perawatan restorasi, tetapi hanya 9,5 anak autis yang menerima perawatan restorasi. Keadaan ini mungkin disebabkan keterbatasan melakukan perawatan gigi pada anak
autis ataupun kesulitan dalam mengontrol anak autis.
1
Penelitian Namal Necmi, dkk. melaporkan anak-anak autis kebanyakan kehilangan gigi permanen dibandingkan anak normal, sedangkan restorasi pada gigi
permanen lebih banyak pada anak-anak yang normal. Studi tersebut menunjukkan anak-anak autis lebih mendapatkan perawatan ekstraksi gigi, hal ini mungkin karena
kesulitan dalam melakukan perawatan gigi pada anak autis. Dilaporkan juga, kebutuhan perawatan gigi anak-anak autis masih banyak yang belum terpenuhi.
4
Penelitian Chadha Gagandeep M., dkk. melaporkan kebutuhan perawatan pada anak gangguan autis adalah sebesar 77,1 memerlukan aplikasi fluor, sebesar
65,7 memerlukan pit dan fissur silen, 68,6 memerlukan restorasi ataupun perawatan pulpa, 42,9 memerlukan pemasangan crown, 22,9 memerlukan
ekstraksi gigi, dan sebesar 31,4 memerlukan perawatan ortodontik.
8
2.2.2.1 Indeks Kebutuhan Perawatan Gigi
Pengukuran kebutuhan perawatan gigi dapat menggunakan beberapa indeks kebutuhan perawatan gigi, yaitu Treatment Need Index TNI menurut WHO 1997,
Met Need Index MNI, dan Restorative Index RI.
1,8
Dalam TNI menurut WHO 1997, mencakup kebutuhan perawatan dengan 0-9 kriteria, sedangkan Met Need
Index MNI merupakan indikasi perawatan yang diperlukan dihitung dengan cara jumlah M missing ditambah F filled dibagi dengan jumlah DMF dan Restorative
Index RI yang mencerminkan kebutuhan restorasi yang dihitung dengan cara membandingkan F filled dengan jumlah D decayed dan F filled.
1,29
Penilaian kebutuhan perawatan yang umumnya digunakan adalah Treatment Need Index TNI
menurut WHO 1997. Dalam pemilihan indeks kebutuhan harus dipilih yang sederhana dan mudah digunakan. Penilaian kebutuhan perawatan gigi dilakukan pada
seluruh gigi, termasuk karies pada mahkota ataupun akar gigi. Kode dan kriteria kebutuhan perawatan gigi adalah sebagai berikut:
29
0 =Tidak ada perawatan. Bila gigi dalam keadaan sehat.
P = Preventif, perawatan untuk karies yang terhenti, seperti kumur-kumur fluor.
F = Fissur silen. Bila pada gigi terdapat pit dan fisur yang dalam.
1 = Restorasi 1 permukaan. Bila terdapat karies pada satu permukaan gigi.
2 = Restorasi 2 atau lebih permukaan. Bila terdapat karies pada dua atau lebih permukaan gigi.
3 =Crown. Bila terdapat karies yang luas.
4 =Veneer. Untuk tujuan estestis, misalnya pada gigi yang mengalami diskolorisasi.
5 = Perawatan pulpa dan restorasi. Bila terdapat karies yang luas dan dalam atau karena yang gigi yang
mengalami trauma. 6 = Ekstraksi.
Bila gigi sudah tidak dapat direstorasi, penyakit periodontal yang menyebabkan gigi tersebut kehilangan fungsi, sakit, bergerak mobility, kebutuhan
ruang ortodontik, atau alasan estetis atau gigi impaksi. 78 = Kebutuhan perawatan lainnya.
Pemeriksa menilai kebutuhan lain selain kriteria diatas yang diperlukan oleh sampel penelitian, misalnya perawatan ortodontik.
9 = Tidak ada catatan. Bila terdapat gigi yang tidak dapat dinilai, misalnya gigi yang mengalami
severe hypoplasia, maka perawatan gigi juga tidak ada.
2.3 Tantangan Merawat Anak Autis oleh Dokter Gigi
Manajemen gigi anak autis merupakan tantangan terbesar bagi dokter gigi anak disebabkan gangguan tingkah laku dan komunikasi anak tersebut. Masalah yang
biasa berhubungan dengan perawatan gigi anak autis meliputi:
18,30
a. Gangguan komunikasi, seperti keterbatasan berbahasa dan mengerti. b. Tingkah laku yang tidak menentu dan tidak terprediksi.
c. Hiperaktivitas. d. Memiliki ambang sakit yang tinggi.
e. Hipersensitivitas atau hiposensivitas pada sensasi taktil, cahaya, bau, dan suara.
f. Tidak menyukai perubahan lingkungan, membutuhkan kesamaan dan kesinambungan
g. Marah meskipun dengan perubahan lingkungan yang sangat sedikit. h. Tingkah laku mencelakakan diri sendiri self injurious behaviourSIB. SIB
terjadi 4-5 pada individu yang berbeda kondisi psikiatriknya, terutama pada anak autis dan gangguan otak. Perubahan rutinitas keseharian akan mengawali atau
meningkatkan SIB tersebut, seperti mencubit diri sendiri, mencakar sampai mengigit diri sendiri, dan memukul kepala sendiri. Injuri ini terjadi mungkin untuk menarik
perhatian anggota keluarga atau klinisi ataupun untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan.
18
Ilmu pengetahuan dan pemahaman yang dalam mengenai dasar pola perilaku anak autis penting dalam mengatasi anak autis. Anak autis memiliki variasi yang luas
dalam kemampuan, kepintaran, dan penampilan, oleh sebab itu seorang praktisi memerlukan cara-cara pendekatan pada anak tersebut.
27
Berikut ini cara-cara manajemen tingkah laku anak autis:
18,31,32,33
a. Komunikasi dengan bahasa yang mudah dimengerti, sederhana, dan jelas pada anak tersebut. Gunakan pendekatan tell, show, do ketika menjelaskan prosedur
perawatan.
b. Memulai pemeriksaan rongga mulut dengan perlahan, menggunakan jari tangan terlebih dahulu. Bila berhasil, maka mulai menggunakan alat-alat kedokteran
gigi. c. Jauhkan alat-alat kedokteran gigi dari penglihatan anak tersebut dan hindari
cahaya langsung pada mata anak autis. Meminimalkan input sensori, seperti suara pergerakan dan pengeboran yang dapat menganggu anak autis. Studi awal
menunjukkan musik ritmis, cahaya yang santai meningkatkan partisipasi anak autis dalam tindakan profilaksis.
d. Memberikan pujian atas kerja sama anak tersebut dengan reinforcement positif, misalnya dengan ungkapan kata, memberikan hadiah pada akhir perawatan
sebagai tanda senang atas tingkah laku yang baik. e. Mengamati pergerakan tubuh yang tidak biasaaneh dan antisipasi
pergerakan kedepannya serta daerah sekitar dental unit bersih. f. Menggunakan teknik restraint dengan persetujuan orang tua yang bertujuan
menghindari kecelakaan. g. Menggunakan staff dan operator yang sama, membuat perjanjian di setiap
pertemuan, waktu tunggu tidak boleh melebihi 10-15 menit dan perawatan yang dilakukan cepat untuk menghindari kemarahan anak tersebut.
h. Sedasi dapat digunakan bila sesuai tindakan pencegahan dan konsultasi dengan dokter.
i. Anestesi umum digunakan bila pembedahan dan perawatan restoratif yang kompleks.
j. Visual pedadogy, memperlihatkan gambar-gambar, misalnya gambar- gambar yang menunjukkan metode dan teknik menyikat gigi, gambar yang
mengenalkan ruang dental. Dilaporkan, bahwa teknik visual pedadogy lebih baik dibandingkan menggunakan kata-kata.
2.4 Kerangka Teori
Anak Autis
Keterbatasan kemampuan
berbahasa Koordinasi
yang lemah terhadap lidah
Diet Kurangnya
ketrampilan dalam menyikat
Penyakit periodontal
gingivitis Karies
gigi
Pengalaman Karies
Gigi Kebutuhan
Perawatan Gigi
Indeks DMFT deft menurut
WHO 1997 Indeks
DMFTdeft menurut
Klein Indeks
DMFTdeft menurut
Mohler Treatment Need
Index menurut WHO 1997
Met Need Index Restorative Index
2.5 Kerangka Konsep
Anak autis Anak normal yang
di-matching-kan - Umur
- Jenis kelamin Karies
gigi Pengalaman karies
- Indeks DMFTdeft
- Indeks DMFSdefs
Kebutuhan perawatan
Faktor risiko karies
- Frek. sikat - Waktu sikat
- Frek. makan
-Kunjungan ke dokter gigi
Prevalensi Karies
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi mengenai pengalaman karies dan
kebutuhan perawatan gigi anak autis dan anak normal.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1