Analysis of Development Plan of Primary Center Gedebage in Bandung City Economic Development by Dynamic Systems Approach

(1)

ANALISIS RENCANA PEMBANGUNAN PUSAT PRIMER GEDEBAGE TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KOTA BANDUNG

MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

BUDI BUDIMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Rencana Pembangunan Pusat Primer Gedebage Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota Bandung Melalui Pendekatan Sistem Dinamik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Budi Budiman H152070251


(3)

Abstract

BUDI BUDIMAN, H152070251. Analysis of Development Plan of Primary Center Gedebage in Bandung City Economic Development by Dynamic Systems Approach. Supervised by SETIA HADI as the leader and SAID RUSLI as member of supervisory commission.

Gedebage region as an area to be developed has limitations because it includes areas that have many short comings such as lack of infrastructure and unstable soil conditions. Therefore, in the development of the Gedebage area, the system design is required in the form of engineering assessment of the performance indicators of regional development based on dynamic systems approach based on the principle of feedback between the subsystem, subsystem of the population, and economic subsystem. The purpose of this study was to analyze the Gedebage regional development plan especially Primary Center Gedebage in economic development of Bandung. This research use data analysis through modeling system that includes the land use in the region Gedebage, various economic activities and population dynamics. The research result suggests that the development of the Primary Center Gedebage as planned, will encourage the economic development of Bandung city in a positive direction.


(4)

RINGKASAN

BUDI BUDIMAN, H152070251. Analisis Rencana Pembangunan Pusat Primer Gedebage Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota Bandung Melalui Pendekatan

Sistem Dinamik, dibimbing oleh SETIA HADI sebagai Ketua dan SAID RUSLI

sebagai anggota komisi pembimbing.

Kawasan Gedebage sebagai kawasan yang akan dikembangkan memiliki keterbatasan karena termasuk wilayah yang memiliki banyak kekurangan seperti keterbatasan infrastruktur dan kondisi tanah yang labil. Oleh karena itu dalam pengembangan kawasan Gedebage diperlukan desain sistem dalam bentuk pengkajian rekayasa terhadap indikator kinerja pembangunan wilayah berdasarkan pendekatan sistem dinamik yang didasari oleh prinsip umpan balik antar subsitem wilayah, subsitem penduduk, dan subsitem ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis rencana pengembangan kawasan Gedebage terutama Pusat Primer Gedebage terhadap pembangunan ekonomi Kota Bandung. Untuk menjawab permasalahan dilakukan analisis data melalui sistem pemodelan yang meliputi penggunaan lahan di kawasan Gedebage, berbagai kegiatan ekonomi, serta dinamika populasi penduduk. Dari simpulan utama menunjukkan bahwa pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage yang sesuai dengan yang direncanakan akan mendorong pembangunan ekonomi Kota Bandung kearah yang positif

Dari hasil pengaamatan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage telah ditentukan oleh tim pemerintah kota dan swasta dengan memperhatikan berbagai aspek kelayakan maupun peruntukkannya yaitu lahan untuk transfortasi 32,58 Ha (4,6%), untuk kesehatan 16,55 Ha (2,30%), untuk olah raga dan rekreasi 45 Ha (6,3%), untuk industri 26,61 Ha (8,7 %), untuk peribadatan 5,32 Ha (0.7%), hunian 196,6 Ha (27,6%), hotel apartemen 11 Ha (1,5%), danau buatan 123 Ha (17,26%), akses jalan tol 55,57 Ha (7,8%) dan untuk daya dukung lingkungan 31 Ha (4,4%).

Berdasarkan simulasi model sistem dinamis tentang dampak pengembangan Pusat Primer Gedebage terhadap pembangunan ekonomi Kota Bandung dapat dilihat dari perkembangan beberapa aspek, yaitu perubahan penduduk, PDRB kota, penggunaa lahan kota, pendapatan perkapita dan Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan berdasarkan simulasi model, maka adanya perubahan jumlah penduduk berupa kenaikan pada akhir tahun simulasi (2034) menjadi rata-rata 1,61 persen per tahun. Sedangkan dalam penggunaan lahan industri, perumahan dan jasa meningkat dari 69,73 persen menjadi 80,73 persen atau 13.506 Ha pada tahun 2034. Ini menunjukkan bahwa lahan kosong (bisa berbentuk sawah, tegalan ataupun ruang kosong yang tersedia di Kota Bandung pada tahun 2034 hanya 19,27 persen atau 3.223,87 Ha. Sedangkan simulasi mengenai subsistem ekonomi di Kota Bandung dengan melihat nilai PDRB Kota Bandung Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000, maka dari hasil simulasi nilai PDRB terlihat adanya kenaikan PDRB kota yang pada saat ini Rp 26,979 Triliun maka pada akhir tahun simulasi (2034) berubah menjadi Rp. 86,25 Triliun.

Dari aspek pendapatan per kapita pengembangan Pusat Primer Gedebage memberikan sumbangan yang positif terhadap peningkatan pendapatan per kapita


(5)

Kota Bandung. Hal ini dapat terlihat tercapainya target pendapatan per kapita sesuai dengan target pembangunan jangka menengah Kota Bandung 2013 seperti pada tahun 2012 dalam data simulasi menunjukkan angka pendapatan per kapita sebesar Rp.16,84 juta per tahun melampaui target pemerintah Kota Bandung sebesar Rp. 15,1 juta per tahun. Demikian pula pada tahun 2013 sesuai dengan data simulasi menunjukkan angka pendapatan per kapita sebesar Rp. 17,2 juta per tahun melampaui target pemerintah Kota Bandung sebesar Rp. 16 juta per tahun. Sedangkan dalam aspek RTH pengembangan Pusat Primer Gedebage akan menekan luas RTH dari 8,7 persen saat ini menjadi 5,21 persen pada akhir tahun 2034. Kondisi RTH seperti ini sesungggunya tidak relevan dengan target Pemerintah Kota dalam pencapaian luas RTH dalam target jangka pendek (2013) yang sudah mentargetkan pencapaian luas RTH kota 16 persen, tetapi dalam simulasi pada tahun 2013 RTH kota hanya mencapai 8.14 persen.

Skenario model pengembangan Pusat Primer Gedebage yang direncanakan berdasarkan beberapa asumsi kondisi yang diharapkan dalam model, yaitu dengan memperhitungkan investasi yang masuk ke kawasan Pusat Primer Gedebage. Adapun skenario dalam model Pengembangan Pusat Primer Gedebage, yaitu skenario 1, dimana pengembangan Pusat Primer Gedebage berjalan sesuai dengan investasi saat ini berjalan sebesar Rp. 500,85 Milyar yang menghasilkan nilai PDRB Rp. 86,250 Triliun dan pendapatan per kapita Rp. 20,75 juta. Skenario 2, dimana pengembangan Pusat Primer Gedebage berjalan dengan investasi yang direncanakan sebesar Rp. 11,945 Triliun dengan hasil nilai PDRB Rp.146,875 Triliun dan pendapatan per kapita Rp. 34,10 juta per tahun


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(7)

ANALISIS RENCANA PEMBANGUNAN PUSAT PRIMER GEDEBAGE TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KOTA BANDUNG

MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

BUDI BUDIMAN

Tesis

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(8)

(9)

Judul Tesis : Analisis Rencana Pembangunan Pusat Primer Gedebage Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota Bandung

Melalui Pendekatan Sistem Dinamik Nama : Budi Budiman

NRP : H152070251

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Setia Hadi, M.S. Ir. Said Rusli MA

Ketua Anggota

Diketahui

Tanggal Ujian: 10 Agustus 2011 Tanggal Lulus: Ketua Program Studi

Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana


(10)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

terkadang pada awalnya orang akan bangga dengan pilihannya, tapi tidak semua orang akan setia pada pilihannnya, keserakahan dan hawa nafsulah yang membuat orang tidak setia pada pilihannya. Sejatinya yang tersulit dalam hidup

ini bukanlah memilih sesuatu tetapi bagaimana bertahan pada pilihan yang pernah kita pilih dengan ikhlas tanpa kepura-puraan, itulah istiqomah dan sabar

yang sesungguhnya di dunia yang terus berubah dengan cobaan dan ujian.

untuk orangtua dan para guruku yang telah mengajarkan

tentang kejujuran

Tesis ini saya persembahkan buat : Orang Tuaku

Istri dan anak-anaku Para guruku


(11)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Besar atas karunia dan limpahan-Nya, sehingga Tesis yang berjudul: “Analisis Rencana Pembangunan Pusat Primer Gedebage Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota Bandung Melalui Pendekatan Sistem

Dinamik” dapat terselesaikan tanpa hambatan yang berarti. Tesis ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Program Magister di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Keberadaan Komisi Pembimbing dan para pihak, sangat menentukan dalam penyelesaian penyusunan Tesis ini. Komisi Pembimbing selalu memberikan dorongan, arahan, dan saran penyelesaian selama proses penyusunan berlangsung. Demikian juga para pihak yang telah membantu meringankan beban penulis dalam perbaikan tesis. Dengan ketulusan hati, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Setia Hadi, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dalam kesibukannya telah banyak memberikan bimbingan, arahan, serta saran perbaikan penulisan tesis ini.

2. Ir. Said Rusli, M.A. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang sudah banyak memberi dorongan kepada penulis dalam melakukan analisa penelitian serta penyempurnaan dalam penyajian penulisan tesis ini.

3. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S sebagai Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana IPB yang telah mengijinkan penulis untuk menyelesaikan tesis, serta telah banyak memberi ilmu ekonomi yang lebih mendasar selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan.

4. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh ilmu dan menyelesaikan studinya pada program S2 Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Kepada Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada program S2 Sekolah Pascasarjana IPB.


(12)

6. Kepada Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada program S2 Sekolah Pascasarjana IPB.

7. Semua rekan Program Studi IE dan PWD IPB terutama angkatan 2007 dan 2008 yang telah memberikan dorongan, serta menyampaikan uluran kerjasama yang sangat baik serta akrab selama mengikuti pelajaran di kelas, serta selama proses penyusunan tesis ini. Pengalaman yang sangat berharga ini, sangatlah sulit untuk penulis lupakan.

Penulis ingin pula menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu serta telah banyak membantu dan memberi dorongan selama ini. Semoga amal kebaikan dari semua yang memberikan bantuan akan mendapatkan balasan dari Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Penyayang.

