Tinjauan Kepustakaan Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia.

E. Tinjauan Kepustakaan Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia.

Undang-undang khusus yang mengatur tentang hal ini yaitu Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, juga menggunakan istilah “fidusia”. Dengan demikian fidusia sudah merupakan istilah resmi dalam dunia hukum. Fidusia, menurut asal katanya berasal dari kata fides yang berarti “kepercayaan” 7 Sedangkan istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie, mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihan di samping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barang- barangnya. Menurut Hartono Hadisoeprapto jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajian yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. . Dari definisi diatas dapat diambil pengertian bahwa fidusia adalah suatu penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan, bukan sebagai gadai dan bukan juga sebagai pemindahan hak milik, tetapi ikatan timbal balik atas dasar kepercayaan. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pengertian dari fidusia adalah: “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.” 8 Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pengertian dari pada jaminan fidusia adalah “hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat di bebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi perlunasan utang tertentu, 7 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta, Rajawali Pers, 2000, hlm 113 8 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004, hlm 21-22 Universitas Sumatera Utara yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.” 9 1 Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia. Jaminan fidusia ini demi hukum hapus sebagai mana yang terdapat dalam pasal 25 Undang-undang Fidusia yaitu: 2 Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia. 3 Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Adanya jaminan fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya hutang atau karena pelepasan hak maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang bersangkutan menjadi hapus. Hapusnya hutang ini antara lain dibuktikan dengan bukti pelunasan atau bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat oleh kreditur. Apabila objek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia tersebut. Hukum tidak dapat dilepaskan dari perubahan sosial, oleh karena itu hukum tidak bersifat statis melainkan dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Hukum adalah ketentuan yang lahir dari dalam dan karena pergaulan hidup manusia seperti juga lahir dan berkembangnya fidusia. Sebagaimana diketahui di dalam kenyataannya hukum selalu tertinggal di belakang masalah yang diaturnya. Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara dibutuhkan dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi dengan memberdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang tersedia. Sumber-sumber dana tersebut tidak hanya mengandalkan sumber dana dalam negeri saja, tetapi juga sapat menggunakan sumber-sumber dana dari luar negeri. 9 H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung, Alumni, 2004, hlm 49 Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Penyaluran dana masyarakat ini dilakukan dalam bentuk pemberian kredit. Kredit berasal dari kata latin “creditum atau “credo” dan bahasa yunani “credere” yang artinya percaya, kepercayaan truth or faith, dasar dari kredit ialah kepercayaan, yang mana seseorang penerima kredit akan memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan terlebih dahulu di dalam perjanjian kredit. Pada dunia bisnis kredit juga mempunyai banyak arti, salah satunya adalah kredit dalam arti seperti kredit yang diberikan oleh suatu bank kepada nasabahnya, sedangkan di dunia bisnis pada umumnya, kata “kredit” diartikan sebagai “kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa dengan perjanjian akan membayar kelak.” 10 “Kredit adalah penyediaan utang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam Kredit adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan lembaga jaminan, yang akan menjamin ketertiban pengembalian kredit kepada pemberi kredit kreditur secara cepat dan pasti, oleh karena itu sudah seharusnya jika pemberi kredit kreditur dan penerima kredit debitur serta pihak lain yang terkait mendapatkan perlindungan melalui suatu lembaga hukum jaminan yang kuat dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Pasal 1 butir k : 10 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 5-6. Universitas Sumatera Utara antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi hutangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Kredit sangat penting bagi pembangunan ekonomi, oleh karena itu kredit selalu dibutuhkan bagi pengembangan usaha besar, menengah, maupun pengusaha kecil. Kredit merupakan penunjang pembangunan dimana diharapkan masyarakat dari semua lapisan dapat berperan serta. Penyaluran dan penggunaan kredit sangat berperan didalam kelangsungan usaha debitur maupun bank. Manfaat kredit bagi debitur, misalnya adalah akan mendapat tambahan modal usaha sehingga dapat meningkatkan omset dan pendapatan usaha. Manfaat bagi bank, yaitu akan memperoleh keuntungan dari bunga kredit yang dibayar oleh debitur. Pendapatan inilah yang menjadi pendapatan utama bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Semakin sehat dan lancar pengembalian kredit oleh debitur maka semakin besar keuntungan atau laba yang diperoleh bank. Sebaliknya semakin banyak kredit bermasalah bisa menjadikan bank merugi ataupun bangkrut. Dalam praktiknya, setiap permohonan kredit dianalisis dan dievaluasi oleh pihak bank melalui unit-unit kerja tertentu, sehingga dapat menyimpulkan apakah kredit yang dimohon layak disetujui atau ditolak. Biasanya dalam pemberian kredit, bank mensyaratkan agar calon debitur secara jujur dan terbuka memberitahukan kepada bank mengenai tujuan penggunaan kredit yang dimohonkannya, dan dalam