Kajian Tata Guna Lahan Pada Pusat Kota Pamatang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun

(1)

KAJIAN TATA GUNA LAHAN PADA PUSAT KOTA

PAMATANG RAYA IBUKOTA KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Oleh

HOTBINSON DAMANIK

117020007/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN TATA GUNA LAHAN PADA PUSAT KOTA

PAMATANG RAYA IBUKOTA KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Teknik Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

HOTBINSON DAMANIK

117020007/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERNYATAAN

KAJIAN TATA GUNA LAHAN PADA PUSAT KOTA PAMATANG RAYA IBUKOTA KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan,


(4)

JudulTesis : KAJIAN TATA GUNA LAHAN PADA PUSAT KOTA PAMATANG RAYA IBUKOTA

KABUPATEN SIMALUNGUN

NamaMahasiswa : HOTBINSON DAMANIK

NomorPokok : 117020007

Program Studi Bidang Kekhususan

: :

TEKNIK ARSITEKTUR

MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD) (Ir. Samsul Bahri, MT

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 13 Agustus 2014

Panitia Penguji Tesis

KetuaKomisi Penguji : Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Samsul Bahri, MT

2. Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc 3. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, PhD 4. Salmina W. Ginting, ST, MT 5. Ir. N. Vinky Rahman, MT


(6)

ABSTRAK.

Peningkatan pembangunan pada wilayah Kota Pamatang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun diikuti dengan adanya tuntutan akan kebutuhan lahan guna menampung aktivitas masyarakat, diantaranya kebutuhan lahan untuk perkantoran, permukiman, perdagangan dan jasa. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya lahan terbangun, dimana pertambahan lahan terbangun diawali dengan pindahnya ibukota Kabupaten Simalungun dari Pematangsiantar ke Pamatang Raya.

Kota Pamatang Raya sebagai Ibukota Kabupaten Simalungun mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat dan aktivitas kota yang meningkat yang menyebabkan perkembangan guna lahan serta tingginya kebutuhan pelayanan perkotaan bagi masyarakat yang beraktifitas di kota tersebut. Berbagai pelayanan perkotaan tumbuh di pusat kota yang berbentuk linear mengikuti ruas jalan utama kota. Aktivitas yang berkembang diruas ini cenderung mengarah kepada aktivitas perdagangan dan jasa yang kemudian disikapi pemerintah dengan menjadikannya kawasan perdagangan dan jasa.

Bagaimana kondisi tata guna lahan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya pada koridor jalan protokol Kota Pamatang Raya sebagai pusat aktifitas perekonomian kota dan pelayanan regional? Sejalan dengan waktu perubahan yang terjadi telah menunjukkan perubahan fungsi dari fungsi konsumtif ke fungsi yang lebih produktif.

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada koridor jalan protokol. Sasaran yang akan ditempuh adalah mengidentifikasi perkembangan aktifitas perekonomian, mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Hasil studi yang diperoleh menunjukkan bahwa pusat kota telah mengalami pergeseran fungsi yang dipengaruhi adanya faktor eksternal berupa aktifitas kantor pusat pemerintahan tingkat kabupaten, aktifitas perdagangan dan jasa dan program kebijakan pemerintah. Faktor internal yang juga turut mempengaruhi perubahan ini terkait dengan perkembangan dan tingkat pelayanan sarana prasarana serta utilitas kota dan ketersediaan lahan serta fasilitas perkotaan. Hasil ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian kebijaksanaan dalam pemanfaatan lahan sehingga segala potensi dan permasalahan dapat diantisipasi sedini mungkin.


(7)

ABSTRACT

The increase in the development of Pematang Raya as the capital of Simalungun District is followed by the demand for land area which can accommodate people’s activities, especially the need for offices, settlement, and commercial and service area. This condition has brought about the increase in land use which is initialized by the movement of the capital of Simalungun District from Pematangsiantar to Pematang Raya.

Pematang Raya as the capital of Simalungun District has experienced population rapid growth and urban activities which bring about the development of land use and the need for urban service for people’s activities. Various urban activities grow in the linear town center following the main street. The activities which developed in this main street tend to be commercial and service activities which are paid attention by the government and make it to be commercial and service area.

The problem of the research was how about the condition of the land use and what factors which influenced it on the corridor of the main street at Pematang Raya as the center of the urban economic activities and regional service. As the time passed, the change had showed the change in function, from consumptive factor to productive function.

The objective of the research was to analyze some factors which influenced the change of land use on the corridor of the main street by identifying the development of the economic activities, identifying the change in land use, and analyzing some factors which influenced the change.

The result of the research showed that town center had experienced the shift of function which was influenced by external factors such as the District Administration offices, commercial and service activities, and government policy program. The internal factor also influenced the change related to the development and the service level of facility and infrastructure and town utility, and the availability of land and town facilities. It is recommended that planning, utility, and control of the policy in using land should be paid attention to in using the land so that all potencies and problems can be anticipated as early as possible.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan kasih dan karuniaNya kepada penulis, sehingga tesis yang berjudul “Kajian Tata Guna Lahan Pada Pusat Kota Pamatang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun” ini dapat selesai. Penulisan tesis ini adalah sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan perkuliahan pada Magister Teknik Arsitektur Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam pengerjaan dan penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan moril dan bimbingan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Abdul Ghani Salleh. B. Ec. M.Sc. PhD dan Bapak Ir. Samsul Bahri. MT atas kesediaanya membimbing, memotivasi dan memberikan pengarahan serta waktu kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya juga saya tujukan kepada Ibu DR. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc, dan Ibu Beny O.Y Marpaung, ST, MT, Ph.D, Selaku ketua dan sekretaris Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara atas segala bimbingan dan ilmu yang telah diberikan dalam mengikuti pendidikan serta menyelesaikan tesis ini.


(9)

Ucapan teirimakasih istimewa kepada orang tua tercinta Alm. St. Jasiman Damanik dan Alm. S.H Br Purba serta terkhusus kepada istriku tercinta Damaris Orosa Saragih, SKM serta boru panggoaranku tercinta Geeta E.C Damanik atas dukungan moral dan moril serta doa yang tulus selama saya mengikuti perkuliahan hingga selesainya tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih mempunyai banyak kekurangan. Karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik bagi penyempurnaan tesis ini. Dan, akhirnya penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Medan, Agustus 2014 Penulis,


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hotbinson Damanik

Alamat : Jalan Alamanda Raya No. 15 Pematangsiantar Tempat/Tanggal Lahir : Pagarbatu, 25 Agustus 1975

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anak ke : 7 dari 7

Warga Negara : Indonesia

Nama Ayah : St.Jasiman Damanik (Alm) Nama Ibu : S. Hentionerlina Purba (Alm) Nama Istri : Damaris Orosa Saragih, SKM Nama Anak : Geeta Echa Caroline Damanik

Pendidikan Formal : SD Negeri Mardosniuhur (tamat tahun 1988)

SMP Negeri 1 Purba (tamat tahun 1991)

SMA Negeri 3 Pematangsiantar (tamat tahun 1994


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan penelitian ... 4

1.3.2 Manfaat penelitian ... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.4.1 Ruang lingkup substansial ... 6

1.4.2 Ruang lingkup spasial ... 7

1.5 Kerangka Konseptual Pemikiran ... 10

1.6 Sistematika Penulisan ... 13


(12)

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Kota ... 14

2.1.1 Perkembangan struktur ruang kota ... 16

2.1.2 Hierarki dan system perkotaan ... 20

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota ... 22

2.2 Tata Guna Lahan Perkotaan ... 27

2.2.1 Pengertian pola tata guna lahan ... 28

2.2.1 Perubahan tata guna lahan ... 31

2.3 Kawasan Perkantoran Pemerintah ... 34

2.4 Lokasi Kegiatan ... 36

2.5 Pusat Kota ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Metode Penelitian ... 40

3.2 Pendekatan Penelitian ... 41

3.2.1 Kebutuhan data ... 42

3.2.2 Teknik pengumpulan data ... 44

3.2.3 Tahapan penelitian ... 47

3.2.4 Teknik sampling ... 48

3.3 Parameter Penelitian ... 51

3.4 Analisis Penelitian ... 52

BAB IV TINJAUAN KAWASAN PENELITIAN ... 55

4.1 Deskripsi Umum Kota Pamatang Raya ... 55

4.1.1 Sejarah singkat perkembangan Kota Pamatang Raya ... 55

4.1.2 Letak geografis dan batas administrasi ... 56

4.1.3 Kondisi tofografi ... 61

4.1.4 Penggunaan lahan ... 62


(13)

4.1.6 Kependudukan ... 67

4.2 Kondisi Fasilitas Perkotaan ... 69

4.2.1 Fasilitas perdagangan dan jasa ... 69

4.2.2 Fasilitas pemerintahan ... 70

4.2.3 Fasilitas pendidikan ... 71

4.2.4 Fasilitas kesehatan ... 72

4.2.5 Fasilitas peribadatan ... 73

4.3 Deskripsi Wilayah Studi ... 74

4.3.1 Kondisi jalan utama Kota Pamatang Raya ... 74

4.3.2 Kondisi prasarana kota ... 75

4.3.3 Penggunaan lahan pada koridor jalan protokol ... 76

4.3.4 Kebijakan pemerintah dalam pengembangan pusat Kota ... 79

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 81

5.1 Analisis Faktor Eksternal Perubahan Penggunaan Lahan ... 82

5.1.1 Analisis aktivitas perkantoran ... 82

5.1.2 Analisis aktivitas perdagangan dan jasa ... 87

5.1.3 Analisis kebijakan pemerintah ... 89

5.1.3.1 Program pembangunan ... 89

5.1.3.2 Analisis tata ruang ... 93

5.2 Analisis Faktor Internal Perubahan Penggunaan Lahan ... 96

5.2.1 Analisis kependudukan ... 96

5.2.2 Analisis transformasi social ... 99

5.2.3 Analisis ketersediaan lahan ... 104

5.2.4 Analisis ketersediaan sarana prasarana dan utilitas kota ... 105

5.2.4.1 Jaringan jalan ... 106

5.2.4.2 Utilitas kota ... 109

5.2.5 Analisis aksesibilitas ... 110

5.2.6 Analisis ketersediaan fasilitas perkotaan ... 112


(14)

5.3 Temuan Penelitian ... 126

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 131

6.1 Kesimpulan ... 131

6.2 Rekomendasi ... 134


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Peta Wilayah Administrasi ... 8

