitannya dengan masyarakat pemakainya. Oleh karena itu, penulis menggunakan metode sosiolinguistik dan komunikatif sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini.

Sosiolinguistik termasuk disiplin ilmu yang paling muda dalam jajaran disiplin ilmu linguistik. Namun demikian tidak berarti bahwa telaah bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat juga masih muda. Jauh sebelumnya sudah sering dilakukan studi umum tentang hubungan kata, arti dan budaya. Dari perluasan studi inilah, sosiolinguistik dibangun.

Sosiolinguistik merupakan disiplin ilmu yang mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakan bahasa, khususnya perbedaan yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan.

Fishman (1972) mengatakan bahwa sosiolinguistik merupakan ilmu yang membahas hubungan antar pemakai bahasa dan perilaku sosial. Selain itu, sosiolinguistik juga mengkaji pemakaian bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan. Dari deskripsi ini terlihat bahwa sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa sebagai gejala sosial.

Pada penulisan ini, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, teknik ini berfungsi sebagai alat pengumpul data utama, dimana pembuktian hipotesis dilakukan logis dan rasional melalui pendapat, teori, atau hukum-hukum yang diterima kebenarannya, baik yang menolak maupun yang mendukung hipotesis tersebut.

Dalam penulisan skripsi ini, data-data yang terkumpul bersumber dari buku-buku, jurnal, majalah, dan juga artikel internet. Dan yang menjadi sumber utama pembahasan adalah kalimat-kalimat bahasa Jepang yang berasal dari


(22)

Majalah Nipponia versi bahasa Jepang. Setelah data-data terkumpul maka dilakukan proses penyusunan data yakni proses pengorganisasian dan pengurutan data ke dalam pola dan kategori, sehingga dapat ditentukan tema. Kemudian data disusun dalam satuan-satuan untuk dikategorisasikan pada setiap bab maupun anak bab. Sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dan saran.


(23)

BAB II

DEFENISI DAN SEJARAH SINGKAT MASUKNYA GAIRAIGO DI JEPANG

2.1. Sejarah Singkat Masuknya Gairaigo di Jepang

Sebelum pertengahan abad ke-16, Gairaigo adalah bahasa yang datang dari negara asia timur, seperti : kango, bahasa Ainu ( sake, Sapporo ), bahasa Korea ( ki-sen ), Hango ( bahasa Sansekerta yang banya memuat istilah agama Budha, seperti kesa, sara, danna dan sebagainya ).

Gairaigo setelah akhir abad pertengahan adalah bahasa yang datang dari akhir zaman Muromachi sampai awal zaman Edo. Istilah agama Kristen dan perdagangan banyak dipinjam dari bahasa Portugal, seperti ( pan,tabako),dan lain-lain. Akan tetapi,tidak dilakukan lagi sejak pola kekristenan dilarang dan Jepang menutup diri pada tahun 1639. Namun sebelum masa itu tiba , bahasa Spanyol seperti ( meriyasu ), dan bahasa Belanda, seperti ( kouhii, gomu,

garasu ,biiru ,ponpu ,penki, zukku ,modorosu ) telah masuk dan menambah perbendaharaan peminjaman kosa kata asing oleh Jepang.

Setelah dibukanya kembali Jepang bagi negara-negara asing pada jaman Meiji, membuat Jepang banyak melakukan kontak dengan negara lain, yang dengan sendirinya memungkinkan masuknya kata-kata serapan bahasa asing semakin banyak. Gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris bertambah dengan pesat, jumlahnya lebih banyak dari jumlah Gairaigo sebelumnya.

Bahasa-bahasa ilmu pengetahuan, misalnya bahasa Yunani/ bahasa Latin (


(24)

filsafat banyak berasal dari bahasa Jerman, seperti : ( gaaze, zain, pikkeru, karte, ideorologi, dll ), sedangkan istilah yang berhubungan dengan seni, mode, dan memasak kebanyakan berasal dari bahasa Perancis ( atore, puretaporute, omuretsu, zubon, . ), dan istilah musik banyak berasal dari bahasa Italia (

andente, pianishimo, soprano, ) dan lainnya.

Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa jepang ( Nihon no Goi ) dibagi menjadi 3 (tiga ) jenis, yakni Wago, Kango, dan Gairaigo. Wago adalah kosakata asli Jepang, ada juga yang menyebutnya yamato kotoba. Sedangkan Kango adalah kosakata bahasa Jepang yang berasal dari bahasa Cina klasik. Gairaigo adalah kata-kata yang berasal dari bahasa asing ( gaikokugo ), lalu dipakai sebagai bahasa nasional ( kokugo ).

Kata-kata yang termasuk gairaigo bahasa Jepang pada umumnya adalah kata-kata yang berasal dari bahasa negara-negara Eropa, tidak termasuk kango yang terlebih dahulu dipakai didalam bahasa Jepang sejak zaman dulu kala (Kindaichi,1989:318). Kata-kata seperti haikingu, teema ,sonata, konto ,kasu, ego, noruma, chaahan, dan sebagainya merupakan sedikit dari sekian banyak

gairaigo.

Gairaigo adalah kata-kata yang diambil dari bahasa asing lalu

diJepangkan dan dipakai dalam kegiatan berbahasa Jepang. Oleh karena gairaigo

sudah diJepangkan, maka kata-kata yang termasuk dalam gairaigo berbeda dengan

gaikokugo ( bahasa asing). Untuk membedakannya dengan Wago dan Kango, ada juga yang menyebut Gairaigo dengan istilah Yoogo ( Iwabuchi,1989: 41).


