Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan Dari Fraksi n-Heksana Tumbuhan Paku Nephrolepis Falcata (Cav.) C. Chr.

(1)

ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI

FRAKSI n-HEKSANA TUMBUHAN PAKU

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

SKRIPSI

SITI ZAMILATUL AZKIYAH 109102000022

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2013


(2)

ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI

FRAKSI n-HEKSANA TUMBUHAN PAKU

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SITI ZAMILATUL AZKIYAH 109102000022

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2013


(3)

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Siti Zamilatul Azkiyah NIM : 109102000022

Tandatangan : Tanggal :


(4)

Skripsi ini diajukan oleh:

NAMA : SITI ZAMILATUL AZKIYAH

NIM : 109102000022

JUDUL : Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan Dari Fraksi n-Heksana

Tumbuhan Paku Nephrolepis Falcata (Cav.) C. Chr.

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Ismiarni Komala M.Sc., P.hD., Apt Puteri Amelia M. Farm, Apt NIP:197806302006042001 NIP:198012042011012004

Mengetahui

Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(5)

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Siti Zamilatul Azkiyah

NIM : 109102000022

Program Studi : Farmasi

Judul : Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan Dari Fraksi n-Heksana

Tumbuhan Paku Nephrolepis Falcata (Cav.) C. Chr.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Ismiarni Komala M.Sc., P.hD., Apt ( )

Pembimbing II : Puteri Amelia M. Farm, Apt ( )

Penguji I : Prof. Dr Atiek Soemiati M. Si., Apt ( )

Penguji II : Eka Putri M. Si., Apt ( )

Ditetapkan di : Ciputat


(6)

Nama : Siti Zamilatul Azkiyah Program studi : Farmasi

Judul : Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan Dari Fraksi n-Heksana

Tumbuhan Paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

Antioksidan adalah zat yang dalam konsentrasi kecil dapat secara signifikan menghambat atau mencegah oksidasi substrat. Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antioksidan adalah Pakis. Pakis dilaporkan memiliki aktivitas farmakologi sebagai antiimflamasi, antioksidan, anti-bakteri, inhibitor tirosinase dan sitotoksik. Dalam penelitian sebelumnya, ekstrak etanol dari pakis di Indonesia, Nephrolepis falcata telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan. Genus Nephrolepis diketahui mengandung flavonoid, terpenoid, fenolik dan xanton. Studi pendahuluan pada aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa fraksi n-heksana dan etil asetat aktif dalam menangkal radikal bebas dari 2,2-Diphenyl-1-pikrilhidrazil (DPPH). Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menentukan struktur senyawa dari ekstrak n-heksana Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidannya. Pemurnian ekstrak n-heksana dengan menggunakan teknik kromatografi menyebabkan terisolasinya senyawa aktif antioksidan yang berupa golongan asam lemak. Isolat

asam lemak tersebut memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 adalah

38,701µg / mL. Spektrum UV-Vis dari isolat aktif menunjukkan serapan pada

λmax 293 dan 221 nm. Spektra inframerah (KBR) menunjukkan serapan pada

3446,17 cm-1 (OH), 2923,56 cm-1 (CH-alifatik), 1646,91 cm-1 (C = O). LC-MS

spektrum memberikan puncak dengan waktu retensi 6,7 menit dan menunjukkan puncak dasar pada m / z 371.569.


(7)

Name : Siti Zamilatul Azkiyah Program study : Pharmacy

Title : Isolation of active Antioxidant compound from n-Hexane

fraction of Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

Antioxidant is a substance which in small concentrations can significantly inhibit or prevent the oxidation of the substrate. One plant is efficacious as an antioxidant is Ferns. Ferns was reported to have pharmacological activity as antiimflamasi,

antioxidant, anti-bacterial, tyrosinase inhibitors and cytotoxic. In the previous

study, ethanol extract of the Indonesian fern Nephrolepis falcata has been reported to have antioxidant activity. Nephrolepis genus is known to contain flavonoids, terpenoids, phenolic and xanton. Preliminary study on the antioxidant activity showed that n-hexane and ethyl acetate fraction were active in scavenging free radical of 2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl (DPPH). This research is intended to isolate, and structure elucidate of compounds from n-hexane extract of Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr that are responsible for its antioxidant activity. Purification of n-hexane extract by using chromatographic technique led to isolation of an active antioxidant compound which was assigned as fatty acid. The

isolate fatty acid has antioxidant activity with the IC50 value is 38,701µg / mL.

UV-Vis spectrum of the active isolate showed absorption at λmax 293 and 221

nm. Infrared spectra (KBR) showed absorption at 3446,17 cm-1 (OH), 2923,56

cm-1 (CH-aliphatic), 1646,91 cm-1 (C=O). LC-MS spectra gave a peak with

retention time at 6,7 minutes and showed base peak at m/z 371,569.


(8)

AssalamualaikumWr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan petunjuk, rizki, iman, islam, dan dengan kekuatan dari-Nya sehingga tugas akhir ini dapat kami selesaikan. Shalawat serta salam semoga tersampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabatnya dan pengikutnya yang senantiasa bershalawat atas dirinya.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada program studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ismiarni Komala, M. Sc., Apt., P.hD., selaku pembimbing pertama dan

Ibu Puteri Amelia, M. Farm., Apt., selaku pembimbing kedua, terimakasih atas waktu, tenaga dan pikiran yang diberikan dalam proses penelitian dan penyelesain tugas akhir kami ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu mendapat imbalan yang lebih baik dari sisi-Nya.

2. Prof. Dr. (hc) dr. MK. Tadjuddin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt, selaku Ketua Program Studi Farmasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Kedua Orangtua kami, ayahanda Abdul Karim dan ibunda Azdawati, semoga

amalan dan jerih payah keduanya diberikan balasan yang lebih baik dari sisi-Nya. Serta kakak dan adik-adik, Kiki, Khalila, Zakka dan Vina, yang senantiasa memberikan semangat dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.


(9)

program studi farmasi angkatan 2009.

6. Seluruh pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas semua bantuan yang telah diberikan kepada kami. Kami menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dunia kefarmasian.

Ciputat, Juli 2013 Penulis


(10)

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Siti Zamilatul Azkiyah

NIM : 109102000022

Program studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul

Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan Dari Fraksi n-Heksana

Tumbuhan Paku Nephrolepis Falcata (Cav.) C. Chr.

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal :Juli 2013

Yang menyatakan,


(11)

HALAMAN JUDUL...ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...iii

HALAMAN PENGESAHAN...iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI...v

ABSTRAK...vi

ABSTRACT...vii

KATA PENGANTAR...viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH...ix

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. PERUMUSAN MASALAH ... 3

1.3. TUJUAN PENELITIAN ... 3

1.4. MANFAAT PENELITIAN ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. TUMBUHAN PAKU ... 4

2.2. Nephrolepis falcata ... 7

2.3. ANTIOKSIDAN ... 8

2.4. TEKNIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ... 11


(12)

3.2. BAHAN DAN ALAT ... 25

3.3. PROSEDUR KERJA ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1. PENYIAPAN BAHAN ...36

4.2. EKSTRAKSI...36

4.3. UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK...37

4.4. PENAPISAN FITOKIMIA...38

4.5. HASIL ISOLASI DAN UJI KEMURNIAN SENYAWA ...39

4.6. PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA MURNI...43

4.7. UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT...46

BAB V KESIMPULAN SARAN ... . 47

5.1. KESIMPULAN ... 47

5.2. SARAN ... 47


(13)

Gambar 2.1 Nephrolepis falcata ... 7

Gambar 2.2 Reaksi penghambatan antioksidan primer... 9

Gambar 2.3 Antioksidan bertindak sebagai prooksidan ... 10

Gambar 3.1 KLT 2 Dimensi ... 30

Gambar 3.2 Bagan alur ekstraksi dari daun Nephrolepis falcata... 34


(14)

Tabel 2.1 Penggunaan Tradisional Tumbuhan Paku... 5

Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak daun Nephrolepis falcata ... 37

Tabel 4.2. Hasil uji penapisan fitokimia ... 38

Tabel 4.3. Karakteristik senyawa hasil isolasi ... 43

Tabel 4.4 Tabel spektrum IR senyawa NF.1 ... 45


(15)

Lampiran 1. Hasil Determinasi Nephrolephis Falcata ... 53

Lampiran 2. Uji kromatografi lapis tipis fraksi etil asetat dan n-heksana ... 54

Lampiran 3. Pengujian kualitatif senyawa aktif antioksidan dengan metode DPPH ... 55

Lampiran 4. Profil KLT Senyawa NF.1 ... 56

Lampiran 5. Spektrum UV Senyawa NF.1 ... 57

Lampiran 6. Spektrum IR Senyawa NF.1 ... 58

Lampiran 7. Spektrum 1H-NMR Senyawa NF.1 ... 59

Lampiran 8.Spektrum LC-MS Senyawa NF.1 ... 60

Lampiran 9. Spektrum GC-MS senyawa NF.1 ... 63

Lampiran 10. Spektrum Serapan Larutan DPPH 0,1mM Dalam Metanol ... 65


(16)

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara yang kaya akan berbagai keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat atau bahan baku obat. Di dunia terdapat 119 senyawa yang digunakan sebagai obat yang berasal dari 90 spesies tumbuhan, dimana 77%-nya ditemukan sebagai hasil penelitian tumbuhan yang didasarkan pemakaiannya secara tradisional (Cordell, 2000). Hal tersebut menunjukkan besarnya peran dan potensi bahan alam dalam proses pencarian dan pengembangan bahan obat.

