Semantik Suksesi Sistem Informasi Berdasarkan Populasi Teks
TESIS
MARIA ELFIDA
117038077
PROGRAM STUDI (S2) TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
TESIS
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Magister (S2) Teknik Informatika
MARIA ELFIDA 117038077
PROGRAM STUDI (S2) TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PERSETUJUAN
Judul Tesis : Semantik Suksesi Sistem Informasi Berdasarkan Populasi Teks Kategori : Tesis
Nama Mahasiswa : Maria Elfida
NIM : 117038077
Program Studi : Magister Teknik Informatika
Fakultas : Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (Fasilkom -TI) Universitas Sumatera Utara
Pembimbing 2 Pembimbing 1
(Prof. Dr. Tulus) (Prof. Dr. Muhammad Zarlis)
Diketahui/disetujui oleh
Program Studi S2 Teknik Informatika Ketua,
(Prof. Dr. Muhammad Zarlis) NIP. 19570701 198601 1003
(4)
PERNYATAAN
SEMANTIK SUKSESI SISTEM INFORMASI BERDASARKAN POPULASI TEKS
TESIS
Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.
Medan, 03 Januari 2014
Maria Elfida 117038077
(5)
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Maria Elfida
Nim : 117038077
Program Studi : Teknik Informatika
Jenis Karya Ilmiah : Tesis Magister (S2)
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royaliti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royality Free
Right) atas tesis saya yang berjudul:
SEMANTIK SUKSESI SISTEM INFORMASI BERDASARKAN POPULASI TEKS
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas Royaliti
Non-Exclusive ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media,
memformat, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan/atau sebagai pemilik hak cipta
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 03 Januari 2014
Maria Elfida 117038077
(6)
Telah diuji pada
Tanggal : 03 Januari 2014
PANITIA PENGUJI SEMINAR TESIS Ketua : Prof. Dr. Muhammad Zarlis Anggota : 1. Prof. Dr. Tulus
2. Prof. Dr. Herman Mawengkang 3. Dr. Syahril Efemdi, M.IT
(7)
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap (berikut gelar) : Maria Elfida, ST
Tempat / Tanggal Lahir : Penyabungan, 26 Desember 1969 Alamat Rumah : Jl, Eka Surya Gg. Sekolah 03 Medan Telepon/Fax/HP : 08126420269
Email : [email protected]
Instansi Tempat Bekerja : Universitas Sumatera Utara
Alamat Kantor : Jl Universitas No 09 Kampus USU
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Neg 3 Penyabungan TAMAT: tahun 1982 SLTP : SMP Neg 1 Penyabungan TAMAT: tahun 1985 SLTA : SMEA Neg 1 Penyabungan TAMAT: tahun 1988
D3 : AKUBANK SWADAYA TAMAT: tahun 1992
S1 : STTHarapan Medan TAMAT: tahun 2004
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Pengasih atas segala kurnia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyiapkan tesis (penelitian pada jenjang magister) ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tesis ini berjudul “SEMANTIK SUKSESI SISTEM INFORMASI BERDASARKAN POPULASI TEKS”, dan sebagai tugas akhir dan persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (Fasilkom-TI), Unviersitas Sumatera Utara (USU).
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Prof. Dr. dr. Syahril pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Muhammad Zarlis selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (Fasilkom-TI) Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Ketua Program Studi Magister Teknik Informatika yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Teknik Informatika di Fasilkom-TI Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan Prof. Dr. Tulus selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan arahan dalam penulisan tesis ini.
Seluruh Staf Pengajar pada Fasilkom-TI USU yang dengan bersungguh-sungguh telah berusaha memberikan ilmunya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, dan tidak lupa kepada seluruh Staf Administrasi Program Studi Magister Tekik Informatika USU yang telah memberikan bantuan dan pelayanan yang baik kepada penulis.
Seiring salam dan ucapan terima kasih disampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan yang tidak dapat disebutkan di sini, terutama mahasiswa angkatan 2011/2012 atas kerja sama, kebersamaan dan bantuannya dalam mengatasi berbagai masalah selama perkuliahan berlangsung. Tidak dapat dilupakan adalah suami (Dr. Mahyuddin K. M. Nasution, M.IT) dan anak-anak (Maudy Maulina dan Raditya Macy Widyatamaka Nasution) yang telah memberikan dukungan dan semangat serta pengertian yang luar biasa sehingga tulisan dapat terselesaikan dengan baik, terima kasih yang sedalam-dalamnya buat keluarga besar. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, 03 Januari 2014
Penulis, Maria Elfida 117038077
(9)
ABSTRAK
Suksesi sistem informasi berkaitan dengan pengukuran kepuasan dari pengguna dan penggiat sistem informasi. Dengan kata lain, keberadaan sistem informasi selalu berkaitan dengan organisasi dan sekumpulan orang yang melibatkan teknologi informasi untuk mengolah dan menyajikan data dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, keberadaan suatu sistem informasi akan selalu berhadapan dengan perubahan teknologi informasi, perubahan tuntutan pelayanan terhadap pengguna sistem informasi, terutama dari para pengambil keputusan di tingkat organisasi. Banyak perubahan dan tuntutan secara sosial telah dibuat semenda berdasarkan kajian atau berdasarkan komentar terhadap kemunculan sistem informasi tertentu dalam dunia jaringan atau internet yang secara umum dapat mewakili permintaan perubahan terhadap sistem informasi secara riil. Namun demikian, pengetahuan ini selalu terkubur bersama gegap gempitanya dinamika Web sebagai sumber informasi. Suksesi sistem informasi berkaitan dengan pengukuran tentang hal-hal yang berkaitan dengan sistem informasi, terutama faktor organisasi di mana sistem informasi itu akan digunakan, atau beberapa butir permintaan berkaitan dengan sistem informasi yang dipandang sebagai peubah terikat terhadap konstruk tertentu yang menjadi faktor pengukuran suksesi sistem informasi. Selain itu, faktor lain yang mungkin berkaitan adalah faktor perencanaan. Terdapat beberapa pendekatan analisis perencanaan, yang mungkin berlaku di dalam organisasi atau sistem. Walaupun secara teoritis perencanaan suatu sistem informasi akan menjadi faktor penentu bagaimana sistem dibangun, tetapi tidak terdapat bukti bagaimana faktor ini mempengaruhi suksesi sistem informasi. Berdasarkan beberapa faktor yang diuraikan, dikaji dan diukur suksesi sistem informasi. Secara eksperimen terdapat hubungan antara faktor organisasi, konstruk, dan faktor perencanaan sistem informasi. Nilai kepercayaan atau keandalan sistem terukur berdasarkan α Cronbach menurut konsistensi informasi dipandang sangat baik, sedangkan suksesi dipandang dari sudut pencapaian informasi berada di atas 90% baik recall maupun presisi.
(10)
SEMANTIC OF INFORMATION SYSTEM BASED ON TEXT POPULATION
ABSTRACT
The information system success relates to the measurement of user satisfaction and information system actuators. In other words, the existence of information systems are always related to organizations or groups of people that involve information technology for processing and presenting data in decision making. Therefore, the existence of an information system deal with information technology changes, changes in demanding service to users of information systems. Especially the decision makers in top level management, many changes and social demands have been made based on either the study or by commenting on the appearance of certain information systems in a network or the internet, in general it can represents demand changes to information systems in real world. However, this knowledge is always buried in largest repositories and dynamic of the Web as a source of information. The information system success relate to the measurement of things about the information systems, especially where organizational factors in information system that will be used, or a few grains of requests relate to information systems are seen as a variable bound to a particular construct is a factor measurements succession of information systems. In addition, other factors that may be related is planning factor. There is several approaches analysis of planning, which may apply in the organization or system. Although theoretically the planning of an information system will be the determining factor of how the system is built, but there is no evidence of how these factors affected the information system success. Based on several factors described, assessed and measured the information system success. In the experiment there is a relationship between organization factors, constructs, and information system planning factors. Trusted information or reliability of system measured by Cronbach’s alpha according to the consistency of the information to be good, while an achievement of success in the light of the information is above 90% both recall and precision.