1.2 Peta Lokasi Penelitian ... 9

1.3 Kerangka Pemikiran.. ... 12

2.1 Pola-pola Umum Perkembangan Kota.. ... 18

2.2 Sistem Hierarki Perkotaan ... 22

2.3 Pola Kekuatan Sentrifugal dan Sentripetal ... 29

2.4 Siklus Perubahan Penggunaan Lahan ... 33

2.5 Hubungan Manusia–Lingkungan dan Perubahan ... 34

2.6 Pengaturan Lokasi Kegiatan ... 37

3.1 Kerangka Analisis ... 54

4.1 Peta Kedudukan Kawasan Pematang Raya dalam Lingkup Kabupaten Simalungun ... 59

4.2 Peta Kedudukan Kota Pematang Raya dalam Lingkup Kecamatan Raya... 60

4.3 Pola Penggunaan Lahan Kota Pematang Raya Tahun 2013 ... 64

4.4 Peta Fungsi-fungsi Ruang Kawasan Kota ... 66

4.5 Peta Sebaran dan Kepadatan Penduduk Kota Pamatang Raya ... 68

4.6 Fasilitas Perekonomian di Kawasan Perkotaan Pematang Raya ... 69

4.7 Fasilitas Pemerintahan di Kawasan Perkotaan Pematang Raya ... 71


(16)

4.9 Fasilitas Kesehatan di Kawasan Perkotaan Pamatang Raya ... 73

4.10 Fasilitas Peribadatan di Kawasan Perkotaan Pematang Raya ... 74

4.11 Kondisi Jalan Utama Kota Pamatang Raya ... 75

4.12 Peta Pembagian Karakter Aktifitas di Koridor Jalan protokol... 78

4.13 Rencana Pola Ruang Kota Pamatang Raya ... 80

5.1 Pergerakan Akttivitas PNS yang Berdomisili di Pamatangsiantar ... 84

5.2 Persepsi terhadap Pembangunan sebagai Daya Tarik Kawasan……….. .. 85

5.3 Persepsi Masyarakat tentang Prospek Pengembangan Kawasan…….. ... 86

5.4 Persepsi Kemajuan karena Pembangunan Kantor Kabupaten... ... 87

5.5 Perbandingan Kondisi Jalan Tahun 2008 dengan Tahun 2013 ... 90

5.6 Kondisi Kota yang Kurang Representatif... ... 95

5.7 Kepadatan PendudukdI Perkotaan Pamatang Raya Tahun 2013... 98

5.8 Asal–usul Penduduk Berdomisili... ... 103

5.9 Perubahan Guna Lahan di Kota Pamatang Raya... 105

5.10 Peta Pola Pergerakan Angkutan Jalan Raya Kota Pamatang Raya ... 108

5.11 Daya Tarik Aksesibilitas Lokasi Lahan... ... 111

5.12 Persepsi Pembangunan terhadap Daya Tarik Aksesibilitas ………… ... 112

5.13 Peta Sebaran Fasilitas Perkotaan di Pusat Kota Pamatang Raya ... 114

5.14 Alasan Merubah Lahan sebagai Tempat Usaha ……….. ... 116

5.15 Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Pusat Kota Pamatang Raya... ... 118


(17)

5.17 Peta Pemanfaatan Lahan Pusat Kota Pamatang Raya 2008 ……. ... 121

5.18 Peta Pemanfaatan Lahan Pusat Kota Pamatang Raya 2013……. ... 122

5.19 Daya Tarik Potensi Kegiatan Lokal ... ... 123

5.20 Potensi Andalan Kota Pematang Raya ... ... 124

5.21 Faktor Penguat Pembangunan... ... 125


(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1 Kebutuhan Data ... 46 3.2 Parameter, Variabel dan Indikator Penelitian ... 52 4.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun

Tahun 2012 ... 57 4.2 Luas Wilayah menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan Raya

Tahun 2012 ... 58 4.3 Luas Wilayah Perkotaan Pematang Raya ... 62 4.4 Penggunaan Lahan Terbangun dan Non Terbangun di Kawasan

Pematang Raya Tahun 2003-2013 ... 63 4.5 Jumlah dan Distribusi Penduduk Menurut Nagori di Kawasan

Perkotaan Pamatangraya 2003 - 2013 ... 67 4.6 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kawasan Perkotaan Pamatang Raya

Tahun 2013 ... 71 4.7 Fasilitas Kesehatan di Kawasan Perkotaan Pamatang Raya

Tahun 2013 ... 72 4.8 Fasilitas Peribadatan di Kawasan Perkotaan Pamatang Raya

Tahun 2013 ... 73 4.9 Arahan Pengembangan Kelurahan-Kelurahan yang dilalui Jalan

Protokol kota Pamatang Raya ... 79 5.1 Jumlah dan Distribusi Penduduk di Pusat Kota Pamatang Raya

Tahun 2013 ... 97 5.2 Mata Pencaharian Responden di Pusat Kota Pamatang Raya ... 101 5.3 Tingkat Pendapatan Responden di pusat Kota Pamatang Raya ... 101 5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

pada Kota Pamatang Raya ... 127 5.5 Keterkaitan Antara Faktor Eksternal dan Faktor Internal Dalam


(19)

ABSTRAK.

Peningkatan pembangunan pada wilayah Kota Pamatang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun diikuti dengan adanya tuntutan akan kebutuhan lahan guna menampung aktivitas masyarakat, diantaranya kebutuhan lahan untuk perkantoran, permukiman, perdagangan dan jasa. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya lahan terbangun, dimana pertambahan lahan terbangun diawali dengan pindahnya ibukota Kabupaten Simalungun dari Pematangsiantar ke Pamatang Raya.

Kota Pamatang Raya sebagai Ibukota Kabupaten Simalungun mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat dan aktivitas kota yang meningkat yang menyebabkan perkembangan guna lahan serta tingginya kebutuhan pelayanan perkotaan bagi masyarakat yang beraktifitas di kota tersebut. Berbagai pelayanan perkotaan tumbuh di pusat kota yang berbentuk linear mengikuti ruas jalan utama kota. Aktivitas yang berkembang diruas ini cenderung mengarah kepada aktivitas perdagangan dan jasa yang kemudian disikapi pemerintah dengan menjadikannya kawasan perdagangan dan jasa.

Bagaimana kondisi tata guna lahan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya pada koridor jalan protokol Kota Pamatang Raya sebagai pusat aktifitas perekonomian kota dan pelayanan regional? Sejalan dengan waktu perubahan yang terjadi telah menunjukkan perubahan fungsi dari fungsi konsumtif ke fungsi yang lebih produktif.

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada koridor jalan protokol. Sasaran yang akan ditempuh adalah mengidentifikasi perkembangan aktifitas perekonomian, mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Hasil studi yang diperoleh menunjukkan bahwa pusat kota telah mengalami pergeseran fungsi yang dipengaruhi adanya faktor eksternal berupa aktifitas kantor pusat pemerintahan tingkat kabupaten, aktifitas perdagangan dan jasa dan program kebijakan pemerintah. Faktor internal yang juga turut mempengaruhi perubahan ini terkait dengan perkembangan dan tingkat pelayanan sarana prasarana serta utilitas kota dan ketersediaan lahan serta fasilitas perkotaan. Hasil ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian kebijaksanaan dalam pemanfaatan lahan sehingga segala potensi dan permasalahan dapat diantisipasi sedini mungkin.


(20)

ABSTRACT

The increase in the development of Pematang Raya as the capital of Simalungun District is followed by the demand for land area which can accommodate people’s activities, especially the need for offices, settlement, and commercial and service area. This condition has brought about the increase in land use which is initialized by the movement of the capital of Simalungun District from Pematangsiantar to Pematang Raya.

Pematang Raya as the capital of Simalungun District has experienced population rapid growth and urban activities which bring about the development of land use and the need for urban service for people’s activities. Various urban activities grow in the linear town center following the main street. The activities which developed in this main street tend to be commercial and service activities which are paid attention by the government and make it to be commercial and service area.

The problem of the research was how about the condition of the land use and what factors which influenced it on the corridor of the main street at Pematang Raya as the center of the urban economic activities and regional service. As the time passed, the change had showed the change in function, from consumptive factor to productive function.

The objective of the research was to analyze some factors which influenced the change of land use on the corridor of the main street by identifying the development of the economic activities, identifying the change in land use, and analyzing some factors which influenced the change.

The result of the research showed that town center had experienced the shift of function which was influenced by external factors such as the District Administration offices, commercial and service activities, and government policy program. The internal factor also influenced the change related to the development and the service level of facility and infrastructure and town utility, and the availability of land and town facilities. It is recommended that planning, utility, and control of the policy in using land should be paid attention to in using the land so that all potencies and problems can be anticipated as early as possible.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan kota dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan masyarakat kota yang ditunjukkan oleh perkembangan aktivitas masyarakat kota. Perkembangan morfologi kota juga dipengaruhi oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan budi daya, seiring dengan semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk baik secara alami maupun migrasi, dan beragamnya tuntutan kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang kegiatan kota. Perkembangan kota demikian juga menimbulkan masalah ketersediaan daya dukung lahan terhadap pembangunan dan fenomena alih fungsi lahan yang menyertai pembangunan suatu kota.

Pemindahan Ibukota Kabupaten Simalungun dari Pematangsiantar ke Pamatang Raya melalui penetapan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 70 Tahun 1999 menimbulkan perubahan pola perkembangan morfologi kota Pematang Raya yang berlangsung pesat merubah tata guna lahan dimana luas lahan terbangun pada tahun 2003 seluas 88,49 Ha berkembang pada tahun 2013 menjadi 190,39 Ha.

Fasilitas perkantoran pemerintahan yang dipindahkan dari Pematangsiantar ke Pamatang Raya ini merupakan perkantoran pusat pemerintahanan tingkat kabupaten dimana terdapat 37 kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)


(22)

ditambah kantor Polres dan Kodim. Fungsi pemerintahan demikian menjadikan pertumbuhan penduduk di Kota Pamatang Raya meningkat signifikan dimana sebagian besar PNS yang sebelumnya bertempat tinggal di Pematangsiantar memilih pindah ke Pamatang Raya.

Laju pertambahan penduduk ini sebagain dipicu oleh ketertarikan penduduk dari wilayah lain untuk mengisi lapangan pekerjaan yang ada ditempat baru tersebut. Peningkatan jumlah penduduk ini bertautan dengan peningkatan permintaan terhadap ruang dan sarana prasarana guna mendukung aktifitas sosial ekonomi penduduk perkotaan. Ditinjau terhadap lingkup pelayanan yang ada, pusat Kota Pematang Raya saat ini berkembang sebagai wilayah fasilitas jasa perdagangan yang melayani pemenuhan kebutuhan penduduk secara regional.