Tumbuhan dapat menjadi sumber penyedia senyawa yang memiliki berbagai aktivitas farmakologis karena adanya kandungan metabolit sekunder di dalamnya. Metabolit sekunder telah diketahui dapat memberikan arti penting dalam proses kehidupan tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder tersebut biasanya memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri dari serangan bakteri, jamur, ataupun serangan makhluk hidup lainnya. Contoh senyawa metabolit sekunder antara lain adalah alkaloid, kumarin, flavonoid, dll (Vickery, 1980). Aktivitas farmakologi ditentukan pula oleh struktur kimia senyawa. Unit struktur atau gugus molekul mempengaruhi aktivitas biologi karena berkaitan dengan mekanisme kerja senyawa terhadap reseptor di dalam tubuh (Lisdawati, et al., 2007).

Tumbuhan paku (Pterydophyta) merupakan divisio tumbuhan yang telah memiliki sistem pembuluh sejati, tetapi tidak menghasilkan biji untuk reproduksinya. Diperkirakan sekitar 11.000 spesies tumbuhan paku yang tersebar diseluruh dunia. Tumbuhan paku banyak ditemui di tempat yang hangat, lembab, disekitar daerah tropis. Sampai saat ini tumbuhan paku dianggap tidak memberi arti terlalu penting secara ekonomis, tetapi tumbuhan paku sering dimanfaatkan sebagai tumbuhan hias.

Studi fitokimia yang dilakukan terhadap tumbuhan paku menunjukkan bahwa tumbuhan paku memiliki potensi sebagai tanaman yang memiliki


(17)

aktivitas farmakologis. Sebelumnya juga telah dilaporkan beberapa kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan paku antara lain, senyawa golongan flavonoid, terpenoid, senyawa fenol, xanton (Soeder, 1985). Pada beberapa tumbuhan paku telah dilaporkan memiliki aktivitas farmakologis antara lain sebagai antiimflamasi dan antinosiseptis (Zakaria, et al., 2006) antioksidan, anti bakteri, penghambat tirosinase dan sitotoksik (Lai, et al., 2009, 2010, Kandamashy, et al., 2008).

Nephrolepis falcata merupakan jenis tumbuhan paku yang mudah ditemukan di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Dari sekian banyak spesies tumbuhan paku yang tersebar di dunia, belum ditemukan penelitian sebelumnya terhadap spesies ini. Oleh karena itu, tumbuhan ini termasuk tanaman yang menarik untuk dilakukan penelitian terhadap kandungan kimia dan aktivitas farmakologisnya.

Berdasarkan penelusuran literatur, telah diketahui bahwa beberapa tumbuhan paku memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat dalam pengobatan berbagai penyakit. Antioksidan dalam arti biologis adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh (Winarsi, 2007). Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh. Kondisi tersebut terutama untuk menjaga integritas dan berfungsinya membran lipid, protein sel dan asam nukleat serta mengontrol transduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun (Meydani, et al., 1995). Pada penelitian sebelumnya (Komala, 2012) telah dilaporkan bahwa ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata memiliki aktivitas antioksidan

dengan IC50 31,72 µg/mL. Oleh karena itu, perlu dilakukan isolasi dan uji

aktivitas senyawa aktif sebagai antioksidan pada ekstrak n-heksana daun Nephrolepis falcata menggunakan metode penangkal radikal bebas DPPH

(DPPH free radical scavenging effect). DPPH


(18)

bebas yang stabil dan sering digunakan untuk menguji seberapa besar kapasitas ekstrak dan senyawa murni dalam menyerap radikal bebas. Senyawa murni yang diperoleh dari isolasi daun tamanan tersebut, akan

diidentifikasi dengan UV-Vis (Ultraviolet Visible), FTIR (Fourier

transform infrared), MS (Mass Spectrometry), dan NMR (Nuclear Magnetic Resonance).

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang timbul adalah apakah kandungan metabolit sekunder yang terdapat di dalam fraksi n-heksana Nephrolepis falcata menyebabkan ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidan.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui senyawa aktif antioksidan dari fraksi n-heksana tumbuhan

paku Nephrolepis falcata.

b. Menentukan komponen kimia dari senyawa murni hasil isolasi yang

diduga memiliki aktivitas antioksidan dari tumbuhan paku Nephrolepis falcata.

c. Mengidentifikasi aktivitas antioksidan dari senyawa hasil isolasi.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai aktivitas antioksidan dari ekstrak n-heksana daun Nephrolepis falcata. Mengingat kandungan tanaman ini belum pernah diteliti sebelumnya, diharapkan ditemukan senyawa baru yang nantinya mungkin didapatkan akan memperkaya pengetahuan dalam bidang kimia bahan alam. Uji aktivitas biologi yang dilakukan pada penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan dunia kesehatan.


(19)

2.1 TUMBUHAN PAKU

Secara taksonomi tmbuhan paku berada diantara tumbuhan tingkat tinggi (gymnosperma dan angiosperma) dan tumbuhan lumut (bryophyte). Berbeda dengan alga dan lumut, tumbuhan paku telah memiliki jaringan pengangkut seperti xilem dan floem tetapi tidak menghasilkan biji untuk reproduksi seksualnya (Pooja, 2004).

2.1.1 Habitat Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku dapat tumbuh pada berbagai jenis habitat. Tumbuhan paku termasuk jenis tumbuhan teresterial dan akan banyak ditempat lembab dan tertutup (Pooja, 2004).

2.1.2 Distribusi Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku dapat ditemukan pada dataran rendah daerah tropis sampai lingkungan dibawah pegunungan, begitu juga didaerah sub tropis dan bagian selatan hemister hutan sedang. Biasa terdapat pada hutan lembab di daerah Karibia. Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Asia dan Papua nugini, Pulau Oseania dan Selandia baru (Large and braggins, 2004).

2.1.3 Siklus Hidup Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku memiliki siklus hidup yang kompleks. Daun tumbuhan paku yang biasa kita lihat menghasilkan spora dalam bentuk bungkusan kecil yang biasa disebut sporangia. Tumbuhan ini disebut fase sporofit karena menghasilkan spora. Spora merupakan diplois, dan tiap sel mengandung 2 set kromosom didalam inti. Spora akan berkecambah menjadi tumbuhan hijau yang baru yang kecil, tipis dan berbentuk hati. Spora yang telah tumbuh disebut sebagai gametofit dan akan memproduksi organ seksual. Semua sel dan gametofit merupakan haploid yang berkecambah dengan cepat


(20)

dan membutuhkan air untuk berenang menuju telur, sehingga gametofit harus hidup dalam lingkungan yang lembab.

Pembuahan sperma dan telur akan menghasikan zigot, dimana zigot itu sendiri sekarang sudah diploid. Zigot selanjutnya menjadi bentuk sporofit yang baru (Large and Braggins. 2004).

2.1.4 Penggunaan Tradisional Tumbuhan Paku

Terdapat beberapa tumbuhan paku yang dapat digunakan dalam pengobatan secara tradisional antara lain seperti terlihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penggunaan Tradisional Tumbuhan Paku (Ho, R. et al., 2011)

Nama Tumbuhan Kegunaan sebagai obat

Acrostichum aureum (Pteridaceae)

Sinus , sakit tenggorokan, untuk kehamilan yang sehat,

sembelit, obat penurun panas, nyeri dada, luka

Adiantum ceneatum Penghilang rasa sakit

Adiantum capillus-veneris

Di Peru : Bronkhitis dan batuk Di Yunani: Dermatitis dan Cystitis

Adiantum incisum Antitusif, antidiabetes

Adiantum lunulatum Kontrasepsi

Cheilantes farinosa Gangguan inflamasi pada kulit

Asplenium indicum Gonorrhoea

Asplenium lacinatum Leukorea

Asplenium nidus Antipiretik pengobatan


(21)

Asplenium polydon Antikanker

Asplenium trichomonas Antitusif, laksatif, ekspektorant

Blechnum oscidentale Antiimflamasi, infeksi saluran

urin Blechnum orientale

Di tahiti : tonik

Di Himalaya : Antihelmentik, hepatitis dan thipoid

Alsophila costularis Pengobatan hepatitis

Chytea affinis Homeostatik

Chytea medullaris Homeostatik

Davalia fijinensis Pengobatan patah tulang

Equisetum ramosissimum Meningkatkan fertilitas wanita

Polistichum pungens Pengobatan luka

Dicranopteris linearis

India : Pengobatan sterilitas Kumaun, Himalaya: Laksatif, asma, dan infertilitas pada wanita

Gliechenia linearis Pengobatan gonorrhoea dan

hernia


(22)

2.2 Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. 2.2.1 Taksonomi

Tanaman Nephrolepis falcata secara taksonomi mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Smith, 2006) :

Kingdom : Plantae

Division : Pteredophyta

Class : Polypodiopsida = Filicopsida

Orde : Polypodiales

Famili : Davalliaceae

Genus : Nephrolepis

Species : Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

Gambar 2.1. Nephrolepis falcata (sumber: koleksi pribadi, 2013)

2.2.2 Deskripsi Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. tumbuh teresterial di tempat terbuka pada ketinggian 110 m dpl. Akarnya serabut dan bagian batangnya tegak, agak kecil, dan berimpang. Daun majemuk, duduk anak daun berhadapan yang letaknya agak berselang-seling, ujung melengkung, tepi rata, panjangnya 6-9 cm, dan lebar 12-16 cm, tangkai daun rapat dan pada permukaan terdapat


(23)

indumentum yang berwarna coklat tua. Sorus terletak berderet di tepi anak daun bagian bawah dan berbentuk bulat (Kinho, 2009)

2.2.3 Penggunaan Tradisional

Belum ditemukan informasi mengenai penggunaan tradisional dari Nephrolepis falcata. Tetapi spesies lain dari genus ini yaitu Nephrolepis bisserata digunakan sebagai obat luka di NW Guyana (Roberts, 2004). Nephrolepis auriculata digunakan untuk membuat perangkap burung di sawah India (Srivastava, 2004). Di India Nephrolepis cardifolia memiliki aktivitas antibakteri dan digunakan untuk mengobati batuk rematik dan sesak nafas, hidung tersumbat dan kehilangan selera makan (Benjamin dan Manickam, 2007).