(25)

Secara singkat Tsukishima Hiroshi ( 1990:189 ) menambahkan bahwa kata-kata yang diambil dari bahasa asing dan sudah dimasukkan kedalam sistem bahasa jepang disebut dengan Gairaigo atau Shakuyoogo.

Dari tiga defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Gairaigo adalah salah satu jenis kosa kata bahasa Jepang yang berasal dari bahasa asing yang telah disesuaikan dengan aturan-aturan yang ada di dalam kaidah bahasa Jepang.

Ada yang menyebut Gairaigo dengan istilah Yoogo ( kata-kata yang berasal dari negara-negara Barat , seperti Jerman, Perancis, Portugal, Belanda) dan ada pula yang menyebutnya dengan istilah Shakuyoogo ( kata pinjaman ). Walaupun Gairaigo dikatakan sebagai Yoogo, namun didalamnya termasuk juga kata-kata yang berasal dari negara-negara lain, termasuk dari bahasa Indonesia.

2.2. Defenisi Gairaigo

2.2.1. Karakteristik Gairaigo

Gairaigo tidak dapat digunakan disembarang tempat, ini disebabkan harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada didalam bahasa Jepang, termasuk dalam tata cara pengucapannya. Pada umumnya pengucapan gairaigo terlepas dari bunyi pengucapan kata aslinya, karena sudah disesuaikan dengan aturan bunyi bahasa Jepang.

Banyak hal yang menjadi ciri khas Gairaigo yang membedakannya dengan Wago, Kango dan Konshugo. Menurut Ishida ( 1988 : 93 ), ciri-ciri khusus tersebut antara lain :


(26)

1. Gairaigo ditulis dengan huruf katakana

2. Terlihat kecendrungan pemakaian gairaigo pada bidang dan lapisan masyarakat yang cukup terbatas, frekuensi pemakaiannya juga rendah 3. Terdapat relatif banyak kata Nomina konkrit

4. Terdapat juga Gairaigo buatan Jepang sendiri 5. Banyak kata yang dimulai dengan bunyi dakuon

Selain itu juga terdapat beberapa karakteristik lainnya, seperti :

1. Kata – kata pinjaman yang diambil dari Barat (Amerika dan Eropa ) meliputi berbagai bidang seperti sandang, pangan, papan, mesin/ alat-alat perkakas lainnya.

2. Pada zaman Meiji, kata-kata dari Barat biasa diterjemahkan ke dalam Kango, namun kini penampilannya dalam huruf Katakana yang mendekati pengucapan aslinya telah menjadi hal yang umum.

3. Kata pinjaman dalam bahasa Jepang sering diperkenalkan sebagai kata benda. Bentuk kata kerjanya dapat dibuat dengan :

a. Penambahaan suru ( to do ) dibelakang kata pinjaman. Contoh :

b. Penerapan pemakaian konjugasi kata kerja bahasa Jepang. Misalnya : / sabo-ru ( dari bahasa Perancis sabotage, yang artinya bolos dari pelajaran atau pekerjaan ). Jika ada penambahan dibelakang kata pinjaman maka akan menghasilkan kata sifat, sedangkan jika ada penambahan , akan menghasilkan kata keterangan.


(27)

4. Memiliki kebebasan gramatikal :

a. Kata yang menjadi suatu bagian bahasa tertentu dalam bahasa asalnya tak jarang digunakan sebagai bagian bahasa yang berbeda dalam bahasa Jepang. Misalnya kata avec ( ) yang sebenarnya merupakan preposisi dalam bahasa Perancis dipakai sebagai kata benda dalam bahasa Jepang

b. Penyingkatan atau penghilangan ( ) pada :

• Akhiran –s, -ed, dan –ing dalam bahasa Inggris , seperti : Sunglasess →

• Kata sandang “the” : on the air →

• Kata penghubung “and” : ham and eggs →

• Bagian suku kata : television

• Kata majemuk : word processor

5. Memiliki kemampuan membentuk kata-kata baru pada tingkatan tertentu, seperti :

a. Kata mejemuk ( ) : tablespeech b. Kata jadian ( )

Hal lain yang dapat dijadikan karakteristik Gairaigo di dalam bahasa Jepang adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemendekan Gairaigo, perubahan kelas kata pada Gairaigo, penambahan sufiks na pada kelas kata adjektiva dan pergeseran makna yang terjadi pada Gairaigo.


(28)

1. Pemendekan Gairaigo

Salah satu ciri kata bahasa Jepang adalah silabel pada setiap katanya sebagian besar berbentuk silabel terbuka. Dengan kata lain, setiap silabel diakhiri dengan bunyi vokal. Oleh sebab itu, silabel tertutup pada kata bahasa asing yang akan dijadikan gairaigo harus diubah menjadi silabel terbuka, dengan cara menambahkan bunyi vokal pada setiap konsonan pada silabel tertutup tersebut. Dengan alasan ini maka akan memungkinkan terjadinya penambahan jumlah silabel pada sebuah Gairaigo, dibanding dengan jumlah silabel pada bahasa aslinya.

