Analisis Praktik Wacana, Pola Urutan Wacana, dan Intertekstualitas

45 13. Apakah bentuk kalimatnya negatif atau positif? 14. Model yang digunakan, deklaratif S+P, imperatif tanpa S, atau berbentuk pertanyaan 15. Penggunaan modalitas relasional 16. Penggunaan kata ganti subjek kami atau kamu 17. Penggunaan modalitas ekspresif 18. Penggabungan kalimat kata penghubung, logika hubungan, subordinat atau koordinat ฀ Struktur Tekstual 19. Bentuk interaksi yang digunakan di dalam teks. 20. Adanya bentuk kontrol atas partisipan di dalam teks. 21. Struktur besar yang dimiliki oleh teks experiential, relational, atau expressive yang paling mendominasi teks Fairclough, 1989. Fariclough mengungkapkan bahwa tidak harus semua item penyelidikan di atas dijadikan alat untuk menganalisis sebuah teks. Bentuk penyelidikan di atas hanya merupakan alternatif yang terbuka untuk didiskusikan dan dikembangkan lebih lanjut. Model generik dari fairclough dalam menganalisis teks menjadi model analisis teks dalam penelitian ini dengan urutan dari kosa kata, tata bahasa, kemudian struktur tekstual.

b. Analisis Praktik Wacana, Pola Urutan Wacana, dan Intertekstualitas

Analisis interpretatif ini berasal dari kajian kultural di Inggris dalam tulisan dari Stuart Hall ‗Decoding and Encoding‘ yang dalam hal itu produksi teks 46 sebagai sebuah proses pemaknaan sebuah institusi atau subjek akan dikodekan dan diterjemahkan kembali oleh audiens dengan proses yang hampir sama. Permasalahan analisis interpretasi inilah yang membedakan analisis wacana dengan kerangka dari Fairclough dan analisis wacana kritis lainnya; misal Van Dijk, Kress, dan Fowler. Analisis praktik-praktik wacana dalam kerangka tiga dimensional merupakan jembatan antara teks dan konteks sosial, kultural dan politik serta kesejarahan yang melingkupi teks. Sifatnya yang sebagai jembatan memungkinkan sebuah interpretasi yang tepat terhadap sebuah wacana dilakukan di dalam tingkatan analisis ini. Kerangka analisis pada tingkatan ini sudah tidak terlalu dipengaruhi oleh nuansa linguistik, Fairclough mengatakan bahwa dalam analisis praktik wacana di dalam media digunakan untuk menghindari ketimpangan dari kelengkapan teks berupa repetitive dan kelengkapan kreatif. Selanjutnya Fairclough menggunakan analisis Bakhtin yang menyebutkan bahwa teks adalah wilayah tekanan antara gaya sentripetal dan gaya sentrifugal. Secara singkat gaya sentrifugal mengikuti kebutuhan dari produksi teks untuk membentuk teks di atas persetujuan yang diberikan. Gaya sentripetal yang berarti memusat di dalam analisis ini dimaknai sebagai gaya yang unitarian dan stabil dalam tingkat heterogenitas bentuk wacananya Fairclough, 1995. Gaya sentrifugal yang sifatnya menyebar dalam artian bervariasi dan berubah-ubah merupakan gaya yang dihasilkan dari kekhususan suatu situasi produksi teks yang pada faktanya situasi tersebut tidak berupa situasi yang merupakan perulangan antara satu sama lain, akan tetapi lebih merupakan ‗novel 47 tanpa akhir‘ dan problematik dalam caranya yang baru Fairclough, 1995. Oleh karena itu pada analisis ini nantinya diperhatikan bagaimana proses wacana tersebut diproduksi dan dikonsumsi dalam gaya yang konvensional atau perpaduan yang lebih kreatif. Pada titik inilah terjadi perpaduan antara analisis tiga dimensional dengan analisis pola urutan wacana order of discourse. Order of discouirse atau rezim wacana menurut Fairclough merupakan sebuah konsep yang diambil dari Foucault untuk menunjuk pada upaya pembentukan wacana dari suatu institusi atau wilayah seperti media massa dan pendidikan. Menurut Foucault yang dimaksud dengan order adalah: Order is, at one and same time, that which is given in things as their inner law, the hidden network that determines the way they confront one another, and also that which has no existence except in the grid created by a glance, an examination, a language; and it is only in the blank spaces of this grid that order manifest itself in depth as though already there, waiting in silence for the moment of its expression Foucault, 1970. Level analisis ini juga sering disebut oleh Fairclough sebagai level interpretasi, bukan berarti bahwa dalam level itu peneliti menginterpretasi wacana, akan tetapi tempat bagi partisipan wacana untuk menginterpretasi wacana atau proses decoding Fairclough, 1989. Proses interpretasi melibatkan makna teks dan common sense yang ada pada interpreter atau partisipan wacana, juga melibatkan konteks wacana tersebut. Fairclough memberikan gambaran proses interpretasi dalam sebuah bagan seperti dibawah ini. 48 Bagan 2: Interpretasi Menurut bagan di atas, interpretasi terbagi atas dua macam yaitu interpretasi atas konteks yang ditandai dengan kotak yang membatasi dua item paling atas, dan interpretasi atas teks yang terdiri dari 4 bagian di dalam kotak di bawah. Media massa merupakan tempat pertemuan berbagai rezim wacana publik berupa politik, pendidikan, hukum, dan rezim wacana di wilayah privat. Teks ditransformasikan dalam cara yang sistematis melalui batasan-batasan tersebut. Resource Interpretative procedures Resource Interpreting Social orders Interactional history Intertextual context Situational context Phonology, grammar, vocabulary Semantics, pragmatics Meaning of utterance Surface of utterance Cohesion, pragmatics Local coherence Schemata Text structure and point Sumber : Fairclough, 1989 49 Poin general dari sini adalah hubungan antara institusi dan praktik diskursif bukanlah sebuah hubungan yang sederhana Fairclough 1995.

c. Analisis Praktik Sosio-Kultural