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
Judul i
Persetujuan ii
Pernyataan Orisinalitas iii
Persetujuan Publikasi iv
Panitia Penguji v
Riwayat Hidup vi
Kata Pengantar vii
Abstrak viii
Abstract ix
Daftar Isi x
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Istilah xiv
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Maksud dan Tujuan 3
1.4. Batasan Masalah 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka 5
2.1. Pengantar 5
2.2. Terminologi dan definisi 5
2.3. Suksesi sistem informasi 7
2.3.1. Kajian tentang faktor organisasi 7
2.3.2. Tahap perencanaan sistem informasi 8
2.4. Fondasi keberadaan sistem informasi 9
(12)
2.4.2. Pendekatan analisis perencanaan 12
2.5. Faktor suksesi sistem informasi 21
2.6. Representasi Semantik 23
2.6.1. Similaritas Kosinus 24
2.6.2. Singleton dan doubleton 24
2.7. Pengujian dan Penilaian 26
2.7.1. Tabel Kontingensi 27
2.7.2. Alpha Cronbach 27
2.7.3. Recall dan Presisi 28
Bab 3 Metode Penelitian 30
3.1. Pengantar 30
3.2. Metodologi penelitian 30
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 34
4.1. Pengantar 34
4.2. Pemodelan 34
4.3. Pemilihan pembangkit data 37
4.4. Pengukuran semantik suksesi 41
4.5. Evaluasi 46
4.5.1 Pengukuran keandalan 47
4.5.2 Recall dan Presisi 48
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 50
5.1. Kesimpulan 50
5.2. Saran 50
Daftar Pustaka 51
Lampiran 1 Daftar Publikasi Ilmiah Penulis (Tesis) 57
Lampiran 2 Tabel-Tabel Kontingensi 58
Lampiran 3 Tabel Hasil Mesin Cari Yahoo! 60
(13)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Tabel kontingensi 27
Tabel 4.1. Taksonomi butir dari peubah terikat untuk konstruk I 34
Tabel 4.2. Taksonomi butir dari peubah terikat untuk konstruk II 35
Tabel 4.3. Taksonomi butir dari peubah terikat untuk konstruk III 36
Tabel 4.4. Taksonomi butir dari peubah terikat untuk konstruk IV 36
Tabel 4.5. Teknik fitur untuk pendekatan analisis organisasi 37
Tabel 4.6. Nilai singleton dari 4 mesin cari untuk faktor organisasi 38
Tabel 4.7. Taksonomi butir dari peubah terikat untuk konstruk V (tambahan) 40
Tabel 4.8. Nilai singleton Yahoo! untuk konstruk 42
Tabel 4.9. Hubungan semantik antara pendekatan analisis dan Konstruk berdasarkan mesin cari Yahoo! dan tetapan Jaccard 43
Tabel 4.10. Hubungan semantic antara pendekatan analisis dan fitur berdasarkan mesin cari Yahoo! dan tetapan Jaccard 44
Tabel 4.11. Nilai survei 45
Tabel 4.12. Nilai probabilitas relatif berdasarkan mesin cari untuk butir konstruk 46
Tabel 4.13. Variansi dan αCronbach konstruk 47
Tabel 4.14. Variansi untuk singleton dan survei tentang butir konstruk 47
Tabel B2.1. Hitungan chi-square untuk faktor organisasi 57
Tabel B2.2. Hitungan chi-square untuk faktor organisasi secara probabilitas relative 58
Tabel C3.1. Singleton dan doubleton untuk pendekatan analisis dan fitur 59
(14)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Jaringan semantik asumsi antara PA dan FE 25
Gambar 3.1. Petajalan penelitian 31
Gambar 3.2. Fishbone keberadaan faktor suksesi sistem informasi 32
Gambar 4.1. Similaritas antara konstruk 41
Gambar 4.2. Nilai doubleton untuk pasangan konstruk 42
Gambar 4.3. Similaritas antara konstruk berdasarkan mesin cari Yahoo! 42
(15)
DAFTAR ISTILAH
Analisis normatif (normative analysis)
Analisis pemaknaan sasaran (ends-means analysis) Analisis rantai nilai (value chain analysis)
Analisis strategi bisnis (business strategy analysis)
Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) Berbasis teori (have sound theoretical basis)
Dampak individu (individual impact) Dampak organisasi (organizational impact)
Dukungan pengelolaan tingkat atas (top management support) Dukungan analisis banyak tingkat (support multiple level analysis) Faktor suksesi kritis (critical success factor) atau CSP
Gaya pengelolaan (management style) Keuntungan penggunaan (benefits of use)
Lima model kekuatan Porter (Porter’s five forces model)
Mengatasi situasi organisasi yang kompleks (address complex enterprise situation) Metode penganggaran (budgeting method)
Mutu informasi (information quality) Mutu sistem (system quality)
Penentuan keperluan organisasi saat ini (determine existing enterprise requirement) Penentuan keperluan berpotensi / masa akan datang (determine future / potential
requirements)
Penjajaran sasaran (goal alignment)
Pengalokasian sumber daya (resources allocation)
Pengetahuan pegnelola tentang teknologi informasi (management IT knowledge) Penggunaan sistem (system use)
Rekayasa berbantuan komputer (computer-aided engineering) atau CAE Rancangan berbantuan komputer (computer aided design) atau CAD
Siklus hidup pengembangan sistem (system development life cycle) atau SDLC Singleton, doubleton dan hit count
(16)
Similiritas kosinus (cosine similarity)e
Struktur pembuatan keputusan (decision-making structures) Teknik analisis proses (process analysis technique)
(17)
ABSTRAK
Suksesi sistem informasi berkaitan dengan pengukuran kepuasan dari pengguna dan penggiat sistem informasi. Dengan kata lain, keberadaan sistem informasi selalu berkaitan dengan organisasi dan sekumpulan orang yang melibatkan teknologi informasi untuk mengolah dan menyajikan data dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, keberadaan suatu sistem informasi akan selalu berhadapan dengan perubahan teknologi informasi, perubahan tuntutan pelayanan terhadap pengguna sistem informasi, terutama dari para pengambil keputusan di tingkat organisasi. Banyak perubahan dan tuntutan secara sosial telah dibuat semenda berdasarkan kajian atau berdasarkan komentar terhadap kemunculan sistem informasi tertentu dalam dunia jaringan atau internet yang secara umum dapat mewakili permintaan perubahan terhadap sistem informasi secara riil. Namun demikian, pengetahuan ini selalu terkubur bersama gegap gempitanya dinamika Web sebagai sumber informasi. Suksesi sistem informasi berkaitan dengan pengukuran tentang hal-hal yang berkaitan dengan sistem informasi, terutama faktor organisasi di mana sistem informasi itu akan digunakan, atau beberapa butir permintaan berkaitan dengan sistem informasi yang dipandang sebagai peubah terikat terhadap konstruk tertentu yang menjadi faktor pengukuran suksesi sistem informasi. Selain itu, faktor lain yang mungkin berkaitan adalah faktor perencanaan. Terdapat beberapa pendekatan analisis perencanaan, yang mungkin berlaku di dalam organisasi atau sistem. Walaupun secara teoritis perencanaan suatu sistem informasi akan menjadi faktor penentu bagaimana sistem dibangun, tetapi tidak terdapat bukti bagaimana faktor ini mempengaruhi suksesi sistem informasi. Berdasarkan beberapa faktor yang diuraikan, dikaji dan diukur suksesi sistem informasi. Secara eksperimen terdapat hubungan antara faktor organisasi, konstruk, dan faktor perencanaan sistem informasi. Nilai kepercayaan atau keandalan sistem terukur berdasarkan α Cronbach menurut konsistensi informasi dipandang sangat baik, sedangkan suksesi dipandang dari sudut pencapaian informasi berada di atas 90% baik recall maupun presisi.
(18)
SEMANTIC OF INFORMATION SYSTEM BASED ON TEXT POPULATION
ABSTRACT
The information system success relates to the measurement of user satisfaction and information system actuators. In other words, the existence of information systems are always related to organizations or groups of people that involve information technology for processing and presenting data in decision making. Therefore, the existence of an information system deal with information technology changes, changes in demanding service to users of information systems. Especially the decision makers in top level management, many changes and social demands have been made based on either the study or by commenting on the appearance of certain information systems in a network or the internet, in general it can represents demand changes to information systems in real world. However, this knowledge is always buried in largest repositories and dynamic of the Web as a source of information. The information system success relate to the measurement of things about the information systems, especially where organizational factors in information system that will be used, or a few grains of requests relate to information systems are seen as a variable bound to a particular construct is a factor measurements succession of information systems. In addition, other factors that may be related is planning factor. There is several approaches analysis of planning, which may apply in the organization or system. Although theoretically the planning of an information system will be the determining factor of how the system is built, but there is no evidence of how these factors affected the information system success. Based on several factors described, assessed and measured the information system success. In the experiment there is a relationship between organization factors, constructs, and information system planning factors. Trusted information or reliability of system measured by Cronbach’s alpha according to the consistency of the information to be good, while an achievement of success in the light of the information is above 90% both recall and precision.
(19)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah sistem mempunyai makna yang tidak sama dalam bidang-bidang yang berbeda (Berryman & Kindlmann, 2008). Dalam bidang kajian teknologi informasi, sistem terkait erat dengan informasi, yaitu sistem informasi (SI), yang dapat dinyatakan sebagai himpunan komponen-komponen saling terhubung yang mengumpulkan, memanipulasi, dan menyebarkan data / informasi dan memberikan mekanisme umpanbalik untuk mencapai objektif tertentu dalam bidang manajemen. Sedangkan, sistem menurut pengelolaan dapat dinyatakan sebagai organisasi (wadah), yaitu sekelompok entitas (orang, benda, hal-hal) yang saling berinteraksi (bekerja sama) untuk mencapai suatu tujuan. Dalam bentuk implementasi teknologi informasi (Gregg et al., 2001), sistem informasi menjadi sesuatu yang terorganisasi, manakala dalam wadah, sistem informasi menjadi sesuatu yang melekat terhadap sebarang organisasi. Oleh karena itu, kebutuhan bagi sistem informasi berkembang pesat di berbagai bidang termasuk bisnis (Damjanović, 2010), industri (Zheng & Wang, 2008) dan pabrik (Westergren, 2010), pendidikan (Pal et al., 2009), rekayasa berbantuan komputer (computer-aided engineering, CAE) (Book & Gruhn, 2007) / rancangan berbantuan komputer (computer aided design, CAD) (Yang & Ghani, 2002), rekayasa perangkat lunak berbantuan komputer (computer aided software engineering, CASE) (Krishnan et al., 1999), kedokteran (Kifle et al., 2006), cuaca (Honda et al., 2002), hukum (Giordano, 2004), hiburan (Savidis et al., 2007), dan sebagainya, yang secara umum dinyatakan sebagai fenomena kesuksesan sistem informasi.
Suksesi sistem informasi telah mendapat perhatian yang sangat luas dari berbagai lapisan pengguna. Pada tingkat peneliti, pengukuran efektivitas dan evaluasi terhadap suksesi sistem informasi telah dilakukan secara terus-menerus (Winter et al.,
(20)
2009; Urbach et al., 2009). Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa teknologi informasi tanpa henti diperbaharui, dan cara orang bersosial dan berorganisasi juga terus berubah (Weinhardt et al., 2009). Dengan demikian, pertumbuhan yang cepat sekitar penggunaan dan permintaan tentang beberapa faktor yang berkaitan dengan sistem informasi merupakan sebab-akibat dari beberapa perubahan dalam lingkungan sosial masyarakat. Ini dapat digambarkan melalui eksplorasi semantik terhadap perjalanan sosial itu sendiri (Valencia-García et al., 2010), yang terekam dalam Web sebagai media sosial. Misalnya, salah satu faktor perubahan yang menyebabkan sektor swasta melakukan persaingan ketat dengan sektor lain, misalnya adalah layanan yang efisien, tingkat produktifitas, dan tata cara yang selalu diperbaiki (Savidis, 2007). Sementara itu, sektor publik diharuskan menjadi lebih luwes, aturan-aturan yang kaku dan tertutup (konservatif) semakin didesak keluar dari pasar layanan (Seneviratne, 1999). Secara semantik, diasumsikan bahwa beberapa petunjuk yang terkait dengan faktor tersebut secara literal teks akan hadir (Cherniavsky & Soloway, 2002) bersama istilah “Sistem Informasi (Information System)” dalam Web, dan akan memberi bobot makna tentang pentingnya faktor tersebut.
Sistem informasi telah mengubah cara beroperasi sebuah organisasi untuk berbisnis dan secara efektif telah membantu meningkatkan kinerja. Akan tetapi, perubahan itu disebabkan tantangan yang diberikan oleh teknologi informasi seperti perkembangan Internet sebagai infrastruktur komunikasi sosial. Dalam hal ini, Web tidak saja menjadi sumber informasi, namun menjadi basis pengetahuan yang mempengaruhi miliu sosial terhadap hal-hal tertentu (Villa, 2007), termasuk bagaimana menentukan strategis sistem informasi bagi kepentingan organisasi. Akan tetapi, bagaimana suksesi sistem informasi dapat didekati secara semantik berdasarkan Web sebagai sumber informasi adalah suatu pertanyaan yang mengubah cara pandang tentang suksesi sistem informasi itu sendiri. Bagaimana informasi itu dapat dipercayai? Pertanyaan yang selalu menjadi bagian dari kajian mengenali mutu sistem, mutu informasi, tanggapan pengguna, dan kepuasan pengguna dalam dimensi suksesi sistem informasi (Steininger et al., 2009).