2.2.4 Kandungan Kimia dan aktivitas biologi

Belum ditemukan penelitian sebelumnya yang mempublikasikan kandungan kimia dan aktivitas biologis dari Nephrolepis falcata, tetapi dari spesies lain Nephrolepis bisserata diketahui bahwa tumbuhan ini mengandung senyawa sesquiterpenoid tipe drimane (Siems, 1996).

2.3 ANTIOKSIDAN

Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang dapat mendonorkan satu atau lebih atom hidrogen. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi (Schuler, 1990). Senyawa antioksidan biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh senyawa radikal bebas. Zat oksidan atau lebih dikenal senyawa radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil (mempunyai satu atau lebih elektron tanpa pasangan), sehingga untuk memperoleh pasangan elektron senyawa ini sangat reaktif dan merusak jaringan. Dengan adanya senyawa antioksidan, oksidan atau senyawa radikal bebas yang tadinya sangat tidak stabil dan bersifat merusak sel tubuh dapat menjadi stabil dan kerusakan sel tubuh dapat dicegah.


(24)

Radikal bebas dipercaya berkontribusi banyak pada penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit kronis dan hubungannya dengan proses penuaan. Beberapa penyakit yang dapat timbul karena adanya radikal bebas antara lain kanker, atherosclerosis termasuk penyakit serangan jantung koroner, stroke, arthritis, Parkinson, Alzheimer, katarak, serta berbagai kasus penuaan dini. Reaksi pembentukan radikal bebas merupakan mekanisme biokimia tubuh normal. Radikal bebas umumnya hanya bersifat perantara yang dapat dengan cepat diubah menjadi substansi yang tidak lagi membahayakan tubuh. Tetapi jika radikal bebas berada dalam jumlah berlebihan sementara jumlah antioksidan seluler tetap atau lebih sedikit, maka kelebihannya tidak bisa dinetralkan dan berakibat pada kerusakan sel.

Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk yang lebih stabil (Gordon, 1990).

Inisiasi : R* + AH  RH + A*

Propagasi : ROO* + AH  ROOH + A*

Gambar 2.2 Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990)

Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 2.2). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup


(25)

energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990).

Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji.

AH + O2  A* + HOO*

AH + ROOH  RO* + H2O + A

Gambar 2.3. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon, 1990)

Protein dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal bebas daripada polyunsaturated fatty acid (PUFA), sehingga kecil kemungkinan dalam terjadinya reaksi berantai yang cepat. Serangan radikal bebas terhadap protein sangat jarang kecuali bila sangat ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika radikal tersebut mampu berakumulasi (jarang pada sel normal), atau bila kerusakannya terfokus pada daerah tertentu dalam protein. Salah satu penyebab kerusakan terfokus adalah jika protein berikatan dengan ion logam transisi ( Droge, 2002 ).

Seperti pada protein, kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada susunan molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti pada radiasi biologis ( Allen, et al, 2000)..

Berdasarkan sumbernya antioksidan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Antioksidan sintetik yang umumnya digunakan dalam produk pangan antara lain PG (propil galat), TBHQ (tert-butylhydroxyquinone), BHA (butylated hydroxyanisole), BHT (butylated hydroxytoluene).


(26)

Antioksidan alami banyak terdapat dalam tanaman pada seluruh bagian dari tanaman seperti akar, daun, bunga, biji, batang dan sebagainya. Senyawa-senyawa yang umumnya terkandung dalam antioksidan alami adalah fenol, polifenol, dan yang paling umum adalah flavonoid (flavonol, isoflavon, flavon, katekin, flavonon), turunan asam sinamat, tokoferol, dan asam organik polifungsi (Pratt, et al., 1990).

Pada metode DPPH free radical scavenging activity, DPPH (1,1

diphenyl2picrylhydrazil) digunakan sebagai model radikal bebas

(Hatano, et al., 1988). Jika senyawa ini masuk dalam tubuh manusia dan tidak terkendalikan dapat menyebabkan kerusakan fungsi sel. Dalam pengujian,

inkubasi pada suhu 37 0C dimaksudkan untuk mengoptimalkan aktivitas

DPPH.

Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50

(Inhibition Concentration). IC50 adalah bilangan yang menunjukkan

konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%.

Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara

spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai

IC50 kurang dari 0,05 mg/mL, kuat untuk IC50 antara 0,05-0,1 mg/mL, sedang

jika IC50 bernilai 0,101–0,150 mg/mL dan lemah jika IC50 bernilai 0,151 –

0,200 mg/mL.

2.4 TEKNIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA

2.4.1 Tinjauan Tentang Ekstraksi

2.4.1.1Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau cairan. Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut. Terjadi kontak antar muka bahan dan pelarut sehingga pada bidang muka terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur dengan pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan


(27)

terjadi keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan diluar bahan (Bernasconi, et al., 1995).

Penggunaan metode ekstraksi yang dilakukan bergantung pada beberapa faktor, yaitu tujuan dilakukan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat komponen yang akan diekstraksi, dan sifat-sifat pelarut yang akan digunakan (Hougton dan Raman, 1998). Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan adalah ekstraksi dengan pelarut, distilasi, super critical fluid extraction (SFE), pengepresan mekanik, dan sublimasi. Metode ekstraksi yang banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi dengan pelarut. Proses ekstraksi dipengaruhi oleh lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Semakin dekat tingkat kepolaran pelarut dengan komponen yang diekstrak, semakin sempurna proses ekstraksi.

Bernasconi, et al., (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tunggal adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak dihubungkan satu kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan diolah akan larut dalam bahan pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan. Metode ekstraksi tunggal mempunyai kekurangan yaitu rendemennya rendah. Sedangkan ekstraksi multi tahap, bahan yang akan diekstrak dihubungkan beberapa kali dengan bahan pelarut yang baru dalam jumlah yang sama besar. Setelah melalui beberapa kali pencampuran dan pemisahan maka didapatkan berbagai ekstrak dengan rendemen yang lebih tinggi daripada ekstraksi tunggal.

Jumlah pelarut berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal (Susanto, 1999).

2.4.1.2 Pengertian dan Metode Pembuatan ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut disiapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian


(28)

hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI, 1995). Terdapat beberapa metode ekstraksi, yaitu:

1) Cara Dingin

 Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat, dan seterusnya.

 Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) (Depkes RI, 2000)

2) Cara Panas

 Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendinginan balik (Depkes RI, 2000).

 Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur

yang lebih tinggi dari temperatur kamar yaitu pada 40-500C


(29)

 Dekok

Dekok adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur terukur

900C selama 30 menit.

 Infus

Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,

temperatur terukur 900C) selama 15 menit (Depkes RI, 2000).

 Sokletasi

Sokletasi adalah metode ekstraksi untuk bahan yang tahan pemanasan dengan cara meletakkan bahan yang akan diekstraksi dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas saring) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinu (Voigt, 1995)

2.4.2 Metode Identifikasi Senyawa dan Penentuan Strukur

Suatu senyawa murni hasil isolasi akan diidentifikasi secara kimia, fisika dan dengan spektroskopi. Diantara metode identifikasi dan elusidasi struktur yang diperoleh dapat dilakukan dengan metoda standar yang sudah dikenal untuk menentukan senyawa kimia dan termasuk derivatnya antara lain dengan metoda spektroskopi dan metoda kromatografi (Silverstein, 1991).

2.4.2.1 Spektroskopi

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi energi cahaya dan materi. Tekhnik spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak diketahui dan untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui (Fessenden, 1986).

a) Spektroskopi Ultraviolet-Cahaya Tampak (UV-Visible)

Spekrtoskopi UV-Visible memiliki radiasi pada panjang gelombang 200-700 nm yang dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron


(30)

pada ikatan di dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam ikatan molekul, semakin panjang gelombang radiasi yang diserap (Watson, 2009).

Radiasi di daerah UV-Visibel diserap melalui eksitasi elektron-elektron yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara atom-atom pembentuk molekul sehingga awan elektron menahan atom-atom bersama-sama mendistribusikan kembali atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati oleh elektron-elektron pengikat tidak lagi bertumpang tindih. Radiasi UV panjang gelombang pendek <150 nm (>8,3 Ev ) dapat menyebabkan putusnya ikatan paling kuat di dalam molekul organik sehingga sangat membahayakan organisme hidup (Watson, 2009).

b) Spektrofotometri Inframerah

Spektrofotometri inframerah memiliki rentang radiasi elektromagnetik

berkisar 400 cm-1 dan 4000 cm-1 (2500 dan 20000 nm) dilewatkan pada suatu

sampel diserap oleh ikatan-ikatan molekul di dalam sampel sehingga molekul di dalam sampel tersebut meregang dan menekuk. Panjang gelombang radiasi yang diserap merupakan ciri khas ikatan yang menyerapnya (Watson, 2009).

Daerah pada spektrum inframerah diatas 1200 cm-1 menunjukkan pita

spektrum atau puncak yang disebabkan oleh getaran ikatan kimia atau gugus

fungsi dalam molekul yang telah ditelaah. Daerah dibawah 1200 cm-1

menunjukkan pita yang disebabkan oleh getaran seluruh molekul, dan karena kerumitannya dikenal sebagai daerah sidik jari. Intensitas berbagai pita direkam secara subjektif pada skala sederhana: kuat, menengah atau lemah (Harborne, 1987).