Sebagai contoh, apabila kata strike dalam bahasa Inggris yang memiliki sebuah silabel dijadikan gairaigo bahasa Jepang, maka akan akan berubah bentuk menjadi sutoraiku yang memiki 5 buah silabel. Hal ini juga yang menjadikan

Gairaigo-gairaigo dianggap terlalu panjang. Sehingga tidak sedikit Gairaigo yang dipendekkan, dan terkesan lebih praktis dan mudah digunakan.Contoh :

Konekushon  Kone

Masukomyunikeeshon  Masukomi

Keisatsu  Satsu

Denki takujooki  Dentaku

2. Perubahan kelas kata pada gairaigo

Kelas kata yang paling banyak terdapat didalam Gairaigo adalah nomina. Selain itu, ada juga kata-kata yang tergolong adjektiva. Didalam


(29)

pemakaian Gairaigo, ada beberapa kelas kata nomina dan adjektiva yang berubah menjadi verba, misalnya:

Demo + ru  Demoru

Sabo + ru  Saboru

3. Penambahan sufiks –na pada gairaigo kelas kata adjektiva

Salah satu ciri khas bahasa Jepang adalah didalam kelas katanya memiliki dua macam adjektiva , yaitu adjektiva-i dan adjektiva-na. Ciri khas ini tidak dimiliki oleh bahasa lain sehingga tidak jelas apakah suatu adjektiva dari bahasa asing itu termasuk adjektiva-i atau adjektiva-na. Oleh sebab itu, terjadilah proses penambahan sufiks –na pada Gairaigo kelas kata adjektiva , sehingga menjadi jelas bahwa gairaigo tersebut termasuk kelas kata adjektiva-na dan bukan sebagai adjektiva-i. Contoh :

Yuniiku  yuniikuna

Hansamu  hansamuna

4. Pergeseran makna pada Gairaigo

Masing-masing gairaigo memiliki makna sesuai dengan kata aslinya. Namun, sejalan dengan perkembangan pemakaiannya, ada gairaigo yang memiliki makna terbatas pada makna kata aslinya dan ada juga Gairaigo yang mengalami pergeseran makna dari makna kata aslinya. Sebagai contoh , kata mishin pada mulanya berarti mesin ( mishin=kikai ). Tetapi sekarang kata mishin terbatas pada kikai yang dipakai untuk menjahit pakaian ( mesin jahit ). Sedangkan untuk menyatakan kata mesin, pada umumnya dipakai kata kikai.


(30)

2.2.2. Penulisan Gairaigo

Pada prinsipnya, untuk penulisan Gairaigo bahasa Jepang, digunakan huruf katakan dengan kaidah-kaidahnya, antara lain :

1. konsonan t dan d, akan ditambah dengan vokal o, contoh :

hint  hinto

head heddo

2. konsonan c, b , f , g , k , l , m , p dan s ditambah dengan vokal u , contoh :

mask  masuku

post  posuto

milk  miruku

3. bunyi panjang ditulis dengan menggunakan tanda strip atau garis panjang ( −− ), contoh :

seeta

car

4. bunyi konsonan rangkap ditulis dengan menggunakan tsu kecil, seperti konsonan –ck . Contoh :


(31)

2.2.3 Kriteria Gairaigo

Gairaigo dipungut dari suatu bahasa dengan kriteria mencakup empat hal, yakni :

a) ketiadaan kata didalam bahasa Jepang untuk mendeskripsikan sesuatu yang dikarenakan oleh budaya

b) nuansa makna yang terkandung pada suatu kata asing tidak dapat diwakili oleh padanan kata yang ada dalam bahasa Jepang

c) kata asing yang dijadikan gairaigo dianggap efektif dan efisien

d) kata asing menurut rasa bahasa dipandang mempunyai nilai rasa agung, baik dan harmonis.

2.3. Defenisi Interferensi Gairaigo

Terjadinya komunikasi secara intensif dan relasional antara dua masyarakat tutur yang berbeda tidak hanya dapat berpotensi menghilangkan batas teritorial kedua masyarakat dimaksud, tetapi juga memiliki ekses timbulnya kontak bahasa sehingga penutur dari dua masyarakat dimaksud sangat berpotensi untuk menggunakan dua bahasa baik secara simultan maupun bergantian. Hal ini berpeluang pula munculnya masyarakat bilingual dan/atau penutur billingual.

Masyarakat bilingual merupakan masyarakat yang menggunakan dua (kode) bahasa atau lebih sebagai medium komunikasi dan penutur bilingual adalah penutur yang memakai dua bahasa atau lebih secara bergantian demi kepentingan pekerjaan, interaksi sosial, dan komunikasinya (Nababan, 1989; Soewito, 1985; Chaer dan Agustina, 1989). Dalam mengejawantahkan aktivitas


(32)

kebahasaan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, baik secara lisan maupun tertulis, penutur bilingual sangat berpotensi menggunakan bahasanya secara bergantian.

Dengan kata lain, penutur memakai unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, yang dalam kepustakaan sosiolinguistik dikenal sebagai intereferensi. Interferensi pada umumnya terjadi ketika penutur bahasa menggunakan bahasa keduanya, dan yang berinterferensi ke dalam bahasa kedua itu adalah bahasa pertama atau bahasa ibu.

Penyebab terjadinya interferensi ini terletak kepada kapabilitas penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga penutur dimaksud dipengaruhi oleh bahasa keduanya ( Chaer dan Agustina,1985).

Interferensi ini dapat terjadi dalam dua kondisi yang berbeda. Pertama, ketika menggunakan bahasa kedua atau ketiga, penutur dipengaruhi oleh pemakaian unsur- unsur bahasa pertama.

Kedua, tatkala menggunakan bahasa pertama, penutur dipengaruhi oleh pemakaian bahasa kedua atau ketiga. Kondisi terakhir dimaksud sangat mungkin dapat terjadi karena penutur bahasa asli (penutur jati) sering berkomunikasi dalam kondisi masyarakat yang sangat dominan akan pemakaian bahasa kedua dan/ atau ketiga. Dengan kata lain, penutur jati bahasa pertama lebih sering memakai bahasa kedua.