(21)
1.2. Rumusan Masalah
Banyak sistem informasi telah dibuat, tetapi sedikit yang bertahan dan begitu sedikit yang mampu melayani tantangan perubahan dengan baik. Oleh karena itu, suksesi sistem informasi menjadi persoalan utama dalam pengembangan sistem saat ini di tengah perubahan dunia dalam segala hal. Perubahan disebabkan oleh faktor-faktor sosial, organisasi dan teknologi. Seiring dengan perlunya teknologi, perubahan sosial menuntut kearah kesejahteraan dan dalam hal mana sistem informasi dituntut melayaninya atau berfungsi memudahkan. Pada satu sisi, beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan itu dapat dikenali dengan mudah melalui perumusan para ahli dalam bidang ini, tetapi beberapa faktor yang lain bersifat kabur dan tidak dikenali, terdapat di antaranya berada pada posisi bias, bersifat mendua, dan memerlukan pemaknaan kembali, sehingga hanya pemikiran manusia yang mampu mengenali faktor-faktor tersebut dengan baik. Pada sisi lain, dalam dunia Internet, faktor yang definitif dan tidak definitif menjadi satu dengan yang lain. Terdapat dokumen yang merekamkan faktor penting bagi suksesi sistem informasi oleh para ahli, tetapi terdapat juga beberapa permintaan dan komentar tentang itu dari berbagai kalangan yang bersinggungan baik langsung maupun tidak langsung dengan sistem informasi. Dalam hal ini, Web menjadi sumber informasi terbesar yang pernah ada dalam sejarah, dan hanya mampu diolah oleh komputer. Akan tetapi, Web adalah pangkalan data yang tidak terstruktur dan kurang semantik. Oleh karena itu diperlukan transformasi kecerdasan manusia terhadap komputer dalam satu metode untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang suksesi sistem informasi secara sosial, lebih konkritnya dialamati melalui pertanyaan penelitian seperti berikut: Bagaimana menyediakan informasi dan mengukur suksesi sistem informasi secara semantik?
1.3. Maksud dan Tujuan
Tujuan utama (objektif) dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi sistem informasi dalam suatu lingkungan baik organisasi maupun sosial dengan melibatkan Web sebagai sumber informasi sosial. Untuk mencapai objektif utama, berikut digariskan beberapa maksud sebagai berikut:
(22)
a. Untuk menentukan suatu metode pengakuisisian pengetahuan yang terkait dengan suksesi sistem informasi.
b. Untuk membangun struktur semantik yang berkaitan dengan suksesi sistem informasi.
c. Untuk menentukan bentuk dari pembelajaran mesin yang dapat memaknakan faktor suksesi sistem informasi.
Berdasarkan itu, penelitian ini akan memberikan kontribusi sebagai berikut. Terdapat secara konvensional metode pengakuisisian pengetahuan yang terkait dengan suksesi sistem informasi, sedangkan metode yang diajukan didasarkan atas model yang dibangun dari teknologi semantik. Penstrukuran secara semantik faktor-faktor suksesi sistem informasi dengan melibatkan informasi dari Web memberikan ruang lingkup pengetahuan secara global, tujuannya adalah untuk mengatasi keterbatasan informasi yang didapatkan secara manual yang seringkali hanya menunjukkan karakteristik sosial secara lokal. Selain itu, dengan adanya sumber informasi yang dapat diakses secara terbuka, diasumsikan bahwa pembelajaran mesin dapat diimplementasikan untuk memberi makna terhadap suksesi sistem informasi.
1.4. Batasan Masalah
Pendekatan yang dilakukan dalam kajian ini adalah pendekatan pengakusisian pengetahuan berdasarkan teks secara harfiah (literal) dalam sekumpulan dokumen. Domain kajian yang digunakan adalah sekumpulan informasi yang dikandung oleh Web yang diakses melalui mesin cari. Informasi tersebut berkaitan dengan literal teks
“Information System” dalam bahasa Inggris, dengan aspek semantik yang
(23)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengantar
Pada bab ini akan diuraikan beberapa kajian yang berkaitan dengan suksesi sistem informasi, dari sudut model, pengukuran, dan pengembangan, termasuk kemungkinan penglibatan semantik. Beberapa terminologi berkaitan dengan sistem informasi dan suksesinya diungkapkan sebagai fondasi kajian ini. Bagian selanjutnya dari bab ini mengungkapkan beberapa kajian tentang suksesi sistem informasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi dan pengembangan sistem informasi secara umum.
2.2. Terminologi dan Definisi
Terdapat lebih dari satu definisi tentang sistem informasi, demikian juga terdapat banyak penafsiran tentang suksesi sistem informasi (Edwards, 1967; Berryman & Kindlmann, 2008). Berikut batasan sistem informasi yang didasari oleh hukum yang berlaku di Indonesia (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Internet & Transaksi Elektronik):
a. “Sistem informasi merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan dan menyebarkan informasi elektronik.”
b. “Sistem informasi secara teknis dan menajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk
(24)
organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya.”
c. Pengertian lain, “sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
Akan tetapi tidak terdapat batasan yang mendasar tentang suksesi sistem informasi (Urbach et al., 2009). Oleh karena itu, setiap pemangku kepentingan mengenai sistem informasi mempunyai definisi berbeda. Misalnya, definisi awal menyatakan bahwa suksesi sistem informasi berkaitan dengan pengukuran dan penganalisisan kepuasan pengguna komputer yang dimotivasi oleh keinginan manajemen untuk meningkatkan produktivitas sistem informasi (Bailey & Pearson, 1983), dan definisi yang lain menghubungkannya dengan dampak sistem infomasi sepanjang lintasan penggunaan agar dapat memandu ke arah kinerja lebih baik secara organisatoris dengan keseluruhan biaya lebih rendah (Byrd et al., 2006). Jadi, hal kunci yang dinyatakan dalam definisi suksesi sistem informasi adalah pengukuran, yaitu mengukur suksesi sistem informasi, yang melibatkan faktor-faktor dan beberapa metode.
Sementara itu, semantik secara khusus merupakan kajian pemaknaan yang fokus atas hubungan antara kata, frasa, atau simbol (Kruk & McDaniel, 2009). Oleh karena itu, pengukuran suksesi sistem informasi dilakukan berdasarkan asumsi bahwa apabila tuntutan kepuasan pengguna dapat diwakili secara harfiah oleh teks dan apabila kata atau frasa mewakili tuntutan permintaannya, maka populasi teks dapat mewakili kepuasan pengguna secara populasi. Dengan demikian, semantik suksesi sistem informasi dapat dikatakan sebagai pengaruh sistem informasi dalam kehidupan sosial atau organisasi berdasarkan permintaan pengguna atau kajian ilmiah yang digambarkan oleh repositori dokumen seperti Web, berdasarkan alasan bahwa Web terdiri dari populasi teks yang mewakili dunia secara virtual.
(25)
2.3. Suksesi Sistem Informasi
Studi tentang suksesi sistem informasi telah dilakukan sejak 1980-an, tetapi studi monumental dicatatkan ketika studi menghasilkan kontribusi pengukuran kinerja sistem informasi, yaitu untuk mencapai satu model sistem informasi yang bersifat universal (DeLone & McLean, 1992), yang melibatkan informasi tentang mutu sistem (system quality), mutu informasi (information quality), penggunaan sistem (system use), kepuasan pengguna (user satisfaction), dampak individual (individual impact) dan organisatoris (organizational impact). Model dimaksudkan divalidasi sebagai usaha pensahan pengukuran (Seddon & Kiew, 1994; Rai et al., 2002): yang mengganti faedah sistem ke dalam keutungan penggunaan (benefits of use). Model ini kemudian terus-menerus diperbaharui sebagai konsekuensi penting dari penelitian dan pengembangan di bidang ini, di antaranya mengkaitkan dengan faktor organisasi, atau usaha dalam rangka mencari faktor lain yang berhubungan.
2.3.1. Kajian tentang faktor organisasi
Aliran awal penelitian tentang suksesi sistem informasi adalah aliran yang mempertimbangkan faktor organisasi sebagai salah satu anteseden suksesi sistem informasi. Pertimbangan ini didasarkan atas faktor organisasi secara mendasar berkaitan dengan organisasi dan yang memberi dukungan terhadap sistem informasi, sebagaimana gaya pengelolaan (management style) yang digunakan dalam pengukuran konteks organisasi (Lu & Wang, 1997). Dalam hal lain, peubah-peubah yang terkait dengan organisasi dikenali sebagai missi, ukuran, dukungan pengelolaan tingkat atas, penempatan secara berjenjang eksekutif sistem informasi, kematangan fungsi sistem informasi, ukuran fungsi sistem informasi, filsafat atau gaya pengelolaan, perspektif penilai, kultur, dan ukuran anggaran sistem informasi (Saunders & Jones, 1992).
Aliran ini telah mengidentifikasi pengaruh penggunaan teknologi informasi (Ang et al., 2001) dalam penstrukturan organisasi, ukuran organisasi, pengetahuan teknologi informasi para pengelola, dukungan pengelolan tingkat atas, sumber daya keuangan, penjajaran tujuan, dan metode penganggaran. Jadi, secara umum, aliran ini hanya mempertimbangkan faktor-faktor terkait dengan organisasi: baik laba ataupun nirlaba, walaupun dalam siklus hidup pengembangan sistem (system development life
(26)
cycle), disingkat SDLC, penekanan pengembangan sistem selalu diarahkan terhadap pemenuhan keperluan seluruh pengguna.
2.3.2. Tahap perencanaan sistem informasi
Tahap awal dalam SDLC adalah perencanaan (planning). Perencanaan memegang peranan penting dalam pengembangan sebarang sistem informasi, terutama sistem informasi strategis yang menentukan hidup mati suatu organisasi. Tahap perencanaan (Mentzas, 1997), pertama melibatkan perencanaan tentang perancanaan itu sendiri, kedua berkaitan dengan menganalisis lingkungan terkini atau analisis situasi, ketiga melakukan penyusunan strategi alternatif, keempat tentang pemilihan strategi atau perumusan strategi, dan terakhir adalah perencanaan implementasi strategi. Tahap perencanaan menentukan suksesi sistem informasi, yaitu dengan melakukan analisis menyeluruh agar keperluan suatu organisasi dapat dikenali. Tahap ini didukung oleh pendekatan analisis ([PA]) (atau dikenali juga sebagai kerangka kerja perencanan sistem) yang secara khusus mendukung suksesi sistem informasi dari sudut kerangka kerja pengembangan sistem informasi, yaitu:
a. [PA1] Faktor suksesi kritis (critical success factor), atau CSP. b. [PA2] Teknik analisis proses (process analysis technique).
c. [PA3] Analisis kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), kesempatan (opportunities), dan ancaman (threats), atau SWOT analysis.
d. [PA4] Analisis normatif (normative analysis).
e. [PA5] Analisis pemaknaan sasaran (ends-means analysis) f. [PA6] Analisis strategi bisnis (business strategy analysis) g. [PA7] Lima model kekuatan Porter (Porter’s five forces model). h. [PA8] Analisis rantai nilai (value chain analysis)
Diasumsikan bahwa semua nama kerangka kerja analisis ini akan banyak dibicarakan bersama sistem informasi, kemudian menjadi bagian dari laporan, karya ilmiah, atau pembicaraan tentang sistem informasi, dan secara dokumentasi akan terekam di dalam Web sebagai bukti sosial tentang suksesi sistem informasi.
(27)
2.4. Fondasi Keberadaan Sistem Informasi
Terdapat faktor yang mempengaruhi organisasi. Faktor yang secara tidak langsung akan berkaitan dengan perencanaan sistem informasi untuk organisasi itu, yang diajukan sebagai faktor sekunder suksesi sistem informasi atau menjadi fondasi keberadaan sistem informasi. Namun demikian, dimensi pengukuran yang dipertimbangkan dalam hal ini berkaitan dengan faktor organisasi dan pendekatan perencanaan sistem, seperti yang diuraikan dalam bagian-bagian berikut.
2.4.1. Faktor organisasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi suksesi sistem informasi adalah faktor organisasi, selain faktor sumber daya yang lain: penglibatan teknologi, tenaga ahli, dan sebagainya. Faktor organisasi ([FO]) melibatkan:
a. [FO1] Struktur pembuatan keputusan (decision-making structure). b. [FO2] Dukungan pengelolaan tingkat atas (top management support). c. [FO3] Penjajaran sasaran (goal alignment).
d. [FO4] Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi (managerial IT knowledge).
e. [FO5] Gaya pengelolaan (management style)
f. [FO6] Pengalokasian sumber daya (resources allocation). g. [FO7] Metode penganggaran (budgeting method).
2.4.1.1. Struktur pembuatan keputusan
Stuktur pembuatan keputusan (decision-making strukture) dinyatakan sebagai jenis pengendalian atau delegasi kewenangan pembuatan keputusan di seluruh organisasi dan luasnya partisipasi oleh anggota organisasi dalam pembuatan keputusan berkaitan dengan sistem informasi (Hage & Aiken, 1969). Studi yang ada mendapatkan pembuatan keputusan terdesentralisasi sebagai salah satu fasilitator kekuatan adopsi sistem informasi antar organisasi berbasis pelanggan (Grover, 1993) dan penggunaan teknologi informasi dalam organisasi yang besar dan kompleks (Boynton et al., 1994). Dengan kata lain, beberapa studi telah mengindikasikan bahwa rancangan
(28)
organisatoris terpusat menyebabkan keefektivan pengelolaan lebih baik (Brown & Bostrom, 1994).
2.4.1.2. Dukungan pengelolaan tingkat atas
Keterlibatan dan partisipasi eksekutif atau pengelola tingkat atas dari sesuatu organisasi dalam aktivitas sistem informasi merupakan konsep dukungan pengelolaan terhadap penggunaan sistem informasi (Jarvenpa & Ives, 1991). Berdasarkan peranan penting para pengelola bagi organisasinya, tidak mengherankan bahwa dukungan pengelola tingkat atas telah menjadi salah satu faktor organisatoris dibicarakan paling luas dalam beberapa studi tentang sistem informasi maupun penerapan teknologi informasi, di antaranya adalah
a. pengaruh teknologi informasi (Ang et al., 2001), b. adaptasi teknologi informasi (Grover, 1993), dan c. strategi penggunaan (King & Teo, 1996).
Studi lain misalnya berkaitan dengan Sistem Dukungan Keputusan (decision support system disingkat DSS) (Sanders & Courtney, 1985), sejauh mana kesuksesan mengadopsi teknologi (Cahill et al., 1991), tentang kesuksesan penerapan sistem informasi strategis (King & Teo, 1996), dan penggunaan teknologi yang secara khusus dinyatakan sebagai komputer-mikro (Igbaria et al., 1996).
2.4.1.3. Penjajaran sasaran
Penjajaran sasaran (goal alignment) melibatkan pentautan sasaran-sasaran bisnis dan sasaran-sasaran organisasi. Dalam hal ini, pencapaian terhadap sasaran organisatoris berkaitan erat dengan adanya hubungan perancanaan sistem informasi dan perencanaan organisatoris (Saunders & Jones, 1992). Akan tetapi, kecenderungan terhadap isu ini tertumpu kepada kepentingan praktisi dalam sektor publik dan pribadi (Tallon et al., 2000).
2.4.1.4. Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi
Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi (managerial information technology knowledge) merujuk kepada pengalaman dan pengetahuan pengelola
(29)
senior secara khusus dalam teknologi informasi, dengan melibatkan latar belakang para pengelola, pengalaman dan kesadarannya dalam aktivitas sewaktu bersama teknologi informasi ataupun sistem informasi. Artinya diperlukan potensi mengenali sebaik apa kemampuan para pengelola dalam rangka merencanakan secara strategis sistem informasi (Boynton et al., 1994). Hal ini didasarkan kepada hubungan erat antara latarbelakang dan keterlibatan dalam satu aktivitas (Jarvenpa & Ives, 1991). Oleh karena itu, pengetahuan teknologi informasi seorang pengelola menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan sistem informasi.
2.4.1.5. Gaya pengelolaan
Gaya pengelolaan (management style) berkaitan dengan cara mana pengelolaan cenderung untuk mempengaruhi, mengkoordinasikan, dan mengarahkan aktivitas orang sesuai dengan objektif kelompok itu (Aldag & Sterns, 1991). Dengan demikian, para pengelola yang berorientasi tenaga kerja akan mempertimbangkan hubungan antar personal dan berkonsentrasi kepada saling percaya, persahabatan, rasa hormat, dan kehangatan (Lu & Wang, 1977). Hubungan antar personal merupakan konsentrasi yang menuntut munculnya struktur sosial di dalam sistem informasi. Jadi, gaya pengelolaan berkaitan dengan kesuksesan sistem secara berbeda seperti digambarkan dalam tahap-tahap pertumbuhan sistem informasi pengelolaan (management information system disingkat MIS). Sebaliknya, para pengelola berorientasi tugas cenderung lebih fokus terhadap aspek pekerjaan dan hanya mempertimbangkan tugas pengorganisasian untuk pencapaian sasaran.
Komponen penting gaya pengelolaan adalah gaya kepemimpinan. Dalam hal ini, gaya kepemimpinan dan suksesi sistem informasi berkorelasi secara signifikan dan positif. Namun demikian, terdapat beberapa isu perlu digali berkaitan dengan gaya kepemimpinan dan pengelolaan, yaitu adanya hubungan antara gaya kepemimpinan dan pemenuhan hajat pemakai (Igbaria & Nachman, 1990).
2.4.1.6. Alokasi sumber daya
Sumber daya: uang, orang, dan waktu (Ein-Dor & Segev, 1978) diperlukan untuk menyempurnakan projek secara sukses. Sumber daya memandu ke arah komitmen berorganisasi yang lebih baik dan mengatasi rintangan berorganisasi (Tait & Vessey, 1988). Sumber daya yang cukup juga menyebabkan kesuksesan implementasi secara
(30)
organisasi dan suksesi implementasi projek. Selain itu, hubungan antara sumber daya dan implementasi projek teknologi informasi saat ini mempunyai kaitan yang berarti (Wixom & Watson, 2001). Dengan demikian, pengalokasian sumber daya akan berdampak terhadap suksesi sistem informasi.
2.4.1.7. Metode penganggaran
Peranan strategis teknologi informasi, memberi justifikasi modal untuk teknologi informasi dan karena hubungannya dengan kebutuhan suksesi sistem informasi. Sejak komputer hadir sebagai bagian dari teknologi informasi, organisasi telah mendapatkan potensi baru untuk bersaing melalui penerapan teknologi informasi (Burchett, 1988). Dengan demikian, penanaman modal tahunan untuk teknologi informasi mewakili sebagian perbelanjaan organissi, yang tujuannya adalah atas nama aspek biaya dan mutu (Ang et al., 2001). Jadi ketergantungan objektif organisasi, justifikasi penanaman modal didasarkan atas mutu dan biaya, dengan mana pengembangan berkonsentrasi terhadap mutu dan biaya anggaran.
2.4.2. Pendekatan analisis perencanaan
Perancangan sistem informasi menjadi bagian yang penting agar penggunaan teknologi informasi bermanfaat dalam organisasi, yang berarti bahwa suksesi sistem informasi diidentifikasi sebagai hal penting untuk meyakinkan keberlanjutan jalannya organisasi dan menjadi kunci bagi para pengelola sistem informasi (Grover & Segars, 2005). Kerangka kerja perancangan yang mempengaruhi suksesi sistem informasi sebagai berikut.
2.4.2.1. Faktor suksesi kritis
Faktor kesuksesan kritis (critical success factor) merupakan teknik yang tidak ekslusif, yang fokus terhadap penjajaran strategi organisasi dengan strategi sistem informasi. Faktor suksesi kritis hanya berkaitan dengan sedikit area di sebarang bisnis organisasi, yaitu untuk meyakinkan bahwa kinerja persaingan organisasi adalah sukses (Rockard, 1979). Faktor ini digunakan untuk memahami informasi apa yang diperlukan oleh pengelola tingkat atas dalam melaksanakan tugasnya di dalam organisasi. Akan tetapi, teknik ini diperluas dan digunakan dalam konteks perencanaan strategis bagi sistem informasi dengan ketentuan bahwa objektif harus
(31)
jelas, bagaimana menentukan ukuran pendelegasian (kendali) dan aktivitas operasional. Pengidentifikasian keperluan ini dapat dilakukan dengan bertingkat-tingkat menurut satuan di dalam organisasi, seperti satuan administrasi bisnis, dan satuan fungsi pada tingkat manajerial.
Teknik analisis proses berkonsentrasi atas penganalisisan proses-proses yang berlangsung di dalam organisasi. Proses merupakan basis untuk dukungan sistem informasi. Teknik ini dipandang sebagai metodologi untuk berkonsentrasi atas pemahaman proses urusan yang wujud dalam rangka mendukung tujuan sesuatu urusan atau administrasinya (atau determine existing enterprise requirements) dan mengembangkan keperluan-keperluan informasi organisatoris didasarkan suatu pengidentifikasian (atau determine future / potential requirements). Metodologi didasarkan atas analisis proses yang hadir bersama pengidentifikasian, pengevaluasian, dan meningkatkan keefektivan proses inti yang dapat mendukungan objektif organisasi dan kemungkinan peningkatan perubahan yang dapat memprakarsai. Akan tetapi, asumsi yang mendasari teknik ini adalah bahwa telah ada sehimpunan proses organisasi yang dapat diterima dalam organisasi itu. Teknik ini menekankan pemilihan proses kunci guna memperbaikinya (support multiple level analysis). Karena itu, teknik ini berguna untuk mengkontribusikan tahap kedua untuk mana proses ada, proses yang telah dipahami seperti untuk mengevaluasi adanya situasi terkini. Juga berguna dalam tahap ketiga dan keempat dari perencanan dengan mana identifikasi kunci dan proses baru diselenggarakan untuk mempertingkatkannya.