Banyak gugus fungsi dapat diidentifikasikan dengan menggunakan Spektroskpi inframerah karena cara ini merupakan yang paling sederhana dan dapat diandalkan untuk menentukan golongan senyawa.


(31)

c) Spektrofotometer massa

Suatu spektrofotometer massa bekerja dengan membangkitkan molekul-molekul bermuatan atau fragmen-fragmen molekul-molekul baik dalam keadaan sangat hampa atau segera sebelum sampel memasuki ruangan sangat hampa. Molekul terionisasi harus dibangkitkan dalam fase gas. Sewaktu muatan sudah bermuatan dan berada dalam fase gas, molekul-molekul tersebut dapat dimanipulasi dengan penerapan medan listrik atau medan magnet agar dapat menentukan bobot molekulnya dan bobot molekul semua fragmen yang dihasilkan dari pemecah molekul (Watson, 2009).

Kromatografi gas - spektrometri massa merupakan kombinasi pemisahan antara kromatografi gas menggunakan deteksi spektrofotometri massa. Kromatografi gas dihubungkan dengan spektrofotometri massa melalui suatu separator jet dengan eluen kolom dilewatkan melalui celah yang sangat sempit diantara dua jet dan gas pembawa yang sangat mudah berdifusi sebagian besar dihilangkan (Watson, 2009).

d) Resonansi Magnetik Inti

Radiasi pada daerah frekuensi radio digunakan untuk mengeksitasi atom-atom, biasanya proton-proton atau atom-atom karbon-13, sehingga spinnya berubah dari sejajar menjadi sejajar melawan medan magnet yang digunakan. Rentang frekuensi yang dibutuhkan untuk eksitasi dan pola-pola pembagian kompleks yang dihasilkan sangat khas pada struktur kimia molekul tersebut (Watson, 2009).

RMI proton (IH) adalah bentuk RMI yang paling banyak digunakan

karena kepekaanya dan banyaknya informasi struktur yang dihasilkan. Serapan atau frekuensi resonansi yang pasti pada suatu proton bergantung pada lingkungannya (Watson, 2009).

2.4.2.2 Kromatografi

Kromatografi adalah teknik pemisahan suatu campuran berdasarkan perbedaan migrasi analit diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase


(32)

geraknya, dimana fase diam merupakan zat padat dan fase gerak merupakan zat cair atau gas (Sudjadi, 1985).

Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi komponen-komponen dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan sifat fisik komponen-komponen yang akan dipisahkan. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase, yaitu fase diam (stationer) dan fase gerak (mobile).

Adrianingsih (2009) menyatakan bahwa persyaratan utama kromatografi adalah :

1. Ada fase diam dan fase gerak. Fase diam tidak boleh bereaksi

dengan fase gerak.

2. Komponen sampel harus larut dalam fase gerak dan berinteraksi

dengan fase diam.

3. Fase gerak harus bisa mengalir melewati fase diam, sedangkan fase

diam harus terikat kuat di posisinya.

Jenis – jenis kromatografi antara lain :

a) Kromatografi lapis tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode pemisahan fisika, kimia dan kromatografi cair paling sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca atau plat aluminium yang dilapisi silika gel dan menggunakan pelarut tertentu (Harborne, 1987). Pemisahan senyawa yang sangat berbeda kepolarannya seperti senyawa organik alam dengan senyawa organik sintetik, kompleks organik-organik dan ion anorganik dapat menggunakan kromatografi laps tipis.

KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium atau plat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini adalah bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).

Pemisahan pada KLT akan optimal jika sampel ditotolkan dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Setelah sampel ditotolkan pada lempeng KLT, tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut


(33)

dalam suatu bejana kromatografi (chamber yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan fase gerak). Selama proses pengembangan, bejana kromatografi harus tertutup rapat. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler.

Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Setelah lempeng terelusi, dilakukan deteksi bercak (Gandjar dan Rohman, 2007). Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai Retardation factor (Rf). Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007). KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).

KLT merupakan teknik yang benar-benar menguntungkan karena tingkat kesensitifannya sangat besar dan konsekuensinya jumlah sampel lebih sedikit (Brain dan Turner, 1975). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang atau cairan pengelusi akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengambangan secara mekanik (ascending), atau karena pengaruh grafitasi pada pengembang menurun (descending) (Gritter, et al., 1991).

Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut organik yang memiliki tingkat polaritas tertentu, mampu melarutkan senyawa, dan tidak bereaksi dengan adsorban (Gritter, et al., 1991).

Ada beberapa kemungkinan cara mendeteksi senyawa tidak berwarna pada kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan gelombang panjang (365 nm). Pada senyawa yang mempuyai dua ikatan rangkap atau lebih dan senyawa aromatik seperti


(34)

turunan benzena, mempunyai serapan kuat ± di daerah 230-300 nm (stahl, 1985).

Harga Rf (Retardation factor) merupakan parameter karakterristik KLT. Harga Rf didefinisikan sebagai berikut:

Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standar. Harga-harga Rf yang diperoleh hanya berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan (Sastrohamidjojo, 2005).

Nilai Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standar. Nilai-nilai Rf yang diperoleh hanya berlaku untuk

campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan

(Sastrohamidjojo, 2005).

Faktor yang mempengaruhi bercak dan harga Rf dari KLT antara lain struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari fase diam, tebal dan kerataan dari fase diam, derajat kemurnian dari fase gerak, serta derajat kejenuhan uap dalam bejana pengembang yang digunakan. Jika dengan cara tersebut senyawa tidak dapat terdeteksi, maka dipakai reaksi kimia dan metode khas (Stahl, 1985).

Adsorban yang bisa digunakan sebagai fase diam pada kromatografi lapis tipis antara lain:

 Gel silika G

Gel silika G Fase diam ini memiliki ukuran rata-rata partikel 15 µm mengandung lebih kurang 13 % bahan pengikat kalsium sulfat. Gel silika G banyak digunakan dalam banyak pengujian farmakope. Dalam praktik, pelat-pelat komersial dapat digunakan yang mengandung jenis pengikat yang berbeda (Watson, 2009).


(35)

 Gel silika GF254,

Gel silika GF254, merupakan gel silika G dengan penambahan bahan

berfluoresensi. Dalam penggunaan adsorben ini sama dengan pengunaan gel silika G dengan visualisasi dilakukan dibawah cahaya UV (Watson, 2009).

 Perlit mineral

Perlit mineral merupakan adsorben baru yang digunakan untuk

kromatografi lapis tipis. Adsorban ini dibuat dengan mengkonversi SiO2

(70-75%) ke silikat yang larut dengan Na2CO3. Sebuah demonstrasi dari

pemisahan pewarna, asam amino, asam karboksilat, monosakarida dan disakarida, dan ion halida menggunakan lapisan bahan dicampur dengan

CaSO4 dan Na4SiO4 (Gocan, 2002).

 Kieselguhr

Fase diam ini mengandung pengikat kalsium sulfat yang digunakan sebagai penyangga padat untuk fase diam seperti parafin cair yang digunakan dalam analisis minyak lemak (Watson, 2009).

 Magnesium silikat

Fase diam ini hanya digunakan bila adsorben atau penjerap lain tidak dapat digunakan. Nama lain dalam perdagangan dikenal dengan florisil. Florisil adalah endapan silika dan magnesium. Sifat dan aplikasi dari florisil di TLC dan HPLC ditinjau dan dibandingkan dengan adsorben lainnya (Gocan, 2002).

 Selulose

Serbuk selulosa dengan ukuran partikel kurang dari 30 µm. Polaritasnya tinggi dapat digunakan sebagai pemisah secara partisi, baik dengan bentuk kertas maupun bentuk lempeng. Kedua bentuk tersebut masih sering digunakan untuk pemisahan tetrasiklin (Watson, 2009).


(36)

Polaritas fase gerak perlu diperhatikan pada analisa dengan KLT, sebaiknya digunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin. Campuran yang baik memberikan fase-fase bergerak yang mempunyai kekuatan bergerak sedang. Secara umum dikatakan bahwa fase diam yang polar akan mengikat senyawa polar dengan kuat sehingga bahan yang kurang sifat kepolarannya akan bergerak lebih cepat dibandingkan bahan-bahan polar (Gritter, 1991).

Pelarut yang ideal harus melarutkan linarut (senyawa yang dipisahkan) dan harus cukup baik sebagai pelarut yang bersaing dengan daya serap penyerap. Keadaan tersebut mungkin terjadi jika pelarut tidak berproton seperti hidrokarbon, eter dan senyawa karbonil dipakai sebagai pelarut pengembang (Gritter, 1991). Menurut Heinrich, et al., (2004) ada sejumlah keuntungan dari metode ini untuk analisis dan isolasi dari aktivitas biologis produk alam:

1. Biayanya lebih murah dibandingkan dengan metode instrumen dan

membutuhkan sedikit pengetahuan dan pelatihan pada kromatografi.

2. Mudah menaikkan skala dari analisis ke mode preparatif dengan

isolasi cepat dari miligram untuk jumlah gram produk.

3. Fleksibel dalam memilih fase diam dan fase geraknya.

4. Pemisahan dapat dengan mudah dioptimalkan untuk salah satu

komponen dan metodenya cepat.

5. Sampel dalam jumlah besar dapat dianalisis atau dipisahkan secara

bersamaan.