Sedangkan Gairaigo merupakan kumpulan bahasa-bahasa asing yang telah menjelma dalam bahasa Jepang dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang.


(33)

Jadi, Interferensi Gairaigo adalah pengacauan bahasa yang disebabkan oleh masuknya unsur-unsur bahasa asing ke dalam kaidah normatif kalimat bahasa Jepang yang bersifat produktif.

2.4. Tanggapan Masyarakat Jepang Terhadap Gairaigo

Gairaigo telah masuk dan diambil sebagai bagian dari perbendaharaan kosakata bahasa Jepang dalam jangka waktu yang telah cukup lama. Pada mulanya masyarakat Jepang mengalami berbagai kendala dalam pemakaian Gaiaraigo ini. Hal ini terjadi dikarenakan perbedaan tulisan, pengucapan, bahkan perbedaan makna. Namun hal ini akhirnya dapat diatasi dengan penyesuaian sistem Fonologi Jepang dan disesuaikan dengan konstruksi kalimat bahasa Jepang.

Semakin hari peningkatan penggunaan Gairaigo dalam kehidupan masyarakat Jepang semakin berkembang dengan pesatnya. Hal ini terjadi dikarenakan berbagai hal. Mulai dari pengiriman ilmuwan pada masa restorasi Meiji yang mengadopsi ilmu dari negara-negara Barat, yang tentu saja menggunakan bahasa asing dan kemudian diubah menjadi bahasa asing yang diJepangkan, agar dapat dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat.

Hal lainnya adalah sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemakaian Gairaigo pun semakin banyak dalam bidang yang diminati oleh bangsa Jepang.

Sehingga dengan semakin banyaknya pemakaian Gairaigo dalam kehidupan masyarakat Jepang dewasa ini, dapat dikatakan bahwa masyarakat dapat menerima penggunaan Gairaigo dengan baik. Bahkan ada kecendrungan


(34)

bahwa dengan menggunakan Gairaigo akan tampak lebih bergengsi dan bahkan adanya kecendrungan demi kepentingan bisnis perdagangan.


(35)

BAB III

INTERFERENSI GAIRAIGO TERHADAP PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA JEPANG DALAM MAJALAH NIPPONIA

Pengumpulan dan Identifikasi Data

Data-data yang dikumpulkan bersumber dari artikel di majalah Nipponia berbahasa Jepang, yang diambil dari beberapa periode secara acak . Data-data tersebut kemudian diidentifikasikan menurut kelas kata nya. Dalam proses pengumpulan dan pengidentifikasian ini, banyak ditemukan kata-kata asing / serapan yang ditulis dengan huruf Katakana.

3.1. Pemakaian Gairaigo dalam kalimat Bahasa Jepang

Dari korpus data yang berhasil dicatat penulis, ternyata unsur-unsur bahasa asing ( Gairaigo ) yang berinterferensi ke dalam pemakaian bahasa Jepang pada majalah Nipponia berupa interferensi leksikon dan interferensi gramatika. Kategori leksikon bahasa asing yang berinterferensi tersebut berupa nominal dan adjektiva bentuk tunggal maupun kelompok kata.

Namun, sebelum membahas sejauh mana unsur leksikon asing mempengaruhi konstruksi kalimat bahasa Jepang, ada baiknya terlebih dahulu dibahas mengenai analisis kalimat bahasa Jepang beserta pengertian dari leksikon.

Analisis Struktur Kalimat Bahasa Jepang

Nita ( 1997 : 18 ) menggolongkan jenis kalimat dalam bahasa Jepang menjadi dua macam, yaitu berdasarkan pada struktur ( Kouzou-jou ) dan


(36)

berdasarkan pada makna ( Imi-jou). Penggolongan kalimat berdasarkan pada struktur mengacu pada peranan setiap bagian ( unsur pembentuk kaimat ) dalam kalimat secara keseluruhan.

Sedangkan penggolongan kalimat berdasarkan pada makna, mengacu pada bagaimana makna dan fungsi dari kalimat tersebut. Dalam skripsi ini, yang akan dibahas adalah penggolongan kalimat berdasarkan pada strukturnya.

Pada umumunya yang dimaksud dengan kalimat adalah bagian yang memiliki serangkaian makna yang ada didalam suatu wacana yang dibatasi dengan tanda titik. Didalam ragam lisan sebuah kalimat ditandai dengan penghentian pengucapan pada bagian akhir kalimat tersebut ( Iwabuchi,1989:242-243).

Kalimat berdasarkan strukturnya dibentuk dari beberapa unsur kalimat. Unsur kalimat dalam bahasa Jepang secara garis besarnya terdiri dari(1) Subjek shugo, (2) Predikat  jutsugo, (3) Objek  taishougo, (4) Keterangan  jokyougo,(5) Modifikator  shuushokugo, (6) Penyambung  Setuzokugo.

Unsur subjek dan objek biasanya diisi dengan nomina, sedangkan unsur predikat biasanya diisi dengan verba, adjektiva, nomina dan ditambah dengan kopula. Unsur keterangan mencakup keterangan waktu,tempat, alat, penyerta, dan lainnya. Sedangkan modifikator digunakan untuk meperluas atau menerangkan subjek, objek, penyerta atau yang lainnyayang dibentuk dengan menggunakan verba, adjektiva, nomina atau yang lainnya.Seperti terlihat dibawah ini :

1. Tarou wa daidokoro de yogoreta te wo kirei ni aratta 1 4 5 3 5 2 ( Tarou mencuci tangannya yang kotor hingga bersih )


(37)

2. Hanako wa jibun no heya de okaasan ni katte kureta shousetsu wo 1 5 4 5 3 yonde iru

2

(Hanako sedang membaca novel yang dibelikan oleh ibunya di kamar ) Semua unsur/ bagian kalimat tersebut disusun menjadi kalimat yang benar, karena mematuhi kaidah tata kalimat yang berlaku dalam bahasa Jepang  bunpou,sehingga dapat melahirkan berbagai pola kalimat bunkei.