2.4.2.2. Teknik analisis proses
Teknik analisis proses (process analysis technique) berkonsentrasi terhadap penganalisisan proses-proses yang berlangsung di dalam organisasi. Proses merupakan basis untuk dukungan sistem informasi. Teknik ini dipandang sebagai metodologi untuk berkonsentrasi terhadap pemahaman proses urusan yang wujud dalam rangka mendukung tujuan sesuatu urusan atau administrasinya, dan mengembangkan keperluan-keperluan informasi organisatoris yang didasarkan kepada pengidentifikasian. Metodologi ini didasarkan atas analisis proses yang hadir bersama pengidentifikasian, pengevaluasian, dan meningkatkan keefektivan proses inti yang dapat mendukungan objektif organisasi dan kemungkinan peningkatan perubahan yang dapat memprakarsainya (Ward & Peppard, 2002). Akan tetapi, asumsi yang
(32)
mendasari teknik ini adalah adanya sehimpunan proses organisasi yang dapat diterima dalam organisasi itu. Teknik menekankan pemilihan proses kunci guna memperbaikinya. Dengan demikian, teknik ini berguna untuk membangun kontribusi tahap kedua dengan mana proses telah dipahami sebagai pengevaluasi situasi terkini. Juga berguna dalam tahap ketiga dan keempat dari perencanaan dengan mana identifikasi kunci dan proses baru dapat diselenggarakan untuk meningkatkannya. Dengan demikian, teknik ini memiliki fitur mendukung analisis multi tingkat (support multiple level analysis).
Akan tetapi, teknik ini tidak menyertakan sebarang mekanisme pemutusan untuk situasi organisasi yang tidak menjelaskan proses pemutusan, atau terdapat sehimpunan proses baku yang akan dapat menerima semua pemeran di dalam organisasi. Bersama alasan itu, kurangnya mekanisme teknik ini menjadi unsur pemandu terbaik untuk melengkapi pemaknaan (termasuk pemaknaan semantik) untuk memilih sehimpunan proses organisasi baku yang akan dapat diterima oleh pemeran di dalam organisasi. Jadi, teknik ini melangkapi penentuan keperluan organisasi saat ini (determine existing enterprise requirements).
Teknik analisis proses tidak menyertakan pautan untuk menentukan keperluan informasi lebih lanjut untuk mendukung proses identifikasi. Lagi pula, teknik ini masih memberikan harapan terbesar sebab telah mengidentifikasi salah satu dari unsur paling berguna dari organisasi yang merupakan proses dengan mana keperluan informasi dapat diturunkan. Lagi pula, kondisi ini menjadi dasar yang baik untuk proses urusan merancang kembali inisiatif berkaitan dengan itu. Dengan demikian, teknik ini hanya dapat menentukan keperluan masa depan atau berpotensi (determine future / potential requirements) sebagai fitur berdasarkan fitur sebelumnya.
2.4.2.3. Analisi SWOT
SWOT merupakan akronim untuk strengths, weaknesses, opportunities, dan threats. Salah satu teknik yang berguna untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi dan menguji kesempatan dan ancaman berpotensi. Penggunaan SWOT membantu untuk fokus terhadap area dengan mana organisasi kuat dan mempunyai kesempatan terbesar. Teknik memberikan cara tercepat untuk memodelkan situasi dengan menanyakan sehimpunan pertanyaan penting seperti: Apakah urusan utama
(33)
organisasi? Apakah ada kekuatannya organisasi? Apakah ada alternatifnya? Apa kelemahan organisasi?
Teknik ini sama seperti teknik yang lain, misalnya PLEETS (Robson, 1994), yang muncul secara konvensional tetapi mempunyai modal untuk memungkinkan pertimbangan secara hakiki diberikan terhadap faktor-faktor yang perlu dan berpengaruh terhadap organisasi. Penilaian kesempatan dan ancaman akan jelas mengkontribusikan pemahaman lingkungan internal dan eksternal organisasi. Secara simultan, ini juga memudahkan proses pengidentifikasian strategi yang berpotensi untuk diimplementasikan untuk masa depan organisasi. Pada satu sisi, teknik ini sederhana dan cukup memberikan arah yang dapat digunakan oleh para analis kapan saja tanpa memperhatikan ukuran dan struktur organisasi. Pada sisi lain, teknik ini cukup naïf digunakan sendiri tanpa pemahaman komprehensif dan layak mengenai sumber informasi dan konteks dengan mana masukan informasi diambil. Oleh karena itu, teknik ini secara sejajar mampu menghasilkan penentuan keperluan organisasi saat ini (determine existing enterprise requirements) dan penentuan keperluan masa depan atau yang berpotensi (determine future / potential requirements).
Teknik ini juga secara khusus sebagai cara untuk mengidentifikasi sumber informasi yang layak, yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diidentifikasi. Akan tetapi, kurangnya mekanisme untuk memberikan struktur terhadap situasi organisasi (sebagaimana tidak adanya sumber informasi terstruktur tentang suksesi sistem informasi yang berkaitan dengan situasi organisasi itu) menyebabkan tidak terdapat cara yang mungkin digambarkan untuk menyertakan ruang lingkup atau panduan, dan tidak terdapat luaran baku yang dapat diekstrak dan disajikan sebagai hasil penggunaan teknik ini.
2.4.2.4. Analisis normatif
Teknik analisis normatif (normative analysis) fokus atas sehimpunan kelas dasar sistem objek yang ditemukan ada dalam banyak situasi organisasi (Davis, 1982). Himpunan dasar kelas ini dirasakan sebagai norm (bobot) dan harus digunakan sebagai himpunan keperluan resep atau normatif. Setiap analisis dari situasi ini akan menjahit atau menyesuaikan sehimpunan keperluan normatif yang sesuai dengan keperluan situasi teranalisis yang dihasilkan di dalam keperluan lebih spesifik yang telah diturunkan. Dalam hal ini, teknik ini mampu menentukan keperluan organisasi
(34)
saat ini (determine existing enterprise requirements). Banyak metode yang ada telah diutilisasi teknik ini dengan melibatkan beragam unsur untuk menjadi himpunan normatif dari unsur penggerak dalam menghasilkan keperluan-keperluan yang lebih spesifik. Salah satu darinya adalah metode analisis informasi bisnis dan teknik integrasi (Business Information Analysis and Integration Technique, disingkat BIAIT), yang fokus atas unsur tentang ‘order’ sebagai konsep dan menyertakan sehimpunann pertanyaan untuk memperoleh keperluan berdasarkan kepada konsep itu.
Manfaat yang jelas dari teknik ini adalah ketentuan struktur untuk proses penentuan keperluan informasi dan panduan terhadap para analis dalam menyelenggarakan tugasnya. Karena itu, struktur dan panduan demikian begitu diperlukan dalam situasi organisasi yang kompleks dalam hal mana terdapat banyak pengguna yang dapat menyertakan beragam versi atau ulasan keperluan, yaitu kemampuan mengalamati kompleksitas organisasi (address complex enterprise situation). Akan tetapi, sumber penggerak himpunan turunan atau kelas-kelas dasar sistem objek menjadi himpunan normatif pendekatan yang kritis. Sumber berpotensi dari himpunan turunan objek untuk jenis tertentu situasi organisasi boleh diturunkan dari pengujian banyak situasi keadaan dan menurunkan similaritas di antaranya. Sumber potensi yang lain adalah untuk menurunkan himpunan turunan keperluan-keperluan dari teori organisatoris tertentu atau model yang dipercaya boleh menyertakan manfaat yang jelas terhadap keseluruhan situasi. Dengan kata lain, melalui teknik ini penentuan masa depan atau keperluan berpotensi (determine future / potential requirement) dapat dilakukan.
Dalam tahap perencanaan, teknik ini bermanfaat digunakan untuk mendukung tahap pertama, kedua, dan ketiga. Jika telah tersedia pembakuan tertentu atau model keperluan, tahap penaksiran dan tahap konsepsi strategis dapat dengan mudah diselenggarakan, sebab pembakuan dapat secara mendasar memandu untuk menghadirkan keperluan organisasi. Teknik analisis normatif dipandang baik dengan mekanisme tertentu untuk mendukung pemodelan dan perwakilan keperluan-keperluan organisasi dan menghubungkannya dengan keperluan-keperluan-keperluan-keperluan informasi yang sesuai. Secara umum, teknik ini mendukung analisis banyak tingkat (support multiple level analysis).
(35)
2.4.2.5. Analisis pemaknaan sasaran
Teknik ini atau ends-means analysis didasarkan atas teori sistem (have sound theoretical basis), yang menekankan pengidentifikasian para pengelola organisasi handal yang dapat menspesifikasikan keperluan-keperluan informasi, luaran-luaran dan ukuran efisiensi dan ukuran efektivitas proses organisasi kunci. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi keperluan organisasi informasi baik yang ada (determine existing enterprise requirements) atau masa akan datang (dermine future / potential requirements. Secara sederhana, teknik ini memerlukan bahwa organisasi mengenali sasaran (tujuan akhir) dari setiap urusan dan kemudian menyatakan masukannya dan proses. Masukan dan proses mewakili pemaknaan teknik. Tahap yang dilibatkan dalam teknik ini adalah sebagai berikut:
a. Spesifikasi sasaran b. Spesifikasi pemaknaan
c. Spesifikasi pengukuran efisiensi d. Spesifikasi pengukuran keefektivan
Organisasi perlu juga mendefinisikan ukuran efisiensi bagi dirinya sendiri, yang merupakan utilisasi sumber daya seperti dibandingkan dengan luaran yang dihasilkan, atau menyatakan ukuran efektivitas yang merupakan kelayakan luaran untuk mendukung proses berikutnya di dalam keseluruhan proses organisasi. Teknik ini secara mendasar fokus terhadap sasaran atau objektif yang disepakati di dalam organisasi. Ini menjadi kemampuan melekat untuk meningkatkan, merevisi atau mendefinisikan kembali proses organisasi atau administrasi guna mencapai objektif organisasi. Untuk tahap perencanaan, teknik ini dapat memberi kontribusi kepada tahap kedua, ketiga dan keempat. Jadi teknik ini dibekali dengan kemampuan melakukan dukungan terhadap banyak tingkat analisis (support multiple level analysis). Akan tetapi, teknik ini mengasumsikan terdapat objektif bisnis terdefinisi dengan baik atau para pengguna organisasi juga terdefinisi dengan baik yang dapat menyediakan sumber-sumber masukan yang handal terhadap teknik. Karena itu, teknik ini kurang mekanisme untuk memberikan struktur terhadap situasi organisasi dan tidak terdapat mekanisme untuk menspesifikasikan model dan mewakili keperluan-keperluan yang diturunkan dari analisis. Ini tidaklah secara langsung
(36)
memungkinkan untuk menurunkan keperluan informasi untuk organisasi, yaitu determine existing enterprise requirements dan determine future / potential requirements.
