Sejarah Sertifikasi Ekolabel di KHJL

Berdasarkan rencana pengelolaan hutan masyarakat 2005-2009, Koperasi Hutan Jaya Lestari KHJL berorientasi pada pengelolaan hutan Jati Tectona grandis Linn.F milik masyarakat. KHJL hanya menjual kayu jenis Jati meskipun terdapat kayu-kayu lain di areal KHJL seperti Eboni. KHJL telah berketetapan untuk memusatkan perhatian pada upaya pelatihan untuk unit-unit desa-desa dalam keterampilan mengelola jati rakyat dengan memilih unit-unit yang aktif dan memiliki kemauan untuk terlibat dalam Program Kehutanan Sosial di Kabupaten Konawe Selatan. Unit-unit inilah yang melalui proses untuk menjadi kelompok jati yang resmi, pembuatan database anggota, penentuan jatah tebangan tahunan untuk masing-masing unit, pengaturan pelayanan pemeliharaan untuk masing-masing unit, dan mempelajari proses lacak balak jati yang mereka miliki. KHJL kemudian akan menggunakan Sertifikasi FSC untuk jati yang berasal dari unit-unit yang melakukan penebangan jati. KHJL akan menetapkan aturan dalam penerimaan unit-unit baru ke dalam kelompok penghasil jati yang diakui oleh FSC.

4.3. Sejarah Sertifikasi Ekolabel di KHJL

Koperasi Hutan Jaya LestariKHJL dibentuk pada bulan Maret 2003 dan secara legal dengan badan hukum terbentuk pada bulan maret 2004 sebagai bagian dari Program Kehutanan Sosial Konawe Selatan yang dikelola oleh anggota masyarakat di sekitar area hutan produksi jati milik negara di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Program ini diprakarsai dan difasilitasi oleh jaringan LSM lokal yang berbasis masyarakat yang dikenal dengan nama Jaringan Untuk Hutan JAUH, Dinas Kehutanan Propinsi, BPDAS Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai, Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan, dan Tim Kelompok Kerja Kehutanan Sosial Pokja SF dari Dinas Kehutanan. Program Kehutanan Sosial dibentuk dengan tujuan untuk memanfaatkan masyarakat dan sumberdaya lokal untuk meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan masyaraktnya; secara khusus berfokus pada pemanfaatan sumberdaya hutan jati di daerah tersebut. KHJL masih menyadari bahwa pengurus dan anggotanya membutuhkan pelatihan dalam bidang keterampilan kehutanan dan modal awal berupa uang agar dapat berfungsi sebagai suatu badan pengelola hutan. Dalam upaya untuk memperoleh keterampilan ini, KHJL telah menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding MoU dengan sebuah lembaga non profit taraf internasional yang bernama TFT Tropical Forest Trust, yang berkantor pusat di Inggris, dan di Indonesia berkantor pusat di Semarang pada Juni 2004. TFT telah menyanggupi untuk memberikan pelatihan dan petunjuk kepada pengurus KHJL mengenai cara-cara mengelola hutan berkesinambugan dan memfasilitasi mereka untuk memperoleh serftifikat FSC atas kayu yang mereka produksi. Dengan dibantu oleh LSM JAUH dalam aspek kelembagaan dan hukum, dan dibantu dalam aspek teknis pengelolaan hutan lestari oleh TFT, pada bulan Mei 2005 setelah diuji oleh Tim Smartwood Asia Pasific Region, akhirnya KHJL memperoleh sertifikat ekolabel Forest Stewardship Council FSC untuk kelompok hutan yang dikelola dengan intensitas kecil dan rendah Small and Low Intensity Managed Forest, SLIMFs yang sekaligus merupakan satu- satunya lembaga koperasi di Asia yang memperoleh sertifikat FSC. Tujuan penilaian dari tim Smartwood ini adalah untuk mengevaluasi kelestarian ekologi, ekonomi dan sosial dari pengelolaan hutan, sebagaimana yang didefinisikan oleh FSC. Kegiatan pengelolaan hutan yang diakui oleh sertifikasi Smartwood dapat menggunakan label Smartwood dan FSC untuk pemasaran produk pada publik dan pengiklanan. Gambar 19. Sertifikat ekolabel FSC 4.4. Topografi dan Kelerengan Areal kerja Koperasi Hutan Jaya Lestari KHJL terletak pada ketinggian 10-200 mdpl. Kondisi topografi pada umumnya didominasi oleh bukit kecil atau datar dengan kemiringan kurang dari 15 . Sebagian areal memiliki kelerengan terjal antara 25 – 40 . 4.5. Tanah Jenis tanah di wilayah kerja Koperasi Hutan Jaya Lestari KHJL secara umum merupakan jenis podsolik kuning dengan tekstur berhumus dan sedikit berbatu.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Potensi Tegakan Sebelum Penebangan