6. pemisahan apapun dapat dicapai dengan fase gerak dan diam yang

sesuai.

b) Kromatografi kolom

Kromatografi kolom termasuk kedalam kromatografi serapan. Metode kromatografi ini digunakan untuk memisahkan senyawa dalam jumlah yang cukup banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Fase gerak dibiarkan mengalir melalui kolom. Aliran tersebut disebabkan oleh adanya gaya berat atau dengan didorong dengan tekanan.


(37)

Pada kromatografi kolom, tabung pemisah diisi penjerap. Penjerap yang biasa digunakan adalah silika gel. Pengisian ini harus dilakukan secara berhati-hati dan merata. Penjerap dapat dikemas dalam tabung dengan cara basah maupun kering (Harborne, 1987).

Kromatografi kolom dengan cara basah, silika gel terlebih dahulu dijenuhkan dengan cairan pengelusi yang akan digunakan. Kemudian dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom secara kontinu sedikit demi sedikit, sambil keran kolom dibuka. Pelarut dialirkan hingga silika gel mampat. Setelah silika gel mampat, pelarut dibiarkan mengalir hingga batas adsorben. Kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan, sampel yang dimasukkan terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut hingga diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom sedikit demi sedikit hingga sampel semua masuk. Selanjutnya kran dibuka dan diatur tetesannya, serta ditambahakan dengan cairan pengelusi. Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi (Gritter, 1991).

Sedangkan cara kering, yaitu dengan memasukkan silika gel ke dalam kolom yang telah diberi kapas sedikit demi sedikit dan diratakan dengan alat pemampat kemudian ditambahkan dengan cairan pengelusi (Gritter, 1991)

2.5 PELARUT

Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain. Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tanaman sangat tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi (Ncube, et al,. 2008). Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah, mudah mengaup pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat, dapat mengawetkan dan tidak mempunyai kemampuan yang dapat menyebabkan ekstrak terbentuk kompleks atau terdisosiasi (Tiwari, et al., 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang akan diekstraksi, laju ekstraksi, keragaman senyawa yang diekstrak, keragaman senyawa yang menghambat komponen senyawa yang


(38)

diekstrak, kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya, toksisitas pelarut dalam proses bioassay, potensial bahaya kesehatan dari ekstraktan (Tiwari, et al., 2011). Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi adalah:

a. Air

Air adalah pelarut universal. Air dapat digunakan untuk mengekstrak produk tanaman dengan aktivitas antimikroba. Meskipun cara ekstraksi tradisional adalah menggunakan air, tetapi ekstrak tanaman dari pelarut organik telah ditemukan dapat pula memberikan aktivitas antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air.

Air juga melarutkan flavonoid (kebanyakan anthocyanin) yang tidak memiliki aktivitas signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air (Tiwari, et al., 2011).

b. Alkohol

Aktivitas yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air. Konsentrasi yang lebih tinggi dari senyawa flavonoid lebih terdeteksi dengan etanol 70% karena polaritasnya yang lebih tinggi daripada etanol murni.

Selain itu, etanol lebih mudah menembus membran sel untuk mengekstrak bahan intraseluler dari bahan tanaman. Metanol lebih polar dibanding etanol, namun karena sifatnya sitotoksik, sehingga tidak cocok untuk ekstraksi. (Tiwari, et al. 2011).

c. Aseton

Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari tanaman. Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air, mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah. Aseton digunakan terutama untuk studi antimikroba yang perlu mengekstraksi banyak senyawa fenolik. (Tiwari, et al., 2011).


(39)

d. Kloroform

Terpenoid lakton diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut dari n-heksana, kloroform dan metanol dengan konsentrasi aktivitas tertinggi dalam fraksi kloroform. Kadang-kadang tanin dan terpenoid akan ditemukan dalam fase polar, tetapi tanin dan terpenoid lebih sering diperoleh dengan pelarut semi polar (Tiwari, et al., 2011).

e. Etil asetat

Etil asetat adalah pelarut yang paling populer dan merupakan pelarut yang penting untuk konsentrasi dan pemurnian antibiotik. Etil asetat juga digunakan sebagai perantara dalam pembuatan berbagai obat. Etil asetat biasanya digunakan untuk mengekstraksi senyawa semi polar.

f. n-heksana

Nama lain dari n-heksana (hexane) adalah kaproil hidrida, metil n-butil

metan dengan rumus molekul CH3(CH2)B4CH3. n-Heksana mempunyai

karakteristik sangat tidak polar, volatil, mempunyai bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul n-heksana adalah 86,2 gram/mol dengan titik leleh -94,3 sampai -95,3°C. Titik didih n-heksana pada tekanan 760 mmHg adalah 66 sampai 71°C (Daintith, 1994).

n-Heksana adalah pelarut yang memiliki banyak kegunaan dalam industri kimia dan makanan, baik dalam bentuk murni atau sebagai komponen dari campuran n-heksana komersial. n-Heksana digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi secara sokletasi yang bertujuan untuk menghilangkan lemak. Ikatan pada n-heksana yang tunggal dan sifat yang kovalen menjadikan n-heksana tidak reaktif sehingga sering digunakan pelarut inert pada reaksi organik.

g. Eter

Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam lemak (Tiwari, et al., 2011).


(40)

3.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium PNA (Pharmaceutical Natural Analysis) dan Laboratorium PHA (Pharmaceutical Halal Analysis) Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Nergeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari 2013 hingga Juni 2013.

3.2. BAHAN DAN ALAT

3.2.1 Bahan Uji

Sampel tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies tumbuhan paku Nephrolepis falcata yang diperoleh di wilayah kampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selanjutnya dideterminasi di herbarium bogoriense LIPI, Cibinong, Bogor.

3.2.2 Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Metanol,

n-heksana, etil asetat, aquades, silika gel 60 F254 (0,063-0,200 mm for

coloumn chromatography). Reagen kimia antara lain: dragendorf, mayer,

wagner, FeCl3, natrium hidroksida, asam asetat, kloroform, lieberman

buchard, asam perklorat dan asam sulfat.

3.2.3 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: ayakan mesh 40, blender, saringan, kipas angin, aluminium foil, plastik, kertas saring, kapas, labu erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, corong, tabung reaksi, kolom kromatografi, batang pengaduk, pipet tetes, seperangkat alat vaccum rotary evaporator, kaca arloji, cawan porselen, spatel, pipa kapiler, vial, plat KLT


(41)

(whatman, 250 µm 20 x 20 cm AL SIL G/UV, Felxible Plates for TLC, Cat No. 4420222, coating silica gel), chamber.

3.2.4 Instrumen

Instrumen yang digunakan antara lain UV-Vis (Ultraviolet Visible),

FTIR (Fourier transform infrared), GC-MS (Gas Chromatography Mass

Spectrometry), LC-MS (Liquid Chromatography Mass Spectrometry), dan

1

H-NMR (Proton Nuclear Magnetic Resonance).

3.3. PROSEDUR KERJA

Isolasi dan penentuan struktur serta pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak aseton dan metanol daun Nephrolepis falcata dilakukan melalui beberapa tahapan yang meliputi :

3.3.1 Penyiapan Simplisia

3.3.2 Ekstraksi daun Nephrolepis falcata dengan cara maserasi bertingkat

3.3.3 Penentuan parameter standar ekstrak dari Nephrolepis falcata

3.3.4 Pengujian kualitatif senyawa aktif antioksidan dengan metode DPPH.

3.3.5 Isolasi senyawa antioksidan dari ekstrak daun tumbuhan Nephrolepis

falcata

3.3.6 Uji Kemurnian Senyawa Aktif Antioksidan

3.3.7 Analisis struktur kimia (elusidasi struktur) dengan UV-VIS, FTIR,

GC-MS, LC-MS dan 1H-RMI.

3.3.8 Penentuan aktivitas antioksidan senyawa hasil isolasi.

3.3.1 Penyiapan Simplisia

Tumbuhan Nephrolepis falcata yang diperoleh dari pekarangan kampus FKIK, UIN Jakarta, diambil dalam keadaan segar lalu dilakukan pencucian. Selanjutnya disortasi basah dengan memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya. Sampel yang telah bersih dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu ruang dengan menggunakan kipas angin. Selanjutnya dilakukan sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing


(42)

seperti bagian-bagian tumbuhan yang tidak diinginkan dan pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Selanjutnya simplisia diblender lalu diayak dengan ayakan mesh no. 40 hingga menjadi serbuk kering.

3.3.2 Ekstraksi Daun Nephrolepis falcata

Serbuk kering daun Nephrolepis falcata diekstraksi secara kontinu dengan terlebih dahulu diekstraksi menggunakan pelarut yang bersifat nonpolar (n-heksana) untuk mengekstraksi senyawa nonpolar, selanjutnya diekstraksi dengan pelarut yang bersifat semipolar yaitu etil asetat, untuk mengekstraksi senyawa semipolar, dan terakhir diekstraksi dengan pelarut yang bersifat polar (metanol) untuk mengekstraksi senyawa polar. Masing-masing tahap ekstraksi dilakukan beberapa kali hingga berwarna jernih. Selanjutnya masing-masing hasil ekstraksi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh, dihitung untuk diketahui hasil rendemennya:

3.3.3 Penentuan parameter standar ekstrak dari Nephrolepis falcata

Skrining fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui macam-macam metabolit sekunder yang terkandung di dalam tanaman Nephrolepis falcata. Metabolit yang diuji keberadaannya yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, fenol, steroid, terpenoid, asam lemak, kumarin dan tanin.


(43)

1. Uji alkaloid

Ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian disaring.

