23
menggunakan kegiatan orang lain 2005. Menurut
tokoh-tokoh besar
manajemen, seperti
Chester I.
Bernard, Henry Fayol dan Alvin Brown, manajemen merupakan seni dan ilmu Manulang, 2005. Dalam
perspektif pendidikan,
penulis sependapat
dengan Gaffar dalam Mulyasa 2012, manajemen pendidikan
mengandung arti sebagai suatu proses kerjasama yang sistematik, sistemik, dan komprehesif dalam rangka
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Atau segala sesuatu
berkenaan dengan
proses pengelolaan
pendidikan untuk mencapai tujuan 2012: 20. Sementara jika ditinjau dari fungsi manajemen,
menurut Louis A. Allen sebagaimana dikutip oleh Suryasubrata
2004, manajemen
berfungsi untuk:
leading, planning, organizing, controling. Sementara menurut Prajudi Atmodirdjo, manajemen berfungsi:
Planning, organizing,
directing atau
actuating, controlling.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi manajemen sekolah adalah suatu tindakan
kegiatan mengikat,
komprehensif dan
terpadu organisasi
sekolah terhadap
tantangan lingkungan
sekolah yang prosesnya merupakan gabungan antara ilmu dan seni untuk mencapai tujuan tertentu bersama
orang lain melalui kegiatan perencanaan planning, pelaksanaan
implementing, directing
actuating, pengawasan controlling, dan pembinaan leading.
2.2.2. Praktek Manajemen Sekolah di Indonesia
Pada kontek Indonesia, problem utama yang dihadapi dalam pendekatan manajemen sekolah adalah
24
pertama, kegiatan
penyelenggaraan pendidikan
nasional menggunakan pendekatan education function atau input-output analysis yang dilaksanakan secara
tidak konsisten Rivai et.al, 2009. Pusat pendidikan sebagai pusat produksi apabila di dipenuhi input, maka
lembaga akan menghasilkan output yang dikehendaki. Mutu pendidikan tetap tidak naik karena terlalu focus
kepada input bukan proses pendidikan. Sementara relevansi pendidikan dan tuntutan masyarakat juga
dipertanyakan Mulyasa, 2012. Kedua,
penyelenggaraan pendidikan
nasional dilakukan
secara birokratik-sentralistik
dan sub-
ordinasi birokrasi
diatasnya Rivai
et.al, 2009.
Menempatkan sekolah
sebagai penyelenggaraan
pendidikan yang sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang memiliki jalur yang panjang. Terkadang-
kadang kebijakan
yang dikeluarkan
tidak sesuai
dengan kondisi sekolah setempat. Menutur Tilaar, sekolah kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi,
kreativitas, inisiatif
untuk mengembangkan
dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu.
Pengaturan birokratik
hanya akan
memasung kreatifitas guru dan sekolah Tilaar, 2006 Rivai et.al,
2009. Ketiga, peran serta warga sekolah khususnya
guru dan peran serta masyarakat khususnya orang tua murid dalam pengambilan keputusan, akuntabilitas
pendidikan sangat minim Rivai et.al, 2009. Padahal guru dan orang tua merupakan tulang punggung
utama sekolah, sehingga keputusan sudah seharusnya dibuat oleh mereka yang paling memiliki akses yang
25
lebih baik terhadap informasi setempat Mulyasa, 2012 Rivai et.al, 2009.
Ketiga tantangan tersebut diatas pada kontek pengembangan model sekolah di wilayah tertentu atau
pada situasi khusus bencana menjadi penghambat utama
Badawi, 2013.
Orientasi pada
output, kehilangan
keluwesan, partisipasi
dan suara
dari kebutuhan civitas sekolah bukan sesuatu yang penting
untuk di kembangkan. Dalam perspektif manajemen pendidikan, profil pendidikan Indonesia menurut Tilaar
2006:78-81 terdiri dari tiga komponen besar dalam menentukan standar pendidikan, pertama, komponen
standar kurikulum
atau standar
isi. Meliputi
pengaturan mata pelajaran, jenjang pendidikan dan alokasi jam. Kurikulum disusun berorientasi kepada
mata pelajaran subject matter curriculum, berorientasi kepada kebutuhan anak child centered curriculum dan
berorientasi kepada
kehidupan nyata
life-skill curriculum. Focus utamanya adalah pengembangan
kemampuan intelegensi anak tidaklah satu arah tetapi multi
intelegence seperti
yang di
sampaikan oleh
Howard Gardner dalam Multiple Intelegence Gardner, 2011. Kedua, standarisasi performance unjuk kerja.
Tingkat penguasaan anak didik menentukan standar proses pendidikan. Kemampuan siswa tidak hanya
tampak dari proses di kelas dan sekolah. Performance siswa dipengaruhi juga oleh faktor ekternal seperti
situasi lingkungan, budaya sekolah, keluarga, sosial, ekonomi,
politik dan
budaya. Ketiga,
kesempatan belajar opportunity to learn meliputi infrastruktur,
tugas rutin, inovasi dan biaya.
26
2.2.3. Ruang