Selain berpola Subjek –Objek-Verba ( SOP ), bisa pula terbentuk dengan pola

Subjek- Predikat ( SP). Seperti contoh dibawah ini: 1. Wiwid san wa ikimashita

S P

2. Chichi wa denwa wo kakemashita S P

3.1.1. Interferensi Leksikon

Sebelum membicarakan interferensi leksikon bahasa Jepang, ada baiknya dibahas terlebih dahulu mengenai leksikon, gramatikal, dan frase.

Interferensi leksikal dapat terjadi dengan berbagai macam cara pada kata dasar, kata majemuk dan frase. Untuk interferensi pada kata dasar, umumnya dilakukan dengan pemindahan morfem dari bahasa pertama ke dalam bahasa kedua, yang kadang-kadang menyerupai kata dalam bahasa pertama. Selain itu dapat pula mengalami perluasan makna dari kata asli yang telah di interferensi.

Sedangkan untuk interferensi berupa kata majemuk dan frase, ada tiga macam interferensi yang mungkin terjadi pada satu kesatuan leksikal atau lebih, yakni:


(38)

1. Semua unsurnya mungkin dipindahkan dalam bentuk yang teruraikan 2. Semua unsurnya mungkin disalin dengan disertai perluasan makna

3. Mungkin pula beberapa unsurnya dipindahkan sedangkan unsure lainnya disalin.

Hal-hal diatas dapat terjadi karena susunan maupun pemakaian kata-kata yang masih dipengaruhi oleh dwibahasawan di dalam penulisan atau penuturnya.

Dalam teori struktur frase  kukouzou dikatakan bahwa kalimat terbentuk karena dua hal, yakni (1) adanya struktur kalimat yang berdasarkan pada ketentuan struktur frase  kukouzou-kisoku dan (2) struktur frase tersebut diisi dengan kata yang tepat berdasarkan pada ketentuan leksikonnya  goi-kisoku.

Koizumi ( 1993 : 177-178 ) mendeskripsikan ketentuan strutur frase dan leksikon bahasa Jepang sebagai berikut :

1. Ketentuan struktur frase a. S → NP, VP, Aux

b. VP → NP, V, Aux

c. NP → N- Po ( A, N , Po ) 2. Ketentuan Leksikon

a. N → boushi, kuruma,dll

b. V → kau, uru, hashiru, dll


(39)

d. A → akai, atarashii, shinsetsu, dll

e. Po → wa, ga, wo, dll

Berdasarkan ketentuan tersebut, diketahui bahwa kalimat bahasa Jepang ( S) terdiri atas frase nomina ( NP), frase verba ( VP ) dan kategori gramatikal ( Aux ). Dalam frase verba terkandung nomina verba ( NP ), Verba ( V ), dan kategori gramatikal ( Aux ) . Dan dalam frase nomina ( NP ) ada yang diikuti partikel, ada juga yang mengikuti adjektiva ( A)

Sedangkan dalam ketentuan leksikon, nomina dilambangkan dengan (N), verba dengan ( V ),kategori gramatikal dengan (Aux) yang mencakup tenses, aspek, modalitas dan yang lainnya, sedangkan adjektiva dilambangkan dengan (A) Setiap partikel karena diletakkan dibelakang nomina, dianggap sebagai postposition ( Po).

Interferensi leksikon bahasa asing ke dalam pemakaian bahasa Jepang dalam majalah Nipponia, jika dilihat dari bentuknya adalah bentuk tunggal dan kelompok kata. Interferensi leksikon bentuk tunggal lebih dominan, sedangkan leksikon kelompok kata jumlahnya terbatas. Seperti contoh berikut :

1. Kaneshiro san wa Amerikan sukuru zaigaku ni Taiwan no terebi CM ni shutsuen

Pemabahasan :

Dalam kalimat diatas kata : American sukuru merupakan gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya sekolah


(40)

Amerika. Dalam kalimat tersebut , gairaigonya berfungsi sebagai objek keterangan.

Kata Sukuru merupakan Central dan kata Amerikan merupakan atribut dari frase kata benda dalam kalimat tersebut.

Kata Sukuru berasal dari kata School yang memiliki arti sekolah. Padahal sebenarnya memiliki padanan katanya dalam bahasa Jepang, yakni Gakkou. Dari sini terlihat bahwa terjadi interferensi kata dari bahasa asing ke dalam kalimat bahasa Jepang.

2. 1992 nen ni reko-do debyuu wo kagiri, yokunen niwa Taiwan eiga kai ni shutsuen

Pembahasan :

Dalam kalimat diatas, kata reko-do debyuu merupakan frase dari kelas kata benda yang sama-sama berasal dari bahasa asing, yakni record dan debut yang artinya rekaman dan debut.

Kata debyuu merupakan central dan kata reko-do merupakan atribut dari kalimat diatas.

3. ……ichaku ajian sta- no naka mairi wo hatashita

Dalam kalimat diatas kata : Ajian sta- merupakan gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya bintang asia. Dalam kalimat tersebut , gairaigonya berfungsi sebagai objek keterangan. Kata sta- merupakan Central dan kata ajian merupakan atribut dari frase kata benda dalam kalimat tersebut.