Tes Mayer: filtrat ditambahkan reagen mayer (Potassium Mercuric Iodide). Terjadinya endapan berwarna kuning mengindikasikan adanya senyawa alkaloid (Tiwari, et al., 2011)

Tes Dragendorf: filtrat ditambahkan reagen dragendorf ( Solution of Potassium Bismuth Iodide). Terjadinya endapan berwarna merah mengindikasikan adanya senyawa alkaloid (Tiwari, et al., 2011).

2. Uji flavonoid

Sejumlah Ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air panas, didihkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat ditambahkan serbuk Mg secukupnya, 1 mL asam klorida pekat dan 2 mL etanol. Dikocok kuat dan dibiarkan terpisah. Terbentuk warna merah, kuning atau jingga pada lapisan etanol menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

3. Uji saponin

Tes busa: ekstrak dilarutkan dalam 20 mL aquades, kemudian larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit. Terbentuknya lapisan busa setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Tiwari, et al., 2011).

4. Uji steroid dan terpenoid

Tes Salkowski: ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring. Kemudian ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dan dikocok. Terbentuknya warna kuning emas mengindikasikan adanya senyawa triterpen.

Tes Lieberman Buchard: ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring, ditambahkan beberapa tetes asam asetat anhidrat, kemudian


(44)

dipanaskan dan didinginkan. Ditambahkan beberapa tetes asam sulfat. Terbentuknya cincin coklat mengindikasikan adanya senyawa phytosterol (Tiwari, et al., 2011).

5. Uji Fenol

Ekstrak ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl3. Terbentuknya

warna hitam kebiruan mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari, et al., 2011).

6. Uji Tanin

Tes Gelatin: ke dalam sejumlah ekstrak, ditambahkan larutan gelatin yang mengandung natrium hidroksida. Terbentuknya endapan putih mengindikasikan adanya senyawa tanin (Tiwari, et al., 2011).

7. Uji Kumarin

Sejumlah 0,5 gram ekstrak ditambahkan 2,5 mL kloroform kemudian dipanaskan selama 10 menit selanjutnya didinginkan dan disaring. Filtrat diuapkan kemudian ditambahkan 10 mL air panas lalu didinginkan. Tambahkan 0,5 mL air panas lalu didinginkan. Tambahkan 0,5 mL ammonia 10%. Adanya kumarin ditunjukkan dengan adanya fluoresensi hijau/biru pada sinar UV (365nm).

8. Uji asam lemak

0,5 ml ekstrak dicampur dengan 5ml eter, taruh larutan di atas kertas saring lalu keringkan. Munculnya transparan di atas kertas saring menunjukkan adanya asam lemak (Kumari, et al., 2012)

3.3.4 Pengujian kualitatif senyawa aktif antioksidan dengan metode DPPH

Ekstrak kental yang diperoleh dari masing-masing pelarut, selanjutnya diuji antioksidannya. Langkah pertama, larutkan sedikit masing-masing ekstrak dengan pelarut yang sesuai, kemudian totolkan larutan pada plat KLT


(45)

dan dielusi dengan eluen yang sesuai. Plat hasil elusi dibiarkan kering selama 10 menit dan selanjutnya disemprot dengan larutan DPPH 0,04% dalam metanol. Senyawa yang aktif sebagai antioksidan akan memberikan bercak kuning berlatar ungu (Bernardi, 2007).

3.3.5 Isolasi senyawa antioksidan dari ekstrak daun tumbuhan Nephrolepis

falcata

Isolasi senyawa aktif antioksidan dilakukan dengan metode kromatografi kolom. Sistem kromatografi kolom yang digunakan adalah kromatografi kolom fase normal, dimana fase diamnya adalah silika gel 60 yang bersifat polar dan fase geraknya adalah kombinasi sistem eluen yang memiliki perbandingan tingkat kepolaran yang bervariasi. Inhibisi isolasi dilakukan hingga diperoleh senyawa hasil isolat yang diinginkan dan bebas dari pengotor.

3.3.6 Uji Kemurnian Senyawa Aktif Antioksidan

Uji kemurnian senyawa dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dua dimensi. Dibuat plat KLT dengan bentuk bujur sangkar yang setiap sisinya memiliki ukuran 5 cm. Kemudian isolat dilarutkan dengan n-heksana dan ditotolkan pada salah satu sisi plat dengan pipa kapiler, selanjutnya plat KLT dielusi dengan fase gerak n-heksana dan etil asetat (9:1) dan dibiarkan kering sesaat. Kemudian plat KLT dielusi kembali pada sisi lainnya dengan menggunakan fase gerak yang sama, bercak dilihat dibawah lampu UV 254 nm dan disemprot dengan pereaksi godyns sebagai penampak bercak.


(46)

3.3.7 Analisis Struktur Kimia (elusidasi struktur)

Terhadap isolat yang diperoleh dilakukan identifikasi struktur molekul

dengan cara fisika, KLT, Spektrofotometri UV-Vis (Ultraviolet Visible),

FTIR (Fourier transform infrared), MS (Mass Spectrometry), dan 1H-RMI

(Resonansi Magnetik inti) (Rates, 2001).

1. UV-Vis

Senyawa isolat sebanyak 2 mg dilarutkan dalam 2 mL metanol p.a. Pada alat UV-Vis, terlebih dahulu ditentukan panjang gelombang yang digunakan yaitu 200-800 nm. Baseline pada alat dilakukan dengan menggunakan blanko yaitu metanol. Sampel dimasukkan dan dilihat panjang gelombang maksimum yang diperoleh.

2. FTIR

Senyawa isolat sebanyak 0,5 mg dicampur dengan KBr sebanyak 50 mg dan digerus hingga homogen setelah itu campuran isolat-KBr diletakkan pada sel KBr dan diratakan. Pada alat terlebih dahulu dilakukan baseline dan dengan blanko yang digunakan adalah udara. Sel KBr dimasukkan ke dalam alat dengan lubang mengarah ke sumber radiasi kemudian dilakukan analisis.

3. LC-MS

Senyawa isolat 1 mg ditimbang dan dilarutkan dalam metanol. eluen metanol : air (95:5) lalu diambil 20 µL sampel dan disuntikkan pada LC-MS melalui kolom C-18 (2 x 250 mm, particle size 5µm) dengan kecepatan alir 1 mL/menit

4. GC-MS

Senyawa isolat dilarutkan dengan kloroform. Selanjutnya dinjeksikan ke dalam alat dan diukur dengan alat GC-MS


(47)

5. 1H-RMI

Senyawa isolat sebanyak 5 mg dilarutkan dalam CDCl3 dan dilakukan

analisis dengan 1H-RMI pada frekuensi 500 MHz.

3.3.8 Penentuan aktivitas antioksidan senyawa hasil isolasi.

3.3.8.1Pembuatan Larutan DPPH 1 mM (BM 394,32)

Sejumlah 3,9 mg DPPH ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL metanol p.a. lalu disimpan dalam botol gelap. Pada setiap pengujian dibuat larutan baru.

3.3.8.2Optimasi panjang gelombang DPPH

Larutan DPPH 1mM diukur spektrum serapannya menggunakan spetrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm hingga 800 nm lalu ditentukan panjang gelombang maksimumnya.

3.3.8.3Pembuatan Larutan Blanko

Larutan blanko yang digunakan adalah metanol p.a yang ditambahkan dengan DPPH 1mM. Larutan blanko dibuat dengan cara memipet 500 µL DPPH 1mM lalu dimasukkan kedalam labu ukur ukuran 5 mL. Volume dicukupkan

sampai batas garis dengan metanol p.a, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC

selama 30 menit.

3.3.8.4Pembuatan Larutan Vitamin C Sebagai Pembanding

a. Pembuatan larutan induk vitamin C konsentrasi 1000 µg/mL

Sejumlah 1 mg vitamin C ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL metanol p.a kemudian dikocok dan dilarutkan hingga homogen.

b. Pembuatan Larutan seri vitamin C 2,3,4, dan 5 µg/mL

Dipipet 10, 15, 20, dan 25 µL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur ukuran 5,0 mL. Ke dalam tiap labu ukur ditambahkan 500 µL larutan DPPH 1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai batas garis dengan

metanol p.a, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit,

selanjutnya serapan dari larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 515 nm


(48)

3.3.8.5Persiapan Larutan Uji

a. Pembuatan larutan induk bahan uji konsentrasi 1000 µg/mL

Sejumlah 1 mg isolat ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL metanol p.a kemudian dikocok dan dilarutkan hingga homogen.

b. Pembuatan larutan seri bahan uji konsentrasi 10, 30, 50, 70 µg/mL.

Dipipet 50, 150, 250, dan 350 µL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur ukuran 5,0 mL. Ke dalam tiap tabung reaksi ditambahkan 500 µL larutan DPPH 1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai batas garis

dengan metanol p.a, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit,

selanjutnya serapan dari larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 515 nm.

3.3.8.6Penghitungan

Nilai IC50 ditemukan dengan program komputer sederhana unutk analisis

probit pada taraf kepercayaan 90 % (Blois, 1958) Aktivitas radikal bebas dianalisis dari pengamatan dengan menghitung presentase penghambatan terhadap aktivitas radikal bebas DPPH menggunakan persamaan berikut:

% Inhibisi = –

Presentase penghambatan yang diperoleh dikonversi ke persamaan regresi linear, yaitu hubungan konsentrasi ke persentase penghambatan. Persamaan regresi yang diperoleh digunakan untuk menentukan aktivitas sampel yang

dinyatakan dengan nilai IC50 atau median inhibitory concentration, yaitu

konsentrasi sampel dalam ppm (µg/mL) yang dapat menghambat 50 %

aktivitas radikal bebas DPPH. Nilai IC50 diperoleh dari perpotongan garis

antara 50% peredaman radikal bebas dengan sumbu konsentrasi, kemudian dimasukkan ke persamaan y = a + bx, dimana y = 50 dan nilai x

menunjukkan IC50. Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai


(49)

IC50 antara 0,05-0,1 mg/mL, sedang jika IC50 bernilai 0,101–0,150 mg/mL,

dan lemah jika IC50 bernilai 0,151 – 0,200 mg/mL. (Blois, 1958)


(50)

Gambar 3.3 Bagan alur isolasi senyawa aktif antioksidan fraksi n-heksana tumbuhan paku Nephrolepis falcata


(51)

4.1. PENYIAPAN BAHAN

Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. sebanyak 10 kg yang diperoleh di wilayah kampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dideterminasi di herbarium bogoriense LIPI, Cibinong, Bogor (Lampiran 1). Daun dipisahkan dari batangnya dan dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar.

