22
Stoltz 2000. Stoltz juga mengungkapkan adanya kecenderungan manusia yang memiliki keinginan berkembang, mendapatkan yang lebih
untuk mengembangkan dirinya sebagai suatu bentuk aktualisasi diri dalam bekerja. Selain itu, individu tersebut senantiasa termotivasi dalam bekerja,
memiliki keuletan, daya tahan yang baik terhadap pekerjaan, dan memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk mengembangkan diri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa adversity quotient menunjukkan apakah seseorang mampu berdiri teguh, tidak goyah, kemudian dapat
bertumbuh sewaktu diharapkan dengan kesulitan.
2.2.2 Teori Adversity Quotient
Dalam mewujudkan kompetensi, seseorang perlu melakukan langkah-langkah yang memungkinkan individu tersebut mencapai
tujuannya. Menurut Stoltz 2000 seseorang dapat sukses dalam pekerjaan dan hidup terutama ditentukan oleh adversity quotient. Penemuan terhadap
adversity quotient didasarkan pada hasil riset penting ilmuwan selama 19 tahun dan penerapannya selama 10 tahun, serta lebih dari 500 kajian di
seluruh dunia. Dengan memanfaatkan tiga cabang ilmu pengetahuan yaitu,
psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi.
1 Psikologi Kognitif
Berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengendalikan atau menguasai kehidupan, juga berhubungan dengan individu yang
merespon dan menjelaskan kesulitan. Respon terhadap kesulitan terbentuk dari pola-pola yang sifatnya di bawah sadar, dan bekerja di
luar kesadaran, seperti mengendalikan diri. Individu yang mampu merespon kesulitan dengan baik, akan mempengaruhi semua segi
efektivitas, kinerja, dan kesuksesan.
23
2 Psikoneuroimunologi
Berhubungan langsung dengan mata rantai antara respon seseorang pada kesulitan dengan kesehatan mental dan kesehatan fisik atau
jasmani.Juga respon seseorang terhadap kesulitan fungsi-fungsi kekebalan, kesembuhan dari operasi, kerawanan terhadap penyakit
yang mengancam jiwa.Jika pola respon terhadap adversity ini lemah, ini dapat menyebabkan depresi.
3 Neurofisiologi
Menjelaskan bagaimana
otak idealnya
diperlengkapi untuk
membentuk kebiasaan-kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan dapat secara mendadak dihentikan dan diubah. Jika diganti, kebiasaan-kebiasaan
lama akan lenyap, sementara kebiasaan-kebiasaan baru akan berkembang.
Jadi, jika individu memiliki respon yang positif terhadap kesulitan-
kesulitan dalam belajar atau untuk mencapai prestasi belajar, maka respon tersebut akan mempengaruhi kesehatan fisiknya, dimana individu tersebut
tidak menjadi stres atau depresi. Sehingga individu itu akan menciptakan kebiasaan-kebiasaan positif, sebagai hasil dari kerja otak yang merespon
kesulitan secara positif.
2.2.3 Tipe Individu dalam Adversity Quotient