Bogor, Agustus 2011 Penulis


(13)

RIWAYAT HIDUP

BUDI BUDIMAN, suami dari Meli Fauziah, dan ayah dari dua putri, satu putra, yaitu Annisa Fathia Rahmah (Nisa), Jasmine Nurul Haniyah (Hani) dan Muhammad Rizal Budiman (Rizal). Lahir di Kota Bandung 4 Maret 1973. Tamat Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Islah Bandung (1986), SMP Negeri 3 Bandung (1989), SMA Negeri 11 Bandung (1992), Jenjang pendidikan S1 pada Jurusan Manajemen Dakwah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung (1999),

Pada tahun 2002 lulus program S2 Program Studi Ekonomi Islam IAIN Sunan Gunung Djati Bandung (2002). Sejak 2008 kuliah di program S2 Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Sejak tahun 1999 sampai saat ini penulis bekerja sebagai dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 6

1.4 Manfaat Penelitian 6

1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1 Teori Sistem Dinamis 8

2.2 Konsep Perencanaan Pembangunan 10

2.3 Konsep Pertumbuhan Ekonomi 15

2.4 Penelitian Terdahulu 17

2.5 Kerangka Pemikiran 21

III. METODE PENELITIAN 25

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 25

3.2 Jenis dan Sumber data 25

3.3 Metode Analisa Data 25

3.3.1 Analisis Model Pengembangan Kawasan 25

3.3.2 Skenario Model 27

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 28

4.1 Kondisi Geografi dan Administrasi 28

4.2 Pemerintahan 30

4.3 Kependudukan 33

4.4 Kondisi Perekonomian Kota Bandung 37

4.5 Keadaan Ketenagakerjaan 38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 45


(15)

Pusat Primer Gedebage Kota Bandung 45 5.2 Model Pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung 65 5.3 Simulasi Model Pengembangan Pusat Primer Gedebage

Kota Bandung 73

5.4 Dampak Pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota Bandung. 80

5.5 Skenario Model Pengembangan Pusat Primer Gedebage 86

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 88

6.1 Kesimpulan 88

6.2 Saran 89


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Perkembangan Indikator Pembangunan Kota Bandung

2007-2008

4 Tabel 2 Jumlah Penduduk Kota Bandung Menurut Kecamatan dan

Jumlah Kelurahan Serta rata-rata Per Kelurahan Tahun 2008

34

Tabel 3 Jumlah Penduduk Kota Bandung Menurut Kecamatan dan Luas Wilayah Serta Kepadatan Penduduk Per Km2 Tahun 2008

35

Tabel 4 Kontribusi Kegiatan Ekonomi Kota Bandung dan sekitarnya terhadap Ekonomi Jawa Barat Tahun 2008

37 Tabel 5 Perkembangan Indikator Makro Pembangunan Kota

Bandung Tahun 2006-2008

38 Tabel 6 Perkembangan PDRB Kota Bandung 2003-2008 39 Tabel 7 Kontribusi Sektor Terhadap PDRB Kota Bandung 2008 41 Tabel 8 Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha di Kota Bandung Tahun 2008

43 Tabel 9 Jumlah Pengangguran dan Tingkat Penganguran Kota

Bandung Kurun waktu 2005-2008

51 Tabel 10 Program Pemanfatan Ruang di Kawasan Gedebage 47 Tabel 11 Keterangan Pemanfaatan dan Luas Ruang dalam

Kawasan Pusat Primer Gedebage

58 Tabel 12 Kode Pemanfaatan dan Ketentuan Intensitas Ruang dalam

Kawasan Pusat Primer Gedebage

59 Tabel 13 Hasil Perhitungan Pemanfaatan Lahan serta Luas Total

Lantai yang Dapat dibangun dalam Kawasan Pusat Primer Gedebage

60

Tabel 14 Peluang atau prospek investasi (PPP) Kawasan Pusat Primer Gedebage


(17)

Tabel 15 Hasil Simulasi model pengembangan Pusat Primer Gedebage Subsistem Penduduk (2009-2034)

74 Tabel 16 Hasil Simulasi model pengembangan Pusat Primer

Gedebage Subsistem Lahan (2009-2034)

77 Tabel 17 Hasil Simulasi Terhadap Perubahan PDRB Kota Bandung

Dalam Subsistem Ekonomi model pengembangan Pusat Primer Gedebage (2009-2034)

80

Tabel 18 Hasil Simulasi Terhadap Kondisi Pendapatan Per Kapita KotaBandung dalam Model pengembangan Pusat Primer Gedebage (2009-2034)

81

Tabel 19 Hasil Simulasi Terhadap Kondisi Ruang Terbuka Hijau dalam Model pengembangan Pusat Primer Gedebage (2009-2034)

84

Tabel 20 Hasil Simulasi Perbandingan Subsistem Penduduk, Ekonomi dan Lingkungan dalam Model Pengembangan Pusat Primer Gedebage

85

Tabel 21 Hasil Simulasi Skenario 1 dan 2 dalam Model Pengembangan Pusat Primer Gedebage


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pengembangan Kawasan Gedebage

Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota Bandung Melalui Pendekatan Sistem Dinamik

24

Gambar 2 Alur Berpikir DampakPengembangan Pusat Primer Gedebage Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota Bandung Melalui Pendekatan Sistem Dinamik

26

Gambar 3 Peta Rencana Tata Guna Lahan Kota Bandung 2004-2013 47 Gambar 4 Kode Ruang Peruntukan Pusat Primer Gedebage Bandung 56 Gambar 5 Keterangan Tentang Kode Ruang Peruntukan Pusat Primer

Gedebage Bandung

57 Gambar 6 Alur pengelolaan kawasan Pusat Primer Gedebage 63 Gambar 7 Diagram Alir Hubungan Antar Subsistem dalam

Pengembangan Kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung

67

Gambar 8 Struktur Model Subsistem Penduduk dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung

69 Gambar 9 Struktur Model Subsistem Lahan dalam pengembangan

Pusat Primer Gedebage Kota Bandung

70 Gambar 10 Struktur Model Subsistem Ekonomi dalam Pengembangan

Pusat Primer Gedebage Kota Bandung

72 Gambar 11 Grafik Hasil Simulasi Subsistem Penduduk 74 Gambar 12 Grafik Hasil Simulasi Tingkat Pemanfaatan lahan Kota

Bandung

76 Gambar 13 Grafik Hasil Simulasi Tingkat Perubahan PDRB Kota

Bandung Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000

79 Gambar 14 Grafik Hasil Simulasi Tingkat Perubahan Pendapatan Per

Kapita Kota Bandung

81 Gambar 15 Grafik Hasil Simulasi Tingkat Perubahan 83


(19)

RTH Kota Bandung

Gambar 16 Grafik Hasil Simulasi Perbandingan Subsistem Penduduk, Ekonomi dan Lingkungan dalam Model Pengembangan Pusat Primer Gedebage


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan sebagai suatu proses yang disusun secara sengaja dan terencana untuk mencapai situasi yang diingingkan dengan sendirinya terdapat proses perencanaan yang mengarahkan kepada terjadinya pemerataan (equity), pertumbuhan ekonomi (efficiency), dan keberlanjutan (sustainability). Salah satu indikator keberhasilan pembangunan diantaranya meningkatknya kesejahteraan masyarakat sebagai hasil dari pembangunan ekonomi yang berkeadilan. Berkeadilan artinya kesejahteraan masyarakat bukan hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat saja. Wujud pemahaman ini diimplementasikan dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam mengelola sumber daya dengan efektif dan efisien dalam bentuk kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi yang berdaya saing tinggi.

Untuk mencapai tujuan yang kompleks itu, suatu proses pembangunan membutuhkan perencanaan yang cermat. Perencanaan pembangunan ini merupakan langkah strategis yang diambil untuk menghindari meningkatnya kesenjangan pembangunan yang terjadi antar wilayah yang akan mendorong atau menambah ketidakmerataan pembangunan. Perkembangan yang tidak merata ini pada akhirnya menimbulkan back wash effect sebagai kerugian yang diderita oleh wilayah-wilayah yang kurang berkembang akibat adanya ekspansi ekonomi dari wilayah-wilayah yang maju. Seharusnya proses pembangunan dari suatu wilayah yang berkembang bisa memberikan keuntungan bagi wilayah-wilayah disekitarnya. Dengan kata lain ekspansi pembangunan ekonomi wilayah tersebut harus bisa memberikan spread effects bagi wilayah-wilayah lain. Oleh karena itu perencanaan pembangunan wilayah itu disusun semata-mata bukan hanya untuk kepentingan wilayah yang bersangkutan, melainkan yang lebih luas lagi untuk kepentingan pembangunan nasional secara menyeluruh.

Perencanaan pembangunan realisasinya perlu dilakukan dalam bentuk implementasi aktivitas ekonomi dalam berbagai sektor. Selain itu dalam pandangan Capello (2007) aktivitas ekonomi ini muncul, tumbuh, dan terbangun


(21)

secara maksimal serta berdampak secara positif terhadap masyarakat adalah dalam suatu ruang (space) yang terpusat (angglomerasi). Oleh karena itu langkah memilih lokasi sama maknanya ketika pelaku ekonomi memilih faktor-faktor produksi dan teknologi. Dampak terbentuknya agglomerasi ekonomi ini akan terjadi penurunan biaya yang terjadi karena kegiatan ekonomi yang dilakukan di satu tempat dapat meminimalisir biaya-biaya lain yang disebabkan tersebarnya kegiatan ekonomi pendukung. Dalam hal ini Isard (1975) menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam menciptakan fasilitas-fasilitas yang dapat mendorong terbentuknya ekonomi agglomerasi pada satu wilayah dengan rekayasa dalam bentuk pengembangan suatu kawasan. Pada bagian lain Rustiadi (2007) memaknai pengembangan kawasan (wilayah) sebagai intervensi positif yang dilakukan oleh para pengambil kebijakan dalam berbagai aspek dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan suatu wilayah. Pengembangan kawasan dilakukan bukan saja terhadap wilayah yang sedang berkembang tetapi pengembangan kawasan baru menjadi sangat penting dilakukan bukan saja sebagai langkah percepatan pembangunan tetapi juga tingkat efektifitas dan efesiensi proses pengembangan kawasan itu dapat terjaga. Pemahaman ini diterapkan oleh Pemerintah Kota Bandung yang sejak tahun 2004 yang memiliki rencana pengembangan Pusat Primer Gedebage di wilayah timur Kota Bandung sebagai salah satu implementasi pengembangan kawasan Gedebage.

