TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN BAHAN DAN ALAT PROSEDUR KERJA

25

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium PNA Pharmaceutical Natural Analysis dan Laboratorium PHA Pharmaceutical Halal Analysis Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Nergeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari 2013 hingga Juni 2013.

3.2. BAHAN DAN ALAT

3.2.1 Bahan Uji Sampel tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies tumbuhan paku Nephrolepis falcata yang diperoleh di wilayah kampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selanjutnya dideterminasi di herbarium bogoriense LIPI, Cibinong, Bogor. 3.2.2 Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Metanol, n-heksana, etil asetat, aquades, silika gel 60 F 254 0,063-0,200 mm for coloumn chromatography. Reagen kimia antara lain: dragendorf, mayer, wagner, FeCl 3 , natrium hidroksida, asam asetat, kloroform, lieberman buchard, asam perklorat dan asam sulfat. 3.2.3 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: ayakan mesh 40, blender, saringan, kipas angin, aluminium foil, plastik, kertas saring, kapas, labu erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, corong, tabung reaksi, kolom kromatografi, batang pengaduk, pipet tetes, seperangkat alat vaccum rotary evaporator, kaca arloji, cawan porselen, spatel, pipa kapiler, vial, plat KLT UIN SYARIF HIDAYATULLAH whatman, 250 µm 20 x 20 cm AL SIL GUV, Felxible Plates for TLC, Cat No. 4420222, coating silica gel, chamber. 3.2.4 Instrumen Instrumen yang digunakan antara lain UV-Vis Ultraviolet – Visible, FTIR Fourier transform infrared, GC-MS Gas Chromatography – Mass Spectrometry, LC-MS Liquid Chromatography – Mass Spectrometry, dan 1 H-NMR Proton Nuclear Magnetic Resonance.

