Dalam melaksanakan kegiatan PAUD melalui jalur nonformal, petani perempuan juga berperan sebagai pengasuh anak atau pengganti orang tua anak, pembimbing anak serta
melatih dan membelajarkan anak. Sebagai pengasuh artinya bahwa petani perempuan menjadi sosok seorang ibu bagi anak, sebagai pembimbing artinya bahwa petani perempuan
selalu membimbing anak dalam belajar dan melatih anak memahami materi pelajaran yang disampaikan petani perempuan dan mengajari anak tentang pendidikan yang diberikan petani
perempuan. Seperti petikan percakapan yang dilakukan peneliti kepada salah seorang pengajar
PAUD Desa Namoriam yakni Sikap Ginting : “Kami sebagai seorang petani dan sebagai pengajar PAUD harus bisa menjadi
orang tua bagi anak didik kami. Dengan kata lain, saya harus mengaggap anak itu seperti anak saya sendiri dengan memberikan kasih sayang dan kesabaran dalam
memberikan pelajaran dasar kepadanya. Jika kita tidak seperti itu, maka anak akan takut dengan kita. Kita membimbing dan maelatih mereka agar menjadi anak yang
pintar dan baik serta berguna bagi bangsa dan Negara”.
Melalui pendekatan inilah, maka anak akan merasa senang dan nyaman untuk mengikuti pelajaran yang ada di kelas PAUD. Jika petani perempuan yang mengajar di kelas
PAUD tidak dapat memahami anak, maka anak tidak mau di didik atau dibina dan kemungkinan besar anak akan menangis dan takut untuk belajar.
Dalam melakukan penelitian, peneliti menyebarkan kuesioner guna mengetahui identitas responden, kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan dalam kelas PAUD :
A. Identitas Responden
Tabel 4. Status Responden
Universitas Sumatera Utara
Keterangan Frekuensi
Persen Menikah
4 23,5
Belum Menikah 13
76,5 Jumlah
17 100
Sumber: Hasil penelitian 2008
Dari tabel diatas, dapat dilihat gambaran mengenai identitas responden yaitu responden yang ada di Desa Namoriam. Dari 17 orang responden yang mengisi kuesioner
penelitian ini, terdiri dari 4 orang 23,5 adalah petani perempuan yang sudah menikah dan 13 orang 76,5 adalah petani perempuan yang belum menikah
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang belum menikah memiliki frekuensi yang lebih banyak dibandingkan responden yang sudah menikah. Hal ini
dikarenakan responden yang belum menikah adalah petani perempuan yang bekerja di ladang orang tuanya dan tidak melanjutkan pendidikannya sehingga mereka dapat meluangkan
waktunya untuk mengajar.
Tabel 5. Usia responden
Keterangan Frekuensi
Persen 20-25
12 70,6
26-30 3
17,6 31-35
2 11,8
Jumlah 17
100
Sumber : penelitian 2008
Tabel diatas menggambarkan usia responden. Usia dari 17 orang responden ini adalah antara 20 tahun hingga 35 tahun. Artinya responden adalah para responden yang masih muda
usianya, dan peran yang diberikan adalah pendidikan anak usia dini. Rincian hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : usia responden berkisar 20-25 tahun secara keseluruhan
berjumlah 12 orang 70,6 . Usia responden berkisar 26-30 tahun sebanyak 3 orang 17,6 dan kelompok usia 31-35 tahun sebanyak 2 orang 11,8. Dari data tabel diatas dapat dilihat
usia responden yang lebih banyak berkisar 20-25 tahun. Hal ini dikarenakan responden yang termasuk kelompok tersebut adalah responden yang lebih mampu menyesuaikan diri dengan
sifat anak-anak yang belajar di kelas PAUD.
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel berikut ini peneliti akan memberikan gambaran mengenai pendidikan responden.
Tabel 6. Pendidikan responden
. Keterangan
Frekuensi Persen
Tamatan SMP 1
5,8 Tidak Tamat SMP
1 5,8
Tamatan SMA 13
76,6 Tidak Tamat SMA
2 11,8
Jumlah 17
100
Sumber : Penelitian 2008
Latar belakang pendidikan dari 17 orang responden yang ada di desa Namoriam merupakan responden yang berlatarbelakang tamatan SMP sebanyak 1 orang 5,8
sedangkan tidak tamat SMP sebanyak 1 orang 5,8. Responden yang tamatan SMA sebanyak 13 orang 76,6 dan tidak tamat SMA sebanyak 2 orang 11,8. Dari tabel
diatas menjelaskan bahwa pendidikan perempuan paling tinggi di Desa tersebut adalah tamatan SMA dan yang mampu memberikan waktu luang untuk mengajar di kelas PAUD.
B. Pendidikan Anak Usia Dini di Desa Namoriam