Gambar 6: Gambaran fraktur Le Fort III.
2.6 Diagnosis Dalam menegakkan sebuah kejadian yang dicurigai terjadi fraktur
maksilofasial, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
7
1. Anamnesa •
Anamnesa dapat dilakukan langsung dengan pasien atau dengan orang lain yang melihat langsung kejadian. Tujuan anamnesa
dilakukan salah satunya adalah untuk mencari penyebab pasien mengalami trauma.
2. Pemeriksaan fisik •
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan intraoral yang harus dimulai hanya setelah pasien berada dalam keadaan stabil dan
pemeriksaan ekstraoral. a. Pemeriksaan intraoral termasuk:
7
i. Pemeriksaan jaringan lunak pada bagian dalam mulut, bibir, gingival, palatal
dan lidah. ii. Pemeriksaan neurologis pada saraf alveolaris inferior dan saraf lingual.
iii. Pemeriksaan skelatal pada daerah maksila dan mandibula. iv. Pemeriksaan gigi geligi untuk menglihat jika terdapat fraktur, mobiliti,
pendarahan atau kehilangan gigi yang memerlukan perawatan.
b. Pemeriksaan ekstraoral:
7
Universitas Sumatera Utara
i. Pemeriksaan jaringan lunak pada bagian kepala.
ii. Pemeriksaan neurologis pada beberapa saraf utama seperti saraf wajah, saraf infraorbital, saraf olfaktori, saraf okulomotor, saraf abdusen dan saraf optik.
iii. Pemeriksaan skeletal pada sekitar wajah, telinga dan kepala.
• Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan inspeksi dan palpasi.
7
• Inspeksi dilakukan secara sistematis bergerak dari atas ke
bawah. Tujuan inspeksi dilakukan adalah bagi melihat:
7
a. Deformitas, memar, abrasi, laserasi, edema. b. Luka tembus.
c. Asimetris atau tidak. d. Adanya maloklusi, trismus, pertumbuhan gigi yang abnormal.
e. Otorrhea atau rhinorrhea f. Telecanthus, Battles sign, Raccoons sign.
g. Cedera kelopak mata. h. Ekimosis, epistaksis
i. Defisit pendengaran.
• Tanda-tanda fraktur maksilofasial dapat dilihat dari:
11
a. Nyeri pada rahang saat berbicara, mengunyah dan
menelan. b.
Drooling. c.
Pembengkakan dan memar. d.
Dislokasi yang menyebabkan maloklusi geligi.
Universitas Sumatera Utara
e. Gangguan mobilitas atau adanya krepitasi.
f. Malfungsi berupa trismus, nyeri saat mengunyah.
g. Adanya laserasi serta diskolorisasi pada daerah fraktur.
h. Gangguan jalan napas.
i. Deformitas tulang.
j. Asimetris.
k. Numbness pada bibir atau daerah fraktur.
l. Penglihatan yang kabur atau ganda dan penurunan
pergerakan bola mata fraktur orbita
• Palpasi adalah suatu cara pemeriksaan dengan jalan memegang,
meraba dan menggerakkan bagian yang dicurigai trauma dengan menggunakan tangan. Pemeriksaan palpasi meliputi:
11
a. Pemeriksaan intraoral. b. Pemeriksaan daerah mata.
c. Pemeriksaan laserasi liang telinga. d. Pemeriksaan pada orbital medial dan bagian nasal.
e. Kepala dan wajah untuk melihat sekira terjadinya fraktur bagian dalam atau cedera tulang.
• Secara umum, aspek-aspek yang dinilai adalah sebagai
berikut :
11
a. Lokasi nyeri dan durasi nyerinya.
b. Adanya krepitasi.
c. Fraktur.
Universitas Sumatera Utara
d. Deformitas, kelainan bentuk.
e. Trismus kontraksi rahang
f. Edema.
g. Ketidakstabilan, atau keabnormalan bentuk dan gerakan
yang terbatas. 3. Pemeriksaan radiografi.
• Pemeriksaan radiografi ideal untuk melihat fraktur
maksilofasial adalah:
2
a. Radiografi panoramik. b. Radiografi postero-anterior.
c. Radiografi proyeksi reverse-Towne. d. Radiografi sefalometri.
e. CT scan.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Penatalaksanaan. 2.7.1 Penatalaksanaan Awal.