3.3. PROSEDUR KERJA

Isolasi dan penentuan struktur serta pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak aseton dan metanol daun Nephrolepis falcata dilakukan melalui beberapa tahapan yang meliputi : 3.3.1 Penyiapan Simplisia 3.3.2 Ekstraksi daun Nephrolepis falcata dengan cara maserasi bertingkat 3.3.3 Penentuan parameter standar ekstrak dari Nephrolepis falcata 3.3.4 Pengujian kualitatif senyawa aktif antioksidan dengan metode DPPH. 3.3.5 Isolasi senyawa antioksidan dari ekstrak daun tumbuhan Nephrolepis falcata 3.3.6 Uji Kemurnian Senyawa Aktif Antioksidan 3.3.7 Analisis struktur kimia elusidasi struktur dengan UV-VIS, FTIR, GC- MS, LC-MS dan 1 H-RMI. 3.3.8 Penentuan aktivitas antioksidan senyawa hasil isolasi. 3.3.1 Penyiapan Simplisia Tumbuhan Nephrolepis falcata yang diperoleh dari pekarangan kampus FKIK, UIN Jakarta, diambil dalam keadaan segar lalu dilakukan pencucian. Selanjutnya disortasi basah dengan memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya. Sampel yang telah bersih dikeringkan dengan cara diangin- anginkan pada suhu ruang dengan menggunakan kipas angin. Selanjutnya dilakukan sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing UIN SYARIF HIDAYATULLAH seperti bagian-bagian tumbuhan yang tidak diinginkan dan pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Selanjutnya simplisia diblender lalu diayak dengan ayakan mesh no. 40 hingga menjadi serbuk kering. 3.3.2 Ekstraksi Daun Nephrolepis falcata Serbuk kering daun Nephrolepis falcata diekstraksi secara kontinu dengan terlebih dahulu diekstraksi menggunakan pelarut yang bersifat nonpolar n-heksana untuk mengekstraksi senyawa nonpolar, selanjutnya diekstraksi dengan pelarut yang bersifat semipolar yaitu etil asetat, untuk mengekstraksi senyawa semipolar, dan terakhir diekstraksi dengan pelarut yang bersifat polar metanol untuk mengekstraksi senyawa polar. Masing- masing tahap ekstraksi dilakukan beberapa kali hingga berwarna jernih. Selanjutnya masing-masing hasil ekstraksi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh, dihitung untuk diketahui hasil rendemennya: 3.3.3 Penentuan parameter standar ekstrak dari Nephrolepis falcata Skrining fitokimia Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui macam-macam metabolit sekunder yang terkandung di dalam tanaman Nephrolepis falcata. Metabolit yang diuji keberadaannya yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, fenol, steroid, terpenoid, asam lemak, kumarin dan tanin. UIN SYARIF HIDAYATULLAH 1. Uji alkaloid Ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian disaring. Tes Mayer: filtrat ditambahkan reagen mayer Potassium Mercuric Iodide. Terjadinya endapan berwarna kuning mengindikasikan adanya senyawa alkaloid Tiwari, et al., 2011 Tes Dragendorf: filtrat ditambahkan reagen dragendorf Solution of Potassium Bismuth Iodide. Terjadinya endapan berwarna merah mengindikasikan adanya senyawa alkaloid Tiwari, et al., 2011. 2. Uji flavonoid Sejumlah Ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air panas, didihkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat ditambahkan serbuk Mg secukupnya, 1 mL asam klorida pekat dan 2 mL etanol. Dikocok kuat dan dibiarkan terpisah. Terbentuk warna merah, kuning atau jingga pada lapisan etanol menunjukkan adanya senyawa flavonoid. 3. Uji saponin Tes busa: ekstrak dilarutkan dalam 20 mL aquades, kemudian larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit. Terbentuknya lapisan busa setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin Tiwari, et al., 2011. 4. Uji steroid dan terpenoid Tes Salkowski: ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring. Kemudian ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dan dikocok. Terbentuknya warna kuning emas mengindikasikan adanya senyawa triterpen. Tes Lieberman Buchard: ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring, ditambahkan beberapa tetes asam asetat anhidrat, kemudian UIN SYARIF HIDAYATULLAH dipanaskan dan didinginkan. Ditambahkan beberapa tetes asam sulfat. Terbentuknya cincin coklat mengindikasikan adanya senyawa phytosterol Tiwari, et al., 2011. 5. Uji Fenol Ekstrak ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl 3 . Terbentuknya warna hitam kebiruan mengindikasikan adanya senyawa fenol Tiwari, et al., 2011. 6. Uji Tanin Tes Gelatin: ke dalam sejumlah ekstrak, ditambahkan larutan gelatin yang mengandung natrium hidroksida. Terbentuknya endapan putih mengindikasikan adanya senyawa tanin Tiwari, et al., 2011. 7. Uji Kumarin Sejumlah 0,5 gram ekstrak ditambahkan 2,5 mL kloroform kemudian dipanaskan selama 10 menit selanjutnya didinginkan dan disaring. Filtrat diuapkan kemudian ditambahkan 10 mL air panas lalu didinginkan. Tambahkan 0,5 mL air panas lalu didinginkan. Tambahkan 0,5 mL ammonia 10. Adanya kumarin ditunjukkan dengan adanya fluoresensi hijaubiru pada sinar UV 365nm. 8. Uji asam lemak 0,5 ml ekstrak dicampur dengan 5ml eter, taruh larutan di atas kertas saring lalu keringkan. Munculnya transparan di atas kertas saring menunjukkan adanya asam lemak Kumari, et al., 2012 3.3.4 Pengujian kualitatif senyawa aktif antioksidan dengan metode DPPH Ekstrak kental yang diperoleh dari masing-masing pelarut, selanjutnya diuji antioksidannya. Langkah pertama, larutkan sedikit masing-masing ekstrak dengan pelarut yang sesuai, kemudian totolkan larutan pada plat KLT UIN SYARIF HIDAYATULLAH dan dielusi dengan eluen yang sesuai. Plat hasil elusi dibiarkan kering selama 10 menit dan selanjutnya disemprot dengan larutan DPPH 0,04 dalam metanol. Senyawa yang aktif sebagai antioksidan akan memberikan bercak kuning berlatar ungu Bernardi, 2007. 3.3.5 Isolasi senyawa antioksidan dari ekstrak daun tumbuhan Nephrolepis falcata Isolasi senyawa aktif antioksidan dilakukan dengan metode kromatografi kolom. Sistem kromatografi kolom yang digunakan adalah kromatografi kolom fase normal, dimana fase diamnya adalah silika gel 60 yang bersifat polar dan fase geraknya adalah kombinasi sistem eluen yang memiliki perbandingan tingkat kepolaran yang bervariasi. Inhibisi isolasi dilakukan hingga diperoleh senyawa hasil isolat yang diinginkan dan bebas dari pengotor. 3.3.6 Uji Kemurnian Senyawa Aktif Antioksidan Uji kemurnian senyawa dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dua dimensi. Dibuat plat KLT dengan bentuk bujur sangkar yang setiap sisinya memiliki ukuran 5 cm. Kemudian isolat dilarutkan dengan n-heksana dan ditotolkan pada salah satu sisi plat dengan pipa kapiler, selanjutnya plat KLT dielusi dengan fase gerak n-heksana dan etil asetat 9:1 dan dibiarkan kering sesaat. Kemudian plat KLT dielusi kembali pada sisi lainnya dengan menggunakan fase gerak yang sama, bercak dilihat dibawah lampu UV 254 nm dan disemprot dengan pereaksi godyns sebagai penampak bercak. Gambar 3.1. KLT 2 Dimensi UIN SYARIF HIDAYATULLAH 3.3.7 Analisis Struktur Kimia elusidasi struktur Terhadap isolat yang diperoleh dilakukan identifikasi struktur molekul dengan cara fisika, KLT, Spektrofotometri UV-Vis Ultraviolet – Visible, FTIR Fourier transform infrared, MS Mass Spectrometry, dan 1 H-RMI Resonansi Magnetik inti Rates, 2001. 1. UV-Vis Senyawa isolat sebanyak 2 mg dilarutkan dalam 2 mL metanol p.a. Pada alat UV-Vis, terlebih dahulu ditentukan panjang gelombang yang digunakan yaitu 200-800 nm. Baseline pada alat dilakukan dengan menggunakan blanko yaitu metanol. Sampel dimasukkan dan dilihat panjang gelombang maksimum yang diperoleh. 2. FTIR Senyawa isolat sebanyak 0,5 mg dicampur dengan KBr sebanyak 50 mg dan digerus hingga homogen setelah itu campuran isolat-KBr diletakkan pada sel KBr dan diratakan. Pada alat terlebih dahulu dilakukan baseline dan dengan blanko yang digunakan adalah udara. Sel KBr dimasukkan ke dalam alat dengan lubang mengarah ke sumber radiasi kemudian dilakukan analisis. 