commit to user
55
D. Kerangka Berpikir
Tuturan muncul dari pemakaian bahasa oleh seseorang secara konkret, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Selanjutnya, tuturan yang dipakai dalam
situasi yang konkret terwujud sebagai sebuah tindak tutur. Tindak tutur merupakan anggapan bahwa sebuah tuturan merupakan tindakan seseorang untuk
melakukan sesuatu, seperti memerintah, melarang, meminta, dsb. Sebuah situasi konkret dalam tuturan mengisyaratkan hadirnya konteks
pertuturan yang jelas yang meliputi konteks lingual dan nonlingual. Konteks lingual berada dalam unsur bahasa yang dipakai, yakni berupa makna kata, frase,
klausa, dan kalimat. Termasuk di dalamnya tuturan yang mengikuti atau mendahului sebuah pertuturan. Konteks nonlingual berupa latar belakang
pengetahuan yang muncul dan dimiliki bersama-sama, baik oleh penutur maupun mitra tutur, serta aspek-aspek nonkebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi,
dan melatarbelakangi hadirnya sebuah tuturan. Tidak tutur ini terbagi dalam dua jenis, yaitu tindak tutur langsung dan
tidak langsung. Pengklasifikasian ini didasarkan pada hubungan antara makna kata-kata yang menyusun sebuah tuturan dengan makna tuturan secara
menyeluruh. Artinya, sebuah tuturan akan berkemungkinan memiliki maksud yang lain dari kata-kata yang menyusunnya sehingga pemahaman konteks
berperan paling besar untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam sebuah tindak tutur.
Tindak tutur mengandung beragam maksud yang dapat diidentifikasi dengan mempertimbangkan konteks pertuturannya. Di samping itu, penutur
memunculkan tindak tutur itu dengan tujuan tertentu. Tindak tutur ini salah
commit to user
56 satunya dapat dikreasikan oleh peserta tutur guna menciptakan strategi-strategi
dalam merealisasikan kesantunan berbahasa. Penutur memiliki kebebasan untuk berkreasi menciptakan strategi-strategi dalam merealisasikan kesantunan
berbahasa tersebut. Strategi ini akan tercipta ketika tuturan diukur dalam skala atau
parameter kesantunan berbahasa. Parameter digunakan untuk mengidentifikasi tuturan langsung maupun tuturan taklangsung dalam merealisasikan sebuah
kesantunan berbahasa. Pada akhirnya, kesantunan ini diarahkan untuk satu tujuan pokok, yakni mewujudkan keharmonisan antara peserta pertuturan dengan
menghindari hal-hal negatif dari interaksi tersebut. Kerangka berpikir ini dapat ditampilkan dalam sebuah gambar di bawah ini.
Gambar 2.1: Kerangka berpikir Tuturan
Konteks
Tindak Tutur
Tindak Tutur Langsung
Tindak Tutur Tidak langsung
Strategi Kesantunan Berbahasa
Parameter Kesantunan Berbahasa
Realisasi Kesantunan Berbahasa
commit to user 57
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan masyarakat tersebut melalui bahasanya, serta peristilahan”
Kirk dan Miller dalam T. Fatimah Djadjasudarma, 1993: 10. Secara khusus, penelitian ini berbentuk kualitatif deskriptif. Penelitian semata-mata hanya
didasarkan pada penggunaan bahasa secara komunikatif.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik. Pendekatan ini mempelajari
strategi-strategi yang
ditempuh oleh
penutur di
dalam mengomunikasikan maksud-maksud pertuturannya I Dewa Putu Wijana dalam
Kris Budiman ed., 2002: 57–58. Pendekatan pragmatik mengasumsikan bahwa setiap tuturan dilandasi tujuan tertentu, dan setiap peserta tutur bertanggung jawab
atas segala penyimpangan bentuk tuturan yang dibuatnya. Berdasarkan pernyataan tersebut, maksud-maksud tuturan, terutama maksud yang tersirat, hanya dapat
diidentifikasi melalui
penggunaan bahasa
secara konkret
dengan mempertimbangkan secara seksama komponen situasi tutur atau konteks I Dewa
Putu Wijana, 1996: 13. Satuan analisis dalam pendekatan ini adalah tindak tutur.