Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Kronologi Perkembangan Gigi Permanen Rahang Bawah
6
2.4 Gigi Berjejal
Gigi berjejal dental crowding merupakan suatu keadaan maloklusi. Gigi berjejaldidefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tidak seimbang antara ruangan
yang dibutuhkan gigi-geligi dengan ruangan yang disediakan oleh lengkung rahang sehingga gigi-gigi akan saling bertimpa dan mengalami rotasi.
5
Dengan kata lain, gigi berjejal dapat diartikan sebagai keadaan dimana terdapat kekurangan panjang tulang
alveolar untuk menampung semua gigi di dalam lengkung rahang.
33
Crowding pada gigi permanen telah dapat dilihat pada usia sekitar 12–14 tahun karena pada usia
Gigi Rahang
Bawah Kalsifikasi
Mahkota Terbentuk
Sempurna Erupsi
Akar Terbentuk Sempurna
Insisivus sentralis
3 bulan 3 tahun 6 bulan
6 tahun 3 bulan
9 tahun 6 bulan
Insisivus lateralis
3 bulan 4 tahun
7 tahun 6 bulan
10 tahun
Kaninus 4 bulan
5 tahun 9 bulan 10 tahun 6
bulan 12 tahun 9 bulan
Premolar pertama
22 bulan 6 tahun 9 bulan
10 tahun 6 bulan
13 tahun 6 bulan
Premolar kedua
28 bulan 7 tahun 6 bulan
11 tahun 3 bulan
15 tahun
Molar pertama
32 minggu dalam kandungan
3 tahun 9 bulan 6 tahun
10 tahun 6 bulan
Molar dua
27 bulan 7 tahun 6 bulan
12 tahun 16 tahun
Molar tiga
9 tahun 14 tahun
20 tahun 22 tahun
Universitas Sumatera Utara
tersebut diperkirakan 28 gigi permanen telah tumbuh sampai pada gigi molar ke dua pada masing-masing kuadran.
4
Penelitian Yusuf dkk., tentang prevalensi maloklusi pada anak yatim usia 12-15 tahun dengan menggunakan indeks Dental Aesthetic dari 165 sampel, ditemukan
bahwa prevalensi tertinggi maloklusi yang terjadi adalah kasus gigi berjejal yaitu sebanyak 38,8.
34
Hasil penelitian tersebut sejalan pula dengan penelitian Tak dkk., tentang prevalensi maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada anak usia 12-
15 tahun di India, dinyatakan prevalensi gigi berjejal merupakan prevalensi maloklusi tertinggi yaitu sebanyak 40,2 pada sampel sebanyak 887 anak.
35
Pada hasil penelitian Hossein dikatakan bahwa kasus gigi berjejal merupakan kasus maloklusi
terbanyak dengan prevalensi 77,4 pada sampel 398 anak laki-laki dengan usia 13- 15 tahun di Tabriz.
36
Maloklusi misalnya kasus gigi berjejal dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor herediter
Faktor herediter faktor keturunan yang diwariskan orang tua memiliki pengaruh utama terhadap terjadinya maloklusi, misalnya bentuk, ukuran, dan jumlah
gigi yang tumbuh. Lebar mesiodistal gigi mempengaruhi cukup atau tidaknya gigi menempati ruang rahang yang tersedia. Kekurangan ruang rahang dapat memicu
terjadinya gigi berjejal.Disamping itu faktor herediter juga bisa menyebabkan seseorang memiliki ukuran rahang yang kecil. Semakin kecil ukuran rahang
seseorang,maka semakin besar peluang seseorang mengalami gigi berjejal.Jumlah gigi yang berlebih supernumerary teeth juga merupakan pemicu terjadinya kasus
gigi berjejal,misalnya ada gigi supplemental insisivus lateral dapat menyebabkan gigi regio anterior maksila berjejal, hal ini disebabkan karena kekurangan tempat dengan
tumbuhnya gigi tambahan tersebut.
5,37,38
2. Faktor lingkungan
Beberapa keadaan pada gigi desidui dapat memicu terjadinya kasus gigi berjejal, antara lain adalah premature loss gigi desidui, karies pada gigi desidui, dan
persistensi gigi desidui. Terjadinya premature loss pada gigi desidui menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
tidak terjaganya ruangan pada lengkung rahang untuk erupsi gigi permanen akibat adanya pergeseran dari gigi tetangga dan gigi antagonis ke ruangan yang kosong.
Salah satu contohnya adalah kehilangan gigi molar desidui yang akan menyebabkan gigi permanen molar pertama bergerak ke arah mesial sehingga mengganggu ruangan
untuk erupsi gigi permanen lainnya. Karies proksimal pada gigi desidui yang tidak dirawat dapat menganggu terjaganya ruang lengkung rahang untuk gigi permanen
nantinya, sehingga kemungkinan gigi permanen akan kekurangan ruangan dan tumbuh berjejal. Selain itu, persistensi gigi desidui baik pada maksila maupun
mandibula mempengaruhi terjadinya susunan gigi permanen yang berjejal. Hal ini disebabkan oleh gigi desidui yang masih ada sedangkan gigi permanen penggantinya
sudah erupsi, sehingga gigi permanen akan kekurangan ruangan untuk dapat erupsi dengan baik.
7,39-42
Beberapa kebiasaan buruk mempengaruhi terjadinya maloklusi khususnya kasus gigi berjejal. Warren menyatakan kebiasaan menghisap nonnutritive seperti
menghisap jari dan penggunaan dot akan berpengaruh terhadap terjadinya maloklusi.
43
Demikian pula Varas dkk., menyatakan bahwa terjadi peningkatan kasus maloklusi pada gigi sulung akibat adanya kebiasaan buruk menghisap dot pada anak.
Kebiasaan buruk menghisap dot menyebabkan terganggunya perkembangan dento- kraniofasial.
44
Sedangkan menurut Corruccini, kebiasaan bernafas dari mulut habitual mouth breathing juga mempengaruhi terjadinya maloklusi.
43
Kebiasaan buruk menggigit kuku nail biting dapat menyebabkan rotasi pada gigi dan memicu
terjadinya kasus gigi berjejal.
38
Selain itu, pola mengkonsumsi makanan lunak pada anak juga mempengaruhi terjadinya gigi berjejal. Pada zaman modern, manusia cenderung mengkonsumsi
makanan lunak sehingga aktivitas pergerakan rahang untuk mengunyah makanan akan berkurang sehingga berdampak pada berkurangnya stimulus untuk memicu
perkembangan rahang. Hal ini memicu terjadinya kondisi gigi berjejal terutama pada gigi permanen setelah tumbuhnya gigi premolar.
6
Penyebab lain gigi berjejal adalah dampak dari adanya tekanan akibat erupsi gigi molar ketiga. Pertumbuhan gigi molar ketiga pada waktu yang cukup lama dan
Universitas Sumatera Utara
pada saat semua gigi telah erupsi sempurna, akan memicu terjadinya kasus gigi berjejal. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya ruangan untuk erupsi gigi molar
ketiga sehingga gigi molar ketiga akan memaksakan ruangan dan mendesak susunan gigi yang sudah ada sebelumnya.
6
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Teori