Oleh karena senyawa yang akan diisolasi adalah senyawa yang memiliki aktifitas antioksidan , maka pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan, tidak dijemur dibawah sinar matahari langsung karena akan merusak fisik dan kandungannya. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan senyawa akibat pemanasan dan meminimalisir terjadinya kehilangan senyawa yang mudah menguap (atsiri) apabila kemungkinan dalam tanaman tersebut mengandung senyawa minyak atsiri.

Simplisia yang telah kering disortasi kembali dari kotoran-kotoran yang tertinggal. Simplisia yang telah disortir, kemudian dihaluskan dengan blender sampai halus dan diayak dengan ayakan mesh no. 40 sehingga diperoleh simplisia berbentuk serbuk dengan ukuran yang seragam sebanyak 1,256 kg.

Penghalusan ini bertujuan untuk memperbesar luas permukaan simplisia sehingga kontak antara pelarut dengan partikel tanaman semakin besar dan proses ekstraksi pun dapat berjalan lebih maksimal. Simplisia yang telah halus disimpan dalam wadah bersih, kering dan terlindung dari cahaya untuk mencegah kerusakan bahan atau mutu simplisia.

4.2. EKSTRAKSI

Sejumlah 1,256 kg sebuk kering daun Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. diekstraksi dengan 18 L pelarut n-heksana selama 2 hari. Proses ini diulangi 10 kali untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang maksimal. Penggunaan teknik


(52)

ekstraksi bertingkat ini bertujuan untuk memaksimalkan proses ekstraksi dimana senyawa akan terekstraksi berdasarkan sifat kepolarannya. Ekstraksi ini dilakukan pertama dengan menggunakan pelarut n-heksana yang bersifat non polar untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat non polar, selanjutnya dengan pelarut etil asetat yang bersifat semi polar utnuk mengekstraksi senyawa yang bersifat semi polar dan terakhir dengan menggunakan pelarut metanol yang bersifat polar untuk menarik senyawa yang bersifat polar. Selain itu teknik ini juga memiliki keuntungan yaitu pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana.

Masing-masing tahap ekstraksi dilakukan hingga pelarut yang digunakan untuk ekstraksi berwarna bening. Hal tersebut menandakan bahwa senyawa telah terekstraksi seluruhnya. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan pelarutnya dengan rottary evaporator pada suhu lebih kurang

30oC, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana.

Dari proses maserasi diperoleh 2 ekstrak kental, yaitu ekstrak pelarut n-heksana yang memiliki bobot 20 gram dan ekstrak dengan pelarut etil asetat yang memiliki bobot 40 gram. Namun, pada penelitian ini proses isolasi dan uji aktivitas antioksidan dilakukan hanya pada ekstrak n-heksana.

Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak daun Nephrolepis falcata

No Nama Simplisia Bobot ekstrak (g) Rendemen ekstrak (%)

1 Ekstrak n-heksana 20 gram 1,59

2 Ekstrak etil asetat 40 gram. 3,18

4.3. UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK

Uji kualitatif aktifitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa antioksidan dalam ekstrak tanaman paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. Metode yang digunakan adalah dengan metode DPPH. Metode ini digunakan karena memiliki kelebihan yaitu analisisnya mudah, cepat serta memungkinkan mengetahui adanya senyawa yang bersifat sebagai antioksidan secara visual.

Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang


(53)

517 nm dengan warna violet gelap. Penangkap radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil.

Adanya senyawa aktif antioksidan diketahui dengan melihat bercak pada plat KLT setelah disemprot dengan pereaksi DPPH. Pola bercak yang berwarna kuning dengan latar belakang ungu menunjukkan adanya senyawa yang memiliki aktifitas antioksidan. Bercak yang memberikan perubahan warna dari ungu menjadi kuning dengan cepat setelah disemprot dengan DPPH, kemungkinan menunjukkan aktivitas yang kuat sebagai antioksidan.

Pada penelitian ini, uji kualitatif antioksidan pada ekstrak n-heksana digunakan pelat KLT dengan eluen yang digunakan adalah n-heksana : etil asetat (8:2) dan menggunakan penyemprot DPPH 0,04%. Setelah dilakukan elusi, penyemprotan dan didiamkan selama 30 menit, pola bercak yang timbul menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memiliki senyawa yang aktif sebagai antioksidan (Lampiran 3).

4.4. PENAPISAN FITOKIMIA

Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak n-heksana dari daun Nephrolepis falcata dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil uji penapisan fitokimia dari ekstrak n-heksana daun Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

No Golongan Kimia Pengamatan Sampel

Ekstrak n-Heksana

1 Alkaloid -

2 Flavonoid -

3 Tanin -

4 Saponin -

5 Steroid +

6 Terpenoid +

7 Kumarin -

8 Fenol -


(54)

4.5. HASIL ISOLASI DAN UJI KEMURNIAN SENYAWA

4.5.1 Kromatografi kolom ekstrak kental n-heksana (Kromatografi kolom I)

Ekstrak kental n-heksana dilakukan pemisahan dengan metode kromatografi kolom. Kolom kromatografi yang digunakan memiliki ukuran tinggi 130 cm dan diameter 4 cm. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 GF254 (ukuran partikel 0,063-0.2 mm).

Kolom yang akan digunakan dibersihkan dahulu lalu pada bagian dasarnya diberikan kapas. Selanjutnya kolom dialiri dengan pelarut n-heksana dan kapas ditekan-tekan dengan batang pengaduk hingga tidak ada udara yang terjerap.

Buat bubur silika dengan menimbang serbuk silika gel sebanyak 200 gram lalu dispersikan dengan pelarut n-heksana hingga menjadi suspensi silika. Bubur silika gel dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit. Kolom dialiri dengan pelarut n-heksana, pelarut yang menetes, ditampung, kemudian dimasukkan kembali ke dalam kolom sambil diketuk-ketuk. Proses ini dilakukan hingga silika gel mampat. Ekstrak kental n-heksana sebanyak 15 gram yang akan dipisahkan sebelumnya dicampur dengan silika gel sebanyak 8 gram untuk preadsorbsi. Selanjutnya masukkan sedikit-sedikit ke dalam kolom dan masukkan sumbat kapas.

Sistem fase gerak yang digunakan yaitu campuran pelarut n-heksana dan etil asetat yang kepolarannya dinaikkan secara bertahap dengan mengatur komposisi campuran masing-masing fraksi. Masing-masing fase gerak digunakan sebanyak 250 ml dengan perbandingan n-heksana dan etil asetat yang setiap gradien kepolarannya ditingkatkan sebanyak 10%. Fraksinasi pertama dilakukan dengan mengaliri kolom dengan fase gerak n-heksana 100% sebanyak 250 mL. Pelarut yang menetes ditampung dalam vial yang sebelumnya telah diberi nomor.

Fraksinasi dilakukan hingga fase gerak yang digunakan telah mencapai gradien akhir yaitu etil asetat 100%. Pada tahap akhir kromatografi kolom, kolom dicuci dengan mengaliri pelarut metanol 100% sebanyak 300 mL untuk membersihkan silika gel dari sisa ekstrak yang masih menempel. Dari hasil kromatografi kolom, diperoleh fraksi sebanyak 250 fraksi. Setiap fraksi yang diperoleh, dilakukan kromatografi lapis tipis dan dilihat pola bercak yang


(55)

dihasilkan dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Pada plat KLT dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan menyemprot reagen DPPH dengan konsentrasi 0,04%.

Fraksi yang memberikan bercak dengan nilai Rf yang sama di gabungkan dalam satu vial yang selanjutnya akan dilakukan pemisahan kembali dengan kromatografi kolom. Dari 250 fraksi, diperoleh 14 sub fraksi antara lain F1.A merupakan hasil fraksi No.1-22, F1.B merupakan gabungan dari fraksi No. 23-42, F1.C merupakan gabungan dari fraksi No.43-48, F1.D merupakan gabungan dari fraksi No.49-57, F1.E merupakan gabungan dari fraksi No.58-72, F1.F merupakan gabungan dari fraksi No.73-81, F1.G merupakan gabungan dari fraksi No.82-93, F1.H merupakan gabungan dari fraksi No.94-114, F1.I merupakan gabungan dari fraksi No. 115-122, F1.J merupakan gabungan dari fraksi No.123-140, F1.K merupakan gabung dari fraksi No.141-161, F1.L merupakan gabungan dari fraksi No. 162-170. F1.M merupakan gabungan dari fraksi No. 171-214 dan F1.N merupakan gabungan dari fraksi No. 215-250.

Terdapat 14 sub fraksi yang memberikan pola bercak yang sama. Bercak antioksidan yang akan dijadikan senyawa target untuk diisolasi terdapat pada fraksi F1.B dengan bobot 6,064 gram, sehingga fraksi tersebut dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan kromatografi kolom.