Kota Pamatang Raya dengan posisinya sebagai Ibukota Kabupaten Simalungun merupakan kota yang strategis. Sebagai pusat pelayanan bagi wilayah Simalungun sekitarnya Kota Pamatang Raya yang berpenduduk 10.872 jiwa dengan luas wilayah 1.728 ha (Kecamatan Raya dalam angka, 2013) didominasi oleh kegiatan perkantoran, pertanian, perdagangan dan jasa telah memberikan implikasi bagi pertumbuhan dan perkembangan kota.

Perkembangan morfologi wilayah Kota Pematang Raya berupa lahan terbangun yang terdiri atas aktivitas permukiman, industri, perkantoran dan jasa komersial menunjukkan gejala urban sprawl dimana gerakan pertumbuhannya bersesuaian dengan potensi jaringan transportasi sebagai sarana aksesibilitas yang membentuk pola jaringan (network) antar pusat-pusat pertumbuhan.


(23)

Dalam tinjauan terhadap muatan RDTR sebagai suatu kebijakan yang mengatur pemanfaatan ruang kota terlihat adanya ketimpangan antara design rencana penataan ruang dengan kondisi eksisting pembangunan di lapangan. Tata guna lahan di kawasan perkotaan Pamatang Raya adalah bersifat tata guna lahan campuran yaitu perdagangan modern, perkantoran, pendidikan, peribadatan dan perhotelan. Penggunaaan lahan di kawasan perkotaan Pamatang Raya didominasi oleh kegiatan perkantoran pemerintahan, perdagangan dan jasa. Dalam kenyataannya terdapat adanya pergeseran guna lahan dalam kawasan perkotaan Pamatang Raya sehingga menuju kearah perkembangan pola urban sprawl.

Mencermati kecenderungan terbentuknya pola perkembangan kota Pematang Raya sebagai ibukota Kabupaten Simalungun ke arah urban sprawl linear searah jalur aksesibilitas jalan utama kota maka diperlukan adanya kajian faktor daya tarik kawasan dan potensi preferensi/keinginan yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan pemanfaatan ruang di wilayah Pematang Raya. Dengan diketahuinya daya tarik dan preferensi masyarakat akan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengendalian pemanfaatan ruang mengurangi kecenderungan perkembangan morfologi kota ke arah urban sprawl yang kurang menguntungkan bagi pembangunan wilayah Kota Pematang Raya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari fenomena diatas beberapa permasalahan yang menarik bagi diadakannya suatu penelitian ini adalah bahwa secara spasial terjadi pergeseran pemanfaatan lahan


(24)

ke arah fungsi yang lebih bernilai ekonomi tinggi, aktifitas perekonomian kota yang tidak hanya melayani kebutuhan penduduk kota saja namun juga dalam skala regional, distribusi sumber daya perekonomian kota yang tidak tersebar ke seluruh kota dan cenderung terkonsentrasi hanya dipusat kota yang menciptakan ketidak seimbangan dalam pemerataan pertumbuhan ekonomi kota serta perkembangan struktur ruang yang bersifat linear mengikuti jalur transportasi yang ada.

Berangkat dari permasalahan tersebut di atas maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan yang terjadi di sepanjang koridor jalan utama (Jalan Sutomo) Kota Pematang Raya? 2. Apakah yang menjadi daya tarik kawasan dan faktor yang mempengaruhi

perubahan guna lahan di sepanjang jalan utama (Jalan Sutomo) Kota Pematang Raya?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan dan sebaran lokasinya yang terjadi di Kota Pamatang Raya?

2. Menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan di pusat Kota Pamatang Raya?


(25)

1.3.2 Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini menjadi masukan dalam kegiatan evaluasi Rencana Tata Ruang Kota Pamatang Raya dimasa yang akan datang.

b. Bagi masyarakat, merupakan informasi perkembangan pemanfaatan ruang maupun perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi di Kota Pamatang Raya.

c. Bagi ilmu pengetahuan, dapat memberikan tambahan wawasan bagi

planner kota dalam merencanakan dan merancang perkotaan yang

memiliki potensi wilayah yang menuntut pengembangan.

d. Merupakan sumbangan pemikiran peneliti bagi konsep perencanaan pembangunan kawasan pemerintahan di kawasan baru.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian mengenai perubahan guna lahan di pusat kota Pamatang Raya, dibedakan menjadi 2 ruang lingkup, yaitu ruang lingkup substansial dan ruang lingkup spasial dengan penjelasan sebagai berikut:

1.4.1 Ruang lingkup substansial

Ruang lingkup substansial dalam penelitian ini dibatasi dalam 4 aspek yaitu: 1. Aktivitas perekonomian kota yang menyebabkan tumbuh hilangnya


(26)

produktif dipusat kota dan wilayah seperti pertanian, perkantoran dan perdagangan dan jasa yang menyebabkan perubahan fungsi lahan.

2. Ketersediaan sarana dan prasarana utilitas kota yang memberikan kontribusi bagi perkembangan aktivitas perdagangan dan jasa di pusat Kota Pamatang Raya.

3. Pertumbuhan dan perkembangan fisik kawasan pusat Kota Pamatang Raya, yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor kondisi wilayah/lahan, faktor aksesibilitas dan faktor kebijakan pemerintah dan program pembangunan dalam mengembangkan kawasan pusat kota.

4. Sosial budaya, diantaranya meliputi arus urbanisasi dan distribusi penyebaran penduduk berisi tentang jumlah penduduk, pendidikan, mata pencaharian dan migrasi penduduk serta jenis lapangan kerja dan persepsi masyarakat dalam pemilihan lokasi kegiatan yang mendorong perubahan tata guna lahan.

5. Struktur tata ruang kota, yang merupakan pola spasial ruang fisik dengan melihat pada tata guna lahan, jaringan jalan, topografi dan tata ruang yang terbentuk dari komposisi bangunan yang ada serta tata ruang.

6. Elastisitas guna lahan berupa paduan dari beberapa faktor pengaruh diantaranya faktor daya tarik potensial kegiatan lokal, faktor keterkenalan pasar tradisional Kota Pamatang Raya, faktor penguat dan faktor penghambat pembangunan Kota Pamatang Raya.


(27)

1.4.2 Ruang lingkup spasial

Pemilihan Kota Pamatang Raya menjadi wilayah studi didasarkan atas pertimbangan bahwa Kota Pamatang Raya merupakan kota baru yang memiliki fungsi strategis sebagai pusat pemerintahan dan menjadi ibukota Kabupaten Simalungun, yang dalam perkembangannya diikuti dengan tumbuhnya sektor perdagangan dan jasa sebagai pemacu pertumbuhan perekonomiannya. Kemampuan Kota Pamatang Raya dalam pemenuhan ekonomi lokal yang kemudian berkembang wilayah pelayanannya.

Pamatang Raya dahulunya dipersiapkan hanya untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Namun sebagai pusat pelayanan wilayah, aktifitas perkotaan yang tersebar sepanjang jalan protokol dan melintasi 3 (tiga) kelurahan/nagori menjadi pusat kota, dituntut tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan lokal saja tetapi harus mampu memenuhi kebutuhan dalam skala regional. Yang terakhir adalah terkonsentrasinya aktifitas masyarakat di sektor ekonomi pada pusat kota sebagai multiplier effects dari sektor perkantoran pemerintah dan perdagangan jasa.

Adapun yang menjadi lingkup spasial dari penelitian terdiri dari 3 kelurahan/nagori dikawasan Kota Pamatang Raya yang berjarak 100 meter dari koridor jalan protokol sepanjang 7,5 km.

Peta wilayah administrasi dan peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan 1.2.


(28)

Gambar 1.1 Peta Wilayah Administrasi Perkotaan Pamatang Raya Sumber: RDTR Kota Pamatang Raya


(29)

Gambar 1.2 Peta Lokasi Penelitian


(30)

1.5 Kerangka Konseptual Penelitian

Seiring dengan keberadaan pusat perkantoran pemerintahan Kabupaten Simalungun, timbul pula kawasan perdagangan dan jasa yang tersebar sepanjang jalan transportasi utama Kota Pamatang Raya. Dalam perkembangannya, Kota Pamatang Raya harus siap menghadapi tuntutan kemandirian daerah setelah perpindahan ibukota kabupaten ke wilayah ini. Tantangan lainnya adalah populasi dan urbanisasi yang berjalan cepat yang berimplikasi pada meningkatnya aktifitas perekonomian kota. Potensi dan tantangan itu diruangkan dalam RTRW sebagai instrument pengendali pembangunan dan perkembangan kota. Namun kondisi dilapangan, terutama dipusat kota menunjukkan adanya pelanggaran land use dan perubahan fungsi lahan kearah fungsi yang lebih tinggi manfaat ekonominya.

Peningkatan permintaan lahan tidak bias terelakkan, walaupun tersedia namun sulit untuk memperoleh lahan yang lokasi, harga dan waktunya tepat serta memenuhi siarat sesuai dengan peluang atau keuntungan ekonomi yang hendak dicapai. Sehingga timbul masalah-masalah seperti konversi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan, terkonsentrasinya aktifitas perekonomian pada jalur jalan utama (jalan Sutomo). Selain itu bangunan-bangunan komersil yang berdiri dan beroperasi tidak memiliki perijinan seperti: IMB, Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), ijin Gangguan (HO), dan perijinan teknis bagi bangunan dengan fungsi spesifik. Terjadi pula penyerobotan dan pengkaplingan tanah Negara yang dimanfaatkan untuk kegiatan yang bersifat economic oriented.


(31)

Kurangnya kendali dan pengawasan dari aparatur serta lemahnya sanksi hukum, secara tidak disadari seperti melegalkan pelanggaran RTRW tersebut. Masalah lain adalah tidak seimbangnya perubahan penggunaan lahan dengan perkembangan infrastruktur dan utilitas terutama dipusat kota.

Masalah-masalah yang terjadi diatas diangkat dalam Research Question: “Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan serta faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya pada koridor jalan protokol kota Pamatang Raya sebagai pusat aktivitas perekonomian kota dan pelayanan regional”.

Tinjauan pustaka yang dipilih guna mencapai sasaran penelitian mencakup konsep pertumbuhan dan perkembangan kota, teori struktur ruang kota, tata guna lahan perkotaan, kawasan perkantoran pemerintah serta pusat kota. Analisis juga didukung oleh data-data makro yang meliputi aspek fisik kota, penggunaan lahan kota dan luas lahan, karakteristik aktivitas perekonomian kota, arahan pengembangan lahan dalam dokumen RTRW, fasilitas perkotaan dan kependudukan.

Adapun data makro meliputi kondisi fisik kawasan studi, sarana dan prasarana, penggunaan lahan wilayah studi, jumlah dan kepadatan penduduk, program dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan kawasan pusat kota, dan persepsi masyarakat yang berhubungan dengan tingkat perubahan, tingkat kepuasan akan sarana dan prasarana dan utilitas kota turut dijaring guna memenuhi variabel perubahan penggunaan lahan di pusat kota. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 1.3 tentang kerangka pemikiran.


(32)

Perkrmbangan aktivitas perkantoran, perdagangan

dan jasa di pusat kota Pamatang Raya

1. Kemandirian kota 2. Populasi dan urbanisasi 3. Meningkatnya aktivitas perekonomian kota 4. Skala pelayanan regional

Perkembangan Kota Pamatang Raya ibukota Kabupaten

Simalungun

Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada koridor jalan protokol sebagai pusat aktivitas perekonomian kota dan pelayanan

regional

Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pada koridor jalan protokol sebagai pusat aktivitas perekonomian kota dan

pelayanan regional

1. Perkembangan kota (Branch, 1995) 2. Tata guna lahan perkotaan (Bintarto, 1997:56)

3. Kawasan perkantoran pemerintah (Mc Gee dalam Rosanno, 1997:24) 4. Konsep pusat kota (Yeates, 1980:334)

1. Perubahan fisik kota 2. Aktivitas ekonomi, sosial dan budaya

3. Rencana tata ruang 4. Kebijakan pemerintah

Identifikasi perkembangan aktivitas

perekonomian kota Pamatang Raya

Identifikasi perubahan penggunaan lahan dan sebaran lokasinya di pusat

kota Pamatang Raya

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan di pusat kota Pamatang Raya

Faktor eksternal yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di pusat

kota Pamatang Raya

Faktor internal yang mempengaruhi perubahan

penggunaan lahan di pusat kota Pamatang

Raya

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan di pusat kota Pamatang Raya

Kesimpulan dan saran

La tar B el ak ang T uj ua n P er m as a lah an K aj ia n T eo ri S a s ar an Kajian Makro T em ua n S tudi Da ta A nal is

is Kajian Mikro

Gambar 1.3 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti, 2013


(33)

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian dan penyusunan tesis ini akan dibagi menjadi beberapa bab, yang secara garis besar diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengungkapkan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan sasaran studi, ruang lingkup kegitan, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menyajikan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, dan diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diangkat.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan metodologi yang dipakai dalam penelitian dan digunakan dalam menganalisa kajian faktor perubahan tata guna lahan Kota Pematang Raya. BAB IV TINJAUAN KAWASAN PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan gambaran umum Kawasan Perkotaan Pematang Raya, mencakup kondisi sosial ekonomi dan fisik kawasan yang terkait dengan permasalahan perubahan tata guna lahan.

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika perubahan tata guna lahan di Kawasan Perkotaan Pematang Raya.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Kota

Kota tidak akan pernah lepas dari dua aspek penting yang saling mengisi yaitu aspek fisik sebagai wujud ruang dengan elemen-elemen pembentuk di dalamnya, serta aspek manusia sebagai subyek dan pengguna ruang kota (Soetomo, 2002:19). Pertumbuhan dan perkembangan kota sangat ditentukan oleh penduduknya sendiri dan juga kekuatan dari luar. Kemampuan sumber daya lokal, baik budaya maupun teknologi sebagai lokal genus akan dapat mempercepat proses urbanisasi suatu kota.

Pertumbuhan dan perkembangan kota merupakan suatu istilah yang saling terkait, bahkan terkadang saling menggantikan, yang pada intinya adalah suatu proses perkembangan suatu kota. Pertumbuhan kota (urban growth) adalah perubahan kota secara fisik sebagai akibat perkembangan masyarakat kota. Sedangkan perkembangan kota (urban development) adalah perubahan dalam masyarakat kota yang meliputi perubahan sosial politik, sosial budaya dan fisik (Hendarto, 2001:2).

Mengutip penjelasan Branch (1995:46), kota memiliki komponen dan unsur, mulai dari nyata secara fisik seperti perumahan dan prasarana umum, hingga yang secara fisik tak terlihat yaitu berupa kekuatan politik dan hukum yang mengarahkan kegiatan kota. Disamping itu berbagai interaksi antar unsur yang


(35)

bermacam-macam memiliki tingkat kepentingan yang sama dengan unsur itu sendiri. Apabila semua unsur-unsur dan keterkaitan antar unsur tersebut dipandang secara bersamaan, kota-kota akan terlihat sebagai organisme yang paling rumit yang merupakan hasil karya manusia.

Berbagai kajian dan pengertian tentang pertumbuhan dan perkembangan kota yang ditulis oleh banyak ahli perencana kota dan ahli studi geografi menunjukkan bahwa kota tumbuh dan bergerak secara dinamis. Implikasi nyata dari pertumbuhan dan perkembangan kota yang bergerak dinamis tersebut secara fisik ditandai dengan kenampakan lahan melalui pola tata guna lahan, baik guna lahan pada kawasan urban, sub urban maupun pada lahan rural/perdesaan.

Menurut Iwan Kustiwan dalam Tjahjati S. (1997:506), pertumbuhan penduduk dan aktifitas sosial ekonomi sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan kota mendorong pertumbuhan kebutuhan akan lahan. Dan karena karakteristiknya yang tetap dan terbatas, maka perubahan tata guna lahan menjadi suatu konsekwensi logis dalam pertumbuhan dan perkembangan kota.

Kota sebagai tempat interelasi antar manusia dan manusia dengan lingkungannya mengakibatkan terciptanya keteraturan pada penggunaan lahan. Di dalamnya terjadi kegiatan ekonomi, pemerintahan, politik dan sosial yang mendorong perkembangan fisik kota. Manifestasi dari perubahan-perubahan yang terjadi dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah kepada perubahan struktur fisik kota yang berakibat meningkatnya kebutuhan akan ruang.


(36)

oleh adanya prasarana perkotaan seperti bangunan, rumah sakit, pendidikan, pasar, industri dan lain sebagainyabeserta alun-alun yang luas dan jalan beraspal yang diisi oleh padatnya kendaraan bermotor. Dari segi fisik, suatu kota banyak dipengaruhi oleh struktur-struktur buatan manusia, misalnya pola jalan, landmark, bangunan-bangunan permanent dan monumental, utilitas, pertamanan dan traffic.

Amos Rapoport dalam Zahnd (1999:4) mendefinisikan kota dengan fungsinya sebagai pusat dari berbagai aktifitas seperti administratif pemerintahan, pusat militer, keagamaan dan pusat aktifitas intelektual dalam satu kelembagaan. Disinggung pula mengenai heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarkis pada masyarakatnya. Sependapat dengan itu, Christaller mengartikan kota dari sudut pandang fungsi, yaitu sebagai penyelenggara dan penyedia jasa bagi wilayah kota itu sendiri maupun wilayah sekitarnya, sehingga kota disebut sebagai pusat pelayanan. Beberapa kriteria yang umum digunakan dalam menentukan sifat kekotaan adalah penduduk dan kepadatannya, terkonsentrasinya prasarana-sarana serta keanekaragaman aktifitas penduduknya. Makin banyak fungsi dan fasilitas perkotaan, maka makin meyakinkan bahwa lokasi konsentrasi itu adalah sebuah kota (Tarigan, 2004:112).

2.1.1 Perkembangan struktur ruang kota

Branch (1995:51) mengatakan bahwa kota secara fisik terdiri atas tiga tingkatan, yaitu bangunan-bangunan dan kegiatannya yang berada di atas atau dekat dengan muka tanah, instalasi-instalasi di bawah tanah dan kegiatan-kegiatan


(37)

dalam ruangan kosong di angkasa. Ada tiga sistem dalam struktur ruang kota yaitu (Chappin, 1979:28-31):

1. Sistem aktivitas kota, terkait dengan manusia dan lingkungan institusinya seperti rumah tangga, kantor, pemerintahan dan institusi-institusi lain dalam mengorganisasikan hubungan kehidupan mereka sehari-harinya berdasar pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan interaksi antara satu dengan yang lain dalam waktu dan ruang. Sistem ini meliputi individu dan rumah tangga, perusahaan dan kelembagaan/institusi.

2. Sistem pengembangan lahan, yang berfokus pada proses konversi dan rekonversi ruang dan penyesuaiannya bagi manusia dalam mencapai sistem aktivitas yang berlangsung. Sistem ini berpengaruh bagi penyediaan lahan kota dan dalam pengembangannya dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dan penguasaan teknologi dalam mengeliminasi adanya limitasi lahan yang dimanfaatkan.

3. Sistem lingkungan, yang terkait dengan lingkungan biotik dan abiotik yang dihasilkan dari proses alamiah dan terkait pada kehidupan flora dan fauna serta air, udara dan zat lainnya. Sistem ini menyediakan tempat bagi kelangsungan hidup manusia dan habitatnya serta sumber daya lain guna mendukung kehidupan manusia. Sistem lingkungan dalam hal ini berfungsi sebagai sumber daya yang mendukung kedua sistem sebelumnya.


(38)

Aktivitas utama perkotaan yang berperan penting dalam perkembangan kota, yaitu (Kivell, 1993:18):

1. Aktivitas perdagangan, memiliki kebutuhan tenaga kerja dan konsumen yang spesifik dan berhubungan dengan kegiatan-kegiatan lain.

2. Aktivitas industri, memiliki kebutuhan yang dekat dengan pusat kota untuk alasan kebutuhan tenaga kerja, pelayanan transpor serta pasar. 3. Aktivitas permukiman, sebagai penggunaan lahan terbesar suatu kota. Branch (1995) mengatakan bahwa Potensi fisik seperti tapak dan lokasi geografis yang strategis dapat menjadi kriteria dalam mengetahui perkembangan kota. Keadaan geografis suatu kota dapat mempengaruhi fungsi dan bentuk fisik kota. Kota yang memiliki lokasi yang strategis dan mempunyai daerah belakang yang kuat dalam arti ekonomi, cenderung lebih cepat berkembang daripada daerah kota yang terisolir. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 2.1 tentang pola-pola umum perkembangan kota.

.Gambar 2.1 Pola-pola Umum Perkembangan Kota Sumber: Perencanaan Kota Komprehensif, Melville Branch


(39)

Bentuk kota secara keseluruhan dipengaruhi oleh topografi sebagai karakteristik tempatnya dan posisi geografisnya yaitu pola-pola perkembangan kota (Branch, 1995:52). Lahan-lahan akan terbangun serta mengisi ruang-ruang dimulai dari sepanjang jalan yang tersedia.

