20
Sebaliknya individu yang memiliki keinginan mencapai prestasi akademik yang tinggi adalah :
1 Individu yang memiliki standar berprestasi, memiliki tanggung jawab
pribadi atas apa yang dilakukannya, individu lebih suka bekerja pada situasi dimana dirinya mendapat umpan balik sehingga dapat diketahui
seberapa baik tugas yang telah dilakukannya.
2 Individu tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau
karena tindakan orang lain. 3
Individu lebih suka bekerja pada tugas yang tingkat kesulitannya menengah dan realisitis dalam pencapaian tujuannya.
4 Individu bersifat inovatif dimana dalam melakukan tugas selalu
dengan cara yang berbeda, efisien dan lebih baik dari yang sebelumnya, dengan demikian individu merasa lebih dapat menerima
kegagalan atas apa yang dilakukannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki keinginan mencapai prestasi akademik dibedakan menjadi dua,
yaitu individu yang berkeinginan mencapai prestasi akademik yang rendah dan individu yang berkeinginan mencapai prestasi akademik yang tinggi.
2.2 Adversity Quotient
2.2.1 Definisi Adversity Quotient
Hasil riset selama 19 tahun dan penerapannya selama 10 tahun merupakan terobosan penting tentang apa yang dibutuhkan untuk
mencapai kesuksesan. Adversity quotient disusun berdasarkan hasil riset penting lusinan ilmuwan kelas atas dan lebih dari 500 kajian di seluruh
dunia. Dengan memanfaatkan tiga cabang ilmu pengetahuan : psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi. Adversity quotient
memasukkan dua komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan penerapannya di dunia nyata. Konsep-konsep dan peralatan
21
yang disajikan disini telah diasah selama bertahun-tahun dengan menerapkannya pada ribuan orang dari perusahaan-perusahaan di seluruh
dunia Stoltz, 2000. Menurut Stoltz 2000, suksesnya seseorang bergantung pada
adversity quotient, yaitu pertama adversity quotient memberitahu seberapa jauh seseorang mampu bertahan menghadapi kesulitan dan
kemampuan untuk mengatasinya. Kedua, adversity quotient meramalkan siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur.
Ketiga, adversity quotient meramalkan siapa yang akan melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensinya, serta siapa yang akan gagal.
Keempat, adversity quotient meramalkan siapa yang akan bertahan. Adversity quotient juga memiliki tiga bentuk, pertama, adversity
quotient adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, adversity
quotient adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon anda terhadap kesulitan. Terakhir, adversity quotient adalah serangkaian peralatan yang
memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons anda terhadap kesulitan.
Adversity quotient menunjukkan apakah seseorang mampu berdiri teguh, tidak goyah, kemudian dapat bertumbuh sewaktu ia dihadapkan
dengan kesulitan. Hal ini juga merupakan faktor mendasar dari kesuksesan, yang dapat menunjukkan bagaimana dan untuk apa seseorang
itu bersikap, kemampuannya, serta penampilannya yang tampak di dunia
22
Stoltz 2000. Stoltz juga mengungkapkan adanya kecenderungan manusia yang memiliki keinginan berkembang, mendapatkan yang lebih
untuk mengembangkan dirinya sebagai suatu bentuk aktualisasi diri dalam bekerja. Selain itu, individu tersebut senantiasa termotivasi dalam bekerja,
memiliki keuletan, daya tahan yang baik terhadap pekerjaan, dan memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk mengembangkan diri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa adversity quotient menunjukkan apakah seseorang mampu berdiri teguh, tidak goyah, kemudian dapat
bertumbuh sewaktu diharapkan dengan kesulitan.
2.2.2 Teori Adversity Quotient