2.4.2.6. Analisis strategis bisnis
Pendekatan analisis ini memungkinkan organisasi untuk menurunkan hakikat organisasi berdasarkan atas strategis bisnis (business strategy analysis). Secara dasar, teknik ini berkaitan erat dengan himpunan bisnis organisasi seperti missi, objektif, strategi dan kendala-kendala yang ada. Asumsi dasar berkaitan dengan betapa pentingnya keefektivan sehingga perencanaan perlu untuk berganti atau mentransformasikan himpunan bisnis organisasi menjadi himpunan strategi sistem informasi (Robson, 1994). Langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan transformasi melibatkan pengidentifikasian pemangku kepentingan (stakeholder), pengidentifikasian grup-grup yang berpengaruh di dalam organisasi, pengidentifikasian sasaran-sasaran dan pengidentifikasian tujuan sebaik strateginya untuk mencapai sasaran-sasaran yang diidentifikasi. Teknik ini fokus terhadap kesempatan yang dimanifestasikan dalam strategi bisnis yang memandu kepada strategi sistem informasi atau suksesi sistem informasi. Teknik dengan keistimewaannya ini fokus terhadap penjajaran strategi bisnis dengan strategi sistem informasi. Fokus yang menyebabkan teknik ini dipandang sempit dan secara utama berkonsentrasi atas himpunan bisnis organisasi yang boleh memerankan keperluan-keperluan riil dari keseluruhan organisasi atau hanya mencerminkan pemahaman orang di dalam organisasi. Namun, beberapa metodologi dipandang baik, salah satunya adalah Business System Planning and Information Engineering menyebabkan himpunan bisnis organisasi menjadi sumber keperluan informasi.
Analisis strategi bisnis dapat digunakan untuk mengidentifikasi proses berpotensi atau yang diinginkan dan didukung oleh teknologi. Pada satu sisi, himpunan strategis bisnis melengkapkan sumber keperluan informasi yang kaya, sumber bersifat bias karena himpunan bisnis organisasi yang diturunkan berasal dari hanya para pemakai terpilih tertentu. Teknik demikian akan lebih layak untuk situasi berstruktur dengan para pemakai teridentifikasi, tetapi tidak secara spesifik melayani situasi yang melibatkan banyak pemain yang mengakibatkan pengguna tidak tentu tanggungjawab dan keperluannya dengan pasti. Teknik ini menawarkan analisis
(37)
banyak tingkat dari beragam grup-grup organisasi di dalam organisasi tetapi integrasi dari analisis atau pemahaman secara keseluruhan berpotensi bagi organisasi, tetapi hal ini tidak dibicarakan atau tidak dinyatakan dengan baik. Teknik ini juga kurang mekanisme untuk menyajikan dan memodelkan keperluan-keperluan organisasi yang ditentukan dari analisis yang telah diselenggarakan. Dengan kata lain, teknik ini kurang menentukan keperluan yang ada (determine existing enterprise requirements), tetapi lebih kepada penentuan kebutuhan masa depan atau berpotensi (determine future / potential requirements).
2.4.2.7. Lima model kekuatan Porter
Lima kekuatan wujud dalam dunia dinamis yang terus berubah dengan mana organisasi dan sistem informasi juga ada. Model ini telah digunakan secara luas dalam perencanaan strategi bisnis sebaik perencanaan sistem informasi. Fokusnya dikenali dengan
a. Persaingan antara pesaing b. Ancaman dari pendatang baru c. Ancaman produk dan jasa pengganti d. Kekuatan pembeli
e. Kekuatan penyedia
Beberapa faktor yang memberikan kontribusi dikenali dengan setiap kekuatan untuk mencirikannya. Model ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan sistem informasi atau kesempatan bisnis yang dapat membantu mempengaruhi kekuatan secara berarti. Contohnya, dengan melibatkan pengidentifikasian kesempatan sistem informasi dekat dengan ancaman yang berasal dari pendatang baru atau untuk mengubah kemampuan tawar-menawar pembeli berpotensi.
Lima model kekuatan Porter (Porter, 1980) merupakan model generik yang berguna untuk memudahkan organisasi agar mampu menaksir situasi saat ini, kesempatan dan ancaman dari lingkungannya. Model yang dapat membantu organisasi untuk mengidentifikasi aplikasi sistem informasi berpotensi hingga dapat membantunya dalam mengimplementasikan strategis bisnis. Dengan kata lain, model kekuatan Porter adalah teknik yang dapat menentukan keberadaan kebutuhan saat ini
(38)
(determine existing enterprise requirements). Namun begitu, perencanaan untuk sistem informasi memerlukan organisasi untuk tidak hanya fokus terhadap keperluan internal tetapi juga mengalamati semua kekuatan berpengaruh dalam lingkungan agar organisasi tetap dapat bersaing. Akan tetapi, lima model kekuatan Porter sangat generik dan tidak menyertakan garis pandu terinci untuk pengidentifikasian, mewakili, dan menspesifikasian kebutuhan lebih lanjut bagi organisasi (determine future / potential requirements). Teknik yang berfungsi sebagai salah satu alat dalam kerangka kerja perbandingan.
2.4.2.8. Analisis rantai nilai
Analisis rantai nilai (value chain analysis) adalah salah satu teknik yang berkonsentrasi untuk mencari kesempatan yang dapat dieksploitasi atau didukung oleh teknologi informasi, yaitu teknik yang dapat dikategorikan sebagai kerangka kerja untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan. Suatu pendekatan yang hampir sama seperti faktor lima Porter (Porter’s five factor) dan perencanaan analisis pertalian (linkage analysis planning) (Primozic et al., 1991). Secara konsep, rantai nilai dapat dinyatakan sebagai berikut (Porter, 1980): Rantai nilai merujuk kepada himpunan barisan aktivitas yang terdiri dari aktivitas primer dan sekunder. Aktivitas primer adalah semua yang memberikan kontribusi untuk memungkinkan produk atau layanan menjadi satu langkah lebih terlindungi dari pengguna sedangkan aktivitas sekunder adalah semua yang mendukung aktivitas primer. Dengan memodelkan aktivitas dalam rantai nilai dan menganalisis pautan antara mereka, organisasi mempunyai perubahan itu untuk mengidentifikasi kesempatan sistem informasi untuk meningkatkan aktivitas. Kesempatan untuk meningkatkan aktivitas primer sebagai kesempatan untuk meningkatkan efisiensi organisasi. Konsep ini dapat diubah menjadi konsep sistem nilai. Sistem nilai berbasis industri yang dapat dirumuskan dengan memodelkan semua bisnis dalam keseluruhan industri, yaitu penentuan kebutuhan yang ada (determining existing enterprise requirements). Dengan cara ini, suatu organisasi memungkinkan untuk mengidentifikasi kesempatan dan potensi sistem informasi dan kepentingan sistem informasi dalam menghubungkan penyedia, pengguna dan pesaing dalam konteks lebih luas.
Meskipun analisis rantai nilai berguna dalam mengidentifikasi proses penambahan nilai kunci, analisis rantai nilai dikritik sebagai terlalu abstrak dalam
(39)
identifikasinya tentang aplikasi sistem informasi yang berpotensi. Secara hakiki, teknik ini tidak menyertakan sebarang garis pandu atau pemaknaan untuk penentuan data lebih lanjut dan informasi dan pemodelannya. Akan tetapi, analisis rantai nilai fokus atas area yang kritis untuk mencari kesempatan terhadap penerapan teknologi informasi, yaitu penentuan kebutuhan berpotensi dan yang diperlukan pada masa akan datang (determining future / potential requirements). Untuk tahap perencanaan, teknik ini memberikan kontribusi terhadap tahap kedua untuk memahami situasi saat ini dan tahap ketiga dari pengidentifikasian kesempatan dalam penerapan teknologi informasi. Teknik ini dapat diterima sebagai salah satu alat penting organisasi dalam rangka mengamati kesempatan penggunaan teknologi informasi. Sebagai alat bersifat generik atau kerangka kerja yang mempertimbangkan kesempatan. Pendekatan ini dikategorikan sebagai teknik analisis rantai nilai (Earl, 1989) yang perlu digunakan dengan teknik pelengkap lain agar tercapai perencanaan lebih kokoh.
2.5. Faktor Suksesi Sistem Informasi
Berdasarkan uraian yang pada bagian terdahulu dapat disimpulkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan dan keberlanjutan suatu sistem informasi secara efisien seperti yang telah diungkapkan, yaitu faktor primer dan faktor sekunder.
Faktor primer ([FP1]) dapat dinyatakan sebagai berikut (DeLone & McLean, 1992; Seddon, 1997):
a. [FP1] Mutu informasi (information quality). b. [FP2] Mutu sistem (information system). c. [FP3] Kepuasan pengguna (user satisfaction).
d. [FP4] Kegunaan yang dirasakan (perceived usefulness).
Sedangkan hasil dari analisis faktor atas faktor-faktor suksesi sistem informasi ([FF]) dirumuskan sebagai berikut (Rai et al., 2002):
a. [FFa] Sistem mudah digunakan (Systems easy to use). b. [FFb] Sistem akrab pengguna (Systems are user friendly).
(40)
c. [FFc] Sistem mudah dipelajari (Systems are easy to learn).
d. [FFd] Mudah untuk sistem melakukan apa yang kita inginkan (Easy to get system to do what we want to do).
e. [FFe] Mudah terampil (Easy to become skillful).
f. [FFf] Luaran disajikan dalam format yang berguna (Output presented in useful format).
g. [FFg] Puas dengan keakuratan sistem (Satisfied with accuracy of system). h. [FFh] Informasi jelas (Information is clear).
i. [FFi] Sistem akurat (Systems are accurate).
j. [FFj] Sistem memberikan informasi yang memadai (System provide sufficient information).
k. [FFk] Sistem memberikan informasi terbarukan (System provide up-to-date information).
l. [FFl] Informasi sesuai dengan waktu yang diperlukan (I get the info I need in time).
m. [FFm] Sistem memberikan informasi yang tepat (System provide precise information).
n. [FFn] Konten informasi memenuhi kebutuhan (Information contents meet my needs).
o. [FFo] Menyelesaikan tugas dengan lebih cepat (Accomplish tasks more quickly).
p. [FFp] Menggunakan sistem meningkatkan prestasi kerja (Using the systems improves job performance).
q. [FFq] Menggunakan sistem meningkatkan produktivitas (Using system increases productivity).
r. [FFr] Sistem membuat pekerjaan lebih mudah (Systems make the job easier).
s. [FFs] Sistem meningkatkan efektivitas dalam pekerjaan (Systems enhance effectiveness in job).
t. [FFt] Sistem berguna untuk pekerjaan (System useful to job).
u. [FFu] Sistem memadai untuk memenuhi kebutuhan informasi
pengelolahan (System adequate to meet info processing needs). v. [FFv] Sistem efisien (Systems are efficient).
(41)
w. [FFw] Sistem efektif (Systems are effective).
x. [FFx] Secara keseluruhan puas dengan sistem (Overall, satisfied with systems).
