Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara-negara di dunia yang mengalami masa penjajahan, merasakan keadaan yang hampir sama. Keadaan tersebut antara lain, hak berpolitik dibatasi, adanya tekanan ekonomi, bahkan negara penjajah dapat memaksakan kebudayaannya kepada bangsa yang dijajah. Indonesia telah mengalami beberapa kali masa penjajahan, yaitu Inggris, Belanda, dan Jepang. Negara-negara penjajah dalam melaksanakan kekuasaan di Indonesia menerapkan kebijakan ekonomi dan politik yang berbeda-beda. Kebijakan pemerintah terhadap negara yang dikuasai banyak menimbulkan penderitaan dan ketidakpuasan sehingga membangkitkan semangat rakyat jajahan untuk melawan kaum penjajah. Semua bentuk perlawanan tersebut dilakukan dengan harapan rakyat dapat lepas dari penjajahan dan memperoleh kemerdekaan dengan pemerintahan sendiri tanpa campur tangan negara lain. Negara yang pernah menjajah Indonesia antara lain Belanda, Inggris, dan Jepang. Dalam melaksanakan kekuasaannya di Indonesia negara-negara tersebut menerapkan kebijakan politik dan ekonomi yang berbeda-beda. Alasan diberlakukannya kebijakan-kebijakan tersebut adalah untuk mengatur jalannya kehidupan politik dan ekonomi rakyat Indonesia. Cultuurstelsel yang diterapkan oleh Belanda pada tahun 1830-1870 pada masa pemerintahan Van Den Bosch dan sistem sewa tanah atau landrente tahun 1813 pada masa Raffles yang diterapkan Inggris merupakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial untuk mengatur jalannya perekonomian di Indonesia. Namun, kenyataannya kebijakan tersebut hanya membawa keuntungan bagi para penjajah tetapi menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia. Pada saat Jepang berkuasa di Indonesia, Jepang melihat potensi yang besar dimiliki oleh bangsa Indonesia, khususnya dari segi ekonomi dan tenaga kerja. Indonesia memiliki nilai ekonomi yang strategis bagi Jepang dalam menghadapi sekutu di perang pasifik. Sudah sejak lama sumber-sumber alam Indonesia yang commit to user berupa minyak, bauksit, karet, timah dan bahan-bahan strategis lainya adalah penting di mata Jepang. Jepang membutuhkan kekayaan alam Indonesia dan sumber daya manusianya yaitu tenaga kerja yang murah untuk menopang kebutuhan perang Jepang. Strategi penjajahan Jepang mendasarkan pada kepentingan untuk kemenangan perang Asia Timur Raya. Kebijakan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas yaitu menghapuskan pengaruh-pengaruh barat dan memobilisasikan rakyat demi kemenangan perang Jepang. Kebijakan itu dijalankan dengan tiga prinsip yaitu mencari dukungan, memanfaatkan struktur pemerintahan yang telah ada dan mengusahakan agar daerah yang diduduki dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Di bawah pemerintahan Jepang, Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah antara lain Sumatra yang di tempatkan di bawah angkatan darat ke-25, sedangkan Jawa berada dibawah angkatan darat ke-16, dan Kalimantan yang ditempatkan berada dibawah kekuasaan angkatan laut. Pada umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang secara politik paling maju namun secara ekonomi kurang penting, sumber dayannya yang utama adalah manusia. Kebijakan-kebijakan disana membangkitkan rasa kesadaran nasional yang jauh lebih mantap daripada dikedua wilayah lainnya, dan dengan demikian semakin memperbesar tingkat kecanggihan politik antara Jawa dan wilayah-wilayah lainnya. Sampai bulan Agustus 1942 Jawa tetap berada dibawah struktur-struktur pemerintahan sementara, tetapi kemudian dibentuk suatu pemerintahan militer yang diketuai oleh seorang gubernur militer Gunseikan. Untuk membantu orang Jepang mengatur negeri ini pihak Jepang di Jawa juga mencari pemimpin- pemimpin politik guna memobilisasikan rakyat. Pihak Jepang mulai menyadari bahwa apabila ia ingin memobilisasi rakyat di Jawa maka mereka harus memanfaatkan tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis sebelum perang. Pertama-tama mereka menghapuskan seluruh organisasi politik dari jaman sebelum Jepang. Pada bulan Maret 1942 semua kegiatan politik dilarang dan semua perkumpulan yang ada secara