Menurut Cheema dalam Jayadinata (1999;179), karena keadaan topografi tertentu atau karena perkembangan sosial ekonomi tertentu maka akan berkembang beberapa pola perkembangan kota dengan pola menyebar (dispersed pattern), pola sejajar (lineair pattern) dan pola merumpun (clustered pattern). Pola menyebar terjadi pada keadaan topografi yang seragam dan ekonomi yang homogen. Pada pola sejajar, perkotaan terjadi akibat adanya perkembangan sepanjang jalan, lembah, sungai dan pantai sedangkan pola merumpun biasanya terjadi pada kota-kota yang berhubungan dengan pertambangan dan topografi agak datar meskipun terdapat beberapa relief lokal yang nyata.

Perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zona-zona yang berada dalam wilayah perkotaan. Penambahan dan pengurangan aspek sosial, ekonomi dan budaya dari waktu ke waktu menjadikan kota bersifat dinamis dalam artian selalu berubah dari waktu ke waktu termasuk pola penggunaan lahannya (Yunus, 2000:117). Perkembangan kota dilihat dari penggunaan lahan yang membentuk zone-zone tertentu dalam ruang perkotaan. Dalam keruangan kota ada beberapa istilah yang berkaitan dengan urban, (Bintarto, 1977:33), yaitu:

a. City yang merupakan pusat kota.


(40)

atau inti kota dengan luas yang mencakup daerah penglaju (commuter area).

c. Suburban fringe merupakan daerah yang melingkari suburban dan

merupakan daerah peralihan kota ke desa.

d. Urban fringe, merupakan suatu daerah batas kota bersifat mirip dengan kota.

e. Rural urban fringe, suatu jalur daerah yang terletak antara kota dan desa.

f. Rural, merupakan daerah pedesaan.

Menurut Cooley dan Weber dalam Yunus (1999:63) bahwa jalur transportasi dan titik simpul/pertemuan beberapa jalur transportasi mempunyai peran yang cukup besar dalam perkembangan kota. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari pertemuan jalur transportasi. Selain itu pada permulaan abad 20, Richard M. Hurd menyinggung masalah ”land values” (nilai lahan), rents (sewa) dan costs (biaya) di dalam suatu kota yang dianggap terkait erat dengan pola penggunaan lahan.

2.1.2 Hierarki dan sistem perkotaan

Terbentuknya kota, hierarki dan sistem perkotaan biasanya diawali oleh kemampuan suatu daerah dalam membentuk wilayah pasar. Ukuran wilayah pasar juga berkaitan dengan jenis dan aktifitas produksi. Wilayah pasar dengan ukuran relatif kecil dapat ditemui pada kegiatan produksi dengan aktifitas perekonomian


(41)

berskala kecil (seperti bisnis eceran, took, warung makanan dan kebutuhan pokok). Sebaliknya, ukuran wilayah yang sangat luas dicerminkan oleh adanya kegiatan-kegiatan produksi aktifitas dengan skala pelayanan yang lebih luas, baik jangkauan, jarak, isi, kapasitas atau intensitas tempat kegiatan produksi.

Wilayah pasar dalam kaitannya dalam pembentukan kota, hirearki dan system perkotaan didorong pula oleh kekuatan ekonomi. Dorongan kekuatan ekonomi akan mengendalikan tingkat kegiatan ekonomi, distribusi spasial dan hubungan antar kota. Kerangka konsep sederhana ini dikenal dengan Central Place Theory (CPT), adalah berasal dari konsep aglomerasi ekonomi yang pengertian umumnya adalah perolehan keuntungan ekonomi akibat dua atau lebih produsen (kegiatan pabrik, atau tempat usaha) bergabung berdekatan secara spasial (Rochimin, 2002: 29-30). Untuk lebih jelasnya dapat dlihat pada Gambar 2.2 tentang sistem hierarki perkotaan.

Gambar 2.2 Sistem Hierarki Perkotaan


(42)

Wilayah pasar suatu produk dipengaruhi oleh 4 (empat) unsur, yaitu:

1. Skala ekonomi (economic scale), penurunan biaya rata-rata yang dihadapi seorang produsen sejalan dengan jumlah produksi yang dihasilkan, ekspansi wilayah pasar adalah pilihan mutlak agar dicapai keuntungan yang optimal.

2. Permintaan total spasial (demand density), yang merupakan perkalian antara permintaan individu dan kepadatan penduduk. Semakin tinggi permintaan jenis ini, umumnya lebih banyak produsen yang tertarik sehingga pasar masing-masing produsen menyempit.

3. Biaya transport, bila penurunan biaya transport terjadi bersamaan dengan skala ekonomi, produsen biasanya mengimbangi dengan perluasan wilayah pasar, sebaliknya ketika penurunan biaya transport bersamaan dengan tekanan kenaikan biaya produksi, produsen cenderung meningkatkan keuntungan pada jangka pendek. Keadaan ini segera memancing pesaing lain untuk memanfaatkan keuntungan tersebut sehingga wilayah pasar bertambah sempit.

4. Faktor jumlah penduduk, kenaikan tingkat konsumsi dan kenaikan penghasilan dalam jangka panjang dapat saja memicu bertambahnya produsen sekaligus mempersempit wilayah pasar. Namun, kecenderungan tadi dapat saja berbalik akibat perbaikan teknologi yang mengindikasikan skala ekonomi.


(43)

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota

Kota dimanapun dibelahan dunia memiliki unsur-unsur umum yang berlaku yang mempengaruhi perkembangannya. Unsur-unsur internal ini meliputi kondisi sosial, ekonomi, politik, keagamaan dan budaya serta yang tidak bisa diabaikan adalah unsur fisik geografis (Branch, 1995:37).

Menurut Zahnd (1999:28) dinamika perkembangan sebuah kawasan perkotaan tergantung dari tiga hal, yaitu:

1. Perkembangan kota tidak terjadi secara abstrak. Artinya, setiap perkembangan kota berlangsung didalam tiga dimensi, yaitu rupa, massa dan ruang yang berkaitan erat sebagai produknya.

2. Perkembangan kota tidak terjadi secara langsung, dimana setiap perkembangan kota berlangsung didalam dimensi keempat, yaitu waktu sebagai prosesnya.

3. Perkembangan kota tidak terjadi secara otomatis, karena setiap perkembangan kota membutuhkan manusia yang bertindak. Keterlibatan manusia tersebut dapat diamati dalam dua skala atau perspektif, yaitu ‘dari atas’ serta ‘dari bawah’. Skala ‘dari atas’ memperhatikan aktivitas ekonomi politis (sistem keuangan, permodalan, kekuasaan dan sejenisnya) yang bersifat abstrak. Sedangkan skala ‘dari bawah’ berfokus secara konkret pada perilaku manusia (cara, kegiatan atau pembuatannya).


(44)

Menurut Branch (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota adalah:

1. Fisik Kota, yang meliputi:

a. Keadaan geografis, berpengaruh terhadap fungsi dan bentuk kota. Kota sebagai simpul distribusi, misalnya terletak disimpul jalur transportasi dipertemuan jalur transportasi regional.

b. Topografi/tapak, menjadi faktor pembatas bagi perkembangan suatu kawasan karena kondisi fisik ini tidak dapat berkembang kecuali dalam keadaan labil. Kota yang berada pada daratan yang rata akan mudah berkembang ke segala arah dibandingkan dengan kota yang berada di wilayah pegunungan.

c. Fungsi kota, kota yang memiliki aktivitas dan fungsi yang beragam biasanya secara ekonomi akan lebih kuat dan berkembang pesat dibanding dengan kota yang memiliki satu fungsi.

d .Sejarah dan kebudayaan, penduduk kota memiliki komitmen untuk menjaga dan melindungi bangunan atau tempat bersejarah lainnya dari perambahan perkembangan lahan yang tidak sesuai. Meskipun lokasinya berada di tengah kota, bangunan tersebut akan senantiasa dilestarikan selamanya.

e. Unsur-unsur umum seperti sarana dan prasarana dasar, jaringan jalan, penyediaan air bersih dan jaringan penerangan listrik yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.


(45)

2. Faktor fisik eksternal, yang meliputi:

a. Fungsi primer dan sekunder kota yang tidak terlepas dan keterkaitan dengan daerah lain apakah daerah itu dipandang secara makro (nasional dan internasional) maupun secara mikro (regional). Keterkaitan ini menimbulkan arus pergerakan yang tinggi memasuki kota secara kontinyu.

b. Fungsi kota yang sedemikian rupa merupakan daya tarik bagi wilayah sekitarnya untuk masuk ke kota tersebut (urbanisasi), karena kota adalah tempat terkonsentrasinya kegiatan.

c. Sarana dan prasarana transportasi yang lancar, semakin baik sarana transportasi ke kota maka semakin berkembang kota tersebut, baik transportasi udara, laut dan darat. Menurut Catanese dan Snyder (1979:120) bahwa keberadaan infrastruktur memberi dampak yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat, pola pertumbuhan dan prospek perkembangan ekonomi suatu kota.

3. Faktor Sosial

Ada dua faktor sosial yang berpengaruh dan menentukan dalam perkembangan kota, yaitu:

a. Faktor kependudukan, kesempatan kerja yang tersedia seiring dengan perkembangan industrialisasi menyebabkan semakin meningkatnya penduduk kota industri.


(46)

b. Kualitas kehidupan bermasyarakat, semakin padatnya penduduk kota maka semakin menurunnya pola-pola kemasyarakatan karena lingkungan kehidupan yang mengutamakan efisiensi ekonomis telah menimbulkan berbagai segi degradasi sosial.

4. Faktor Ekonomi

Menurut Trijoko (2002) faktor ekonomi yang berpengaruh dan menentukan di dalam pengembangan dan perkembangan kota dapat dikemukakan tiga hal pokok yaitu:

a. Kegiatan usaha, akan sangat menentukan kegiatan masyarakat umumnya. Terbukanya kesempatan kegiatan usaha pada pusat-pusat atau kota-kota yang baru akan menarik aliran penduduk ke arah tersebut (Tri Joko, 2002:35). Politik ekonomi, dengan kebijakan politik ekonomi yang tepat maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi meliputi kenaikan pendapatan perkapita, masuknya investasi dan tumbuhnya kegiatan usaha.

b. Faktor lahan, dalam pola penggunaan lahan perkembangan, kota merupakan suatu proyek pembangunan permukiman berskala besar yang akan memerlukan lahan yang luas. Konsekwensi logis dari pembangunan kota adalah meningkatnya kebutuhan akan lahan, dan terjadi proses ekstensifikasi ruang merembet hingga daerah perdesaan. Fenomena konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun memberikan dampak bagi perubahan sosial ekonomi


(47)

diwilayah pertanian. Kedatangan para petani yang telah beralih profesi berusaha mencari celah-celah kosong kegiatan usaha/pekerjaan yang senantiasa ada di kawasan perkotaan. Akhirnya pertimbangan dalam pola penggunaan lahan menjadi faktor penting dalam perencanaan pembangunan kota.

c. Harga lahan, bahwa kenaikan nilai dan harga lahan umumnya merupakan suatu konsekwensi dari suatu perubahan penggunaan dan pemanfaatan lahan yang dinilai dari segi ekonomisnya.