Sedangkan faktor sekunder berasal dari faktor organisasi dan perencanaan sistem informasi seperti diuraikan pada bagian terdahulu. Namun demikian, selain faktor teknis seperti PA1 sampai PA2 dalam perencanaan sistem informasi terdapat situasi organisasi sebagai fitur-fitur yang dapat dikenali seperti dirangkumkan sebagai berikut:
a. [FE1] Mengatasi situasi organisasi yang kompleks (address complex enterprise situation).
b. [FE2] Mendukung analisis banyak tingkat (support multiple level analysis).
c. [FE3] Mendukung pemodelan data / informasi (support information data / modeling).
d. [FE4] Memiliki landasaan teoritis (have sound theoretical basis).
e. [FE5] Menentukan kebutuhan organisasi yang ada (determine existing enterprise requirements).
f. [FE6] Menentukan kebutuhan berpotensi dan akan datang (determine future / potensial requirements).
2.6. Representasi Semantik
Kata atau frasa kata (yang dikenali secara umum sebagai istilah) secara harfiah mewakili sebarang objek yang berkaitan dengan istilah itu (Nasution, 2011a). Suatu istilah dapat dinotasikan sebagai tx = {w1w2…wk} untuk objek x, k adalah banyak kata yang membangun istilah tx. Secara umum, istilah mewakili dokumen, yaitu kumpulan kata d = {w1, w2, …, wn}, dan setiap kata dalam dokumen secara statistik mempunyai bobot probabilitas seperti berikut (Nasution dan Noah, 2011):
(42)
dan n adalah banyak kata dalam dokumen d. Namun, berdasarkan kosakata diperoleh
p(w) = Σw dalam dpw (2.2)
Berdasarkan persamaan (2.1), untuk m dokumen dalam kumpulan dokumen D = {d1,d2,…,dm}diperoleh probabilitas setiap kata seperti berikut:
pwd = 1/(n*m) (2.3)
sedangkan bobot untuk kosakata w dalam kumpulan dokumen adalah
p(w) = Σw dalam Dpwd (2.4)
2.6.1. Similaritas kosinus
Secara semantik, probabilitas kata sebagai vektor dalam kumpulan dokumen yang dapat memberikan makna tertentu bagi dokumen atau objek yang diwakili oleh istilah dimaksudkan. Andaikan dari dua kumpulan dokumen diperoleh vektor |w1| =
[w1,w2,...,wl1], vektor |w2| = [w1,w2,...,wl2], dan vektor |w1∩w2| untuk kata yang sama
antara {w1,…,wl1} dan {w1,…,wl2}, maka similaritas antara dokumen atau antara kumpulan dokumen dapat dihitung dengan menggunakan similaritas kosinus berikut (Deza & Deza, 2007):
simkos = |w1∩w2|/sqrt(|w1|*|w2|) (2.5)
Dengan syarat bahwa |w1∩w2| ≤ |w1| dan |w1∩w2| ≤ |w2|. Secara semantik, similaritas
kosinus berfungsi untuk mencari kesamaan makna berdasarkan vektor yang dihasilkan melalui kumpulan dokumen.
2.6.2. Singleton dan doubleton
Web adalah kumpulan dokumen Web, yang terdiri dari laman-laman Web. Andaikan kumpulan laman-laman Web ωi sebagai dokumen dinotasikan sebagai Ω = {ωi = 1,…,p(t)} dengan mana p(t) adalah waktu pengukuran, jadi kardinalitas dari |Ω| = p(t),
(43)
nilai tergantung kepada waktu pengukuran, disebabkan oleh dinamika laman Web terus tumbuh sebagai media sosial yang mewakili gambaran sosial secara keseluruhan. Untuk mewakili gambaran sosial secara populasi teks dari Web dapat dilakukan pengukuran melalui singleton (Nasution, 2012) dan doubleton (Nasution, 2013), yaitu
a. Singleton adalah peristiwa atau okkurensi istilah tx dalam Ω ditulis Ωx, yaitu kumpulan dokumen yang berkaitan dengan istilah tx. Nilai singleton untuk tx adalah banyaknya dokumen yang berkaitan dengan istilah tx, yang dikenali juga sebagai hit count dan secara statistik ditulis sebagai |Ωx|.
b. Doubleton adalah ko-okkurensi atau peristiwa dari dua istilah tx dan ty secara bersamaan dalam Ω ditulis Ωx∩Ωx untuk tx ≠ ty. Nilai doubleton untuk dua istilah ini adalah hit count dan secara statistik ditulis sebagai |Ωx∩Ωx|.
Gambar 2.1. Jaringan semantik asumsi antara PA dan FE.
Untuk mendapatkan hubungan semantik antara dua istilah berbeda dapat digunakan tetapan Jaccard (Deza & Deza, 2007) sebagai berikut:
(44)
simjac = |Ωx∩Ωx|/(|Ωx|+|Ωy|-|Ωx∩Ωx|) (2.6) Dengan ketentuan bahwa |Ωx∩Ωx| ≤ |Ωx| dan |Ωx∩Ωx| ≤ |Ωy|.
Pengukuran similaritas melibatkan tetapan Jaccard khususnya atau umumnya ko-okkurensi digunakan untuk mendapatkan secara semantik makna antara objek-objek yang mungkin terwakili di dalam media sosial sebagaimana Web. Pengukuran similaritas ini dapat membangun model jaringan semantik seperti hubungan yang dinyatakan antara pendekatan analisis ([PA]) dan ([FE]) berdasarkan studi literatur pada 2.4.2 di atas, atau hubungan seperti Gambar 2.1 (Cilibrasi & Vitányi, 2007). Gambar tersebut menjelaskan jika terjadi hubungan banyak butir PA dengan salah satu FE maka akan ditentukan titik antara secara kombinasi, dan dipilih salah satu kombinasi menurut urutan yang ada. Dengan demikian hubungan PA1 dengan FE5 melintasi tiga titik, yaitu 1, 2 dan 3, sedangkan hubungan antara PA4 dan FE1 melintasi satu titik, yaitu 1. Jadi, untuk mendapatkan gambaran semantik secara khusus harus melibatkan populasi teks antara PA dan FE.
2.7. Pengujian dan Penilaian
Secara populasi, secara harfiah teks, kata atau istilah ada dalam Web. Web sebagai media sosial menjadi gambaran terhadap perilaku sosial terhadap sesuatu hal yang berkaitan dengan pribadi ataupun komunitas sosial itu, termasuk tentang sistem informasi. Web sebagai sumber informasi mengandungi dokumen ilmiah sampai dokumen pribadi yang terletak dalam blog, yang mewakili pribadi, organisasi, sekumpulan orang, atau komunitas sosial tertentu. Namun demikian, alat yang paling mudah untuk mengakses informasi ini adalah mesin cari, sebagaimana singleton dan doubleton dihasilkan dalam mewakili sesuatu secara statistik.
Mesin cari tidaklah sedikit jumlahnya, di antaranya terdapat Google, Yahoo!, Bing, dan sebagainya dengan berbagai keistimewaan yang berbeda pula. Secara umum, mesin cari mencari informasi baru dari seluruh dunia untuk diindeks dan dijadikan sumber pengetahuan untuk dieksplorasi kemudian. Masing-masing mesin cari memiliki singleton dan doubleton berbeda besarannya, jadi setiap pengungkapan makna tertentu melibatkan mesin cari memerlukan pengujian dan penilaian.
(45)
Tabel 2.1. Tabel kontingensi
Butir Nilai Jumlah
I II III
s1 u11 u12 u13 Σj=1...3u1j
s2 u21 u22 u23 Σj=1...3 u2j
... ... ... ... ...
sn un1 un2 un3 Σj=1...3 unj
Jumlah Σi=1...nui1 Σi=1...nui2 Σi=1...nui3 Σi=1...nΣj=1...3uij
2.7.1. Tabel kontingensi
Tabel kontingensi mempunyai r jalur dan l lajur, dan dengan derajat kebebasan
dk = (r-1)(l-1). (2.7)
Uji χ2 (chi square) dilakukan untuk menentukan apakah data yang dihasilkan dari mesin cari yang berbeda saling bergantung atau tidak (Matsuo et al., 2007). Misalnya, untuk tabel kontingensi seperti Tabel 2.1 nilai harapan eks untuk frekuensi data u11 dapat dihitung seperti berikut:
eks(u11) = ((Σj=1...3u1j)( Σi=1...nui1))/( Σi=1...nΣj=1...3uij) (2.8)
Demikian juga dengan frekuensi data yang lain, dihitung dengan cara yang sama sehingga nilai dari χ2adalah
χ2
= Σ(uij-eks(uij))2/eks(uij) (2.9)
2.7.2. Alpha Cronbach
α (alpha) Cronbach merupakan tetapan konsistensi internal yang secara umum digunakan sebagai penaksir keandalan pengujian terhadap sampel data (Cortina, 1993). Misalkan diukur kuantitas yang terdiri dari k komponen:
x = y1 + y2 + ... + yk, (2.10)
(1)
2 M. K. M. Nasution & M. Elfida
emerged as a form of political expression, terrorism dates back to 6 A.D. when Jewish patriots opposed to Roman rule in Palestine, organized under the name of Zealots and launched a terrorist campaign to drive Romans out of Palestine [6,7]. Terrorism recurred from 116-117 A.D. and again from 132-135 A.D. until the Jewish population was driven out of Rome. The term did not officially enter political vocabulary until the 18th century, when Edmund Burke criticized the ”reign of terror” following the 1792-94 French Revolution, when the French gov-ernment used systematic terror to intimidate and eliminate its enemies [8,6]. On and off, the use of terrorism can be traced to presented day. In 20th century, the activity of international terrorism increased rapidly during the late 1960s and early 1970s, but after a brief quietness, the 1980s began and ended with terrorist violence until beginning of this century. By the end of the decade, terrorism has become commonplace [9,10]. Comparatively fewer terrorist incident have been recorded for the first half of the 1990s. However, their nature and magnitude are not easily comparable to those of past years events as indicated by the US Department of State. Like that, terrorists in the modern era has always been as-sociated with Jewish and Zionist. Therefore, the US Department of State defines terrorism as ”... premeditated, politically motivated violence perpetrated against civilians and unarmed military personnel by subnational groups ... usually in-tended to influence an audience.”; and international terrorism as ”...involving citizens or the territory of more than one country” [11].
For example, as organization, Jemaah Islamiyah (JI) started as an Indonesian Islamist group and is a loosely structured organization characterized by territo-rial divisions: the peninsular Malaysia and Singapore; Java, Mindanao, Sabah, and Sulawesi; and Australia and Papua [12]. Abdullah Sungkar motivated by the need for a new organisation that could work to achieve an Islamic State in Indonesia and cause of established JI in Malaysia around 1995. During the 1990’s Al Qaeda infiltrated JI and JI subsequently developed into a pan-Asian network extending from Malaysia and Japan in the north to Australia in the south [13]. Peak in Indonesia, the tactical operation of the Bali attack was conducted by JI’s Indonesian cells until now the hunt terrorist operations continue take place. From histories, the actions of terrorism generally is not only done by a bunch of people but also the country to the people or the other country. Therefore, actions like this always to be a secret network. In modern era, the concept of the network allows us to capture the interactions of any individual unit within larger field of activity to which the unit exists, see Figure 1. The model of network based on the concept of graph. However, to construct any required network is the causes of the actors exist and related to the cluse of relations between them.
