lengkap dan komprehensif pasti menggunakan ketiga prinsip tersebut untuk menghasilkan perilaku sistem yang mendekati dunia nyata. Rancangan causal-
loop diagram CLD biasanya digunakan dalam system thinking berpikir sistemik untuk mengilustrasikan hubungan cause-effect sebab-akibat.
Hubungan feedback umpan-balik bisa menghasilkan perilaku yang bervariasi dalam sistem nyata dan dalam simulasi sistem nyata.
Tidak semua hubungan sebab-akibat timbul secara instan. Sering terjadi hubungan sebab-akibat tersebut dipisahkan oleh waktu, bisa berupa detik, menit,
jam, minggu, bulan, atau tahun. Delay terjadi dimanapun di dunia nyata. Adanya delay menghasilkan sesuatu hal yang menarik pada perilaku kompleks sistem,
ketika sistem tersebut tidak memiliki feedback dan kompleksitas cause-effect yang terbatas. Variabel feedback yang penting adalah level dan flow. Level
menunjukkan akumulasi, sedangkan flow menunjukkan perubahan pada yang terjadi pada variabel level.
2.2 Konsep Perencanaan Pembangunan
Perencanaan pembangunan dapat dikatakan identik dengan ekonomi pembangunan. Bila ruang gerak ekonomi pembangunan berusaha mencari strategi
pembangunan, perencanaan pembangunan merupakan alat yang ampuh untuk menerjemahkan strategi pembangunan tersebut dalam berbagai program kegiatan
yang terkoordinir. Koordinasi ini perlu dilakukan sehingga sasaran-sasaran, baik ekonomi maupun sosial, yang telah ditetapkan semula dapat dicapai secara lebih
efisien untuk menghindari terjadinya pemborosan-pemboroan dalam pelaksanaan pembangunan Hendra, 1995. Perencanaan pembangunan ekonomi bisa juga
dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas
sektor swasta dalam rangka menciptakan nilai sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab Arsyad, 1999. Dengan demikian diharapkan perekonomian
wilayah dapat mencapai keadaan perekonomian yang lebih baik pada masa yang akan datang dibanding dengan keadaan sekarang ini, atau minimal sama dengan
keadaan ekonomi sekarang.
Hirschman 1958 menegaskan bahwa jika terjadi perbedaan yang sangat jauh antara perkembangan ekonomi di daerah kaya dengan daerah miskin, akan
terjadi proses pengkutuban polarization effects, sebaliknya jika perbedaan diantara kedua daerah tersebut menyempit, berarti telah terjadi imbas yang baik
karena ada proses penetesan ke bawah trickle down effects. Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa perlunya perencanaan pembangunan itu semata-mata
bukan hanya untuk kepentingan wilayah yang bersangkutan, melainkan yang lebih luas lagi seperti untuk kepentingan pembangunan nasional secara menyeluruh.
Ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan untuk menyusun perencanaan pembangunan suatu wilayah, yaitu : 1 pendekatan atas-bawah top-
down, 2 pendekatan bawah-atas bottom-up, 3 pendekatan obyek, sektoral atau bidang, 4 pendekatan gabungan atau campuran, 5 pendekatan
komprehensif, 6 pendekatan terpadu, 7 pendekatan pengkerutan reduced, 8 pendekatan parsial, 9 pendekatan proyek demi proyek Mangiri, 2000.