resmi dibubarkan dan pihak Jepang mulai membentuk organisasi-organisasi baru. commit to user Pemerintah militer Jepang menggunakan berbagai macam cara untuk mendekati dan mempengaruhi rakyat Indonesia. Salah satu contoh ialah dengan Sedenbu. Sedenbu merupakan alat propaganda Jepang yang berfungsi mendekati dan mempengaruhi masyarakat lapisan bawah, tokoh politik maupun penguasa lokal. Media utama yang paling sering digunakan adalah dengan film, seni panggung, wayang dan musik. Upaya Jepang dengan mendekati dan mempengaruhi tokoh-tokoh politik Indonesia dilakukan dengan membebaskan pemimpin Indonesia yang ditawan oleh Belanda seperti Sjarir dan Moh. Hatta, serta Sukarno dan menawarkan kerja sama dengan para tokoh pergerakan nasional Indonesia melalui organisasi massa bentukan Jepang. Dalam bidang niliter dan Keamanan Jepang mendirikan organiasi-organisasi semi militer, sebut saja Seinendan Korps Pemuda dan Keibodan Korps Kewaspadaan yang merupakan organisasi semi militer yang berisi para pemuda berusia 25 sampai 35 tahun yang diberi tugas sebagai organisasi polisi, kebakaran dan serangan udara pembantu. Selain organisasi militer organisasi politik juga muncul di jawa misalnya organisasi Putera Pusat tenaga Rakyat dan Jawa Hokokai yang ketuanya diambil dari para pemimpin nasionalis Indonesia. Dalam bidang ekonomi Jepang menerapkan kebijakan mengatur dan mengontrol seluruh kehidupan ekonomi di Indonesia. Hal itu disebabkan karena pada saat Jepang berhasil merebut Indonesia, pemerintah Hindia Belanda sudah memperhitungkan bahwa invasi yang dilakukan oleh Jepang ke Indonesia sudah tidak dapat dibendung lagi oleh Belanda, maka dimulailah dilaksanakan aksi bumi hangus. Obyek vital yang sebagian besar terdiri dari aparat produksi dihancurkan, sehingga pada awal penjajahan Jepang hampir seluruh kehidupan ekonomi lumpuh total dan berubah dari keadaan ekonomi normal menjadi ekonomi perang. Pemerintah pendudukan Jepang mengeluarkan beberapa peraturan yang bersifat kontrol terhadap kegiatan ekonomi, misalnya peraturan pengendalian harga dan hukuman yang berat terhadap pelanggar peraturan. Harta milik bekas musuh atau harta yang dibiayai dengan modal musuh disita dan menjadi milik pemerintah Jepang, seperti perkebunan-perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, perusahaan vital seperti pertambangan, listrik dan telekomunikasi. commit to user Setelah Jepang menduduki Jawa kebijakan ekonomi mulai dibuat. Jawa merupakan salah satu pulau Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan sumber tenaga kerja yang yang luar biasa. Kebijakan ekonomi yang dijalankan tentara Jepang yang secara ketat memperlakukan keharusan memenuhi kebutuhan pangan sendiri oleh setiap karesidenan membuat penderitaan yang sangat parah. Kebijakan itu sebagian besar didorong oleh kurangnya sarana pengangkutan baik di dalam maupun ke luar Jawa, tetapi hal itu dimaksudkan juga untuk memungkinkan perlawanan setempat yang mampu membiayai diri sendiri kalau nanti menghadapi serangan sekutu di daerah masing-masing. Penetapan sistem penyerahan paksa padi yang ditetapkan pada tahun 1943 menyebabkan petani terpaksa menjual padinya dengan harga murah ke instansi-istansi pemerintah. Kebijakan pemerintahan pendudukan Jepang itu dalam banyak hal mempengaruhi kehidupan penduduk pribumi. Daerah atau pedesaan di Indonesia khususnya Jawa oleh Jepang dianggap mempunyai potensi ekonomi yang luar biasa karena memiliki tanah yang subur dan penduduk yang banyak. Sasaran utama eksploitasi Jepang di Jawa adalah hasil pertanian dan tenaga kerja. Pemerintah Jepang tidak dapat mencapai tujuan tanpa kerja sama dengan para penduduk pribumi. Untuk mencapai tujuan itu mengharuskan pemerintah militer mengadakan kontak dan campur tangan secara mendalam dengan orang pribumi. Untuk memperlancar kebijakan tersebut maka Jepang mulai melakukan reorganisasi terhadap lembaga ekonomi yang ada yaitu koperasi. Para pemikir seperti Moh. Hatta dan para ekonom lain sudah menganjurkan pembentukannya sejak pemerintah kolonial menguasai Indonesia sebagai sarana untuk memperkuat kedudukan