Budaya Populer dalam pandangan Kritis

55 dalam analisis wacananya adalah ‗a moment of social practice‘. Tekanan Fairclough adalah pada sistem semiosis dimana bahasa dilihat sebagai element integral dari proses sosial Fairclough dalam WodakMeyer. 2001:122. Sehingga fokus CDA, menurutnya, harus bergantian antara struktur dan tindakan; ―…between a focus on shifts in the social structuring of semiotic diversity orders of discourse, and a focus on the productive semiotic work which goes on in particular texts and interactions ‖ Fairclough dalam Wodak Meyer. 2001:124. Akan tetapi Fairclough kemudian mengingatkan bahwa bagaimanapun analisisnya, ia harus dipertimbangkan berdasar efektivitasnya sebagai kritik dan kontribusinya pada emansipasi sosial; “…how effective it is as critique, whether it does or can contribute to social emancipation, whether it is not compromised through its own positioning in academic practices which are nowadays so closely networked with the market and the state” Fairclough dalam Wodak Meyer. 2001:127.

b. Budaya Populer dalam pandangan Kritis

Seperti dijelaskan sebelumnya, budaya populer adalah budaya yang diproduksi secara komersial dan, menurut Barker 2000:63, tampaknya tidak ada alasan untuk mengatakan hal ini akan berubah untuk masa yang akan datang. Meski demikian, pemirsa budaya populer diyakini menciptakan makna mereka sendiri dari teks-teks budaya populer dan mendayagunakan kompetensi kultural dan sumber diskursif mereka. Budaya populer dilihat sebagai makna-makna dan praktik-praktik hasil 56 produksi khalayak populer pada momen konsumsi, sehingga kajian budaya populer menjadi terpusat pada bagaimana ia digunakan. Berarti fokus kajian budaya populer bukan lagi pada penentuan nilai apakah ia tinggi atau rendah nilai estetis dan kultural akan tetapi tentang bagaimana pemirsa mengubah produk industri itu menjadi budaya populer mereka untuk melayani kepentingan mereka. Lebih jauh, Barker Galisinsky menyatakan bahwa dengan pengaruh strukturalisme dalam studi budaya melalui figur Roland Barthes, budaya populer kini dilihat sebagai ‗teks‘, sebagai ‗seperangkat praktik penandaan‘ ; Barthes in particular became an influential figure within cultural studies through his expansion of the structuralist account of language to include the practices of popular culture which, read as texts, are not to be grasped in terms of the utterances or interpretations ofspecific human beings but as a set of signifying practices Barker Galasinsky, 2001:5. Dengan gagasan demikian, praktik budaya pada akhirnya terbuka untuk analisis semiotika. Dan kemudian menjadi sebuah aksioma dalam studi budaya bahwa sebuah teks adalah segala fenomena yang menghasilkan makna melalui praktik penandaan. Dengan demikian baju, program televisi, gambar iklan, peristiwa olahraga, bintang pop, dan lain sebagainya dapat dibaca sebagai sebuah teks. Budaya populer, dengan demikian, merupakan situs perebutan nilai-nilai kultural dan politik. Seperti dikatakan Hall 1977; 1981:199c budaya populer adalah sebuah arena dan dukungan dan resistensi dalam pertarungan memperebutkan makna-makna kultural. Penilaian budaya populer terkait dengan persoalan kekuasaan dan tempat budaya populer dalam formasi sosial yang lebih luas. Konsep tentang populer menantang tidak hanya pemilahan antara budaya 57 tinggi dan rendah, tapi juga tindakan klasifikasi kultural oleh dan melalui kekuasaan. Inilah situs dimana hegemoni kultural dimapankan atau mendapat tantangan Barker, 2000:64.

c. Media Massa sebagai Situs Budaya Populer