3
Network Data and Investigation
For building social network is difficult if only because a clue of relation between a pair of actors as a property of the pair, i.e. anything inherent to either actor. Collecting data onnactors degenerates is to find the properties of n(n−2 1) pairs of actors. Furthermore, the classical means of collecting such data by social
(2)
sci-Fig. 1.The relations among entities in the salience
entists, though done carefully and reliably, are painstaking and time-consuming, is by involving questionnaires, interviews, direct observations, manual sifting through archival records, or various experiments [14].
Through investigation, there are two ways for finding the terrorist: adirect and anindirectways.
1. In particular, an independent Bernoulli random draw determines whether a particular agent is found directlyas a terrorist. The direct finding about a particular agent as terrorist at each period is independent of other terrorists. Thus, a terroristican be found directly by the authority according to some probabilityαi. This probability depends on the extent of the enforcement agency’s scrutiny of terroristi.
2. The law enforcement authority might also find terrorists indirectly. It is based on when the agency detects a terrorist who has information about other members of the organization, the agency also finds each of these with probabilityγ∈(0,1].
(a) This implies that the enforcement agency’s ability to find terrorists in-directly based on the structure social of the terror group.
(b) γ is a parameter that depends on the ability of the law enforcement agency to extract information of terrorist activity from catched terrorists. For instance, the parameter γ is determined by the interrogation methods and the ability to strike by dealing with prisoners in exchange for informa-tion.
(3)
4 M. K. M. Nasution & M. Elfida
The law enforcement agency has a budgetB∈[0,1] to allocate the resources for investigating the N members of the organization and devotedαi ∈[0,1] to investigate member i where PNi=1αi ≤B. Without loss of the generalization, we label terrorists so that α1≤α2≤. . . αN. We refer toαi as the enforcement agency’s level of scrutiny (or investigation) of terrorist i. Each terrorist can be found by the enforcement agency. If the terrorist is found, this imposes a direct cost to the organization of k >0. This cost may include a punishment for the individual, such as time in prison, and a cost to the organization of recruiting a new member.
In information structure, it is not just what you know, but also whom you know, that matters. What you know, say, Σ, Σ ⊂ Γ the set of all thinking. Someone has only mod(Σ) as a part of the thinking or class of knowledge K [15].
Definition 1. Let σ be a generator as a trigger of the thinking, and {σi|i = 1, . . . , m} is a set of generator for Σ such that Σ={f(σi)|i= 1, . . . , m} is the knowledge of an actor wheref()as disseminator.
A graphGis an ordered pair (V, E), whereV 6=∅represents the finite set of verteces andErepresents the set of edges as set of all unordered pairs of vertices. The set of all graphs of ordernand sizemis denoted withG(V, E) =G(n, m). Let us defineξ and ζ as two mapping,ξ:A→V and ζ:{Σai⊓Σaj}i,j →E,
we obtain a tie betweenai andbj as edge
{i, j}=ζ(|σai⊓σaj|) (1)
or brieflyij=ζij.
Definition 2. The shortest distance between verticesi, j∈Gis called the geodesic distance betweeni andj, denoted byℓij(G), i.e.,
ℓij(G) = min(
X
ij∈E
ζij) (2)
where
1. ℓij=ℓjiifij =ji, for allij, ji∈Eorijis an undirected edge (symmmetry). 2. ℓij6=ℓjiif ij is a directed edge (assymmetric).
Definition 3. Let G(V, E)is a graph, where V 6=∅. The total distance, T(G), is
T(G) =X i∈G
X
j∈V
ℓij(G) (3)
Definition 4. A diameter of a graph G(V, E) defined as a maximum over the geodesic distances between all pairs of vertices, i.e.,
D(G) = max
(4)
Definition 5. The community (based on fields of knowldge, or organization) is a set neighbors at distance δof vertex i byΞi,δ(G), i.e.,
Ξi,δ(G) ={i∈V|ℓij(G) =δ}. (5) Some researchers and goverment agencies gather information from various sources that involved computer network or the computer mediated communi-cation. They have a database of millions of new feed, minutes and e-mails and want to use these to get a detailed overview of all terrorist events in a particular geographic region in the last five years. This information not only related to the general public but also the information coming from government officials. Knowledge of terrorist networks [16] is useful in finding various other crimes. In law enforcement concerning organized crimes such as drugs and money leunder-ing [17]. Knowleunder-ing patterns of relationship in a social network is very useful for law enforcement agencies to investigate collaborations among criminals, i.e., how the perpetrators are connected to one another would assist the effort to disrupt a criminal act or to identify additional suspects.
4
Optimal Network
Any organization takes their network structure explicitly. In absence of further information, we are interested in what structure these organizations actually adopt. Theoretically, the analysis of the sharing knowledge of covert networks depends on proposed framework [18] such that the optimal network structure derived the appropriate scenarios.
Definition 6. Let Gn is a set of graphs of order n. The information measure of g∈Gn is given by
K(g) =n(n−1)
T(G) (6)
In terrorist organizations case, for two agents, one responsible for network secrecy and the other one for information efficiency, the set Gn is connected graphs where the bargaining as an event in time space. Then, the secrecy as the hidden knowledge, we usedmod(Σai) as a part of the class of knowledge.
Definition 7. The hidden knowledge measurement H(g) of a graphg ∈Gn is defined as the expected fraction of the network that remains hid under assumption of sharing probability of individual i ∈ V being equal to ∂i, i.e., mod(Σai), as
following
H(g) =X i∈V
∂iui (7)
where fraction of the network that individual i sharing be1−ui.
(5)
6 M. K. M. Nasution & M. Elfida
Definition 8. The balance among hidden and sharing of knowledge is an opti-mal graph g∈Gn that maximizes
γ(g) =H(g)K(g) (8)
The optimal graph is the bargaining solution ofg∈Gn, and the probability of exposure of an individual in the organization is uniform over all network members, i.e, αi= 1n. The fraction of the network that individualiexposes is
1−ui=
pdi+ 1
n (9)
wherepis probability identically if communication on links is detected indepen-dently, fordias degree of vertexiin graphg, i.e. ifpis a low value the complete graph is optimal. This statement equivalence to a lemma as follows.
Lemma 1. If p ∈ [0,1
2], then µ(g n
comp) ≥ µ(g),∀g ∈ Gn, where gcomp is a complete graph on nvertices.
And if pis a high value the star graph is optimal. Lemma 2. if p∈ [1
2,1], then µ(g n
star) ≥µ(g),∀g ∈ Gn, wheregcomp is a star graph onnvertices.
The actual network of operation of JI Bali bombing has been provided [12]. This network is graph that we use as basis for comparison with the theoretical framework presented earlier. The Bali Bombing cell can be split into the bom making team, the support team and the command team. Both cells adopted the structure of a complete graph and obtained the optimal graph according to the theoretical framework. The command team visited both cells and coordinated the operation. Therefore, the characteristics of the sharing knowledge, ideology of terrorism, information, etc. for the number of linked terroristsnis strictly less thanN if we take the authority’s scrutiny {α1, . . . , αN} and we study the most efficient information structure that theN terrorists can form, as follows [19,20]. 1. The optimal structure is used to linkn < N terrorists is a hierarchy consist of the terrorist with the lowest probability of finding at the top, and the n terrorists with the highest probability of the finding linked to him, i.e., N, N−1, . . . , N −n+ 1→1.
2. Ifγ= 1, the optimal information structure is as follows: (a) If N∗= 0, the optimal information structure is an anarchy.
(b) If 0< n∗ < N, the optimal structure is an individual-dominated hier-archy for where the hub is terrorist 1 and the subordinates are terrorist N, . . . , N−n+ 1.
(c) Ifn∗
=N, the optimal structure is the mixed structure.
5
Conclusion
Organisation of terrorists is a group of actor in the network structure, where each group is connected efficiently with other groups to protect them. This connection forms can be examined using graph theory by considering all the information that it might exist.
(6)
References
1. Nasution, M. K. M. and Noah, S. A. 2010. Extracting social networks from Web documents.The 1st National Doctoral Seminar on Artificial Intelligence Technol-ogy(CAIT2010), UKM: 278-281.
2. Carlile, L. 2007. The definition of terrorism. A report by lord Cartile of Berriew Q.C. Independent Reviewer of Terrorism Legislation.Cm 7052. London: HMSO. 3. Taylor, M. 2010. Is terrorism a group phenomenon?Aggression and Violent
Be-havior, 15: 121-129.
4. Woods, J. 2011. The 9/11 effect: Toward a social science of the terrorist threat. The Social Science Journal, 48: 213-233.
5. McCallum, A., Corrada-Emmanuel, A., and Wang, X. 2004. The author-recipient-topic model for author-recipient-topic and role discovery in social networks: Experiments with Enron and Academic Email.Technical ReportUM-CS-2004-096.
6. Poland, J. M. 1988. Understanding Terrorism. Englewood Cliffs NJ: Prentice-Hall. 7. Sclagheck, D. M. 1988. International Terrorism. Lexington MA: Lexington Books. 8. Murphy, J. F. 1989. State Support of International Terrorism. San Francisco:
Westview Press.
9. D’Amore, L. J., and T. E. Anuza. 1986. International Terrorism: Implication and Challenge for Global Tourism.Business Quarterly, November: 20-29.
10. Richter, L. K. and W. L. Waugh, Jr. 1986. Terrorism and Tourism as Logical Companions.Tourism Management7: 230-238.
11. S¨onmez, S. F. 1998. Tourism, terrorism, and political instability. Annals of Tourism Research, 25(2): 416-456.
12. Koschade, S. 2006. A social network analysis of Jemaah Islamiyah: The applica-tion to counterterrorism and intelligence. Terrorism and Policical Violence, 29: 559-575.
13. Gunaratna, R. 2003.Inside Al Qaeda: Global Network of Terror. Berkley Trade. 14. Wasserman, S., and Faust, K. 1994. Social Network Analysis: Methods and
Ap-plications, Cambridge University Press.
15. Nasution, M. K. M. to appear. Theory of sharing knowledge: an introduction. Bulletin of Mathematics.
16. Krebs, V. E. 2002. Mapping networks of terrorist cells.Connections, 24: 43-52. 17. Xu, J., and Chen, H. 2004. Fighting organized crimes: using shortest-path
algo-rithms to identify associations in criminal networks.Decision Support System, 38: 473-487.
18. Lindelauf, R. H. A., Borm, P. and Hamers, H. 2008. The influence of secrecy on the communication structure of covert networks. CentER Discussion Paper, 2008-23: 1-18.
19. Baccara, M., and Bar-Isaac, H. 2008. How to organize crime. The Review of Economic Studies, 75: 1036-1067.
20. Farley, J. D. 2006. Breaking Al Qaeda Cells: A mathematical analysis of coun-terterrorism operations (a guide fr risk assessment and decision making).Studies in Conflict and Terrorism, 26: 399-411.