ekonomi bagi kaum pribumi. Koperasi pada zaman Belanda tidak berkembang dengan baik, karena Belanda sendiri takut koperasi yang pada awalnya hanya bergerak dalam bidang ekonomi kemudian akan bisa dimanfaatkan untuk menjadi organisasi yang bergerak dibidang politik yang akan merugikan pemerintah kolonial. Membahas mengenai koperasi tidak terlepas dari pengertiannya itu sendiri, koperasi berasal dari kata Co dan Operation yang berarti bersama-sama bekerja, koperasi berusaha mencapai tujuan serta kemanfaatan bersama. Koperasi sebagai commit to user alat untuk mengatasi kepincangan-kepincangan dan kelemahan dari perekonomian kapitalis. Koperasi muncul pertama kali di Inggris tahun 1884 yang berusaha mengatasi masalah keperluan konsumsi bagi para anggotanya dengan cara kebersamaan yang dilandasi atas dasar prinsip keadilan. Setelah itu koperasi muncul dan berkembang ke berbagai negara di Eropa dan juga di Asia termasuk Indonesia. Masyarakat Indonesia baru mulai mengenal bentuk koperasi pada awal abad ke XIX. Pada masa penjajahan Belanda, tahun 1896 seorang pamong praja patih R. Aria Wirya Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah bank untuk para pegawai negeri priyayi. Ia terdorong keinginan untuk menolong para pegawai negeri yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Ia ingin mendirikan koperasi kredit model Raiffeisen di Jerman, dan untuk itu ia dibantu oleh seorang Asisten Residen Belanda. Asisten tersebut yang menganjurkan untuk mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian seperti yang ada di Jerman. Selain pegawai negeri juga para petani juga perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon pelepas uang. Gagasan tersebut ternyata tidak sesuai dengan politik penjajahan pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu. Badan-badan ekonomi rakyat seperti Bank dan Tabungan dan lumbung desa yang mulai tumbuh tidak dijadikan koperasi. Sebagai gantinya maka, Belanda mengeluarkan undang-undang Ordonansi Perkumpulan Koperasi Bumi Putera untuk mengatur perkoperasian di Indonesia tahun 1927 dan 1933 karena Belanda takut koperasi yang pada awalnya bergerak dalam bidang ekonomi akan menjelma menjadi kekuatan politik yang besar. Pada zaman pendudukan tentara Jepang bukanlah penyempurnaan usaha koperasi yang dialami akan tetapi sebaliknya apa yang telah ada bahkan dihancurkan sama sekali oleh Jepang yang fasistis. Kantor pusat Jawatan Koperasi dan Perdagangan oleh pemerintah balatentara Jepang diganti namanya menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo, sedang Kantor daerah menjadi Syomin Kumiai Sodandyo. Kemudian di Jawa dibentuk Jawa Yumin Keizei Sintasei Konsetsu commit to user Jumbi Inkai, panitia susuna perekonomian baru di Jawa. Hasil perekonomian baru yang dikemukakan dengan kata-kata yang muluk-muluk kepada rakyat ialah tidak lain dari kesengsaraan semata-mata. Koperasi-koperasi yang telah berdiri pada zaman Hindia Belanda diambil alih pengaturannya oleh Jepang. Badan koperasi yang demokratis dirubah menjadi alat-alat distribusi dan pengumpul untuk kepentingan tentara Jepang. Jepang melakukan reorganisasi terhadap koperasi yang ada untuk membentuk yang baru sehingga koperasi sebelum perang mengalami kemunduran bahkan ada yang terpaksa dibubarkan. Akhirnya dibentuk lembaga ekonomi yang bernama Kumiai, lembaga ini adalah koperasi model Jepang yang bertindak sebagai unit dasar untuk memanipulasi seluruh struktur perekonomian yang dikendalikan pada masa perang. Kumiai sebagai sebuah organisasi yang dibentuk atas peraturan pemerintah dan melibatkan seluruh desa, dalam banyak hal tidak dapat dianggap sebagai koperasi. Dalam penerapannya Jepang memerintahkan setiap wiraswasta untuk menyelengarakan Kumiai sehingga seluruh wiraswasta besar dan kecil bisa dikontrol lewat ini. Dengan demikian, koperasi Kumiai diselenggarakan hampir disetiap bidang perpabrikan, pertanian dan perdagangan di Jawa. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan diatas kedalam skripsi yang berjudul “Peran Kumiai Pada Masa Penjajahan Jepang Di Jawa Tahun 1942-1945”.

B. Rumusan masalah