2.2 Tata Guna Lahan Perkotaan

Menurut Undang-undang Bina Marga secara umum suatu tata guna lahan dibagi dalam Wisma, Karya, Marga, Suka dan Penyempurna. Uraiannya adalah:

1. Wisma. Unsur ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya untuk melakukan kegiatan sosial dalam komunitas/keluarga.

2. Karya. Unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsur ini mewadahi aktifitas perkotaan dan merupakan jaminan bagi kehidupan masyarakatnya.

3. Marga. Unsur ini merupakan bagian ruang perkotaan dan faslitas kota yang berfungsi menyelenggarakan hubungan suatu tempat dengan tempat lainnya di dalam kota (hubungan internal) serta hubungan antara kota-kota itu dengan kota-kota-kota-kota atau daerah lain (hubungan eksternal).


(48)

Didalamnya termasuk jaringan jalan, terminal, parkir, jaringan telekomunikasi dan energi.

4. Suka. Unsur ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota akan fasilitas-fasilitas hiburan, rekreasi, olahraga, pertamanan, kebudayaan dan kesenian.

5. Penyempurna. Elemen ini merupakan bagian penting bagi kota tetapi belum secara tepat tercakup kedalam empat unsur sebelumnya. Didalamnya termasuk fasilitas kesehatan, pendidikan, keagamaan, dan pemakaman kota.

Sedangkan definisi tata guna tanah/lahan adalah pengaturan dan penggunaan yang meliputi penggunaan di permukaan bumi di daratan dan permukaan bumi di lautan. Adapun definisi tata guna tanah perkotaan adalah pembagian dalam ruang dari peran kota, kawasan tempat tinggal, kawasan tempat bekerja dan rekreasi. (Jayadinata, 1999:10).

Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsung berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987:24). Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1989:1). Jayadinata mengatakan bahwa penggunaan lahan adalah wujud atau bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah pada satu waktu.

Guna lahan (land use) menurut Edy Darmawan (2003:12) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan terbaik dalam bentuk pengalokasian


(49)

fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran secara keseluruhan bagaimana daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi. Pemanfaatan lahan di kota selalu dihubungkan dengan penilaian yang bertumpu pada ekonomis atau tidaknya jika sebidang tanah dimanfaatkan baik untuk rumah tinggal maupun melakukan usaha di atas tanah tersebut.

2.2.1 Pengertian pola tata guna lahan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia pola mempunyai arti yaitu model, susunan, cara bagaimana sesuatu disusun atau dibangun. Dengan demikian pola tata guna lahan adalah model susunan tata guna lahan dalam konteks keruangan suatu kota, dalam penggunaan media atau lahan untuk fungsi kota. Tiap kota di Negara maju maupun negara berkembang mempunyai pola tata guna lahan atau pola keruangan kota yang tidak sama. Perbedaan pola keruangan ini menurut Bintarto (1977:56) disebabkan oleh: luas daerah kota, unsur topografi, faktor sosial, faktor budaya, faktor politik dan faktor ekonomi. Dan pada garis besarnya, pola keruangan kota dibagi menjadi 2 (dua), yakni: inti kota (core the city) dan selaput kota (intergruments), dimana pada kedua daerah tersebut masih dapat dijumpai daerah-daerah kosong (interstices).

Beberapa teori dalam pola tata guna lahan perkotaan antara lain:

a. Teori Jalur Sepusat (Concentric Zone Theory) yang dikemukakan oleh EW. Burgess. Teori ini membagi lima zone penggunaan lahan dalam kawasan perkotaan yaitu: kawasan pusat kota, kawasan transisi untuk


(50)

komersial dan industri, kawasan perumahan buruh yang berpendapatan rendah, kawasan perumahan buruh yang berpendapatan sedang, kawasan yang menampung perkembangan baru dan di sepanjang jalan besar menuju kawasan ini terdapat masyarakat berpenghasilan menengah dan atas.

b. Teori Sektor (Sector Theory), konsep yang dikemukakan Humer Hoyt ini menyatakan bahwa kota-kota tidak tumbuh didalam zone konsentrik saja, tetapi juga di sektor-sektor lain sejenis perkembangannya, sehingga daerah perumahan dapat berkembang keluar sepanjang ada hubungan transportasinya. Susunan zone penggunaan lahan dalam teori ini adalah: pusat kota berada didalam lingkaran pusat; pada sektor tertentu terdapat pula kawasan industry ringan dan kawasan perdagangan; perumahan buruh yang dekat dengan pusat kota dan sektor bagian sebelahnya; perumahan golongan menengah ditempatkan agak jauh dari pusat kota dan sektor industri dan perdagangan; perumahan golongan atas diletakkan lebih jauh lagi dari pusat kota.

c. Teori Pusat lipat Ganda (Multiple Nuclei Theory). Teori yang dikemukakan oleh Harris dan Ullman bahwa kawasan pusat kota tidak dianggap satu-satunya pusat kegiatan atau pertumbuhan, tetapi suatu rangkaian pusat kegiatan atau pusat pertumbuhan dengan fungsi yang berlainan seperti industri, rekreasi, perdagangan dan sebagainya. Model ini digambarkan sebagai berikut: pusat kota; kawasan niaga dan


(51)

industri ringan; perumahan berkualitas rendah; perumahan golongan menengah, ditempatkan agak jauh dari pusat kota; perumahan golongan atas; industri berat; pusat niaga/perbelanjaan lain pinggiran kota; kawasan sub urban untuk perumahan menengah dan atas; kawasan sub urban untuk industri.

Edy Darmawan mengatakan bahwa pembagian ruang kota dalam zoning kawasan mempunyai beberapa keuntungan dan kelemahan. Beberapa keuntungan dalam penataan penggunaan lahan menjadi kelompok fungsional adalah:

1. Menjamin keamanan dan kenyaman atas terjadinya dampak negatif karena adanya saling pengaruh antar zone.

2. Memudahkan penataan, perencanaan dan penggunaan lahan secara mikro yang ditentukan oleh kesamaan fungsi dan karakter pada setiap zone-nya.

3. Memudahkan implementasi dalam pengawasan dan kontrol pelaksanaannya.

Beberapa kelemahan dari pembagian kelompok kawasan ini adalah:

1. Karena pembagian zone yang sudah sesuai dengan fungsinya, pencapaian dari satu tempat ke tempat lain menjadi jauh dan memerlukan waktu yang lama.

2. Dibutuhkan sarana prasarana transportasi yang besar dan kemungkinan terjadi kepadatan lalu lintas pada peak hours.


(52)

tertentu, sehingga ditemukan kawasan mati pada jam-jam tertentu.

4. Kepadatan zone yang tak seimbang menyebabkan pemanfaatan lahan tidak optimal.

2.2.2 Perubahan t a t a guna lahan

Konversi lahan atau perubahan guna lahan adalah alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut tranformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lain (Tjahjati, 1997). Namun sebagai terminologi dalam kajian-kajian Land economics, pengertiannya terutama difokuskan pada proses dialih gunakannya lahan dari lahan pertanian atau perdesaan ke penggunaan non-pertanian atau perkotaan yang diiringi dengan meningkatnya nilai lahan (Pierce dalam Iwan Kustiwan 1997).

Mengutip penjelasan Bourne (1982), bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya penggunaan lahan, yaitu: perluasan batas kota; peremajaan di pusat kota; perluasan jaringan infrastruktur terutama jaringan transportasi; serta tumbuh dan hilangnya pemusatan aktifitas tertentu. Secara keseluruhan perkembangan dan perubahan pola tata guna lahan pada kawasan permukiman dan perkotaan berjalan dan berkembang secara dinamis dan natural terhadap alam, dan dipengaruhi oleh:

a. Faktor manusia, yang terdiri dari: kebutuhan manusia akan tempat tinggal, potensi manusia, finansial, sosial budaya serta teknologi.


(53)

pertumbuhan kota dan jaringan transportasi sebagai aksesibilitas kemudahan pencapaian.

c. Faktor bentang alam yang berupa kemiringan lereng dan ketinggian lahan.

Anthony J. Catanese (1986:317) mengatakan bahwa dalam perencanaan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh manusia, aktifitas dan lokasi, dimana hubungan ketiganya sangat berkaitan, sehingga dapat dianggap sebagai siklus perubahan penggunaan lahan (Gambar 2.4).

Aktifitas

Manusia Lokasi

Gambar 2.4 Siklus Perubahan Penggunaan Lahan Sumber: Perencanaan Kota, (1992)

Sebagai contoh dari keterkaitan tersebut yakni keunikan sifat lahan akan mendorong pergeseran aktifitas penduduk perkotaan ke lahan yang terletak di pinggiran kota yang mulai berkembang, tidak hanya sebagai barang produksi tetapi juga sebagai investasi terutama pada lahan-lahan yang mempunyai prospek akan menghasilkan keuntungan yang tinggi. Selanjutnya menurut Bintarto (1989) dari hubungan yang dinamis ini timbul suatu bentuk aktivitas yang menimbulkan perubahan. Perubahan yang terjadi adalah perubahan struktur penggunaan lahan


(54)

melalui proses perubahan penggunaan lahan kota, meliputi:

1. Perubahan perkembangan (development change), yaitu perubahan yang terjadi setempat dengan tidak perlu mengadakan perpindahan, mengingat masih adanya ruang, fasilitas dan sumber-sumber setempat. 2. Perubahan lokasi (locational change), yaitu perubahan yang terjadi pada

suatu tempat yang mengakibatkan gejala perpindahan suatu bentuk aktifitas atau perpindahan sejumlah penduduk ke daerah lain karena daerah asal tidak mampu mengatasi masalah yang timbul dengan sumber dan swadaya yang ada.

3. Perubahan tata laku (behavioral change), yakni perubahan tata laku penduduk dalam usaha menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam hal restrukturisasi pola aktifitas.

Proses perubahan penggunaan lahan kota dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Hubungan Manusia–Lingkungan dan Perubahan Sumber: Geografi kota, Bintarto. R, (1977)

LINGKUNGAN MANUSIA

AKTIVITAS

PERUBAHAN

PERUBAHAN PERKEMBANGAN

PERUBAHAN LOKASI

PERUBAHAN TATA LAKU


(55)

2.3 Kawasan Perkantoran Pemerintahan

Kawasan pemerintahan merupakan tempat untuk melaksanakan segala sesuatu hal yang berkaitan dengan pemerintahan, baik itu kegiatan politik dan administratif, serta segala kegiatan yang berkaitan dengan hal-hal mengenai politik dan pemerintahan. Salah satu tujuan dari direncanakannya kawasan tersebut yaitu untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat dimana hal itu tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah sendiri dalam melaksanakannya (Purba, 2005).