(41)

Dari sini terlihat bahwa terjadi interferensi kata dari bahasa asing ke dalam kalimat bahasa Jepang

Selain kategori leksikon bentuk tunggal dan kelompok kata, dibawah ini akan dipaparkan contoh-contoh unsur leksikon bahasa asing, kategori nominal dan adjektival, yang masuk ke dalam pemakaian bahasa Jepang dalam majalah Nipponia :

1. Tokyou nado daitoshi no koukyuu resutoran muke ni, mainichaku 3000 pakku shukka sarete iru.

Pembahasan :

Kata resutoran, yang berasal dari bahasa asing dalam hal ini bahasa Inggris, bertemu dengan kata koukyuu yang berasal dari kata asli bahasa Jepang yang artinya tingkat tinggi.

Kedua kata tersebut memiliki fungsi sebagai kata keterangan tempat. Kata resutoran merupakan central dan koukyuu merupakan atribut dari frase yang menerangkan superlative dari suatu hal

2….. Haiteku shokubutsu koujou no gijutsusyatachi wa nichiya kenkyu wo tsuzukete iru.

Pembahasan :

Kata haiteku, yang berasal dari bahasa asing dalam hal ini bahasa Inggris, bertemu dengan kata shokubutsu yang berasal dari kata asli bahasa Jepang yang artinya tanaman. Kedua kata tersebut memiliki fungsi sebagai objek dalam kalimat tersebut.


(42)

Kata shoukubutsu merupakan central dan haikuteku merupakan atribut dari frase yang menerangkan sifat dari sebuah kata benda

Dari keterangan diatas dapat terlihat bahwa terjadi interferensi dalam kalimat tersebut.

3.1.2 Interferensi Gramatika

Selain bentuk leksikon, unsur gramatika bahasa asing juga merambat ke dalam pemakaian bahasa Jepang. Interferensi gramatika tersebut mempengaruhi struktur frase bahasa Jepang. Struktur frase bahasa Jepang, yang susunannya MD ( Diterangkan-Menerangkan), diubah menjadi struktur frase bahasa asing.Struktur seperti ini banyak digunakan pada nama perusahaan, toko, restoran, hotel dan lainnya. Seperti yang terlihat dibawah ini :

1…..jinshakai chaina taun wo kusuite iru.

2…….yokohama sutajium ya yamashita kouen, kaijin bochi nado

Pemakaian Gairaigo Dalam Frase Bahasa Jepang

Struktur kata bahasa Jepang mempunyai pola M-D ( Menerangkan-Diterangkan ), yakni bagian kata “yang menerangkan” akan muncul terlebih dahulu, sedangkan kata “yang diterangkan” akan muncul pada bagian berikutnya. Seperti yang terlihat dibawah ini:

a. Atarashii kuruma ( mobil baru ) M D


(43)

b. Karai tabemono ( makanan pedas ) M D

c. Kirei na onna ( makanan pedas ) M D

d. Nigiyaka na machi ( kota yang ramai ) M D

e. Nihon no hon ( buku bahasa Jepang) M D

f. Nihon no kuruma ( mobil Jepang) M D

3.3. Penyebab Interferensi

Secara umum, dapat dikatakan bahwa ada 2 ( dua ) penyebab interferensi yakni, (1) Mobilisasi penduduk dari satu wilayah geografis ke wilayah geografis lainnya (2)Adanya niat menambah gengsi dan kepentingan bisnis

Seiring terjadinya mobilisasi penduduk dari satu wilyah ke wilayah lainnya, maka terjadi pula pergerakan perluasan wilayah bahasa yang menembus wilayah bahasa lain. Ini menjadi prakondisi bagi terjadinya kontak bahasa, antara


(44)

bahasa yang wilayahya mengalami perluasan ( bahasa pendatang ) dengan bahasa penduduk setempat.

Kontak bahasa itu sesungguhnya bukan hanya terjadi pada zaman modern , yang memiliki kelengkapan yang memberikan kemudahan bagi terjadinya hubungan antar penduduk dan antar bangsa pada saat ini, namun juga telah tejadi pada masa silam. Kontak yang telah berlangsung dalam waktu lama itu, telah mengakibatkan terjadinya kedekatan kosa kata dan bahkan struktur bahasa-bahasa bersangkutan

Selain itu,ada beberapa kecendrungan bagi penutur bahasa Jepang, bahwa demi gengsi, mereka mewarnai pemakaian bahasa Jepangnya dengan unsur-unsur bahasa asing, Mereka berusaha mengangkat dirinya dengan memasukkan unsur-unsur bahasa asing itu dalam pemakaian bahasa Jepang sehari-hari. Akhirnya, pemakaian bahasa Jepang mereka bercampur dengan sejumlah unsur bahasa asing, yang sebenarnya sudah ada padanan tersendiri dalam struktur kalimat bahasa Jepang.

Selain itu pula, dorongan lain yang menyebabkan terjadinya interferensi adalah anggapan bahwa dengan menggunakan kata-kata atau struktur bahasa asing akan mendatangkan keuntungan bisnis yang besar. Apalagi, mereka kurang menguasai struktur bahasa asing ataupun bahasa Jepang dengan baik. Dengan memakai struktur bahasa yang sering didengar, mereka berharap memperoleh keuntungan dalam bisnis mereka.


(45)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dari pemaparan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Bahwa bahasa merupakan kekuatan penting bagi kehidupan manusia dalam mengadakan kontak sosial antar sesamanya. Karena itu bahasa harus ditempatkan secara proporsional dalam konteksnya. Bahasa harus dipahami dan ditafsirkan dalam konteks pluralisme global. Kenyataan plural dunia inilah yang harus dijadikan titik tolak dalam memahami posisi bahasa dewasa ini

2. Interferensi Gairaigo adalah pengacauan bahasa yang disebabkan oleh masuknya unsur-unsur bahasa asing ke dalam kaidah normatif kalimat bahasa Jepang. Hal ini dapat terjadi dalam diri orang yang bilingual atau lebih, dan ini bersifat sangat produktif. Sebab, bahasa – bahasa yang ada didalam diri orang tersebut secara alamiah akan saling mempengaruhi, saling mengubah dan saling mengganggu.

3. Jenis kalimat dalam bahasa Jepang menjadi dua macam, yaitu berdasarkan pada struktur ( Kouzou-jou ) dan berdasarkan pada makna ( Imi-jou). Penggolongan kalimat berdasarkan pada struktur mengacu pada peranan setiap bagian ( unsur pembentuk kaimat ) dalam kalimat secara keseluruhan.

Sedangkan penggolongan kalimat berdasarkan pada makna, mengacu pada bagaimana makna dan fungsi dari kalimat tersebut


(46)

4. Kalimat bahasa Jepang ( S) terdiri atas frase nomina ( NP), frase verba ( VP ) dan kategori gramatikal ( Aux ). Dalam frase verba terkandung nomina verba ( NP ), Verba ( V ), dan kategori gramatikal ( Aux ) . Dan dalam frase nomina ( NP ) ada yang diikuti partikel, ada juga yang mengikuti adjektiva ( A)

5. Secara umum, dapat dikatakan bahwa ada 2 ( dua ) penyebab

interferensi yakni, (1) Mobilisasi penduduk dari satu wilayah geografis ke wilayah geografis lainnya (2)Adanya niat menambah gengsi dan kepentingan bisnis

6. Keragaman pemakaian bahasa asing dalam kalimat bahasa Jepang boleh dikatakan sebagai perwujudan daya kreatif rakyat Jepang dalam bidang bahasa.

4.2. Saran

Sentuh budaya, termasuk sentuh bahasa selain membawa dampak positif, juga mengakibatkan dampak negatif. Dampak negatif yang terlihat dalam bidang bahasa ialah terjadinya interferensi unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Kejadian ini bisa sangat merugikan bagi perkembangan suatu bahasa, baik bahasa pemberi, maupun bahasa penerima. Sangatlah tepat jila kajian interferensi ini diteliti dengan cermat dan hasil penelitian tersebut dimanfaatkan untuk mendasari kebijakan pemakaian bahasa asing di berbagai tempat.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1989. Sosiologi Bahasa . Bandung: Angkasa.

Abdulhayi. 1985. Interferensi Gramatika Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Anton moeliono,2000, Kajian serba Linguistik, untuk Anton Moeliono Pereksa

Bahasa, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguitik: Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Corder, S. Pit. 1973. Introduction Applied Linguistics. Great Britain: BPCC Hazel Books Ltd.

Karyono, Samsuri. 1983. Analisis Bahasa, Jakarta: Erlangga

Littlewood, William T. 1994. Foreign and second language learning: Language

asquistion research and it's implication for the classroom. Cambridge: Cambridge University Press

Muchtar., Muhizar. 2001. Sosiolinguistik & Psikolinguistik. Medan: Untuk

Kalangan Sendiri

Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik: SuatuPengantar. Jakarta: Pengantar.

Nashihin, A. 2003. Konstruksi Serapan Bahasa Asing Dalam Kosakata Bahasa

Jepang, Makalah Simposium Internasional The Japanese Languange

Education Reasearch-Past, Present and The Future-: UNPAD

Poedjosoedarmo, Soepomo. 1970. “Javanese Influence on Indonesian”: Disertasi


(48)

Ramlan, M. 1996. Ilmu Bahasa Indonesia:Sintaksis. Yogyakarta

Sudjianto, Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta:

Kesaint Blanc

Sudjianto, Ahmad Dahidi, Yuyu Yohan R. 2001. Kamus Gairaigo Jepang -

Indonesia . Jakarta: Kesaint Blanc

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung :

Humaniora Utama Press ( HUP )

Suwito. 1985. Sosiolinguistik: Pengantar Awal, Surakarta: UNS.

Syahron Lubis. 2002. Dasar-dasar Linguistik, Sintaksis & Semantik : Universitas

Muslim Nusantara

Tadjuddin, M. 2003. Bahasa dan Kebudayaan. Orasi Ilmiah Sidang Terbuka

Senat UNIKOM : Bandung

Weinreich, Uriel. 1964. Languages in contact: Finding and problems. The Hague:

Mauton.

---,1975. “ The Problem of Indonesian ”. Kertas Kerja pada ASANAL III,

Jakarta

---, 1983, “ Interferensi dan Integrasi dalam Situasi Keanekabahasaan ”,

Majalah Pengajaran Bahasa Dan Sastra, Nomor 2, Tahun IV --- Majalah Nipponia berbahasa Jepang, No. 2, 1997


(49)

(50)

(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dari pemaparan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Bahwa bahasa merupakan kekuatan penting bagi kehidupan manusia dalam mengadakan kontak sosial antar sesamanya. Karena itu bahasa harus ditempatkan secara proporsional dalam konteksnya. Bahasa harus dipahami dan ditafsirkan dalam konteks pluralisme global. Kenyataan plural dunia inilah yang harus dijadikan titik tolak dalam memahami posisi bahasa dewasa ini

2. Interferensi Gairaigo adalah pengacauan bahasa yang disebabkan oleh masuknya unsur-unsur bahasa asing ke dalam kaidah normatif kalimat bahasa Jepang. Hal ini dapat terjadi dalam diri orang yang bilingual atau lebih, dan ini bersifat sangat produktif. Sebab, bahasa – bahasa yang ada didalam diri orang tersebut secara alamiah akan saling mempengaruhi, saling mengubah dan saling mengganggu.

3. Jenis kalimat dalam bahasa Jepang menjadi dua macam, yaitu berdasarkan pada struktur ( Kouzou-jou ) dan berdasarkan pada makna ( Imi-jou). Penggolongan kalimat berdasarkan pada struktur mengacu pada peranan setiap bagian ( unsur pembentuk kaimat ) dalam kalimat secara keseluruhan.

Sedangkan penggolongan kalimat berdasarkan pada makna, mengacu pada bagaimana makna dan fungsi dari kalimat tersebut


(2)

4. Kalimat bahasa Jepang ( S) terdiri atas frase nomina ( NP), frase verba ( VP ) dan kategori gramatikal ( Aux ). Dalam frase verba terkandung nomina verba ( NP ), Verba ( V ), dan kategori gramatikal ( Aux ) . Dan dalam frase nomina ( NP ) ada yang diikuti partikel, ada juga yang mengikuti adjektiva ( A)

5. Secara umum, dapat dikatakan bahwa ada 2 ( dua ) penyebab interferensi yakni, (1) Mobilisasi penduduk dari satu wilayah geografis ke wilayah geografis lainnya (2)Adanya niat menambah gengsi dan kepentingan bisnis

6. Keragaman pemakaian bahasa asing dalam kalimat bahasa Jepang boleh dikatakan sebagai perwujudan daya kreatif rakyat Jepang dalam bidang bahasa.

4.2. Saran

Sentuh budaya, termasuk sentuh bahasa selain membawa dampak positif, juga mengakibatkan dampak negatif. Dampak negatif yang terlihat dalam bidang bahasa ialah terjadinya interferensi unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Kejadian ini bisa sangat merugikan bagi perkembangan suatu bahasa, baik bahasa pemberi, maupun bahasa penerima. Sangatlah tepat jila kajian interferensi ini diteliti dengan cermat dan hasil penelitian tersebut dimanfaatkan untuk mendasari kebijakan pemakaian bahasa asing di berbagai tempat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1989. Sosiologi Bahasa . Bandung: Angkasa.

Abdulhayi. 1985. Interferensi Gramatika Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Anton moeliono,2000, Kajian serba Linguistik, untuk Anton Moeliono Pereksa

Bahasa, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguitik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Corder, S. Pit. 1973. Introduction Applied Linguistics. Great Britain: BPCC Hazel Books Ltd.

Karyono, Samsuri. 1983. Analisis Bahasa, Jakarta: Erlangga

Littlewood, William T. 1994. Foreign and second language learning: Language

asquistion research and it's implication for the classroom. Cambridge:

Cambridge University Press

Muchtar., Muhizar. 2001. Sosiolinguistik & Psikolinguistik. Medan: Untuk Kalangan Sendiri

Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik: SuatuPengantar. Jakarta: Pengantar. Nashihin, A. 2003. Konstruksi Serapan Bahasa Asing Dalam Kosakata Bahasa

Jepang, Makalah Simposium Internasional The Japanese Languange

Education Reasearch-Past, Present and The Future-: UNPAD

Poedjosoedarmo, Soepomo. 1970. “Javanese Influence on Indonesian”: Disertasi Cornell university.


(4)

Ramlan, M. 1996. Ilmu Bahasa Indonesia:Sintaksis. Yogyakarta

Sudjianto, Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc

Sudjianto, Ahmad Dahidi, Yuyu Yohan R. 2001. Kamus Gairaigo Jepang -

Indonesia . Jakarta: Kesaint Blanc

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora Utama Press ( HUP )

Suwito. 1985. Sosiolinguistik: Pengantar Awal, Surakarta: UNS.

Syahron Lubis. 2002. Dasar-dasar Linguistik, Sintaksis & Semantik : Universitas Muslim Nusantara

Tadjuddin, M. 2003. Bahasa dan Kebudayaan. Orasi Ilmiah Sidang Terbuka Senat UNIKOM : Bandung

Weinreich, Uriel. 1964. Languages in contact: Finding and problems. The Hague: Mauton.

---,1975. “ The Problem of Indonesian ”. Kertas Kerja pada ASANAL III, Jakarta

---, 1983, “ Interferensi dan Integrasi dalam Situasi Keanekabahasaan ”, Majalah Pengajaran Bahasa Dan Sastra, Nomor 2, Tahun IV

--- Majalah Nipponia berbahasa Jepang, No. 2, 1997 --- Majalah Nipponia berbahasa Jepang, No. 37, 2006


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penggunaan Partikel “To” Dalam Kalimat Bahasa Jepang = Nihongo No Bunshou Ni Okeru “To” No Joshi No Shiyou

1 63 33

Kehidupan Yanki di Jepang ‘’Nihon De No Yanki No Seikatsu’’

5 109 52

Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Kibou) O Arawasu Toshite No –Tai To –Tagaru Toiu Jodoushi No Bunseki

5 98 64

Nihongo Ni Okeru ’Rashii’, You Da’, ’Mitai Da’ No Jodoushi No Tsukaikata

1 76 21

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

1 24 55

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

0 0 10

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

0 0 3

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

0 0 12

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

0 0 9

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

0 0 3