BAB III PENGATURAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA
SEBAGAI JAMINAN KREDIT
A. Ruang Lingkup Jaminan
Dalam praktek, setiap usaha investasi yang dilakukan di suatu tempat sangat membutuhkan dana. Dana yang dimaksud ini dapat berasal dari dalam maupun luar
negeri, yang biasanya disalurkan melalui lembaga perbankan atau lembaga keuangan . “kedua lembaga ini bersifat sebagai financial intermedaries perantara keuangan
yaitu perantara dari pemilik dana dengan peminjam dana.
58
”Jaminan” dalam kata peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan nomor
Oleh karena uang tersebut dipinjamkan kepada peminjam dana, maka demi menjaga kelancaran pengembalian
dana tersebut diikat dengan hak jaminan. Hukum jaminan di Indonesia diatur pertama kali dalam Kitab Undang –
Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut dengan KUHPerdata. Pengaturan umum tentang Lembaga Jaminan ini ada di dalam ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, di
mana ditentukan bahwa segala kebendaan pihak yang berutang debitur, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Hukum Jaminan adalah peraturan hukum yang menjamin dipenuhinya
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu hubungan hukum perjanjian.
58
Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan, dalam Arie Sukamti Hutagalung, Op Cit, hal. 646
46
Universitas Sumatera Utara
10 tahun 1998, namun dalam kedua peraturan tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan jaminan. Meskipun demikian dari kedua ketentuan di atas dapat
diketahui, bahwa jaminan erat hubungannya dengan masalah hutang.
59
Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.
Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi
hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk meperoleh keyakinan tersebut, sebelum
memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur.
Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan
atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya berupa girik, petuk dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai jaminan. Bank tidak wajib meminta
agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan ”Agunan Tambahan”.
Pada umunya dalam perjanjian pinjam meminjam uang, pihak krediturbank meminta kepada nasabah debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta
kekayaan untuk kepentingan pelunasan hutang, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata nasabah debitur tidak melunasinya, maka barang jaminan yang
dijaminkan pada kreditur dieksekusi lelang atau dijual dibawah tangan untuk pelunasan hutang nasabah debitur, karena perjanjian hutang piutang bukan perjanjian
jual beli yang mengakibatkan pemindahan hak milik atas suatu barang sebagaimana peraturan yang berlaku. Hanya untuk melunasi hutang, dan apabila masih terdapat
kelebihannya dapat dikembalikan kepada nasabah debitur. Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 tentang
Perbankan menyebutkan:
60
59
Eungenia Liliawati Muljono,Tinjauan Yuridis Terhadap Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Jakarta
: Harvarindo, 1993, hlm 17
60
Johanes Ibrahim,Cross Default Dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah ,Bandung : Refika Aditama, 1999, hlm 73-74
Universitas Sumatera Utara
Barang jaminan tidak selalu milik nasabah debitur, akan tetapi peraturan perundang-undangan juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga, asalkan pihak
yang bersangkutan merelakan barangnya untuk dipergunakan sebagai jaminan hutang nasabah debitur.
Pemberian jaminan selalu diikuti dengan adanya perjanjian yang mendahuluinya, yaitu perjanjian hutang piutang yang disebut dengan perjanjian
pokok. Perjanjian jaminan ada karena terbitnya perjanjian pokok. Perjanjian jaminan selalu mengikuti perjanjian pokok. Maka apabila perjanjian pokoknya berakhir, maka
perjanjian jaminan pun turut berakhir. Oleh sebab itu perjanjian jaminan dikatakan sebagai perjanjian accesoir.
Dalam KUHPerdata tidak menyebutkan adanya jaminan umum dan jaminan khusus, namun dari sejumlah peraturan yang berlaku, dapat diketahui bahwa mana
jaminan yang bersifat umum dan mana yang bersifat khusus. Jaminan umum ini diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala kebendaan si
berutang, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Nasabah debitur dalam hal ini bersifat pasif, tidak perlu membuat perjanjian jaminan, karena perikatannya sudah diatur oleh undang-undang. Tanpa adanya
perjanjian yang diadakan para pihak lebih dulu, maka para kreditur konkuren semuanya bersama-sama memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh undang-
undang.