Kawasan Gedebage sejak tahun 1987 melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 1987 menjadi bagian wilayah Kota Bandung yang sebelumnya dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Bandung. Bersama dengan Wilayah Ujungberung, pembangunan kawasan Gedebage tertinggal dari empat wilayah lainnya, yakni Bojonegara, Tegallega, Cibeunying, dan Karees. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2004 yang dirubah dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bandung, pada kawasan tersebut akan dipusatkan berbagai kegiatan ekonomi dan pelayanan masyarakat sebagai bagian dari program pembangunan Kota Bandung tahun 2004-2013.

Salah satu yang menjadi prioritas pembangunan di kawasan Gedebage adalah rencana pembangunan Pusat Primer Gedebage sebagai pusat primer kedua


(22)

di Kota Bandung yang berada di kawasan Bandung Tengah. Adapun bentuk pembangunan yang akan dilakukan di kawasan Pusat Primer Gedebage dan sekitanya di antaranya pembangunan pusat pelayanan masyarakat dan, pembangunan danau buatan, pengembangan kegiatan perdagangan skala nasional dan regional, pengembangan kegiatan jasa komersial skala internasional, nasional, wilayah dan kota, pembangunan stadion olahraga skala internasional, pengembangan ruang terbuka hijau, pengembangan pusat kegiatan wisata dan rekreasi, terminal bus terpadu yang terdiri dari terminal penumpang dan terminal barang, pengembangan pergudangan dan terminal peti kemas, pengembangan kegiatan industri kecil dan menengah berwawasan lingkungan.

Pengembangan Pusat Primer Gedebage merupakan penegasan orientasi pembangunan Kota Bandung dalam jangka menengah yang memfokuskan pelaksanaan pembangunan Kota Bandung mengarah ke Timur Kota Bandung dengan proyek besarnya Pusat Primer Gedebage. Oleh karena itu pengembangan Pusat Primer Gedebage perlu dilakukan secara terintegrasi agar pengembangan Pusat Primer Gedebage dapat meningkatkan volume aktivitas ekonomi kawasan yang berpengaruh terhadap ekonomi Kota Bandung secara keseluruhan. Peningkatan ekonomi Kota Bandung perlu dilakukan segera karena fakta di lapangan banyak hal yang harus diperbaiki dengan segera oleh Pemerintah Kota Bandung terutama dalam pembangunan ekonomi, seperti dalam aspek ketenagakerjaan Kota Bandung dengan jumlah penduduk tahun 2008 berjumlah 2.374.198 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,90 persen ternyata memiliki tingkat pengangguran yang tinggi, yaitu 15,48 persen di tahun 2008. Sedangkan tingkat perkembangan dalam bidang pembangunan manusia (IPM) yang dalam kurun lima tahun terakhir peringkat IPM Kota Bandung menurun drastic dari peringkat 14 melorot keperingkat 49 di tingka nasional (Bappenas 2008). Menurut BPS Kota Bandung memiliki indeks 77,15 Tahun 2003 dan berubah menjadi 74,5 tahun 2007 dan 78,25 tahun 2008, walaupun nilai ini lebih besar daripada IPM Jawa Barat yang mencapai 70,05 pada tahun yang sama. Sedangkan Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bandung tahun 2008 atas harga konstan tahun 2000 sebesar Rp. 26.978.909 Milyar, tahun 2007 sebesar Rp. 24.941.517


(23)

Milyar, meningkat dari Rp. 23.043.104 Milyar (2006) dan Rp. 21.370.696 Milyar (2005).

Dengan memperhatikan berbagai fakta dan kondisi makro ekonomi Kota Bandung, maka pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage ini perlu dilakukan secara terintegrasi agar tujuan pengembangan kawasan ini dapat meningkatkan volume kegiatan ekonomi Kota Bandung dan dapat memperbaiki beberapa aspek pembangunan Kota Bandung yang pada saat ini mengalami perkembangan negatif seperti tingkat kepadatan penduduk Kota Bandung yang merupakan kota terpadat di dunia dengan rata-rata kepadatan penduduk 13.345 jiwa per kilometer persegi (BKKBN Jabar dan RKPD Kota Bandung 2009), jumlah keluarga miskin terbanyak se-Jawa Barat (BPS Jabar 2008), tujuh dari sepuluh warga kota Bandung menderita kekurangan air bersih (Basis Data LH

Tabel 1 Perkembangan Indikator Pembangunan Kota Bandung 2007-2008

No Indikator Satuan 2007 2008

1 Jumlah Penduduk Jiwa 2.329.928 2.374.198

2 Laju Pertumbuhan Penduduk persen 1,44 1,90 3 Laju Pertumbuhan Ekonomi persen 8,24 8,29

4 PDRB (ADHK2000) Milyar 24.941 26.978

6 IPM 74,5 78,25

7 Rata-rata Lama Sekolah Tahun 10,52 10,65 8 Standar Hidup Layak/Kapita Rp 577.130 577.385

9 Inflasi persen 5,21 10,23

10 Jumlah Investasi Milyar 5.405 4.006

11 Indeks Daya Beli 64,04 64,27

12 Jumlah Rumah Tangga Miskin RTM 83.500 82.432 13 Jumlah Pengangguran Jiwa 174.067 173.074 14 Tingkat Pengangguran Terbuka persen 15,73 15,48 15 Luas Ruang Terbuka Hijau Ha 1.466 1.484

16 Proporsi RTH persen 8,76 8,87

Sumber : Diolah dari LPJ Walikota Bandung 2009, Bandung dalam angka 2009 dan RPJM Kota Bandung 2009-2013


(24)

Bandung 2006), Kota dengan jumlah wanita rawan sosial-ekonomi terbanyak di Jawa Barat (30.000 wanita) (Dinsos Jabar 2007), jumlah timbunan sampah di kota Bandung mencapai 8000 m3, dengan 3000 m3 diantaranya masih tertinggal di TPS (Kementrian Lingkungan Hidup, 2008), enam dari sepuluh murid SD di kota Bandung beresiko menurun kecerdasannya, akibat kadar polusi di atas rata-rata (Dept. TL ITB, BPLHD Jabar 2007), dan jumlah pengangguran terbanyak di Jawa Barat, mencapai lebih 174 ribu orang (BPS Jabar 2007).

Agar tujuan pengembangan Pusat Primer Gedebage sesuai dengan tujuannya itu, maka diperlukan suatu konsep desain sistem perencanaan serta pengelolaan yang tepat guna. Desain sistem dalam pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung ini merupakan suatu pengkajian rekayasa terhadap indikator kinerja pembangunan wilayah berdasarkan pendekatan sistem dinamik. Pendekatan ini didasari oleh prinsip umpan balik (causal loops) antar subsitem wilayah, subsitem penduduk, dan subsitem ekonomi. Salah satu karakteristik dari proses rekayasa indikator kinerja pembangunan wilayah tersebut adalah adanya bentuk pemodelan yang bersifat dinamis dan kuantitatif guna menghasilkan keputusan yang rasional, terukur dan transparan dalam realisasi pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage ini.

1.2 Perumusan Masalah

Pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung tidak terlepas dari pemahaman bahwa angglomerasi ekonomi mempengaruhi kinerja suatu sistem ekonomi. Oleh karena itu pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung memungkinkan semakin mudahnya kegiatan ekonomi berjalan sehingga dapat memunculkan peluang bagi masyarakat di sekitar kawasan dan Kota Bandung untuk lebih berperan dalam berbagai kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan pembangunan ekonomi Kota Bandung.

Dari uraian latar belakang, maka peneliti mencoba menganalisis dampak yang akan ditimbulkan dari pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung terhadap pembangunan ekonomi Kota Bandung dengan pendekatan sistem dinamik. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :


(25)

a. Bagaimana perkembangan penggunaan lahan di kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung.

b. Bagaimana dampak pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage terhadap pembangunan ekonomi Kota Bandung.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Mengkaji dan menganalisis perkembangan penggunaan lahan di kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung.

b. Mengkaji dan menganalisis dampak pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage terhadap pembangunan ekonomi Kota Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh masyarakat dan Pemerintah Kota Bandung dalam mengimplementasikan dan pengelolaan dari pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage sehingga tujuan dari pengembangan kawasan ini dapat tercapai dengan menekan berbagai dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya.

1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian seperti yang diungkapkan oleh Bambang Juanda (2009) merupakan suatu proses belajar (usaha) untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan atau untuk memperoleh jawaban masalah penelitian. Oleh karena itu setiap penelitian memerlukan batasan topik penelitian agar tujuan penelitian dapat tercapai dengan memperhatikan beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pemilihan topik seperti (1) sebaiknya berada dalam jangkauan (manageble topic), (2) tersedianya data untuk membahas topik (obtainable data), (3) menarik untuk diteliti (interesting topic), dan (4) cukup penting (significance of topic).

Adapun batasan dari penelitian ini adalah membahas tentang perkembangan penggunaan lahan yang akan digunakan untuk kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung dan dampak pengembangan kawasan Pusat


(26)

Primer Gedebage terhadap pembangunan ekonomi Kota Bandung terutama aspek investasi kawasan terhadap pertumbuhan ekonomi serta dinamika kependudukan Kota Bandung. Selain itu pula berdasarkan kemampuan peneliti dalam berbagai aspek, maka penelitian ini dibatasi dalam ruang lingkup penelitian berupa analisis pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung dengan pendekatan sistem dinamik dengan tiga subsistem, yaitu (1) subsistem wilayah (lahan), (2) subsitem penduduk, dan (3) subsitem ekonomi.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Sistem Dinamis

Dalam pandangan Menetsch dan Park seperti yang dikutip oleh Eriyatno (1999) setiap orang dapat menyampaikan terminologi sistem atas dasar pandangan pribadi maupun kegunaan untuk kelompoknya, yang penting harus ada visi

tentang sesuatu yang “utuh” dan keutuhan. Oleh karenanya sistem dapat diartikan

sebagai himpunan atau kombinasi dari bagian-bagian yang membentuk sebuah kesatuan yang komplek dan memiliki kesatuan (unity), hubungan fungsional dan tujuan yang berguna. Sehingga secara definitif sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan tertentu.

Sistem didefinisikan sebagai suatu kesatuan dari berbagai komponen atau bagian yang saling berinteraksi membentuk suatu fungsi atau tujuan tertentu. Teori sistem berkembang lebih jauh lagi menjadi dua bidang ilmu manajemen utama, berpikir sistemik (system thinking) dan sistem dinamis (system dynamics). Berpikir sistemik merupakan cara pandang baru terhadap suatu kejadian yang menekankan keseluruhan rangkaian bagian secara terpadu. Hal ini terjadi karena adanya kompleksitas permasalahan yang ditandai dengan keragaman yang perlu dikaji atau dikendalikan oleh satu metode saja. Oleh karena itu perlu dicari pemecahan melalui keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, yang memerlukan suatu kerangka pikir baru yang dikenal dengan pendekatan sistem.