Kota yang dipilih sebagai ibu kota kabupaten selain mempunyai kemampuan untuk berkembang, juga masih dapat dikembangkan lagi sehingga nantinya dapat menahan arus migrasi penduduk di sekitarnya serta kota dan wilayah sekitarnya memiliki hubungan komplementer, dimana kota yang dipilih harus punya kekuatan yang dapat meningkatkan pembangunan daerah. Kota yang terpilih harus bisa menjalankan fungsi utama dari sebuah ibu kota yaitu sebagai pusat administrasi pemerintah, pusat pelayanan masyarakat dan pusat pengembangan wilayah sekitarnya (Mc Gee dalam Rosanno, 1997:24). Fungsi tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

a. Pusat administrasi pemerintahan

Kemampuan suatu daerah dalam mengembangkan fungsi sebagai pusat administrasi pemerintah sangat didukung oleh kemampuan daerah tersebut dalam mengelola suatu sistem kelembagaan pemerintah yang ada.


(56)

b. Pusat pelayanan masyarakat

Jumlah fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan dan ketersediaan sarana transportasi, dapat digunakan untuk mengetahui ketersediaan fasilitas pelayanan dalam mendukung peningkatan pelayanan masyarakat secara keseluruhan.

c. Pusat pengembangan wilayah sekitar

Kemampuan suatu daerah dalam mengembangkan daerah sekitarnya dapat dilakukan jika daerah tersebut telah dapat melewati ambang batas pertumbuhan yang mampu menyangga kebutuhan sendiri. Untuk dapat mencapai pertumbuhan tersebut didukung oleh kondisi perekonomian yang memadai.

Kehadiran perkantoran-perkantoran baru dalam suatu wilayah akan berpengaruh besar terhadap jumlah tenaga kerja yang selanjutnya berkembang menjadi tempat tinggal tenaga kerja yang jumlahnya cukup besar. Sudah menjadi konsekwensi logis lahan tidak terbangun akan berubah menjadi tempat-tempat permukiman.

2.4 Lokasi Kegiatan

Pengertian lokasi kegiatan adalah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan (fisik, sosial, ekonomi) di suatu wilayah. Lokasi kegiatan secara menyeluruh dengan kegiatan yang ada didalamnya akan membentuk tata ruang yang akan mempengaruhi


(57)

struktur ruang pada suatu wilayah. Dalam pendekatan teori lokasi, kegiatan yang terjadi dalam suatu wilayah dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Kegiatan Pertanian: kegiatan yang cenderung menggunakan ruang secara ekstensif dan sangat bergantung pada kondisi alamiah, iklim kesuburan tanah, air dan lain sebagainya.

2. Kegiatan Non Pertanian: termasuk kegiatan perkantoran, perdagangan dan jasa dimana kegiatan ini menggunakan ruang secara intensif dan sangat bergantung pada alam dan tingkat kemampuan manusianya untuk mengolah sumber daya menjadi barang produksi.

Setiap kegiatan akan membutuhkan tempat untuk berlangsungnya kegiatan tersebut, sehingga dalam penempatanya dibutuhkan pengaturan-pengaturan supaya dapat menentukan lokasi secara tepat, efesien dan optimasi yang tinggi. Lihat Gambar 2.6 tentang lokasi kegiatan.

Gambar 2.6. Pengaturan Lokasi Kegiatan Sumber: Jurnal Real Estate Vol. 8


(58)

Penggunaan ruang secara efesien dan optimal haruslah mempertimbangkan pengaruh potensi yang dimiliki suatu wilayah diantaranya: kesuburan tanah, keadaan topografi dan posisi geografis termasuk potensi-potensi alamiah yang turut berpengaruh dalam menentukan jenis dan lokasi kegiatannya.

2.5 Pusat Kota

Pusat kota yang sering disebut juga Central Business District (CBD) terdiri dari satu atau lebih sistem pada suatu pusat bagian kota yang mempunyai nilai lahan sangat tinggi. Daerah CBD ini ditandai dengan tingginya konsentrasi kegiatan perkantoran di sektor komersial/perdagangan, perkantoran, bioskop, hotel, jasa dan juga mempunyai arus lalu-lintas yang tinggi (Yeates, 1980:334). Konsentrasi penggunaan lahan yang tinggi di sektor produktif kota yang berpusat pada satu titik strategis kota menjadi suatu kawasan disebut pusat kota.

Merujuk pada teori, tempat pusat merupakan suatu teori yang secara lengkap membahas susunan urban centre. Teori ini dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain adalah Christaller dan August Losch. Masing-masing ahli mempunyai pendapat mengenai tempat pusat ini yang secara umum didasari oleh adanya pandangan rasional yang dimiliki oleh manusia. Rasionalisasi ini berupa keinginan manusia untuk meminimumkan biaya yang dikeluarkan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Selain dari itu teori tempat pusat juga memperhatikan tentang penyebaran pemukiman desa dan kota yang mempunyai perbedaan dalam ukuran. Dengan


(59)

demikian terbentuk pusat-pusat wilayah yang merupakan pusat pelayanan bagi daerah-daerah disekitarnya, yang disebut sebagai daerah komplementer yang membentuk suatu hierarki (Daljoeni, 1992:18).

Pusat-pusat ini terbentuk karena sentralisasi tempat yang bersangkutan, bukan karena lokasinya yang berada dipusat. Sentralisasi tempat pusat ditentukan oleh pekerjaan sentral, barang-barang sentral dan pelayanan-pelayanan sentral. Dalam pengertian tersebut, tempat sentral merupakan tempat yang bukan saja secara likasi namun juga memberikan kemungkinan timbulnya bentuk partisipasi penduduk secara maksimal sebagai pelaku pelayanan maupun sebagai konsumen dari pelayanan-pelayanan yang tersedia. Tempat-tempat yang disebut sebagai pusat ini diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik heksagonal yang masing-masing simpul tersebut mempunyai daerah pengaruh sehingga membentuk hierarki jaringan. Wilayah pengaruh simpul-simpul memiliki batas-batas pengaruh berupa batas ambang, batas rill dan batas ideal (batas ekonomi).

Secara yuridis, batas-batas antara pusat kota dan bagian kota lainnya tidak dapat dikenali. Topografi, kelengkapan utilitas kota, infrastruktur, kondisi geologi dan kebijakan turut menjadi penentu dalam pertumbuhan pusat kota. Area-area yang terbangun diperkotaan yang terletak saling berdekatan yang meluas dari pusatnya hingga daerah pinggiran kota membentuk komunitas secara fisik (Branch, 1995:51).


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian terhadap perubahan tata guna lahan Kota Pamatang Raya merupakan kajian spasial atau keruangan, sehingga metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan keruangan, yakni merupakan pengkajian terhadap beberapa variabel yang digunakan dalam mengkaji perubahan tata guna lahan kota yang dapat terukur (measureable), sehingga penelitian ini merupakan metode deskriptif analisis. Maksud dari penelitian ini adalah melakukan analisa data kuantitatif dan kualitatif dari observasi di lapangan untuk menjawab apakah faktor yang dominan dalam perubahan tata guna lahan Kota Pematang Raya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait kemudian dianalisa kembali. Dengan demikian maka pendekatan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif rasionalistik yang melihat beberapa aspek yang digunakan dalam mempelajari kota. Peneliti juga melakukan depth interview dengan masyarakat sekitar yang tinggal di jalan protokol, pendekatan ini dilakukan untuk memperkaya temuan lapangan dan menyempurnakan data yang diinginkan.

Selanjutnya analisa tersebut dihubungkan terhadap beberapa kebijakan pemerintah Kabupaten Simalungun. Dari hasil analisa akan didapatkan kesimpulan


(61)

dari suatu faktor kecenderungan perubahan tata guna lahan perkotaan di Kota Pamatang Raya dan sekitarnya.

3.2 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakuka dengan mengadakan survey lapangan (field research) yang bermaksud untuk mendapatkan data primer dan sekunder yang diperlukan. Penelitian ini termasuk juga kedalam penelitian terapan (applied research), yakni penelitian atau penyelidikan yang hati-hati dan sistematik terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan bagi keperluan tertentu (Nazir, 1988; 30).

Memperhatikan latar belakang permasalahan maka kajian permasalahan yang dianggap mampu memberikan penjelasan terhadap hasil penelitian dalam tesis ini adalah metode deskriptif. Dimana menurut Whitney (1960;44) dalam Nazir (1988;63), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpelasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari permasalahan-permasalahan dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Informasi yang didapat bukan hanya angka numerik saja, namun dalam memperkaya data dan lebih memahami fenomena penelitian, terdapat informasi kualitatif. Sebagai contoh dalam kuisioner terdapat beberapa keterangan tambahan yang memberikan informasi tentang apa yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi lahan.


(62)

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui seberapa besar perubahan yang terjadi dan bagaimana pendapat dan keinginan masyarakat terhadap perubahan tata guna lahan Kota Pematang Raya sebagai bahan pertimbangan dalam penataan ruang kota.

3.2.1 Kebutuhan data

Data merupakan gambaran suatu keadaan atau persoalan yang dikaitkan dengan tempat dan waktu yang digunakan sebagai bahan untuk analisis dalam pengambilan keputusan. Data yang digunakan untuk bahan analisis dibagi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer, yaitu hasil wawancara, kuisioner dan observasi, yang meliputi: 1. Data karakteristik responden, meliputi: mata pencaharian, asal daerah,

status kependudukan dan tingkat pengetahuan responden tentang RTRW. 2. Data karakteristik lahan, meliputi data penggunaan lahan, data mengenai

alasan pemilihan lokasi, alasan pengembangan lahan, persepsi terhadap kemajuan dan pengembangan kawasan, persepsi terhadap daya tarik lokasi, persepsi terhadap pengarus alih fungsi lahan, proses pengurusan perijinan serta rencana-rencana program pembangunan yang dialokasikan diwilayah penelitian dengan wawancara kepada key persons dari instansi pemerintah/kelurahan/kecamatan.


(63)

Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari survey instansional melalui sumber yang relevan dengan topik yang diteliti yaitu dari instansi terkait seperti BAPPEDA, BPS, BKD, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum, kantor kecamatan dan kelurahan, yang meliputi:

1. Data luas penggunaan lahan dirinci per kelurahan/nagori yang dilalui jalan protokol Kota Pamatang Raya tahun 2003, 2008 dan 2013.

