commit to user
52
D. Penelitian yang Relevan
Blum-Kulka 1990: 17, misalnya, mengkaji pola perwujudan kesantunan berbahasa dalam tuturan meminta. Salah satu cara merealisasikan kesantunan
dalam tuturan itu dilakukan dengan menggunakan tuturan tidak langsung. Penelitian ini lebih baru terfokus pada salah satu jenis tindak tutur atau masih
sempit lingkup pembicaraan berkaitan dengan strategi yang dapat ditempuh peserta tutur untuk mewujudkan realisasi kesantunan berbahasa.
Pada penelitian yang lainnya, Blum Kulka et.al. 2001: 61 mempersoalkan hubungan ketidaklangsungan dengan kesantunan berbahasa.
Responden dipilih dari penutur bahasa Inggris dan bahasa Jahudi. Simpulan penelitian ini berupa penegasan bahwa ujaran dengan modus imperatif dinilai
kedua penutur bahasa itu sebagai yang paling langsung dan pada saat yang sama berkedudukan paling rendah tingkat kesantunannya dalam mengungkapkan
permintaan. Lie 2005: 174 membahasa strategi yang ditempuh penutur bahasa
Swedia melalui pemilihan kata ganti orang atau pronomina. Penutur secara garis besar harus memerhatikan relasi sosial dengan mitra tutut dalam memilih
pronomina. Hal ini berakibat pada kesantunann yang tecermin dari pilihan pronomina ynag dimaksud. Unsur-unsur sosial yang perlu diperhatikan meliputi
perbedaan jenis kelamin, tingkat keakraban, status dalam masyarakat, dan hubungan kerja.
Ayodabo 2007: 257 mengkaji perihal startegi merealisasikan kesantunan dalam berbahasa Inggris. Strategi yang disoroti adalah strategi dengan
memilih hedges bentuk kalimat berpagar. Simpulan penelitian ini mengatakan
commit to user
53 bahwa penutur dapat menggunakan hedges sebagai salah satu cara merealisasikan
kesantunan berbahasa dengan mitra tutur. Penelitian ini hanya memfokuskan pada lingkup yang kecil, yakni pada salah satu strategi semata belum mencakup seluruh
strategi lainnya. Paramasivam 2007: 104 melihat bagaimana struktur linguistik yang
dipakai penutur bahasa melayu Malaysia dalam bernegosiasi ketika mengungkapkan ketidaksetujuaan. Strategi yang dipilih berupa strategi yang
disebutnya secara bertahap. Untuk menyatakan tidak setuju, peserta tutur melakukan tindakan secara bertahap, yaitu a meminta klarifikasi, b menentang
ususlan yang diajukan, dan c menjustifikasi. I Dewa Putu Wijana dalam Mibas, 1998:59 menganalisis kalimat tanya
bahasa Indonesia dengan ancangan pragmatik. Kajian tersebut membahas metapesan dalam kalimat tanya bahasa Indonesia. Istilah metapesan diartikan
sebagai maksud yang tersirat di balik tuturan. Ada sembilan metapesan dalam kalimat tanya bahasa Indonesia: keheranan, ketidakpercayaan, keraguan,
kekhawatiran, kemarahan, perintah, kegembiraan, fatis, dan kesombongan Permasalahan yang dibahas sebatas maksud penutur yang tersirat dalam
tuturan pertanyaan bahasa Indonesia. Sumber data yang digunakan pun sangat terbatas, yakni kumpulan cerita pendek berjudul Cerita dari Solo karangan Bakdi
Sumanto dan beberapa cerita pendek dalam majalah anak Bobo. Untuk itu, penelitian sejenis perlu dilakukan kembali dengan menggunakan sumber data
yang beragam. Di samping itu, permasalahan lain yang terkait dengan realisasi kesantunan berbahasa perlu segera dibahas.
commit to user
54 Walaupun objek penelitian yang dilakukan oleh R. Kunjana Rahardi
2005 adalah imperatif bahasa Indonesia, beberapa kesimpulannya memiliki kaitan dengan penggunaan tuturan interogatif. Pertama, tuturan interogatif dapat
digunakan untuk menyatakan bermacam makna pragmatik imperatif: perintah, ajakan, permohonan, persilakan, dan larangan.
Kedua, tuturan imperatif bahasa Indonesia yang paling santun dapat disampaikan melalui tipe tuturan imperatif dengan rumusan saran. Rumusan saran
biasanya didahului dengan frase tanya bagaimana apakah, bagaimana kalau, dan bagaimana seandainya. Kesimpulan kedua itu telah menunjukkan realisasi
kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh tuturan interogatif tidak langsung meskipun hanya terbatas pada imperatif. Jadi, strategi merealisasikan
kesantunanan berbahasa melalui tuturan dalam berbagai jenis tindak tutur belum pernah dibahas secara khusus dan mendalam.
B. Kushartanti 2009: 257-270 membahasa mengenai strategi kesantunann berbahasa pada anak-anak usia prasekolah, khususnya untuk
mengungkapkan keinginan. Hasil temuannya mengungkapkan bahwa anak-anak prasekolah telah mampu mengungkapkan beberapa strategi kesantunan yang
berbeda kepada mitra tutur yang berbeda. Pembedaan ini menunjukkan bahwa usia yang sangat muda ini mereka telah menyadari jarak sosial, usia, dan otoritas.
Penelitian ini pun hanya mencakup satu permasalahan, yakni strategi kesantunan untuk mengungkapkan keinginan pada anak –anak prasekolah.
commit to user
55
D. Kerangka Berpikir