Da m pa k pe le c e ha n se ksua l

129 melaporkannya kepada orang tua. Alasan yang mendasari untuk tidak melaporkan tindakan pelecehan seksual yang dialami informan ternyata lebih bersifat” alasan sosial” dibandingkan dengan “alasan fisik”. Para korban pelecehan seksual memilih tidak melapor karena takut tercemar namanya jika berita pelecehan seksual yang dialaminya tersebar dan takut dikucilkan dari lingkungan pergaulannya. Sedangkan dalam teori interaksionisme simbolik simbolic interactionism menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak didasarkan atas ”makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing. Jadi dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses di mana adanya stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan atau respon. Tetapi antara stimulus yang diterima dan respon yang terjadi sesudahnya, diantarai oleh proses interpretasi oleh si aktor. Jelas proses interpretasi ini adalah proses berpikir yang merupakan kemampuan yang khas dimiliki manusia.

5. Da m pa k pe le c e ha n se ksua l

Semua orang bisa menjadi korban, dari bayi sampai para lansia di panti jompo. Namun meskipun semua orang bisa menjadi korban, orang-orang berikut cenderung membiarkan situasi bertahan dan berlanjut. Mereka umumnya tidak mempunyai rasa percaya diri yang kuat sehingga sikap tubuh mereka tampak lemah, tidak asertif serta tampak dari kacamata si Peleceh mudah dipermainkan easy target dan available. Pemalu, menarik diri, kurang pandai mengekspresikan dirinya secara verbal maupun non verbal. Tidak segera 130 bertindak di awal-awal adanya gejala yang mengarah pada terjadinya pelecehan sehingga pelecehan berlanjut. Pelecehan seksual jelas menimbulkan kemadlaratan yang berupa kerugian-kerugian serta menimbulkan korban. Pelecehan dalam bentuk yang ringan saja akan menimbulkan rasa sebagai penghinaan dan melanggar hak-hak perempuan sebagai korbannya, apalagi pelecehan dalam bentuk yang berat seperti perkosaan. Artinya bukan hanya bebas dari kesakitan dan gangguan penyakit, tetapi berarti pula setiap orang mempunyai kemampuan untuk, antara lain melakukan dan menikmati hubungan seksual secara aman. Selain sifat ketercelaannya, kerugian-kerugian baik fisik maupun mental yang diderita oleh korban sebagai akibat dari pelecehan seksual merupakan kriteria untuk menentukan perilaku pelecehan seksual sebagai tindakan pidana. Dampak lain adalah menyangkut gangguan emosi sebagai beban psikologisnya dan selanjutnya berpengaruh secara psikis seperti: ketakutan, tak adanya rasa aman, ketidakbahagiaan, rasa terbuang karena merasa tidak diterima masyarakat dan fisik seperti derita akibat kesakitan, cacat tubuh, serta kematian. 6. Upa ya - upa ya Me re spo n Te rja dinya Tinda ka n pe le c e ha n Se ksua l te rha da p re m a ja pe re m pua n di Ka b upa te n Kla te n Banyaknya kasus-kasus pelecehan seksual maupun kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Klaten, mengundang berbagai macam respons baik dari pemerintah maupun masyarakat. Respons yang muncul tidak saja bernada keprihatinan, tetapi juga respons dalam bentuk kepedulian, perhatian dan atau langkah-langkah yang dilakukan untuk menghindari terjadinya kekerasan seksual di tengah masyarakat. 131 Mengenai langkah atau upaya yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, di beberapa sisi terdapat karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini tentunya disebabkan oleh perbedaan kerangka berfikir dalam memahami dan memandang persoalan pelecehan seksual di Kabupaten Klaten.

1. Pe m e rinta h da n Apa ra t Pe ne g a k Hukum