61
Dalam jaminan umum ini, semua harta kekayaan milik nasabah debitur merupakan jaminan bagi para krediturbank tanpa memandang siapa kreditur yang
membuat perikatan lebih dahulu. Semua kreditur mempunyai hak yang sama, namun
61
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta : Liberty, 1980, hlm 45
Universitas Sumatera Utara
mengenai pembayaran hutang tidak dibagi rata dari hasil penjualan harta kekayaan tersebut. Menurut Pasal 1132 KUH Perdata, hasil penjualan atas barang-barang itu
dibagi-bagikan menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing- masing krediturbank, kecuali diantara kreditur mempunyai hak untuk didahulukan.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan bahwa jaminan yang demikian dalam praktek perkreditan perjanjian
jaminan hutang tidak memuaskan krediturbank, dan kurang memberikan rasa aman dan jaminan bagi kredit yang diberikan.
62
Ada bermacam-macam jaminan khusus yang terdapat dalam KUH Perdata, yaitu hipotik, gadai, penanggungan borgtocht. Sedangkan jaminan khusus yang
diatur dalam KUH Perdataterdapat dalam Koninklijk Besluit, yaitu creditverband, oogstverband. Selain itu masih ada jaminan diluar KUH Pedata yang timbul dalam
praktek kemudian diakui yurisprudensi yaitu fiduciare eigendoms overdracht. Dari bermacam-macam jaminan tersebut, hipotik dan creditverband merupakan jaminan
terhadap barang-barang tidak bergerak. Gadai, oogstverband dan fiduciare eigendoms Dalam hal jaminan khusus pihak nasabah debitur memperjanjikan kepada
krediturbank atas suatu barang tertentu yang diperuntukkan sebagai jaminan hutang nasabah debitur. Selain dapat berupa barang, jaminan khusus juga dapat berupa orang.
Meskipun dapat berupa orang, tetapi pada akhirnya harta benda orang yang bersangkutan dapat disita dan dieksekusi untuk pelunasan hutang.
Sebagaimana perjanjian umum, untuk membuat perjanjian jaminan khusus, maka pada perjanjian pokoknya juga harus diperjanjikan tentang hal itu. Kemudian
dibuat perjanjian accesoir.
62
ibid,hlm 46
Universitas Sumatera Utara
overdracht sebagai jaminan atas barang-barang bergerak. Sedangkan penanggungan merupakan jaminan perorangan.
63
Barang jaminan perorangan atau penanggungan hutang selalu diberikan oleh pihak ketiga kepada krediturbank. Penanggungan mana diberikan baik dengan
sepengetahuan atau tanpa sepengetahuan dari nasabah debitur yang bersangkutan. Barang jaminan yang diberikan kepada krediturbank tersebut, untuk keamanan dan
kepentingan krediturbank, haruslah diadakan dengan suatu perikatan khusus, perikatan mana bersifat acessoir dari perjanjian kredit atau pengakuan hutang yang
diadakan antara nasabah debitur dengan krediturbank. Dengan demikian, yang dimaksud dengan jaminan itu sendiri adalah
tanggungan yang diberikan oleh nasabah debitur dan atau pihak ketiga kepada krediturbank karena pihak krediturbank mempunyai suatu kepentingan bahwa
nasabah debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan. Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa jaminan yang diberikan kepada
kreditur tersebut, baik berupa hak kebendaan maupun hak perorangan. Hak kebendaan adalah berupa, benda berwujud dan benda tidak berwujud, benda bergerak maupun
benda tidak bergerak. Sedangkan hak perorangan adalah penanggungan hutang, yang diatur dalam pasal 1820-1850 KUH Perdata. Barang jaminan yang diberikan kepada
krediturbank tersebut dapat diberikan oleh nasabah debitur sendiri maupun oleh pihak ketiga yang disebut juga penjamin atau penanggung.
64
63
Eugenia Liliawati Muljono,Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 ,tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit Oleh Perbanakan,
Jakarta:Harvarindo,2003hlm 19
64
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, Bandung : PT.Citra Aditya, cet. I, 1996, hlm 141
Universitas Sumatera Utara
B. Lingkup Jaminan Kredit