Perencanaan pembangunan yang disusun dengan pendekatan top-down merupakan perencanaan pembangunan yang sudah diatur pada tingkat atas
pemerintah pusat atau daerah yang tidak melibatkan masyarakat, yang kemudian diturunkan ke tingkat lebih bawah dari suatu pemerintah pusat atau daerah untuk
dilaksanakan sesuai dengan petunjuknya. Pendekatan ini menitikberatkan pada visi terlebih dahulu, kemudian misi, strategi, program dan proyek. Manfaat yang
dapat diberikan dengan pendekatan ini adalah program pembangunan yang direncanakan akan lebih cepat terlaksana, karena yang menetapkan hanya
beberapa orang pada tingkat pimpinan yang mempunyai persepsi dan wawasan pembangunan yang sama. Akan tetapi, sering juga pendekatan semacam ini
menimbulkan permasalahan di lapangan. Karena perencanaannya diturunkan dari atas, bisa saja terjadi program-program pembangunan yang diajukan tidak sesuai
dengan potensi atau permasalahan pada wilayah setempat. Akibatnya apa yang menjadi tujuan dari perencanaan tersebut tidak tercapai, bahkan bisa saja hasil
yang didapat bertolak belakang dengan tujuan yang diinginkan. Pendekatan kedua, bottom-up, tampaknya lebih operasional atau lebih
menyentuh masyarakat, sehingga dianggap mampu memecahkan masalah- masalah pembangunan yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Namun
demikian, pendekatan ini bisa menyebabkan terjadinya benturan-benturan antara masalah wilayah yang diangkat dengan tujuan makro, dan di samping itu
menimbulkan sikap ego lokal yang lebih mementingkan wilayahnya sendiri. Perencanaan yang disusun dari bawah, menyebabkan pula masing-masing wilayah
atau sekelompok masyarakat ingin lebih dipentingkan dari wilayah atau kelompok masyarakat yang lain. Akibatnya muncul konflik yang bersifat horizontal, yang
akhirnya mengganggu proses pembangunan ekonomi yang dijalankan. Pendekatan
perencanaan dapat
juga dilakukan
dengan lebih
menitikberatkan terhadap pembangunan sektor-sektor atau bidang-bidang tertentu. Di sini tujuan perencanaan dapat diarahkan kepada pemecahan masalah pada
sektor-sektor yang menjadi bottleneck dalam pembangunan, ataupun untuk mengembangkan sektor-sektor yang merupakan leader dalam perekonomian
daerah. Pola perencanaan yang lebih mengedepankan pembangunan sektoral umumnya berpijak pada konsep pertumbuhan tidak berimbang yang dinilai oleh
beberapa ahli ekonomi mempunyai keterbatasan-keterbatasan, di antaranya: 1 kurang perhatian terhadap komposisi, arah dan saat petumbuhan tidak berimbang,
2 mengabaikan pihak-pihak yang beroposisi terhadap pembangunan, 3 memunculkan tekanan inflasi, 4 sulit diterapkan untuk daerah-daerah yang
kurang maju dimana fasilitas dasar dan mobilitas faktor menjadi kendala dalam pembangunan Jhingan, 1993.
Pendekatan ideal dalam penyusunan perencanaan pembangunan adalah dengan menggabungkan semua kepentingan atas, bawah, sektoral ataupun bidang
pembangunan yang diakomodir dan diselaraskan dalam sebuah perencanaan yang sistematis dan dinamis. Sistem perencanaan pembangunan ini lebih bersifat
simulasi dengan kendala tujuan target makro tetapi pelaksanaannya sesuai dengan tingkat bawah. Hasilnya menjadi perencanaan optimal antar pusat, wilayah dan
sektor yang dianggap sebagai isu utama nasional atau daerah. Dalam prakteknya, sangat sulit melakukan perencanaan semacam ini. Karena belum tentu tujuan yang
diutamakan bagi wilayah merupakan pula tujuan nasional, atau sebaliknya tujuan yang diutamakan bagi nasional belum temtu merupakan tujuan wilayah.
Singkatnya, sangat sulit untuk mempertemukan antara tujuan wilayah dengan tujuan nasional.
Pendekatan perencanaan pembangunan yang komprehensif diartikan sebagai suatu pendekatan perencanaan yang terkoordinir dan terpadu dalam suatu
wilayah pembangunan, dan salah satu bentuk lain dari pendekatan komprehensif adalah pendekatan terpadu. Pendekatan ini berusaha mengintegrasikan semua
komponen-komponen ekonomi, dan sosial ke dalam suatu perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan terpadu ini mempunyai empat aspek, yaitu
1 keterkaitan, 2 kuantitas, 3 optimasi, dan 4 risiko Mangiri, 2000. Sedangkan pernyusunan perencanaan dengan pendekatan parsial lebih bersifat
pemecahan persoalan problem-solving dalam proses pembangunan, sehingga dengan sendirinya dalam pendekatan ini terdapat berbagai bentuk pendekatan
perencanaan. Dengan kata lain pendekatan parsial ini mirip dengan pendekatan gabungan atau campuran. Pendekatan terakhir yang dapat diterapkan dalam
penyusunan perencanaan pembangunan wilayah adalah pendekatan proyek demi proyek.
Setelah ditetapkan pendekatan mana yang akan diterapkan, langkah berikutnya adalah menyusun perencanaan pembangunan yang dilakukan melalui
beberapa tahapan, : 1 pengumpulan data dan analisis, 2 pemilihan strategi pembangunan wilayah, 3 pemilihan proyek-proyek pembangunan, 4
pembuatan rencana tindakan, 5 penentuan rincian proyek, dan 6 persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi Blakely seperti yang dikutip
oleh Arsyad, 1999. Selain itu perencanaan pembangunan tidak bisa terlepas dari pengetahuan tentang obyek perencanaan, apakah obyek itu berupa nasional,
daerah, sektor, ataupun bidang pembangunan. Dengan mengetahui berbagai kecenderungan dari faktor-faktor atau variabel-variabel yang mempengaruhinya,
perencana dapat menetapkan strategi pembangunan suatu wilayah dengan lebih tepat agar diperoleh hasil seoptimal mungkin. Untuk semua ini, diperlukan suatu
analisis yang teliti dan kompleks yang menyangkut berbagai aspek tentang obyek perencanaan pembangunan. Analisis adalah penyelidikan sesuatu peristiwa untuk
mengetahui penyebabnya, dan bagaimana duduk perkaranya. Sedangkan menganalisis ialah menyelidiki dengan menguraikan masing-masing bagiannya.
Kegunaan model perencanaan menurut Jhingan 1993 adalah : 1 memberikan kerangka pengawasan terhadap konsistensi atau optimalisasi sasaran
rencana yang tertulis, 2 memberikan kerangka bagi penentuan sasaran yang sebenarnya, 3 memberikan kerangka bagi penilaian proyek, dan 4 memberikan
pengertian yang mendalam mengenai struktur perekonomian, serta dinamikanya guna menunjang keputusan keputusan kebijaksanaan yang lebih baik. Oleh karena
itu Jhingan 1993 membagi model-model perencanaan dalam tiga bentuk pula, yaitu 1 model agregat, 2 model desentralisasi, dan 3 model multisektor.
Model agregat mengikuti garis optimal pertumbuhan agregat-agregat ekonomi seperti pendapatan, tabungan, konsumsi, investasi, dan sebagainya. Model
Keynes, model Harrod-Domar, dan model two-gap adalah termasuk jenis ini. Model yang didesentralisasi mengandung variabel sektor atau variabel tingkat
proyek yang dipakai untuk mempersiapkan model masing-masing sektor atau proyek. Model multisektor dibangun untuk menghubungkan agregat-agregat
ekonomi makro dengan sektor-sektor yang merupakan materi operasional perencanaan.
Pilihan model-model perencanaan pembangunan sangat tergantung kepada kemampuan tenaga perencanaan untuk mempergunakan model tersebut,
tersedianya waktu, data dan berbagai fasilitas penunjang lainnya aspek infrastruktur, dan bentuk pendekatan yang akan dipergunakan di dalam
menyusun perencanaan pembangunan. Walaupun ketiga faktor tersebut sepertinya membatasi suatu wilayah di dalam memilih model perencanaan pembangunannya,
bukan berarti setiap kali menyusun perencanaan pembangunan jangka pendek selalu menggunakan model-model yang sama dan sangat terbatas. Perekonomian
itu berjalan dinamis, karena pola konsumsi dan produksi dalam masyarakat selalu berubah. Akibatnya orientasi pembangunan tidak mungkin terus sama setiap
tahun. Konsep perencanaan pembangunan hanyalah merupakan alat dan cara
untuk mencapai tujuan, target dan strategi yang telah ditentukan sebelumnya. Sehingga menurut Arsyad 1999 perencanaan dalam pembangunan akan
memiliki fungsi : 1 Sarana komunikasi bagi semua stakeholder, 2 dasar dalam mengatur sumberdaya dan sumberdana, 3 menjadi tolok ukur keberhasilan
fungsi pengendalian, dan 4 alat untuk melakukan evaluasi. Dari fungsi
perenanaan dalam pembangunan ini, maka dapat dilihat perencanaan pembangunan yang baik, yaitu yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Punya target yang jelas. Satu daerah dengan daerah lain mempunyai target yang berbeda yang tercantum dalam renstra daerah masing-masing.
Perencanaan yang baik apabila dari target yang dimiliki mempunyai langkah- langkah yang jelas untuk melaksanakannya.
b. Konsisten dan Realistis. Yang sering terjadi adalah berbeda antara apa yang direncanakan dengan apa yang dikerjakan sehingga pekerjaan tidak sesuai lagi
denga perencanaan yang dibuat dan disetujui bersama. Perencanaan juga harus mengukur sumberdaya yang dimiliki, sehingga perencanaan yang dibuat
bukanlah yang tidak mungkin dilaksanakan. c. Mempunyai Pengawasan yang Berkesinambungan. Dengan membentuk alur
dan sistim yang jelas sehingga perencaan akan menjadi alat kontrol yang kontinyu.
d. Jelas Target Fisik dan Pembiayaannya. Perencanaan harus mempunyai target pencapaian apa yang dikerjakan termasuk kualitas dan persyaratan secara fisik
lainnya. Di samping itu perencanaan juga jelas target anggarannya. e. Terukur. Sehingga dalam pelaksanaanya perencanaan akan memudahkan
dalam menentukan indikator keberhasilannya. f. Ada batas waktu yang jelas dari setiap pekerjaan, Arsyad 1999.
2.3 Konsep Pertumbuhan Ekonomi