Pendekatan sistem merupakan metodologi yang bersifat rasional sampai bersifat intuitif untuk memecahkan masalah untuk mencapai tujuan tertentu. Permasalahan yang sebaiknya menggunakan pendekatan sistem dalam pengkajiannya, yaitu permasalahan yang memenuhi karakteristik : (1) kompleks, yaitu interaksi antar elemen cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok dalam menganalisis permasalahan dengan pendekatan sistem, yaitu : (1) sibernetik (cybernetic), artinya berorientasi pada tujuan, (2) holistik (holistic), yaitu cara


(28)

pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem, dan (3) efektif (effectiveness), yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efesiensi keputusan (Eriyatno, 1999). Oleh karena itu telaah tentang permasalahan dengan pendekatan sistem ditandai oleh ciri-ciri : (1) mencari semua faktor penting yang terkait dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2) adanya model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional.

Untuk optimalnya pengambilan keputusan dalam permasalahan melalui pendekatan sistem memerlukan apa yang disebut dengan Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Keen dan Morton (1986) seperti yang dikutip oleh Eriyatno (1999) mendefinisikan SPK sebagai suatu sistem berbasis komputer yang mendukung manajemen pengambilan keputusan yang berhubungan dengan permasalahan yang bersifat semi terstruktur. Sedangkan Millet dalam Eriyatno (1999) mendefinisikan SPK sebagai suatu sistem yang menggunakan model yang berhubungan antara keputusan dan jalan keluar untuk menunjang pemecahan masalah yang dititikberatkan pada masalah keputusan spesifik ataupun kumpulan masalah-masalah yang berhubungan. Minch dan Burns (1983) seperti yang diacu oleh Eriyatno (1999) mengemukakan bahwa konsepsi model SPK adalah menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama penunjang keputusan yaitu pengambilan keputusan, data dan model. SPK terdiri dari tiga elemen pembentuk utama, yaitu basis data, basis model dan manajemen dialog yang terakumalasi dalam suatu sistem yang dinamis.

Sistem dinamis sangat erat hubungannya dengan berpikir sistemik. Sistem dinamis dibentuk untuk memberi para manajer suatu alat bantu dalam memahami sistem kompleks yang mereka hadapi. Metodologinya adalah menggunakan simulasi komputer untuk menghubungkan struktur sistem dengan perilaku sistem terhadap waktu. Dengan cara ini, sistem dinamis mampu menterjemahkan pemahaman yang diperoleh dari berpikir sistemik ke dalam model simulasi komputer. Sistem dinamis mampu menciptakan suatu learning environment – suatu laboratorium yang berperan seperti miniatur dari sistem.

Simulasi sistem dinamis diatur berdasarkan prinsip: (1) cause-effect


(29)

lengkap dan komprehensif pasti menggunakan ketiga prinsip tersebut untuk menghasilkan perilaku sistem yang mendekati dunia nyata. Rancangan causal-loop diagram (CLD) biasanya digunakan dalam system thinking (berpikir sistemik) untuk mengilustrasikan hubungan cause-effect (sebab-akibat). Hubungan feedback (umpan-balik) bisa menghasilkan perilaku yang bervariasi dalam sistem nyata dan dalam simulasi sistem nyata.

Tidak semua hubungan sebab-akibat timbul secara instan. Sering terjadi hubungan sebab-akibat tersebut dipisahkan oleh waktu, bisa berupa detik, menit, jam, minggu, bulan, atau tahun. Delay terjadi dimanapun di dunia nyata. Adanya

delay menghasilkan sesuatu hal yang menarik pada perilaku kompleks sistem, ketika sistem tersebut tidak memiliki feedback dan kompleksitas cause-effect yang terbatas. Variabel feedback yang penting adalah level dan flow. Level

menunjukkan akumulasi, sedangkan flow menunjukkan perubahan pada yang terjadi pada variabel level.

2.2 Konsep Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan dapat dikatakan identik dengan ekonomi pembangunan. Bila ruang gerak ekonomi pembangunan berusaha mencari strategi pembangunan, perencanaan pembangunan merupakan alat yang ampuh untuk menerjemahkan strategi pembangunan tersebut dalam berbagai program kegiatan yang terkoordinir. Koordinasi ini perlu dilakukan sehingga sasaran-sasaran, baik ekonomi maupun sosial, yang telah ditetapkan semula dapat dicapai secara lebih efisien untuk menghindari terjadinya pemborosan-pemboroan dalam pelaksanaan pembangunan (Hendra, 1995). Perencanaan pembangunan ekonomi bisa juga dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam rangka menciptakan nilai sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab (Arsyad, 1999). Dengan demikian diharapkan perekonomian wilayah dapat mencapai keadaan perekonomian yang lebih baik pada masa yang akan datang dibanding dengan keadaan sekarang ini, atau minimal sama dengan keadaan ekonomi sekarang.


(30)

Hirschman (1958) menegaskan bahwa jika terjadi perbedaan yang sangat jauh antara perkembangan ekonomi di daerah kaya dengan daerah miskin, akan terjadi proses pengkutuban (polarization effects), sebaliknya jika perbedaan diantara kedua daerah tersebut menyempit, berarti telah terjadi imbas yang baik karena ada proses penetesan ke bawah (trickle down effects). Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa perlunya perencanaan pembangunan itu semata-mata bukan hanya untuk kepentingan wilayah yang bersangkutan, melainkan yang lebih luas lagi seperti untuk kepentingan pembangunan nasional secara menyeluruh.

Ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan untuk menyusun perencanaan pembangunan suatu wilayah, yaitu : (1) pendekatan atas-bawah ( top-down), (2) pendekatan bawah-atas (bottom-up), (3) pendekatan obyek, sektoral atau bidang, (4) pendekatan gabungan atau campuran, (5) pendekatan komprehensif, (6) pendekatan terpadu, (7) pendekatan pengkerutan (reduced), (8) pendekatan parsial, (9) pendekatan proyek demi proyek (Mangiri, 2000).

Perencanaan pembangunan yang disusun dengan pendekatan top-down

merupakan perencanaan pembangunan yang sudah diatur pada tingkat atas pemerintah pusat atau daerah yang tidak melibatkan masyarakat, yang kemudian diturunkan ke tingkat lebih bawah dari suatu pemerintah (pusat atau daerah) untuk dilaksanakan sesuai dengan petunjuknya. Pendekatan ini menitikberatkan pada visi terlebih dahulu, kemudian misi, strategi, program dan proyek. Manfaat yang dapat diberikan dengan pendekatan ini adalah program pembangunan yang direncanakan akan lebih cepat terlaksana, karena yang menetapkan hanya beberapa orang pada tingkat pimpinan yang mempunyai persepsi dan wawasan pembangunan yang sama. Akan tetapi, sering juga pendekatan semacam ini menimbulkan permasalahan di lapangan. Karena perencanaannya diturunkan dari atas, bisa saja terjadi program-program pembangunan yang diajukan tidak sesuai dengan potensi atau permasalahan pada wilayah setempat. Akibatnya apa yang menjadi tujuan dari perencanaan tersebut tidak tercapai, bahkan bisa saja hasil yang didapat bertolak belakang dengan tujuan yang diinginkan.

Pendekatan kedua, bottom-up, tampaknya lebih operasional atau lebih menyentuh masyarakat, sehingga dianggap mampu memecahkan masalah-masalah pembangunan yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Namun


(31)

demikian, pendekatan ini bisa menyebabkan terjadinya benturan-benturan antara masalah wilayah yang diangkat dengan tujuan makro, dan di samping itu menimbulkan sikap ego lokal yang lebih mementingkan wilayahnya sendiri. Perencanaan yang disusun dari bawah, menyebabkan pula masing-masing wilayah atau sekelompok masyarakat ingin lebih dipentingkan dari wilayah atau kelompok masyarakat yang lain. Akibatnya muncul konflik yang bersifat horizontal, yang akhirnya mengganggu proses pembangunan ekonomi yang dijalankan.

Pendekatan perencanaan dapat juga dilakukan dengan lebih menitikberatkan terhadap pembangunan sektor-sektor atau bidang-bidang tertentu. Di sini tujuan perencanaan dapat diarahkan kepada pemecahan masalah pada sektor-sektor yang menjadi bottleneck dalam pembangunan, ataupun untuk mengembangkan sektor-sektor yang merupakan leader dalam perekonomian daerah. Pola perencanaan yang lebih mengedepankan pembangunan sektoral umumnya berpijak pada konsep pertumbuhan tidak berimbang yang dinilai oleh beberapa ahli ekonomi mempunyai keterbatasan-keterbatasan, di antaranya: (1) kurang perhatian terhadap komposisi, arah dan saat petumbuhan tidak berimbang, (2) mengabaikan pihak-pihak yang beroposisi terhadap pembangunan, (3) memunculkan tekanan inflasi, (4) sulit diterapkan untuk daerah-daerah yang kurang maju dimana fasilitas dasar dan mobilitas faktor menjadi kendala dalam pembangunan (Jhingan, 1993).

Pendekatan ideal dalam penyusunan perencanaan pembangunan adalah dengan menggabungkan semua kepentingan atas, bawah, sektoral ataupun bidang pembangunan yang diakomodir dan diselaraskan dalam sebuah perencanaan yang sistematis dan dinamis. Sistem perencanaan pembangunan ini lebih bersifat simulasi dengan kendala tujuan target makro tetapi pelaksanaannya sesuai dengan tingkat bawah. Hasilnya menjadi perencanaan optimal antar pusat, wilayah dan sektor yang dianggap sebagai isu utama nasional atau daerah. Dalam prakteknya, sangat sulit melakukan perencanaan semacam ini. Karena belum tentu tujuan yang diutamakan bagi wilayah merupakan pula tujuan nasional, atau sebaliknya tujuan yang diutamakan bagi nasional belum temtu merupakan tujuan wilayah. Singkatnya, sangat sulit untuk mempertemukan antara tujuan wilayah dengan tujuan nasional.


(32)

Pendekatan perencanaan pembangunan yang komprehensif diartikan sebagai suatu pendekatan perencanaan yang terkoordinir dan terpadu dalam suatu wilayah pembangunan, dan salah satu bentuk lain dari pendekatan komprehensif adalah pendekatan terpadu. Pendekatan ini berusaha mengintegrasikan semua komponen-komponen ekonomi, dan sosial ke dalam suatu perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan terpadu ini mempunyai empat aspek, yaitu (1) keterkaitan, (2) kuantitas, (3) optimasi, dan (4) risiko (Mangiri, 2000). Sedangkan pernyusunan perencanaan dengan pendekatan parsial lebih bersifat pemecahan persoalan (problem-solving) dalam proses pembangunan, sehingga dengan sendirinya dalam pendekatan ini terdapat berbagai bentuk pendekatan perencanaan. Dengan kata lain pendekatan parsial ini mirip dengan pendekatan gabungan atau campuran. Pendekatan terakhir yang dapat diterapkan dalam penyusunan perencanaan pembangunan wilayah adalah pendekatan proyek demi proyek.

Setelah ditetapkan pendekatan mana yang akan diterapkan, langkah berikutnya adalah menyusun perencanaan pembangunan yang dilakukan melalui beberapa tahapan, : (1) pengumpulan data dan analisis, (2) pemilihan strategi pembangunan wilayah, (3) pemilihan proyek-proyek pembangunan, (4) pembuatan rencana tindakan, (5) penentuan rincian proyek, dan (6) persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi (Blakely seperti yang dikutip oleh Arsyad, 1999). Selain itu perencanaan pembangunan tidak bisa terlepas dari pengetahuan tentang obyek perencanaan, apakah obyek itu berupa nasional, daerah, sektor, ataupun bidang pembangunan. Dengan mengetahui berbagai kecenderungan dari faktor-faktor atau variabel-variabel yang mempengaruhinya, perencana dapat menetapkan strategi pembangunan suatu wilayah dengan lebih tepat agar diperoleh hasil seoptimal mungkin. Untuk semua ini, diperlukan suatu analisis yang teliti dan kompleks yang menyangkut berbagai aspek tentang obyek perencanaan pembangunan. Analisis adalah penyelidikan sesuatu peristiwa untuk mengetahui penyebabnya, dan bagaimana duduk perkaranya. Sedangkan menganalisis ialah menyelidiki dengan menguraikan masing-masing bagiannya.

Kegunaan model perencanaan menurut Jhingan (1993) adalah : (1) memberikan kerangka pengawasan terhadap konsistensi atau optimalisasi sasaran


(33)

rencana yang tertulis, (2) memberikan kerangka bagi penentuan sasaran yang sebenarnya, (3) memberikan kerangka bagi penilaian proyek, dan (4) memberikan pengertian yang mendalam mengenai struktur perekonomian, serta dinamikanya guna menunjang keputusan keputusan kebijaksanaan yang lebih baik. Oleh karena itu Jhingan (1993) membagi model-model perencanaan dalam tiga bentuk pula, yaitu (1) model agregat, (2) model desentralisasi, dan (3) model multisektor. Model agregat mengikuti garis optimal pertumbuhan agregat-agregat ekonomi seperti pendapatan, tabungan, konsumsi, investasi, dan sebagainya. Model Keynes, model Harrod-Domar, dan model two-gap adalah termasuk jenis ini. Model yang didesentralisasi mengandung variabel sektor atau variabel tingkat proyek yang dipakai untuk mempersiapkan model masing-masing sektor atau proyek. Model multisektor dibangun untuk menghubungkan agregat-agregat ekonomi makro dengan sektor-sektor yang merupakan materi operasional perencanaan.

Pilihan model-model perencanaan pembangunan sangat tergantung kepada kemampuan tenaga perencanaan untuk mempergunakan model tersebut, tersedianya waktu, data dan berbagai fasilitas penunjang lainnya (aspek infrastruktur), dan bentuk pendekatan yang akan dipergunakan di dalam menyusun perencanaan pembangunan. Walaupun ketiga faktor tersebut sepertinya membatasi suatu wilayah di dalam memilih model perencanaan pembangunannya, bukan berarti setiap kali menyusun perencanaan pembangunan jangka pendek selalu menggunakan model-model yang sama dan sangat terbatas. Perekonomian itu berjalan dinamis, karena pola konsumsi dan produksi dalam masyarakat selalu berubah. Akibatnya orientasi pembangunan tidak mungkin terus sama setiap tahun.

Konsep perencanaan pembangunan hanyalah merupakan alat dan cara untuk mencapai tujuan, target dan strategi yang telah ditentukan sebelumnya. Sehingga menurut Arsyad (1999) perencanaan dalam pembangunan akan memiliki fungsi : (1) Sarana komunikasi bagi semua stakeholder, (2) dasar dalam mengatur sumberdaya dan sumberdana, (3) menjadi tolok ukur keberhasilan fungsi pengendalian, dan (4) alat untuk melakukan evaluasi. Dari fungsi


(34)

perenanaan dalam pembangunan ini, maka dapat dilihat perencanaan pembangunan yang baik, yaitu yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Punya target yang jelas. Satu daerah dengan daerah lain mempunyai target yang berbeda yang tercantum dalam renstra daerah masing-masing. Perencanaan yang baik apabila dari target yang dimiliki mempunyai langkah-langkah yang jelas untuk melaksanakannya.

b. Konsisten dan Realistis. Yang sering terjadi adalah berbeda antara apa yang direncanakan dengan apa yang dikerjakan sehingga pekerjaan tidak sesuai lagi denga perencanaan yang dibuat dan disetujui bersama. Perencanaan juga harus mengukur sumberdaya yang dimiliki, sehingga perencanaan yang dibuat bukanlah yang tidak mungkin dilaksanakan.

c. Mempunyai Pengawasan yang Berkesinambungan. Dengan membentuk alur dan sistim yang jelas sehingga perencaan akan menjadi alat kontrol yang kontinyu.

d. Jelas Target Fisik dan Pembiayaannya. Perencanaan harus mempunyai target pencapaian apa yang dikerjakan termasuk kualitas dan persyaratan secara fisik lainnya. Di samping itu perencanaan juga jelas target anggarannya.

e. Terukur. Sehingga dalam pelaksanaanya perencanaan akan memudahkan dalam menentukan indikator keberhasilannya.

f. Ada batas waktu yang jelas dari setiap pekerjaan, Arsyad (1999). 2.3 Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Keberhasilan suatu pembangunan salah satu indikatornya dilihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah pada dasarnya menggunakan konsep-konsep pertumbuhan ekonomi secara agregat. Hanya saja titik tekanan analisis pertumbuhan regional lebih diletakkan pada akumulasi faktor produksi. Akumulasi faktor produksi tenaga kerja dan modal dalam suatu wilayah dari satu tahun ke tahun berikutnya, membuka peluang bagi perbedaan tingkat pertumbuhan di suatu wilayah.

Model Harrod-Domar memberikan peranan kunci kepada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda


(35)

yang dimiliki investasi, yaitu: (1) investasi menciptakan pendapatan, dan (2) investasi memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang pertama dapat disebut sebagai dampak permintaan, dan kedua dampak penawaran investasi.

Arsyad (1999) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan tersebut diukur dalam nilai riil atau dinyatakan dalam harga konstan. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya terkait dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam suatu daerah perekonomian. Pertumbuhan menyangkut perkembangan berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi (output) dan pendapatan.

Sukirno (1985) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, yaitu: (1) tanah dan kekayaan alam, (2) jumlah dan kualitas penduduk dan tenaga kerjanya, (3) barang modal dan tingkat teknologi, (4) sistem sosial dan sikap masyarakat, dan (5) luas pasar sebagai sumber pertumbuhan. Sedangkan menurut Todaro (2004) komponen-komponen pertumbuhan ekonomi yang penting dalam masyarakat, yaitu: (1) akumulasi modal termasuk semua investasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumberdaya alam, (2) perkembangan pendududuk, khususnya yang menyangkut pertumbuhan angkatan kerja, dan (3) kemajuan teknologi.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, pertumbuhan baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu, untuk melihat peningkatan jumlah barang yang dihasilkan maka pengaruh perubahan harga-harga terhadap nilai pendapatan wilayah pada berbagai tahun harus dihilangkan. Caranya adalah dengan melakukan perhitungan pendapatan daerah didasarkan atas harga konstan. Kalau perhitungan pendapatan daerah menggunakan tingkat harga yang berlaku pada waktu tersebut, hasil perhitungannya adalah pendapatan daerah menurut harga yang berlaku pada tahun bersangkutan. Jadi perhitungan pendapatan daerah


(36)

dapat menggunakan harga konstan atau pendapatan riil, dapat pula menggunakan harga yang berlaku saat itu atau pendapatan nominal.

Setiap upaya meningkatkan pertumbuhan melalui pembangunan suatu wilayah yang dilakukan oleh pemerintah berserta masyarakatnya memiliki tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja bagi masyarakat. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan. Oleh karena itu, dengan adanya kebijakan desentralisasi fiskal maka pemerintah hendaknya selalu melibatkan partisipasi masyarakatnya dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada, serta harus mampu memperhitungkan potensi sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk meraancang dan membangun perekonomian. 2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan menggunakan sistem dinamik sudah banyak dilakukan di Indonesia di antaranya Tofik Hidayat, Subagyo dan Anna Maria Sri Asih (2008) membuat Model Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan pendekatan Sistem Dinamik. Metode yang digunakan adalah Metode Net Present Value dan Benefit Cost Ratio yang dipakai dalam penyelesaian investasi karena metode ini mempertimbangkan faktor uang selama dan kegunaan selama proses investasi dengan pendekatan sistem dinamik diharapkan akan terbentuk struktur industri yang memberikan feedback, sehingga akan memberikan hasil yang optimal. Dari hasil simulasi dan pengujian model dengan behavior reproduction test dengan t-spaired test diketahui bahwa tidak ada selisih yang signifikan antara

output model dengan data histories. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa investasi yang ditanam mampu menekan kerugian perusahaan sebesar Rp. 67,854,605.10 dengan nilai NPV > 0 dan B-C ratio >1, maka investasi dinyatakan feasible secara teknis. Adapun kontribusi pada penerimaan PAD sebesar Rp. 222,136,546.93. Dari uji validitas model pada tiga perusahaan di tiga kabupaten/kota yang berbeda menunjukan bahwa model dapat bekerja dan diterima dengan baik.

Yulia Asyiawati (2002) melakukan penelitian tentang sistem dinamik dalam penataan ruang wilayah pesisir Kabupaten Bantul. Dengan menggunakan


(37)

software stella, penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika Pesisir Kabupaten Bantul, baik wisatawan maupun petani akan mengalami perubahan yang dipengaruhi tiga subsistem, yaitu (1) subsistem lahan, (2) subsitem penduduk, dan (3) subsitem kegiatan ekonomi pesisir. Perubahan tersebut ditandai dengan adanya pertambahan penduduk dan pertambahan jumlah wisatawan pesisir pantai. Selain itu pula terjadi perubahan terhadap tingkap produksi petani terutama komoditas padi, cabe merah, ketela rambat dan kacang tanah.

Penelitian yang berkaitan dengan sistem dinamis dilakukan pula oleh Hadi (2006) dengan kajian model dinamik penataan ruang kehutanan yang dilakukan di Kawasan Hutan di enam provinsi yang mewakili empat klaster wilayah berdasarkan fungsi kawasan yang berbeda yaitu: (1) klaster 1, dicirikan oleh luas areal hutan produksi yang tinggi, diwakili Provinsi Jawa Timur dan Kalimantan Timur, (2) klaster 2, dicirikan oleh luas areal hutan konversi yang tinggi, diwakili Provinsi Sumatera Utara, (3) klaster 3, dicirikan oleh luas areal yang didominasi oleh hutan produksi terbatas, konservasi, dan lindung, diwakili Provinsi Jambi dan Sulawesi Tengah, dan (4) klaster 4, dicirikan oleh luas areal penggunaan lain yang tinggi, diwakili Provinsi Bali.

Metode dalam penelitian ini diawali dengan mengkaji Dokumen Teknis yang meliputi RTRWP, Laporan-Laporan Hasil Evaluasi Kegiatan Pembangunan, Rencana-Rencana sektor kehutanan, perkebunan dan pertanian, dan Peta-Peta. Berdasarkan hasil kajian dokumen teknis disusun permasalahan-permasalahan teknis dan informasi berbagai potensi yang ada. Selanjutnya, dilakukan verifikasi lapangan atas informasi potensi dan permasalahan-permasalahan teknis berikut permasalahan lain; menyangkut aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik serta manajemen. Berbagai parameter dalam aktivitas sosial, aktivitas ekonomi, dan biofisik kawasan perlu ditetapkan sebagai dasar membuat perencanaan tata ruang, setelah identifikasi kondisi dilakukan. Model optimasi pemanfaatan ruang, selanjutnya dibangun berdasarkan parameter-parameter sosial dan ekonomi yang telah diturunkan dari kondisi riil di lapang. Alat yang digunakan untuk membantu menampung kedinamisan dalam kajian optimasi tata ruang ini adalah Program Stella Research 5.1. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perubahan terhadap jumlah PDRB dan luas kawasan hutan di tiap provinsi pada tahun 2004 dan 2024.


(38)

Hasil penelitian yang berkaitan dengan Kota Bandung di antaranya yang dilakukan oleh Dewi Kurniasih (2005) dengan penelitian tentang model skala prioritas pembangunan Kota Bandung berbasis Good Governance. Dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa berbicara mengenai otonomi daerah, tidak terlepas dari isu kapasitas keuangan dari masing-masing daerah. Hal ini dikarenakan otonomi dan desentralisasi selalu dikaitkan dengan besaran uang yang dapat dimiliki daerah. Tentu saja hal tersebut akan berkaitan langsung dengan besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan prosentase terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menyediakan suatu program dasar perencanaan pembangunan secara menyeluruh dan terpadu dalam kerangka Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, (2) mengoptimalkan perencanaan pembangunan di Kota Bandung melalui penjaringan kebutuhan masyarakat, dan (3) menyusun skala prioritas kegiatan pembangunan di Kota Bandung tahun 2006. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif dengan teknik kuantitatif melalui penggunaan software sebagai salah satu bentuk aplikasi e-government. Berdasarkan hasil penelitian menyimpulkaan beberapa hal :

a. Pelibatan masyarakat sejak awal kegiatan musrenbang harus dipertahankan. Sejak saat itulah konsep skala prioritas kegiatan dapat mulai diajukan.

b. Kelengkapan dan keseragaman data merupakan aspek yang sangat penting dalam menentukan skala prioritas. Hal ini akan mempengaruhi scoring dan ranking penilaian Daftar Skala Prioritas (DSP).

c. Apabila telah disepakati metodologi penilaian DSP yang akan digunakan, seyogyanya dilakukan pelatihan guna memperoleh kesepemahaman mengenai komponen-komponen yang harus dinilai dalam menentukan skala prioritas.

Penelitian yang berkaitan denga kawasan Gedebage dilakukan di antaranya oleh Maman Hilman (2004) dengan penelitian tentang perkembangan lokasi perumahan di wilayah Gedebage Kota Bandung akibat pemekaran kota. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh pemekaran kota terhadap perkembangan luas area perumahan; (2) melihat kecepatan perkembangan luas area perumahan; (3) mengetahui pola perkembangan lokasi perumahan. Metode


(39)

penelitian yang digunakan adalah metode deskriftif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan luas area perumahan di wilayah Gedebage Kota Bandung dipengaruhi oleh meningkatnya perkembangan faktor sosial ekonomi akibat pemekaran kota. Perkembangan luas area perumahan di wilayah Gedebage dipengaruhi oleh pemekaran kota sebesar 89,29 persen. Kecepatan perkembangan luas area perumahan di wilayah Gedebage lebih tinggi terjadi setelah pemekaran kota. Rata-rata perkembangannya setelah pemekaran kota sebesar 212.003,7 m2/tahun dan sebelum pemekaran kota 17.369 m2/tahun. Selain itu pola perkembangan luas area perumahan di wilayah Gedebage menunjukkan pola yang tidak jelas.

Selain itu penelitian di kawasan Gedebage LPM-UNPAD (2002) tentang kajian sosial pengembangan wilayah Gedebage dengan menggunakan dua pendekatan Policy Research dan Action Research. Policy Research (penelitian kebijakan) merupakan sebuah proses penelitian atau analisis yang dilakukan terhadap masalah-masalah sosial mendasar, sehingga temuan-temuan dalam analisanya dapat direkomendasikan kepada pembuat keputusan untuk bertindak secara praktis dalam menyelesaikan masalah. Pendekatan ini sangat relevan dengan program pengembangan kawasan Gedebage yang masih dalam tahap perencanaan, pada pendekatan penelitian kebijakan ini mencoba mengidentifikasi kira-kira gejolak sosial apa yang akan terjadi pada masyarakat Gedebage, terutama di dalam program pembangunan terminal terpadu yang biasanya akan menimbulkan ketidakamanan dan ketidaknyamanan bagi penduduk sekitar. Di samping itu suatu permasalahan yang sangat mendasar yang harus diselesaikan secara serius adalah bagaimana alih profesi bagi masyarakat petani. Maka untuk menjaring informasi dan aspirasi masyarakat yang sesungguhnya dapat dilakukan pendekatan partisipatory atau focus group disscusion melalui beberapa kelurahan di kawasan inti dan penyangga yang dilakukan pada komunitas yang dianggap homogen, seperti masyarakat petani, masyarakat ojek, masyarakat pegawai formal, masyarakat pedagang dan lain sebagainya. Adapun kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan beberapa hal yang perlu dicermati, di antaranya : a. Masalah proporsi peruntukan lahan yang belum seimbang di beberapa wilayah


(40)

b. Masalah struktur kependudukan dan angkatan kerja c. Masalah struktur kepemilikan tanah

d. Masalah kerajinan dan industri

e. Masalah kesehatan dan keluarga berencana f. Masalah pendidikan dan kebudayaan

Selanjutnya, hasil penelitian ini juga telah memberikan catatan terhadap isu-isu strategi yang dimunculkan, diantaranya :

a. Delapan kelurahan yang menjadi objek kajian, menunjukkan adanya kebutuhan terhadap upaya-upaya alih profesi dan profesi baru bagi anggota masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan belum bekerja.

b. Harapan-harapan dalam pengembangan Gedebage, tidak hanya menjadi perhatian masyarakat, melainkan juga oleh aparat pemerintah. Masyarakat menginginkan adanya perbaikan-perbaikan dalam berbagai sektor yang selama ini tidak atau belum tersentuh oleh kebijakan pemerintah, seperti masalah perumahan, akses jalan tol, banjir, kesehatan masyarakat dan lingkungan, sarana dan prasarana yang diperlukan, dan lain-lain.

c. Kelembagaan-kelembagaan yang ada tampaknya tidak mampu menampung keinginan banyak pihak, karenanya harapan-harapan yang muncul adalah pengembangan kelompok-kelompok potensial menjadi kelompok aktual. 2.5 Kerangka Pemikiran

Aktivitas ekonomi muncul, tumbuh, dan terbangun dalam suatu ruang. Perusahaan, dan pelaku ekonomi secara umum akan memilih lokasi sebagaimana mereka memilih faktor produksi dan teknologi. Sumberdaya produksi terdistribusi secara tidak merata dalam suatu ruang: sumberdaya sering terkonsentrasi dalam suatu area tertentu sehingga terjadi ketidakseimbangan.

Ruang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas ekonomi. Pernyataan ini didasari oleh kenyataan bahwa setiap aktivitas produksi memerlukan ruang dan tidak semua area geografis memberikan kesempatan atau ketersediaan yang sama untuk (aktivitas) produksi dan pembangunan. Penyebaran bahan mentah, faktor produksi (modal dan tenaga kerja), dan permintaan yang tidak merata membuat perusahaan (dan aktivitas produksi secara umum) memilih lokasi sebagaimana


(41)

mereka memilih faktor produksi dan teknologi yang akan mempengaruhi kapasitas produksi dan posisi perusahaan di pasar, lokasi secara krusial akan menentukan kapasitas produksi perusahaan (secara agregat) dari area geografis di mana perusahaan itu berlokasi.

Namun demikian pemilihan lokasi bukan satu-satunya yang dapat menjadikan suatu wilayah dapat berkembang secara maksimal. Perkembangan suatu wilayah yang baik dapat ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah tersebut, dalam hal ini terjadi transfer input output barang dan jasa antar sektor secara dinamis. Demikian juga pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung akan menciptakan peningkatan kegiatan sektor-sektor ekonomi di sekitar kawasan tersebut maupun Kota Bandung pada umumnya sebagai indikator keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut. Di sisi lain pelaksanaan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung akan gagal apabila laju pertumbuhan meningkat tetapi pendapatan masyarakat rendah. Hal ini mengidentifikasikan bahwa pembangunan tersebut belum mampu menciptakan

spread effect kepada masyarakat.

Relevansi pemahaman ini dengan wilayah yang diteliti merupakan suatu landasan pemikiran mengenai komponen pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung yang meliputi penggunaan ruang di kawasan Gedebage, berbagai kegiatan ekonomi, serta dinamika populasi penduduk. Ketiga variabel tersebut merupakan variabel state (pendukung) dalam membangun model konseptual. Kemudian ditentukan variabel non-state (variabel lainnya) yang meliputi variabel penggerak (driving), variabel pembantu (auxiliary), dan variabel tetap (constant) yang melengkapi suatu model yang dapat menciptakan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung.

Desain sistem pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung merupakan interaksi antar sub model ketersediaan ruang kawasan Gedebage (lingkungan), sub model populasi penduduk serta sub model ekonomi. Setelah dilakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang terlibat, kemudian ditentukan hubungan yang logis antar variabel tersebut. Dari hubungan itu dapat ditentukan apakah hubungannya bersifat positif atau negatif. Dengan demikian


(42)

dapat dibangun hubungan umpan balik (causal loop) untuk semua variabel dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung dalam rantai tertutup.

Seperti yang digambarkan dalam kerangka pemikiran bahwa pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung menunjukkan ada beberapa faktor yang akan mempenguhi optimalisasi pembangunan kawasan ini. Faktor wilayah, penduduk dan ekonomi merupakan faktor yang dapat menimbulkan pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif antara lain terhadap faktor ekonomi seperti adanya perubahan pendapatan asli daerah, pendapatan masyarakat serta PDRB. Pengaruh negatif dapat terjadi apabila perencanaan pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung kurang baik dalam. Selain itu juga masalah laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol dapat berpengaruh negatif terhadap keseimbangan penduduk di kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung karena pusat kegiatan ekonomi pada akhirnya menjadi tujuan bagi penduduk untuk melakukan perpindahan ke wilayah tersebut. Sedangkan faktor pendukung yang dapat membuka peluang berhasilnya sistem pengembangan kawasan Gedebage antara lain adalah ketersediaan ruang kawasan Gedebage. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Gambar 1 tentang Kerangka

Pemikiran Pengembangan Kawasan Gedebage Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota Bandung Melalui Pendekatan Sistem Dinamik.

Sebagai upaya realisasi dari Visi dan Misi Pembangunan Kota Bandung yang ditafsirkan dalam bentuk perumusan sasaran pembangunan dan dilandasi oleh hukum formal berupa Perda RTRW Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2004 dan Nomor 03 Tahun 2006 serta sesuai dengan target makro pembangunan Kota Bandung, baik rencana yang bersifat jangka menengah maupun jangka panjang, maka Pengembangan Kawasan Gedebage dengan proyek utamanya pembangunan Pusat Primer Gedebage akan menjadi prioritas pembangunan Kota Bandung yang akan berpengaruh baik terhadap kegiatan pemerintahan maupun masyarakat, serta kegiatan ekonomi Kota Bandung

Untuk lebih jelasnya tentang Kerangka Pemikiran tentang dampak pengembangan Pusat Primer Gedebage terhadap pembangunan ekonomi Kota Bandung melalui pendekatan sistem dinamik. dapat dilihat dari Gambar 1.


(43)

Model dinamik dampak pengembangan kawasan Gedebage Kota Bandung

Optimalisasi kawasan Gedebage Stakeholders

Analisis kebutuhan

Formulasi permasalahan

Identifikasi sistem

Pemodelan sistem

Visi dan Misi Pembangunan Kota Bandung

Implementasi

Subsistem wilayah Subsistem penduduk Subsistem ekonomi Perda RTRW Kota Bandung Nomor 02 Tahun

2004 dan Nomor 03 Tahun 2006

Pengembangan Kawasan Gedebage

Perumusan sasaran pembangunan sesuai dengan target makro pembangunan Kota Bandung

Analisis Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota

Bandung

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pengembangan Pusat Primer Gedebage Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota Bandung Melalui Pendekatan Sistem Dinamik


(44)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kawasan Gedebage di timur Kota Bandung yang terletak di antara 1070 36’ Bujur Timur dan 60055’ Lintang Selatan. Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, dan perekonomian. Hal tersebut dikarenakan Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan yaitu dari sebelah Barat - Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara dan dari sebelah Utara - Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan). Adapun waktu penelitian dilakukan pada rentang waktu bulan Juli-Oktober 209.

3.2. Jenis dan Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder seperti pendapatan daerah berupa pertumbuhan ekonomi daerah, produk domestik regional bruto (PDRB), kependudukan dan ketenagakerjaan., kondisi geografis, demografis yang dikumpulkan dari instansi terkait, yaitu BPS Kota Bandung, Pemerintah Kota Bandung, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPEDA), dan Dinas Tenaga Kerja.

3.3. Metode Analisis Data

3.3.1 Analisis Model Pengembangan Kawasan

Desain sistem pengembangan Pusat Primer Gedebage merupakan alam bentuk interaksi antar sub model ketersediaan ruang kawasan Gedebage (lingkungan) berupa model pemanfatan lahan dan model kondisi RTH Kota Bandung, sub model dinamika penduduk, dan sub model ekonomi dalam bentuk penghitungan PDRB Kota Bandung. Adapun formulasi model untuk analisis model pengembangan Kawasan Pusat Primer Gedebage terdiri dari :

a. Luas_Pemanfatan_Lahan_Kota(t) = Luas_Pemanfatan_Lahan_Kota(t - dt) +

(Penambahan_Luas_Pemanfatan_Lahan_Kota) * dtINIT Luas_Pemanfatan_Lahan_Kota


(45)

b. RTH_Kota(t) = RTH_Kota(t - dt) + (Penambahan_RTH_Kota - Pengurangan_RTH_Kota) * dtINIT RTH_Kota

c. Penduduk (t) = Penduduk(t - dt) + (Penambahan_Pddk - Pengurangan_Pddk) * dtINIT Penduduk

d. PDRB_KOTA(t) = PDRB_KOTA(t - dt) + (Penambahan_PDRB) * dtINIT PDRB_KOTA

Setelah dilakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang terlibat dalam formulasi model (1) Luas Pemanfatan Lahan Kota, (2) Luas RTH, (3) Dinamika Penduduk, dan (4) PDRB Kota, kemudian ditentukan hubungan yang logis antar variabel tersebut. Dari hubungan variabel-variabel yang terlibat itu dapat ditentukan apakah hubungannya bersifat positif atau negatif. Dengan demikian dapat dibangun hubungan dalam bentuk alur berpikir seperti yang terlihat dari Gambar 2 dan. Dari alur berpikir yang ada, maka dibuat suatu causal loop untuk selanjutnya dilakukan analisis dengan melakukan simulasi dengan menggunakan alat bantu software Stella versi 9.0.2 Program Stella merupakan perangkat lunak yang berbasis flow chart yang handal dalam membuat pemodelan sistem dinamik baik dalam prosesnya maupun dalam melakukan simulasi.

PENGEMBANGAN KAWASAN PUSAT PRIMEG GEDEBAGE

KESEMPATAN KERJ A

PERTUMBUHAN EKONOMI

PEMBAGIAN

LAHAN PPG PENGANGGURAN INVESTASI

PENDPATAN PER KAPITA PENDUDUK

PERUBAHAN PENDUDUK

Gambar 2 Alur Berpikir DampakPengembangan Pusat Primer Gedebage Terhadap Pembangunan Ekonomi Kota Bandung Melalui Pendekatan Sistem Dinamik


(46)

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa dalam sistem pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage ada pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif antara lain terhadap pendapatan per kapita serta PDRB. Pengaruh negatif dapat terjadi apabila perencanaan pengembangan Pusat Primer Gedebage kurang baik dalam pengelolaannya terutama masalah laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol dapat berpengaruh negatif terhadap keseimbangan penduduk di kawasan Gedebage. Selain itu pula dapat dilihat akan adanya faktor pendukung berhasilnya sistem pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage antara lain adalah ketersediaan ruang di kawasan Gedebage. Oleh karena itu dari Gambar 2 menunjukkan bahwa sistem pengembangan kawasan Pusat Primer Gedebage memiliki hubungan sebab akibat (causal loop) yang luas dan beragam yang ditunjukkan dalam bentuk perubahan yang terjadi dalam subsistem yang tergambar dalam setiap model akan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Selanjutnya dilakukan pemodelan yang merupakan abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual (Eriyatno, 1999). Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah menghubungkan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Penemuan peubah tersebut sangat erat hubungannya dengan pengkajian hubungan-hubungan yang terdapat diantara peubah-peubah. Teknik kuantitatif dan simulasi digunakan untuk mengkaji keterkaitan antar peubah dalam sebuah model.

3.3.2 Skenario Model

Dengan keterbatasan data yang mungkin didapat, maka model yang direncanakan berdasarkan beberapa asumsi kondisi yang diharapkan dalam model. Adapun asumsi yang dimaksud menyangkut realisasi dan harapan yang terjadi dalam aspek investasi dan Ruang Terbuka Hijau yang ada di dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage dan pembangunan ekonomi Kota Bandung yang diimplementasikan ke dalam model skenario sebagai berikut, yaitu :

a. Skenario konservatif (Skenario 1), dimana pengembangan Pusat Primer Gedebage berjalan sesuai dengan investasi.

b. Skenario optimis (Skenario 2), dimana pengembangan Pusat Primer Gedebage berjalan sesuai dengan investasi yang direncanakan.


(1)

Sedangkan berdasarkan harga konstan PDRB Kota Bandung, menunjukkan perkembangan yang cukup berarti pula yaitu dari Rp 6.266,63 Milyar pada tahun 2001 meningkat menjadi Rp 6.694,33 Milyar pada tahun 2002 dan pada tahun 2003 diperkirakan mencapai Rp 7.173,86 Milyar atau berturut-turut berkembang dengan angka indeks 103,66 tahun 2000; 111,26 tahun 2001; 118,85 tahun 2002 diperkirakan menjadi 127,37 pada tahun 2003. Laju pertumbuhan (Riil) PDRB Kota Bandung pada tahun 2003 sebesar 7,16 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 6,83 persen selama tahun 2002. Sementara itu laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2003 adalah sebesar 13,19 persen lebih rendah dibandingkan tahun 2002 sebesar 18,67 persen.

Tabel 6 Perkembangan PDRB Kota Bandung Tahun 2003-2008 Tahun PDRB Atas

Dasar Harga Berlaku

PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Tahun 2000

2003 23.420.126 18.490.721

2004 27.422.417 19.874.813

2005 34.792.184 21.370.696

2006 43.491.380 23.043.104

2007 50.552.182 24.941.517

2008 60.441.487 26.978.909

Sumber:Bandung dalam angka 2005 dan 2009

PDRB Kota Bandung yang dihitung atas dasar harga berlaku dari tahun 2003 sampai tahun 2005 menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Nilai absolut PDRB Kota Bandung atas dasar harga berlaku tahun 2003 sebesar Rp. 23.895.430 juta dan tahun 2005 meningkat menjadi Rp. 34.792.184 juta. Jika dibandingkan dengan nilai absolut tahun 2000 maka nilai PDRB Kota Bandung tahun 2005 berkembang dengan indeks 196,23. Sedangkan PDRB Kota Bandung tahun 2005 yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 2000 mengalami peningkatan, yaitu dari Rp. 18.490.721 juta pada tahun 2003 menjadi Rp. 21.370.696 juta pada tahun 2005.

Dari Tabel 5 dan 6 terlihat bahwa PDRB Kota Bandung dari tahun 2006 ke 2008 menunjukan kenaikan yang berarti, hal ini dapat menunjukkan meningkatnya kegiatan ekonomi. Tingkat inflasi di Kota Bandung relatif lebih


(2)

tinggi dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Jawa Barat. Dari sisi investasi terjadi kenaikan, namun demikian investasi tersebut belum diikuti dengan penyerapan tenaga kerja yang signifikan, dari tabel terlihat terjadi peningkatan jumlah pengangguran dari 175.337 jiwa menjadi 175.664 jiwa pada tahun 2006, tetapi pada tahun 2007 menurun menjadi 174.067 jiwa dan diperkirakan menurun lagi menjadi 173.074 jiwa. Berfluktuasinya jumlah pengangguran tersebut disebabkan oleh berbagai faktor khususnya untuk akhir tahun 2008, terjadi Penurunan harga BBM yang mengalami perubahan sebanyak dua kali, namun demikian pada saat yang bersaam terjadi krisis keuangan global di Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang akan berdampak terhadap kinerja perekonomian Kota Bandung khususnya dan perekonomian Indonesia pada umumnya. Sejalan dengan jumlah tangga miskin, yang meningkat dari 70.419 RTM pada tahun 2005 menjadi 84.287 RTM pada tahun 2006, menurun menjadi 83.500 RTM pada tahun 2007, serta menurun lagi menjadi 82.606 RTM.

Kecenderungan aktivitas ekonomi Kota Bandung pada beberapa tahun ke depan cenderung positif mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan. Dalam situasi pertumbuhan ekonomi tinggi dan memiliki prospek yang relatif bagus, maka perekonomian Kota Bandung menghadapi tantangan berat, diantaranyaadalah dampak aktivitas ekonomi terhadap lingkungan sekitar. Beberapa jenis kegiatan ekonomi mengancam kualitas lingkungan dan kualitas kehidupan melalui berbagai jenis pencemaran. Kebutuhan ruang bagi aktivitas ekonomi juga mendesak penggunaan lahan yang lain. Selain itu ketimpangan pendapatan secara riil tampak nyata, perkiraan jumlah keluarga pra-sejahtera ada kencederungan meningkat. Dalam situasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula, inflasi tinggi juga mengancam. Biaya-biaya hidup yang meliputi biaya kehidupan pangan, sandang, papan, biaya pendidikan, kesehatan dan transportasi meningkat. Peningkatan biaya hidup ini selain dapat menstimulasikan kegiatan ekonomi yang memiliki nilai tambah tinggi, juga sekaligus menjadi ancaman bagi masyarakat berpendapatan rendah dan menengah. Pada jangka panjang, kenaikan biaya-biaya ini dapat mengancam keunggulan kompetitif produk-produk dari Kota Bandung. Selain kondisi ekonomi domestik Kota Bandung, gejolak ekonomi internasional juga dapat menjadi ancaman berarti. Kedekatan kegiatan ekonomi Kota Bandung


(3)

dengan Jakarta dapat memperpendek efek gejolak ekonomi internasional, misalnya krisis likuiditas di Amerika Serikat dan Eropa.

Nilai PDRB Kota Bandung pada tahun 2007 adalah sebesar Rp. 50,552 Trilyun dengan tingkat PDRB per kapita sebesar Rp. 22.616.531,- Tingkat pendapatan perkapita ini tergolong tinggi bila dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Aktivitas ekonomi Kota Bandung, sebagian besar bersumber dari sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan konstribusi sekitar 36,4 persen dari seluruh kegiatan ekonomi di Kota Bandung, disusul oleh sektor industri pengolahan sekitar 29,8 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan kontribusi sekitar 10,8 persen demikian juga dengan sektor jasa-jasa. Secara terinci kontribusi sektor terhadap PDRB dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7 Kontribusi Sektor Terhadap PDRB Kota Bandung 2008

No Sektor Persen

1 Pertanian 0,30

2 Listrik, Gas dan Air Bersih 2,30

3 Bangunan 4,90

4 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 5,30

5 Jasa-jasa 10,20

6 Pengangkutan dan Komunikasi 10,80

7 Industri dan Pengobatan 29,80

8 Perdagangan 36,40

100,00 Sumber: Bandung dalam Angka 2009

RPJM Kota Bandung 2009-2013

Berdasarkan perkembangan data PDRB Kota Bandung, Tahun 2004-2007, terlihat bahwa kontribusi sektor industri pengolahan terus meningkat tetapi pertumbuhan cenderung menurun, sedangkan perdagangan, hotel dan restoran, terus meningkat, hal ini sesuai dengan fungsi Kota Bandung sebagai kota kolektif dan distributif. Struktur ekonomi Kota Bandung didominasi oleh setor jasa dan industri pengolahan. Laju pertumbuhannya juga relatif tinggi bila dibandingkan Jawa Barat dan Nasional. Inflasi yang terjadi juga termasuk tinggi, bersumber dari bahan makanan, biaya kesehatan dan transportasi. Inflasi yang tinggi dapat menurunkan tingkat daya saing Kota Bandung


(4)

Pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan dari Rp. 15.789.552 pada tahun 2005 menjadi Rp. 24.794.604 pada tahun 2008 atau rata-rata peningkatan per tahun mencapai 8,8 persen per tahun. Peningkatan tersebut cukup menjadi dasar untuk memprediksikan bahwa lima tahun kedepan cenderung akan terus meningkat.

Inflasi merupakan salah satu indikator penting yang dapat memberikan informasi tentang dinamika perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Perkembangan harga barang dan jasa tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat daya beli. Tingkat laju inflasi di Kota Bandung pada tahun 2005 mencapai 19,56 persen, dengan sumbangan terbesar dari kelombok bahan dan bahan makanan, makanan jadi dan rokok, kesehatan serta transport dan komunikasi, hal ini disebabkan oleh kenaikan BBM sampai 112 persen pada tahun 2005. Inflasi untuk tahun 2006 dan 2007 terjadi penurunan yaitu mencapai 5,33 persen dan 5,21 persen, sedangkan untuk tahun 2008 sampai dengan triwulan 4, inflasi meningkat lagi mencapai 2 (dua) digit yaitu 10,23 persen, hal ini dipengaruhi oleh krisis keuangan global yang terjadi di Amerika Serikat yang berdampak terhadap perekonomian Indonesia secara umum dan Kota Bandung khususnya. Sumbangan Inflasi tersebut tetap didominasi oleh kelompok bahan makanan serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tumbuhan. Sumbangan Inflasi dari kelompok tersebut mencapai 5,7 persen atau membentuk lebih dari 50 persen inflasi Kota Bandung. Struktur ekonomi Kota Bandung didominasi oleh setor jasa dan industri pengolahan. Laju pertumbuhannya juga relatif tinggi bila dibandingkan Jawa Barat dan Nasional. Inflasi yang terjadi juga termasuk tinggi, bersumber dari bahan makanan, biaya kesehatan dan transportasi. Inflasi yang tinggi dapat menurunkan tingkat daya saing Kota Bandung

Investasi baik asing, domestik maupun pemerintah, memegang peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi di Kota Bandung. Pertumbuhan investasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu iklim investasi yang kondusif, kemudahan dan kejelasan prosedur serta kondisi makro ekonomi daerah tersebut. Investasi di Kota Bandung mengalami peningkatan dari Rp. 3,6 Trilyun pada tahun 2005 menjadi Rp. 5,4 Trilyun pada tahun 2007, tetapi


(5)

pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 4 Trilyun, hal ini dipengaruhi oleh Pemilihan Walikota di Kota Bandung pada bulan Agustus, sehingga investor menunda investasinya, sampai dengan triwulan 2.

4.5. Keadaan Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek makro yang sangat diperhatikan dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah terutama pada penyediaan lapangan kerja baru yang memadai untuk menyerap tambahan angkatan kerja baru di suatu pasar kerja yang merupakan kegiatan ekonomi yang mempertemukan para pencari kerja dan kesempatan kerja yang terdiri dari pengusaha dan pencari kerja. Proses interaksi keduanya memerlukan waktu karena baik pencari kerja maupun kesempatan kerja tidak sama kepentingannya. Perkembangan jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha di Kota Bandung tahun 2008 ditunjukkan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Usaha di Kota Bandung Tahun 2008

No. Sektor Jumlah Penduduk (Jiwa)

1. Pertanian, Pertambangan dan Galian 17.819

2. Industri Pengolahan 215.303

3. Listrik, Gas & Air 2.120

4. Kontruksi 50.098

5. Perdagangan 324.436

6. Transfor dan Komunikasi 71.659

7. Keuangan 41.622

8. Jasa 229.695

Jumlah 952.752

Sumber: Bandung dalam Angka 2009 RPJM Kota Bandung 2009-2013

Tabel 8 menunjukkan perkembangan komposisi tenaga kerja menurut lapangan usaha di Kota Bandung didominasi oleh sektor jasa, perdagangan dan industri pengolahan yang merupakan sektor-sektor andalan dari ekonomi Kota bandung. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka di Kota Bandung dalam kurun


(6)

waktu 2005-2008 tergolong dalam level yang cukup tinggi da perlu menjadi perhatian pemerintqah Kota Bandung untuk mencari solusi secepatnya untuk menekan tingkat pengangguran terbuka yang sangat tinggi ini. Untuk lebih jelas tentang tingkat penggguran di Kota Bandung dapat dilihat di Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Kota Bandung Kurun waktu 2005-2008

No Tahun Jumlah Pengangguran Tingkat Pengangguran (persen)

1 2005 175.337 16,25

2 2006 175.644 16,09

3 2007 174.067 15,73

4 2008 173.074 15,.48

Sumber: Bandung dalam Angka 2009 RPJM Kota Bandung 2009-2013