2. Data karakteristik fisik berupa luas wilayah, kemiringan, jenis tanah dan ketinggian.

3. Data demografi berupa jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan mata pencaharian penduduk.

4. Data kebijakan tata ruang Kota Pamatang Raya yaitu RTRW dan peraturan tata ruang lainya.

5. Data rencana-rencana pembangunan disekitar jalan protokol kota Pamatang Raya berupa RDTR dan sejenisnya.

6. Data ketersediaan sarana dan prasarana perkotaan di sepanjang jalan protokol atau pusat perkotaan Pamatang Raya.

3.2.2 Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini dimanfaatkan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung dilapangan, dan sebagai penunjang adalah dari kuisioner pertanyaan yang ditunjukkan pada responden (key person),


(64)

yakni para aparat instansi, tokoh masyarakat, pakar ilmu perkotaan, yang berkaitan dengan perubahan tata guna lahan Kota Pamatang Raya dan data sekunder didapatkan secara tidak langsung dari subyek/obyeknya, yaitu berupa rencana pembangunan dan data numeric yang dapat diperoleh melalui buku literatur, dokumen penelitian atau melalui kajian literature sendiri. Sumber yang terkait bias dari instansi pemerintah, pendidikan maupun swasta.

a. Pengumpulan data primer

Survey primer dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak didapatkan dari data sekunder, sekaligus membuktikan/mencocokan antara data sekunder dengan kondisi lapangan, misalnya tata guna lahan dengan kondisi penggunaan lahan di kawasan tersebut. Survey primer ini dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan dan pencatatan dengan sistematis tentang gejala-gejala di lapangan dengan maksud untuk menyamakan informasi yang diperoleh dari data sekunder dengan kondisi di lapangan. Observasi ini akan dilakukan dengan alat rekam visual seperti foto dan tape recorder. 2. Wawancara, dilakukan untuk memperoleh data atau informasi

secara langsung dengan wawancara tatap muka. Wawancara ini dilakukan kepada responden dengan menggunakan pedoman pertanyaan sebagai panduan wawancara untuk menghimpun data.


(1)

Kivell, Phillip. 1993. Land and The City: Pattern and Process of Urban Change. London: Routledge.

Koestoer, Raldi H. 2001. Dimensi Keruangan Kota-TeoridanKasus. Jakarta: UI-Press.

Kozlowski, Jerzy. 1997. Pendekatan Ambang Batas dalamPerencanaan Kota, Wilayah dan Lingkungan: TeoridanPraktek. Jakarta: UI-Press.

Kuncoro, Mudrajad. 2002. AnalisisSpasial dan Regional–Studi Aglomerasi dan Kluster Indonesia. Yogyakarta: AMP YKPN.

Kustiawan, Iwan. 2000. Perubahan pemanfaatan Lahan Perumahan ke Perkantoran: Implikasinya Terhadap Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota. Jurnal PWK Vol 11.

Nazir, Mohammad, 1988. Metode Penelitian. Jakarta, Ghalia Indonesia.

Nababan, Bernas PD, 2012. Kajian Tata Guna Lahan Studi Kasus Kelurahan Bagan Deli. Tesis Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun 2011-2031. Badan Perencana Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Simalungun, 2011.

Rencana Detail Tata Ruang Ibukota Kabupaten Simalungun. Badan Perencana Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Simalungun, 2011.

Rudiarto, Iwan , 2000, “Analisis Model Harga dan Guna Lahan Kota Semarang”. Jurnal Tata Loka , Vol. 5. Semarang. UNDIP.

Simalungun Dalam Angka. BPS Kabupaten Simalungun, 2003–2013.

Soegijoko.BudhyTjahjati et al. 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana.

Soetomo, Sugiono. 2002. Dari Urbanisasi ke Morfologi Kota. Mencari Konsep Pembangunan Tata Ruang Kota yang Beragam. Semarang: Undip Press.


(2)

Tambunan, Tulus. 2001. Industrialisasi di Negara sedang Berkembang .Kasus di Indonesia. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

Tarigan, Robinson. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT BumiAksara.

Warpani, Suwardjoko. 1980. Analisis Kota dan Daerah. Bandung: ITB.

Yunus, Hadi Sabari. 2001. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: PustakaPelajar. Zahnd, Marcus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu: Teori Perancangan Kota


(3)

LEMBAR KUESIONER

KAJIAN FAKTOR PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI KOTA PEMATANG RAYA

KABUPATEN SIMALUNGUN

Lembar : ………..

Tanggal : ………..

Lokasi : ………..

BIO DATA RESPONDEN

Nama : ……….L / K

Alamat :………..

Pendidikan :………..

Pekerjaan :………..

Umur : ………tahun

Suku / Bangsa :………..

Kajian ini adalah mengenai 139ocial daya tarik yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan di Pematang raya Paska pemindahan ibu kota Kabupaten Simalungun. Kawasan yang menjadi obyek penelitian adalah 3 (tiga) Kelurahan yaitu: Nagori Dalig Raya, Nagori Pamatang Raya dan Nagori Sondi Raya..

Bpk/Ibu responden dipersilakan menjawab pertanyaan berikut :

1. Sebelum anda membeli atau menempati lahan ini, apakah jenis penggunaan lahan sebelumnya :

a. Permukiman b. Tanah Kosong

c. Ladang/Kebun Campuran d. Perkantoran

e. Pertokoan/ ruko f. Lainnya

2. Sudah berapa lama anda tinggal/menempati/berusaha di tempat ini : a. 0 – 5 tahun

b. 5 – 10 tahun c. 10 – 15 tahun d. Lebih dari 15 tahun No.


(4)

3. Apakah yang anda ketahui tentang pembangunan di Pematang raya : a. Pembangunan kantor pemerintahan kab. Simalungun

b. Pembangunan pasar tradisional c. Pembangunan jalan arteri d. Pembangunan kantor polisi e. Pembangunan ruko

f. Pembangunan perumahan baru g. Pembangunan bandara perintis

4. Bagaimana asal usul anda menempati kawasan di Pematang Raya ini ? a. Sejak kecil disini

b. Ikut orang tua

c. Pindahan karena dinas

d. Pindahan karena mencari pekerjaan baru e. Kontrak tinggal

f. Menetap sementara g. Penglaju dan lain-lain

5. Menurut anda baik atau burukkah pembangunan pusat pemerintahan jika ditinjau dari penataan lahan kota di wilayah kajian ini?

a. Baik sekali b. Baik c. Cukup baik d. Cukup buruk e. Buruk

6. Apa alasan anda membuka usaha komersial disini : a. Satu-satunya sumber penghasilan

b. Anjuran pemerintah

c. Melihat adanya pasar pembeli d. Ikut tetangga

e. Tambahan penghasilan

7. Menurut anda bagaimanakah prospek pengembangan kawasan dengan dibangunnya pusat pemerintahan di Pamatang Raya?

a. Berkembang

b. Kurang berkembang karena fasilitas lain belum terbangun c. Kurang berkembang karena penduduk masih sedikit d. Kurang berkembang karena masyarakat belum modern e. Kurang berkembang karena pegawai masih tinggal di Siantar f. Kurang berkembang karena fasilitas sekolah kurang

g. Kurang berkembang karena tak ada daya tarik lokal kurang h. Kurang berkembang karena relatif masih dekat Siantar


(5)

8. Apakah anda memiliki perijinan berusaha komersil di lahan ini : a. YA

b. Tidak

9. Jika anda tidak memiliki perijinan, Apa kendala anda dalam mengurus perijinan?

a. Mahal

b. Berbelit-belit dan/atau lama c. Tidak transparan

d. Lainya, sebutkan ………..

10.Manakah lokasi lahan yang cukup menarik bagi anda a. Dekat dengan jalan

b. Dekat jalan dan pusat pendidikan c. Dekat jalan dan pusat perdagangan d. Dekat jalan dan tempat kerja e. Dekat jalan dan kantor pemerintah

11.Kegiatan masyarakat lokal apakah yang menarik bagi anda di kawasan ini? a. Kegiatan berdagang sayur

b. Kegiatan berjualan hewan

c. Kegiatan berdagang kedai sampah d. Kegiatan bertanam kopi

e. Kegiatan bertanam ladang

f. Kegiatan lain, sebutkan ……….. 12.Sepanjang pengalaman anda apakah yang menjadi andalan potensi Pamatang

Raya dalam hal pembangunan ?

a. Kota besar pertama di kawasan simalungun b. Kebun kopi yang luas

c. Masyarakat yang homogen

d. Lahan yang cukup baik dan subur untuk ladang e. Lokasi di persimpangan beberapa kecamatan f. Punya pasar tradisional dengan tradisi pekan

13.Menurut anda daya tarik potensi apakah yang paling kuat dalam membangun perekonomian Pematang Raya?

a. Lahan ladang yang masih luas dan subur b. Pasar tradisional dengan tradisi pekanan c. Jalan raya yang dibangun mencapai pedesaan d. Adanya aksesibilitas angkutan umum yang baik e. Potensi 141ocial budaya SDM masyarakat sekitar

f. Penetapan pematang raya sebagai Ibu Kota Kabupaten Simalungun g. Tersedianya sarana dan prasarana dasar yang memadai


(6)

14.Bagaimana pendapat anda mengenai perkembangan pembangunan di tepian jalan utama?

a. Tidak cukup cepat berkembang b. Dikuasai oleh pendatang

c. Tatanannya mengelompok belum merata

d. Terjadi perubahan pemukiman menjadi pertokoan e. Harga lahan menjadi naik

15.Apa kendala pembangunan Pematang raya menurut anda ?

a. Aturan penataan lahan, bangunan sehingga merata pembangunan b. Jalan yang belum menjangkau desa

c. Kemampuan SDM penduduk yang rendah

d. Pematang Raya hany asebagai transit PNS tidak menetap e. Pembangunan hanya di kantor Kabupaten

f. Kurangnya investor karena daya tarik rendah

16.Apakah manfaat kebaikan dengan adanya alih fungsi lahan di pematang raya ? a. Timbulnya lapangan usaha baru

b. Menarik pekerja dari luar daerah c. Mendorong pembangunan infrastruktur d. Mendorong perkembangan bangunan baru

e. Menambah minat pendatang tinggal di Pematang raya 17.Apakah keburukan dari adanya alih fungsi lahan di Pematang Raya?

a. Tata ruang kota menjadi tidak teratur b. Tidak terkendali mengakibatkan kumuh c. Sarana dan prasarana tidak mendukung

d. Perkembangan arah pembangunan kota menjadi tidak terkendali e. Terjadi aglomerasi / pemusatan pusat ekonomi

f. Berkurangnya usaha industri pertanian

g. Terjadi perubahan sosial budaya konsumerisme

Terima kasih atas partisipasi anda menjawab kuisioner ini. Hotbinson Damanik, ST