hal ini bank harus jeli menilai kejujuran pemohon, sehingga nantinya dapat dihindari apa yang disebut dengan side streaming atau penyalahgunaan fasilitas kredit yang diterima oleh debitur. Universitas Sumatera Utara Sebelum fasilitas kredit yang disetujui diikat dalam perjanjian kredit, terlebih dahulu bank menyatakan persetujuannya dalam bentuk tertulis kepada debitur. Surat ini sering diistilahkan dengan surat persetujuan kredit atau offering letter. Dalam surat tersebut dicantumkan syarat-syarat pemberian kredit oleh kreditur, dan pada surat tersebut calon debitur akan menyatakan persetujuannya dengan membubuhkan tanda tangan pada surat dimaksud. Dari definisi kredit menurut undang-undang perbankan dapat dilihat bahwa pemberian fasilitas kredit itu didasari atas kesepakatan dan prinsip kepercayaan antara pihak bank dengan peminjam yang dituangkan dalam suatu perjanjian. Namun dalam pasal tersebut tidak disyaratkan apakah kesepakatan itu dituangkan dalam akta otentik atau cukup dengan akta dibawah tangan. Sebagai petunjuk bagi bank dalam pembuatan akta perjanjian kredit adalah sebagaimana disyaratkan dalam SK Direksi Bank Indonesia No.27162KEPDIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No.277UPPB masing-masing tertanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi bank umum yang menegaskan bahwa setiap akad kredit harus dibuat tertulis baik dibawah tangan maupun dimuka Notaris. Pada umumnya bank lebih cenderung membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh Notaris. Hal ini disebabkan karena kredit yang diberikan itu tetap mengandung unsur risiko yang sewaktu-waktu menjadi macet karena debitur wanprestasi. Wujud wanprestasi ini dapat dibuktikan dengan apa yang telah diperjanjikan dalam akta perjanjian kredit. Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dikatakan bahwa apabila terdapat keyakinan atas kemampuan debitur maka jaminan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan Universitas Sumatera Utara kredit yang bersangkutan. Pada prakteknya bank biasanya akan meminta jaminan tambahan berupa perjanjian jaminan kebendaan maupun perjanjian jaminan perorangan. Perjanjian jaminan kebendaan sebagai pengaman kredit lebih disukai kreditur dari pada perjanjian jaminan perorangan, karena dalam perjanjian jaminan kebendaan ada benda tertentu yang diikat dalam perjanjian dan disediakan apabila terjadi cedera janji di kemudian hari. Salah satu lembaga jaminan kebendaan adalah fidusia, yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu, selalu mengikuti benda tersebut kemanapun benda tersebut beralih atau dialihkan, dapat dialihkan dan dapat dipertahankan kepada siapapun. 11 Suatu sistem hukum jaminan yang baik adalah hukum jaminan yang mengatur asas-asas dan norma-norma hukum yang tidak tumpang tindih overlapping satu sama lain. Teori fidusia yang menjadi pedoman dalam penulisan tesis ini adalah perjanjian pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan hak kepemilikan atas benda yang dialihkan itu tetap berada dalam penguasaan si pemilik benda. Apabila debitur pemberi fidusia cedera janji, kreditur penerima fidusia tidak dapat memiliki benda jaminan fidusia melainkan benda jaminan itu dijual untuk mengambil pelunasan piutangnya sesuai dengan hak preferensi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada kreditur. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi kepailitan pada debitur. 12 11 Hansanuddun Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998, hal.162. 12 H.R.Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 276. Asas hukum dalam perjanjian fidusia harus berjalan secara harmonis dengan asas hukum di bidang hukum jaminan kebendaan lainnya. Ketidaksinkronan Universitas Sumatera Utara pengaturan asas hukum dalam jaminan fidusia dengan jaminan kebendaan lainnya akan menyulitkan penegakan hukum jaminan tersebut. Secara teoritis maupun empiris bahwa fidusia memiliki arti penting dalam hal menampung keinginan masyarakat akan kebutuhan kredit. Khususnya kepada para pemakai fidusia perusahaan kecil dan menengah seperti pertokoan, pengecer, pengrajin, rumah makan, usaha pertanian sangat membantu dan tidak memberatkan, oleh karena itu kehadirannya dapat memberikan manfaat ganda. Pihak penerima kredit masih dapat menguasai barang jaminan untuk keperluan usahanya sehari-hari dan pihak perbankan lebih praktis mempergunakan prosedur pengikatan fidusia disebabkan bank tidak perlu menyediakan tempat khusus untuk menyimpan barang jaminan seperti pada lembaga gadai. Pada perjanjian gadai, barang jaminan harus diserahkan kepada pihak bank sesuai dengan Pasal 1150 Junto Pasal 1152 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian gadai menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1150 : “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.” 13 Akibat pengaturan gadai yang terlalu sempit, fidusia lahir untuk mengatasi kekosongan hukum jaminan melalui putusan pengadilan. Lahirnya fidusia adalah Adanya syarat gadai yang demikian cukup memberatkan debitur karena barang jaminan tidak dapat lagi dipergunakan untuk usaha debitur, sedangkan bagi bank hal ini menimbulkan masalah mengenai tempat penyimpanan, khususnya bank- bank yang tidak mempunyai gudang yang cukup luas. 13 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150. Universitas Sumatera Utara karena hakim atas desakan kebutuhan masyarakat melakukan suatu rechtvinding yaitu menemukan hukum baru, oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa hukum fidusia sebagai hukum hakim. Undang-Undang Jaminan Fidusia secara tegas menyatakan Jaminan Fidusia adalah agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan Zakelijke Zekerheid yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia, yaitu hak didahulukan terhadap kreditur lainnya. 14 1. Tinjauan Kepustakaan yaitu, berupa buku bacaan yang relevan dengan penulisan skripsi ini, dengan membaca dan mempelajari bahan buku bacaan maupun perundang-undangan seperti Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