4.5.2 Kromatografi Kolom dari Fraksi F1.B (kromatografi kolom II)

Dari uji bercak dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan pemisahan yang baik dengan Rf yang berdekatan. Oleh karena itu, dilakukan lagi pemisahan fraksi F1.B sebanyak 6,064 gram untuk memperoleh senyawa yang lebih murni. Fraksi F1.B merupakan minyak padat yang berwarna oranye. Pada kromatografi kolom II, kolom yang digunakan memiliki ukuran tinggi 75 cm dan diameter 3 cm, serta silika gel yang digunakan sebanyak 60 gram. Fase gerak yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan sistem gradien, setiap gradien kepolarannya ditingkatkan sebanyak 10%. Prosedur pengerjaan sesuai dengan kegiatan kromatografi kolom sebelumnya.

Dari hasil kromatografi kolom II diperoleh fraksi sebanyak 188 fraksi yang selanjutnya dilakukan KLT dan diuji aktivitas antioksidannya dengan DPPH


(56)

0,04%. Dari 188 fraksi diperoleh 12 sub fraksi dari hasil gabungan fraksi yang memiliki pola bercak yang sama antara lain, F2.A merupakan hasil fraksi No.1-5, F2.B merupakan gabungan dari fraksi No. 6-33, F2.C merupakan gabungan dari fraksi No. 34-39, F2.D merupakan gabungan dari fraksi No.40-49, F2.E merupakan gabungan dari fraksi No.50-64, F2.F merupakan gabungan dari fraksi No. 65-76, F2.G merupakan gabungan dari fraksi No. 77-88, F2.H merupakan gabungan dari fraksi No.89-106, F2.I merupakan gabungan dari fraksi No. 107-136, F2.J merupakan gabungan dari fraksi No.137-151, F2.K merupakan gabung dari fraksi No.152-157, dan F2.L merupakan gabungan dari fraksi No. 158-188.

Dari 12 sub fraksi yang ada, Senyawa target yang memilki aktivitas antioksidan yang kemungkinan kuat terdapat pada fraksi F2.B dengan bobot 3,658 gram. Oleh karena itu, fraksi tersebut dilkakukan pemisahan kembali untuk memperoleh senyawa yang lebih murni.

4.5.3 Kromatografi Kolom Dari Fraksi F2.B (kromatografi kolom III)

Pada kromatografi kolom III, kolom kromatografi yang digunakan memiliki ukuran tinggi 75 cm dengan diameter 3 cm dan silika gel sebanyak 40 gram. Fase gerak yang digunakan sama dengan kromatografi kolom sebelumnya, kepolarannya ditingkatkan sebanyak 10%. Fraksinasi dilakukan dimulai dari fase gerak n-heksana 100% dan diakhiri dengan fase gerak etil asetat 100%.

Dari hasil kromatografi kolom III diperoleh 113 fraksi yang kemudian dilakukan uji uv dan uji kualitatif antioksidan dengan DPPH 0,04 %. Dari113 fraksi didapatkan 4 sub fraksi dari hasil gabungan fraksi yang memiliki pola bercak yang sama antara lain, F3.A merupakan hasil fraksi No.1-78, F3.B merupakan gabungan dari fraksi No. 79-95, F3.C merupakan gabungan dari fraksi No. 96-102, dan F3.D merupakan gabungan dari fraksi No.103-113.

Dari 4 sub fraksi yang ada, Senyawa target yang memilki aktivitas antioksidan yang kemungkinan kuat terdapat pada fraksi F3.B dengan bobot 135 mg. Dari uji bercak dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan pemisahan yang baik dengan Rf yang berdekatan. Oleh karena itu, fraksi tersebut dilakukan pemisahan kembali untuk memperoleh senyawa yang lebih murni.


(57)

4.5.4 Kromatografi Kolom Dari Fraksi F3.B (kromatografi kolom IV)

Pada kromatografi kolom IV, kolom kromatografi yang digunakan memiliki ukuran tinggi 30 cm dengan diameter 1,5 cm dan silika gel sebanyak 4 gram. Fase gerak yang digunakan sama dengan kromatografi kolom sebelumnya, tetapi setiap gradien, kepolarannya ditingkatkan sebanyak 1%. Fraksinasi dilakukan dimulai dari fase gerak n-heksana 100% dan diakhiri dengan fase gerak n-heksana : etil asetat (85 : 15).

Dari hasil kromatografi kolom IV diperoleh 54 fraksi yang kemudian dilakukan uji uv dan uji kualitatif antioksidan dengan DPPH 0,04 %. Dari 54 fraksi didapatkan 3 sub fraksi dari hasil gabungan fraksi yang memiliki pola bercak yang sama antara lain, F4.A merupakan hasil fraksi No.22, F4.B merupakan gabungan dari fraksi No. 23-40, dan F3.C merupakan gabungan dari fraksi No.41-54.

Dari uji bercak dengan kromatografi lapis tipis dan dilakukan uji uv dan disemprot dengan DPPH 0,04%. Fraksi F4.A merupakan minyak yang berwarna kuning dan pada uji KLT memberikan satu bercak pada pelat KLT. Oleh karena itu, F4.A dilakukan kromatografi lapis tipis dua arah untuk mengetahui kemurniannya.

Pada fraksi F4.B yang berbobot 30 mg juga terdapat senyawa target tetapi tidak memberikan pemisahan yang baik dengan adanya Rf yang berdekatan. Oleh karena itu, fraksi tersebut dilakukan pemisahan kembali untuk memperoleh senyawa yang lebih murni.

4.5.5 Kromatografi Kolom Dari Fraksi F4.B (kromatografi kolom V)

Pada kromatografi kolom V, kolom kromatografi yang digunakan memiliki ukuran tinggi 30 cm dengan diameter 1,5 cm dan silika gel sebanyak 2 gram. Fase gerak yang digunakan sama dengan kromatografi kolom sebelumnya, tetapi setiap gradien, kepolarannya ditingkatkan sebanyak 1%. Fraksinasi dilakukan dimulai dari fase gerak n-heksana 100% dan diakhiri dengan fase gerak n-heksana : etil asetat (95:5).


(1)

360.0 368.6 377.2 385.8 394.4 403.0 Mass (m/z) 0 325.3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 % I n ten si ty

Mariner Spec /172:176 (T /6.62:6.77) -137:152 (T -6.62:6.77) ASC=>NR(2.00)[BP = 371.6, 325]

371.5694 393.5727 372.5847 394.5788 388.6182 371.9402 391.5709 372.8876 392.5713 389.5815 395.5805 374.4754

365.3246 370.0810 382.7078

716 738 760 782 804 826

Mass (m/z) 0 113.7 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 % I n ten si ty

Mariner Spec /172:176 (T /6.62:6.77) -137:152 (T -6.62:6.77) ASC=>NR(2.00)[BP = 371.6, 325]

764.2169 765.2156 764.6347 765.9642 784.2225 785.1445 766.9506 786.2146 750.1712


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

Lampiran 9. Spektrum GC-MS senyawa NF.1

Data Path : F:\DATA INJEK 2013\MAHASISWA\S1 UIN\ZAMILA\

Data File : SAMPLE1.D

Acq On : 20 Jun 2013 10:55

Operator : ZAMILA

Sample : Nephrolepis falcata

Misc : UIN

ALS Vial : 1 Sample Multiplier: 1

Search Libraries: C:\Database\wiley7n.l

Minimum Quality:

Unknown Spectrum: Apex

Integration Events: Chemstation Integrator - events.e

Pk# RT Area% Library/ID Ref# CAS# Qual _________________________________________________________________________ ____

1. 14.60 1.85 C:\Database\wiley7n.l

Cyclododecane 71563 000294-62-2 90 Cyclododecane 71566 000294-62-2 90 2-Tetradecene, (E)- 110370 035953-53-8 86

2. 14.90 12.70 C:\Database\wiley7n.l

Pentadecanal- 154794 002765-11-9 94 Hexadecanal 174472 000629-80-1 94 Tetradecanal (CAS) $$ Myristaldehy 133811 000124-25-4 91 de $$ Myristylaldehyde $$ Tetradec

ylaldehyde $$ n-Tetradecanal $$ Al dehyde C-14 $$ Aldehyde C-14, myri

8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00 30.00 32.00 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 200000 220000 Time--> Abundance


(3)

stic $$ C-14 Aldehyde, myristic $$ Myristic aldehyde $$ 1-Tetradecan al $$ 1-Tetradecyl aldehyde

3. 16.44 6.59 C:\Database\wiley7n.l

Hexadecanoic acid, methyl ester $$ 213890 000112-39-0 95 Palmitic acid, methyl ester $$ n-

Hexadecanoic acid methyl ester $$ Metholene 2216 $$ Methyl hexadecan oate $$ Methyl n-hexadecanoate $$ Methyl palmitate $$ Uniphat A60

Hexadecanoic acid, methyl ester (C 213911 000112-39-0 91 AS) $$ Methyl palmitate $$ Methyl

hexadecanoate $$ Methyl n-hexadeca noate $$ Uniphat A60 $$ Metholene 2216 $$ Palmitic acid methyl ester $$ Palmitic acid, methyl ester $$ n-Hexadecanoic acid methyl ester $$ PALMITIC ACID-

Pentadecanoic acid, 14-methyl-, me 213933 005129-60-2 90 thyl ester


(4)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH


(5)

Lampiran 11. Data uji antioksidan senyawa NF.1 dengan spektofotometer UV-Vis

a. Vitamin C

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

0 2 4 6

A

b

sor

b

an

si

Konsentrasi (ppm)

Standar Vitamin C


(6)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH