I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan sebagai suatu proses yang disusun secara sengaja dan terencana untuk mencapai situasi yang diingingkan dengan sendirinya terdapat
proses perencanaan yang mengarahkan kepada terjadinya pemerataan equity, pertumbuhan ekonomi efficiency, dan keberlanjutan sustainability. Salah satu
indikator keberhasilan pembangunan diantaranya meningkatknya kesejahteraan masyarakat sebagai hasil dari pembangunan ekonomi yang berkeadilan.
Berkeadilan artinya kesejahteraan masyarakat bukan hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat saja. Wujud pemahaman ini diimplementasikan dalam
kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam mengelola sumber daya dengan efektif dan efisien dalam bentuk kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi
yang berdaya saing tinggi. Untuk mencapai tujuan yang kompleks itu, suatu proses pembangunan
membutuhkan perencanaan yang cermat. Perencanaan pembangunan ini merupakan langkah strategis yang diambil untuk menghindari meningkatnya
kesenjangan pembangunan yang terjadi antar wilayah yang akan mendorong atau menambah ketidakmerataan pembangunan. Perkembangan yang tidak merata ini
pada akhirnya menimbulkan back wash effect sebagai kerugian yang diderita oleh wilayah-wilayah yang kurang berkembang akibat adanya ekspansi ekonomi dari
wilayah-wilayah yang maju. Seharusnya proses pembangunan dari suatu wilayah yang berkembang bisa memberikan keuntungan bagi wilayah-wilayah
disekitarnya. Dengan kata lain ekspansi pembangunan ekonomi wilayah tersebut harus bisa memberikan spread effects bagi wilayah-wilayah lain. Oleh karena itu
perencanaan pembangunan wilayah itu disusun semata-mata bukan hanya untuk kepentingan wilayah yang bersangkutan, melainkan yang lebih luas lagi untuk
kepentingan pembangunan nasional secara menyeluruh. Perencanaan pembangunan realisasinya perlu dilakukan dalam bentuk
implementasi aktivitas ekonomi dalam berbagai sektor. Selain itu dalam pandangan Capello 2007 aktivitas ekonomi ini muncul, tumbuh, dan terbangun
secara maksimal serta berdampak secara positif terhadap masyarakat adalah dalam suatu ruang space yang terpusat angglomerasi. Oleh karena itu langkah
memilih lokasi sama maknanya ketika pelaku ekonomi memilih faktor-faktor produksi dan teknologi. Dampak terbentuknya agglomerasi ekonomi ini akan
terjadi penurunan biaya yang terjadi karena kegiatan ekonomi yang dilakukan di satu tempat dapat meminimalisir biaya-biaya lain yang disebabkan tersebarnya
kegiatan ekonomi pendukung. Dalam hal ini Isard 1975 menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam menciptakan fasilitas-fasilitas yang dapat mendorong
terbentuknya ekonomi agglomerasi pada satu wilayah dengan rekayasa dalam bentuk pengembangan suatu kawasan. Pada bagian lain Rustiadi 2007
memaknai pengembangan kawasan wilayah sebagai intervensi positif yang dilakukan oleh para pengambil kebijakan dalam berbagai aspek dengan tujuan
untuk mempercepat pembangunan suatu wilayah. Pengembangan kawasan dilakukan bukan saja terhadap wilayah yang sedang berkembang tetapi
pengembangan kawasan baru menjadi sangat penting dilakukan bukan saja sebagai langkah percepatan pembangunan tetapi juga tingkat efektifitas dan
efesiensi proses pengembangan kawasan itu dapat terjaga. Pemahaman ini diterapkan oleh Pemerintah Kota Bandung yang sejak tahun 2004 yang memiliki
rencana pengembangan Pusat Primer Gedebage di wilayah timur Kota Bandung sebagai salah satu implementasi pengembangan kawasan Gedebage.
Kawasan Gedebage sejak tahun 1987 melalui Peraturan Pemerintah PP Nomor 16 Tahun 1987 menjadi bagian wilayah Kota Bandung yang sebelumnya
dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Bandung. Bersama dengan Wilayah Ujungberung, pembangunan kawasan Gedebage tertinggal dari empat wilayah
lainnya, yakni Bojonegara, Tegallega, Cibeunying, dan Karees. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2004 yang dirubah dengan
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah RTRW Kota Bandung, pada kawasan tersebut akan
dipusatkan berbagai kegiatan ekonomi dan pelayanan masyarakat sebagai bagian dari program pembangunan Kota Bandung tahun 2004-2013.
Salah satu yang menjadi prioritas pembangunan di kawasan Gedebage adalah rencana pembangunan Pusat Primer Gedebage sebagai pusat primer kedua
di Kota Bandung yang berada di kawasan Bandung Tengah. Adapun bentuk pembangunan yang akan dilakukan di kawasan Pusat Primer Gedebage dan
sekitanya di antaranya pembangunan pusat pelayanan masyarakat dan, pembangunan danau buatan, pengembangan kegiatan perdagangan skala nasional
dan regional, pengembangan kegiatan jasa komersial skala internasional, nasional, wilayah dan kota, pembangunan stadion olahraga skala internasional,
pengembangan ruang terbuka hijau, pengembangan pusat kegiatan wisata dan rekreasi, terminal bus terpadu yang terdiri dari terminal penumpang dan terminal
barang, pengembangan pergudangan dan terminal peti kemas, pengembangan kegiatan industri kecil dan menengah berwawasan lingkungan.
Pengembangan Pusat Primer Gedebage merupakan penegasan orientasi pembangunan Kota Bandung dalam jangka menengah yang memfokuskan
pelaksanaan pembangunan Kota Bandung mengarah ke Timur Kota Bandung dengan proyek besarnya Pusat Primer Gedebage. Oleh karena itu pengembangan
Pusat Primer Gedebage perlu dilakukan secara terintegrasi agar pengembangan Pusat Primer Gedebage dapat meningkatkan volume aktivitas ekonomi kawasan
yang berpengaruh terhadap ekonomi Kota Bandung secara keseluruhan. Peningkatan ekonomi Kota Bandung perlu dilakukan segera karena fakta di
lapangan banyak hal yang harus diperbaiki dengan segera oleh Pemerintah Kota Bandung terutama dalam pembangunan ekonomi, seperti dalam aspek
ketenagakerjaan Kota Bandung dengan jumlah penduduk tahun 2008 berjumlah 2.374.198 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,90 persen ternyata memiliki
tingkat pengangguran yang tinggi, yaitu 15,48 persen di tahun 2008. Sedangkan tingkat perkembangan dalam bidang pembangunan manusia IPM yang dalam
kurun lima tahun terakhir peringkat IPM Kota Bandung menurun drastic dari peringkat 14 melorot keperingkat 49 di tingka nasional Bappenas 2008. Menurut
BPS Kota Bandung memiliki indeks 77,15 Tahun 2003 dan berubah menjadi 74,5
tahun 2007 dan 78,25 tahun 2008, walaupun nilai ini lebih besar daripada IPM Jawa Barat yang mencapai 70,05 pada tahun yang sama. Sedangkan
Nilai Produk Domestik Regional Bruto PDRB Kota Bandung tahun 2008 atas harga konstan
tahun 2000 sebesar Rp. 26.978.909 Milyar, tahun 2007 sebesar Rp. 24.941.517
Milyar, meningkat dari Rp. 23.043.104 Milyar 2006 dan Rp. 21.370.696 Milyar 2005.
Dengan memperhatikan berbagai fakta dan kondisi makro ekonomi Kota Bandung, maka pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage ini perlu
dilakukan secara terintegrasi agar tujuan pengembangan kawasan ini dapat meningkatkan volume kegiatan ekonomi Kota Bandung dan dapat memperbaiki
beberapa aspek pembangunan Kota Bandung yang pada saat ini mengalami perkembangan negatif seperti tingkat kepadatan penduduk Kota Bandung yang
merupakan kota terpadat di dunia dengan rata-rata kepadatan penduduk 13.345 jiwa per kilometer persegi BKKBN Jabar dan RKPD Kota Bandung 2009,
jumlah keluarga miskin terbanyak se-Jawa Barat BPS Jabar 2008, tujuh dari sepuluh warga kota Bandung menderita kekurangan air bersih Basis Data LH
Tabel 1 Perkembangan Indikator Pembangunan Kota Bandung 2007-2008
No Indikator
Satuan 2007
2008
1 Jumlah Penduduk
Jiwa 2.329.928
2.374.198 2
Laju Pertumbuhan Penduduk persen
1,44 1,90
3 Laju Pertumbuhan Ekonomi
persen 8,24
8,29 4
PDRB ADHK2000 Milyar
24.941 26.978
6 IPM
74,5 78,25
7 Rata-rata Lama Sekolah
Tahun 10,52
10,65 8
Standar Hidup LayakKapita Rp
577.130 577.385
9 Inflasi
persen 5,21
10,23 10
Jumlah Investasi Milyar
5.405 4.006
11 Indeks Daya Beli
64,04 64,27
12 Jumlah Rumah Tangga Miskin
RTM 83.500
82.432 13
Jumlah Pengangguran Jiwa
174.067 173.074
14 Tingkat Pengangguran Terbuka
persen 15,73
15,48 15
Luas Ruang Terbuka Hijau Ha
1.466 1.484
16 Proporsi RTH
persen 8,76
8,87 Sumber : Diolah dari LPJ Walikota Bandung 2009, Bandung dalam angka
2009 dan RPJM Kota Bandung 2009-2013
Bandung 2006, Kota dengan jumlah wanita rawan sosial-ekonomi terbanyak di Jawa Barat 30.000 wanita Dinsos Jabar 2007, jumlah timbunan sampah di kota
Bandung mencapai 8000 m3, dengan 3000 m
3
diantaranya masih tertinggal di TPS Kementrian Lingkungan Hidup, 2008, enam dari sepuluh murid SD di kota
Bandung beresiko menurun kecerdasannya, akibat kadar polusi di atas rata-rata Dept. TL ITB, BPLHD Jabar 2007, dan jumlah pengangguran terbanyak di Jawa
Barat, mencapai lebih 174 ribu orang BPS Jabar 2007. Agar tujuan pengembangan Pusat Primer Gedebage sesuai dengan
tujuannya itu, maka diperlukan suatu konsep desain sistem perencanaan serta pengelolaan yang tepat guna. Desain sistem dalam pengembangan kawasan Pusat
Primer Gedebage Kota Bandung ini merupakan suatu pengkajian rekayasa terhadap indikator kinerja pembangunan wilayah berdasarkan pendekatan sistem
dinamik. Pendekatan ini didasari oleh prinsip umpan balik causal loops antar subsitem wilayah, subsitem penduduk, dan subsitem ekonomi. Salah satu
karakteristik dari proses rekayasa indikator kinerja pembangunan wilayah tersebut adalah adanya bentuk pemodelan yang bersifat dinamis dan kuantitatif guna
menghasilkan keputusan yang rasional, terukur dan transparan dalam realisasi pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage ini.
1.2 Perumusan Masalah