B. Lingkup Jaminan Kredit
Mengenai pentingnya suatu barang jaminan oleh krediturbank atas suatu pemberian kredit, tidak lain adalah salah satu upaya untuk mengantisipasi resiko yang
mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pembayaran dan pelunasan kredit tersebut.
Keberadaan barang jaminan kredit collateral merupakan persyaratan guna memperkecil risiko krediturbank dalam menyalurkan kredit. Pada prinsipnya, tidak
selalu suatu penyaluran kredit harus dengan jaminan kredit, sebab jenis usaha dan peluang bisnis yang dimiliki pada dasarnya sudah merupakan jaminan terhadap
prospek usaha itu sendiri. Hanya saja, jika suatu kredit dilepas tanpa barang jaminan, maka memiliki risiko yang sangat besar, jika investasi yang dibiayai mengalami
kegagalan atau tidak sesuai dengan perhitungan semula. Jika hal ini terjadi maka krediturbank akan mengalami kerugian, sebab dana yang telah disalurkan memiliki
peluang untuk tidak dapat dikembalikan oleh nasabahdebitur. Dari uraian tersebut diatas maka jaminan kredit mempunyai kegunaan yaitu:
a Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari
agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
b Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya,
sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya
kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil.
c Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya
mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur danatau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan
yang telah dijaminkan kepada bank.
65
Menurut Subekti, bahwa jaminan yang baik ideal itu meliputi : a
Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya;
65
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm 13-14
Universitas Sumatera Utara
b Yang tidak melemahkan potensi kekuatan si pencari kredit untuk melakukan
meneruskan usahanya; c
Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila diperlukan dapat
dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang si penerima.
66
Dalam tata hukum Indonesia lembaga-lembaga jaminan ini dapat digolong- golongkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut objeknya, menurut
kewenangan menguasainya, dan lain-lain sebagai berikut: a.
jaminan yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian
b. jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus
c. jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan
d. jaminan yang mempunyai objek benda bergerak dan jaminan atas benda tak
bergerak e.
jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan tanpa menguasai bendanya
67
Bank dalam memberikan kredit harus berdasarkan analisis pemberian kredit, agar kredit yang diberikan oleh bank tidak mudah menjadi kredit macet. Bila kredit
yang diberikan oleh bank banyak mengalami kemacetan, maka akan melumpuhkan kemampuan bank dalam melaksanakan kewajibannya terhadap para nasbahnya
sebagai penghimpun dana. Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 dalam Pasal 29 ayat 3
menyebutkan bahwa bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip hukum, dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-
cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah debitur, yang mempercayakan dananya kepada bank. Sebelumnya dalam Pasal 8 dan Pasal 11
Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 yang menyatakan bahwa bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip hukum dan bank
umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad
66
Subekti, dikutip dalam Rachmadi Usman,Ibid,hlm 287
67
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Poko-Pokok Huum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta : Liberty, 2003,Cetakan ketiga, hlm 43
Universitas Sumatera Utara
dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengemabalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Selain itu bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip hukum, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia. Hal inilah yang dinamakan dengan jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip hukum, yakni berwujud keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Selama ini yang dimaksud dengan ”jaminan” pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip hukum adalah berwujud pada benda tertentu yang
bernilai ekonomis guna dipakai sebagai pelunasan terhadap kredit atau pembiayaan yang telah diberikan berdasarkan prinsip hukum, jika nasabah debiturnya
wanprestasi.
68
1. hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.
Agunan berupa benda tidak bergerak yang diserahkan debitur ke bank adalah merupakan objek dalam pengikatan jaminan yang diatur di dalam Undang-Undang
nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan selanjutnya disebut UUHT. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, hak tanggungan mempunyai unsur-unsur
pokok, yaitu :
2. objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA
3. hak tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya hak atas tanah saja, tetapi
dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.
4. utang yang dijamin harus suatu utang tertentu
5. memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.
69
68
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : : PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm 282
69
Sutan Remy Sjahdeini,Hak Tanggungan Asa-Asas,Ketetnuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang dihadapi Oleh Perbankan,Bandung:Alumni,1999,hlm 11
Universitas Sumatera Utara
Selain pranata hukum jaminan diatas, di Indonesia telah ada Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia selanjutnya disebut UUJF. Yang
menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak baik berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda bergerak yang tidak dibebani hak tanggungan, benda yang
telah dibebani dengan jaminan fidusia ini wajib didaftarkan, demikian disebutkan dalam pasal 1 angka 2 jo pasal 11 ayat 1 UUJF.
Hutang yang dapat dijamin dengan jaminan fidusia adalah sebagai berikut: 1. Hutang yang telah ada
2. hutang yang akan ada dikemudian hari kontinjen, tetapi telah diperjanjikan dan jumlahnya sudah tertentu. Misalnya hutang yang timbul dari pembayaran yang
dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan garansi bank.
3. Hutang yang dapat ditentukan jumlahnya pada saat eksekusi berdasrkan suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban untuk dipenuhi. Misalnya, hutang
bunga atas perjanjian pokok yang jumlahnya akan ditentukan kemudian.
70
Debitur yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan dengan baik tepat pada waktu yang diperjanjikan. Pada kenyataannya
selalu ada debitur yang karena suatu sebab tidak dapat mengembalikan kredit bank yang telah dipinjamnya. Akibat debitur tidak dapat membayar lunas hutangnya, maka
menjadikan perjalanan kredit terhenti atau macet. Berbagai aspek berhubungan erat dengan pengelolaan dan penyelesaian kredit
bermasalah oleh bank, seperti aspek ekonomi, aspek hukum, aspek sumber daya manusia dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini merupakan suatu kompleksitas
yang menjadi tanggungjawab dari bank di dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
70
Munir Fuady,Jaminan Fidusia,Bandung:PT.C itra Aditya Bakti,2003,hlm 21
Universitas Sumatera Utara
C. Objek Jaminan Fidusia 1. Pengertian jaminan fidusia