8
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan dalam Penganggaran Sektor Publik
Teori keagenan menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah persetujuan kontrak di antara dua pihak, yaitu principal dan agen, dimana
principal memberi wewenang kepada agen untuk mengambil keputusan atas nama principal Jensen dan Meckling, 1976. Dalam teori keagenan terdapat perbedaan
kepentingan antara agen dan principal, sehingga mungkin saja pihak agen tidak selalu melakukan tindakan terbaik bagi kepentingan principal. Scoot 2000 dalam
Bangun 2009 menjelaskan bahwa teori keagenan merupakan cabang dari game theory yang mempelajari suatu model kontraktual yang mendorong agen untuk
bertindak bagi principal saat kepentingan agen bisa saja bertentangan dengan kepentingan principal. Prinsipal mendelegasikan tanggung
jawab atas pengambilan keputusan kepada agen, dimana wewenang dan tanggung jawab
agen maupun principal diatur dalam kontak kerja atas persetujuan bersama. Dalam kenyataannya, wewenang yang diberikan principal kepada agen
sering mendatangkan masalah karena tujuan principal berbenturan dengan tujuan pribadi agen. Dengan kewenangan yang dimiliki, manajemen bisa bertindak
dengan hanya menguntungkan dirinya sendiri dan mengorbankan kepentingan
9
principal. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh keduanya, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi aymentric
information. Mursalim 2005 dalam Bangun2009 menyatakan bahwa informasi yang lebih banyak dimiliki agen dapat memicu untuk melakukan
tindakan-tindakan sesuai
dengan keinginan
dan kepentingan
untuk memaksimalkan utilitynya . Sedangkan bagi principal akan sulit untuk mengontrol
secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memilki sedikit informasi yang ada.
Dalam hubungan keagenan antara eksekutif dan legislative, eksekutif adalah agen dan legislative adalah principal Halim dan Abdullah, 2006. Seperti
dikemukakan sebelumnya antara principal dan agen senantiasa terjadi masalah keagenan. Oleh karena itu, persoalan yang timbul di antara ekskutif dan legislative
juga merupakan masalah keagenan. Dalam konteks pembuatan kebijakan oleh legislative, legislatur adalah principal yang mendelegasikan kewenangan kepada
agen seperti pemerintah atau panitia di legislative untuk membuat kebijakan baru. Hubungan keagenan disini terjadi setelah agen membuat usulan kebijakan dan
berakhir setelah usulan diterima atau ditolak. Dalam hubungan keagenan antara legislative dan public voters,
legislative adalah agen dan public adalah principal Halim dan Abdullah 2006. Ketika
legislative kemudian terlibat dalam pembuatan keputusan atas pengalokasian belanja dalam anggaran, maka mereka diharapkan mewakili
kepentingan atau preferensi principal atau pemilihnya, pada kenyataannya
10
legislative sebagai agen bagi public tidak selalu memiliki kepentingan yang sama dengan public.
Hubungan keagenan dalam penyusunan anggaran daerah di Indonesia, kesepakatan antara eksekutif dan legislative tentang Kebijakan Umum APBD dan
Prioritas dan Plafon Anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja merupakan bentuk kontrak, yang
menjadi alat bagi legislative untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif.
2.1.2 Anggaran Sektor Publik