F. Metode Penulisan

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Kekuatan Eksekutorial Jaminan Fidusia Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor Yang Telah Didaftarkan (Studi Pada Kantor Wilayah Kementrian Hukum Dan HAM Sumatera Utara)

3 60 89

Kedudukan Benda Jaminan Yang Di Bebani Jaminan Fidusia Jika Terdapat Eksekusi Dalam Hal Debitur Pailit (Studi Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H. Juanda Medan)

8 183 110

Kedudukan Kreditur Selaku Penerima Jaminan Fidusia Dalam Hal Debitur Pailit Menurut UU No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

0 71 84

Eksekusi Di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet Kepemilikan Mobil Di Lembaga Keuangan Non-Bank PT. Batavia Prosperindo Finance Cabang Medan

2 115 132

Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Fidusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Propinsi Aceh)

1 60 128

Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya dilihat Dari Aspek Sistem Hukum

3 39 120

Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang Lahir Dari Perjanjian Kredit Bank

0 27 2

Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

2 73 113

Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Fidusia Dalam Hal Terjadi Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Tanpa Persetujuan Penerima Fidusia.

0 0 13

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR TERHADAP EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA PADA BANK A. Jaminan Fidusia - Analisis Yuridis Faktor Penghambat Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Melindungi Kreditur (Studi Pada Pt. Bank Mandiri (Persero), Tbk Balai Kota Medan)

0 0 30