3. LC-MS Senyawa isolat 1 mg ditimbang dan dilarutkan dalam metanol. eluen metanol : air 95:5 lalu diambil 20 µL sampel dan disuntikkan pada LC-MS melalui kolom C-18 2 x 250 mm, particle size 5µm dengan kecepatan alir 1 mLmenit 4. GC-MS Senyawa isolat dilarutkan dengan kloroform. Selanjutnya dinjeksikan ke dalam alat dan diukur dengan alat GC-MS UIN SYARIF HIDAYATULLAH 5. 1 H-RMI Senyawa isolat sebanyak 5 mg dilarutkan dalam CDCl 3 dan dilakukan analisis dengan 1 H-RMI pada frekuensi 500 MHz. 3.3.8 Penentuan aktivitas antioksidan senyawa hasil isolasi. 3.3.8.1 Pembuatan Larutan DPPH 1 mM BM 394,32 Sejumlah 3,9 mg DPPH ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL metanol p.a. lalu disimpan dalam botol gelap. Pada setiap pengujian dibuat larutan baru. 3.3.8.2 Optimasi panjang gelombang DPPH Larutan DPPH 1mM diukur spektrum serapannya menggunakan spetrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm hingga 800 nm lalu ditentukan panjang gelombang maksimumnya. 3.3.8.3 Pembuatan Larutan Blanko Larutan blanko yang digunakan adalah metanol p.a yang ditambahkan dengan DPPH 1mM. Larutan blanko dibuat dengan cara memipet 500 µL DPPH 1mM lalu dimasukkan kedalam labu ukur ukuran 5 mL. Volume dicukupkan sampai batas garis dengan metanol p.a, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit. 3.3.8.4 Pembuatan Larutan Vitamin C Sebagai Pembanding a. Pembuatan larutan induk vitamin C konsentrasi 1000 µgmL Sejumlah 1 mg vitamin C ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL metanol p.a kemudian dikocok dan dilarutkan hingga homogen. b. Pembuatan Larutan seri vitamin C 2,3,4, dan 5 µgmL Dipipet 10, 15, 20, dan 25 µL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur ukuran 5,0 mL. Ke dalam tiap labu ukur ditambahkan 500 µL larutan DPPH 1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai batas garis dengan metanol p.a, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit, selanjutnya serapan dari larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 515 nm UIN SYARIF HIDAYATULLAH 3.3.8.5 Persiapan Larutan Uji a. Pembuatan larutan induk bahan uji konsentrasi 1000 µgmL Sejumlah 1 mg isolat ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL metanol p.a kemudian dikocok dan dilarutkan hingga homogen. b. Pembuatan larutan seri bahan uji konsentrasi 10, 30, 50, 70 µgmL. Dipipet 50, 150, 250, dan 350 µL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur ukuran 5,0 mL. Ke dalam tiap tabung reaksi ditambahkan 500 µL larutan DPPH 1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai batas garis dengan metanol p.a, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit, selanjutnya serapan dari larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 515 nm. 3.3.8.6 Penghitungan Nilai IC 50 ditemukan dengan program komputer sederhana unutk analisis probit pada taraf kepercayaan 90 Blois, 1958 Aktivitas radikal bebas dianalisis dari pengamatan dengan menghitung presentase penghambatan terhadap aktivitas radikal bebas DPPH menggunakan persamaan berikut: Inhibisi = – Presentase penghambatan yang diperoleh dikonversi ke persamaan regresi linear, yaitu hubungan konsentrasi ke persentase penghambatan. Persamaan regresi yang diperoleh digunakan untuk menentukan aktivitas sampel yang dinyatakan dengan nilai IC 50 atau median inhibitory concentration, yaitu konsentrasi sampel dalam ppm µgmL yang dapat menghambat 50 aktivitas radikal bebas DPPH. Nilai IC 50 diperoleh dari perpotongan garis antara 50 peredaman radikal bebas dengan sumbu konsentrasi, kemudian dimasukkan ke persamaan y = a + bx, dimana y = 50 dan nilai x menunjukkan IC 50 . Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC 50 kurang dari 0,05 mgmL, kuat untuk UIN SYARIF HIDAYATULLAH IC 50 antara 0,05-0,1 mgmL, sedang jika IC 50 bernilai 0,101 –0,150 mgmL, dan lemah jika IC 50 bernilai 0,151 – 0,200 mgmL. Blois, 1958 Gambar 3.2 Bagan alur ekstraksi dari daun Nephrolepis falcata UIN SYARIF HIDAYATULLAH Gambar 3.3 Bagan alur isolasi senyawa aktif antioksidan fraksi n-heksana tumbuhan paku Nephrolepis falcata 36 UIN SYARIF HIDAYATULLAH

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN