Pengolahan dan Analisis Data

A. Penetapan Diameter

i. Diameter diukur pada bontos ujung terkecil tanpa kulit dengan menggunakan Pita Phi π ii. Apabila Phi tidak ada, pengukuran dilakukan dengan mengukur keliling menggunakan pita ukur biasa dalam kelipatan 1 cm, selanjutnya dengan angka keliling tersebut diameter dicari dalam tabel isi iii. Diameter kayu bundar Jati dinyatakan dalam kelas diameter, untuk AI dan AII kelipatan 3 cm dan untuk AIII kelipatan 1 cm.

B. Penetapan Panjang

Panjang diukur pada jarak terpendek antara kedua bontos melalui badan kayu. Panjang diukur dalam kelipatan 10 cm untuk panjang sampai 10,00 m dan kelipatan 50 cm untuk panjang lebih dari 10,00 meter dengan pembulatan kebawah.

C. Penentuan Mutu Akhir Berdasarkan Acuan Normatif Standar Nasional

Indonesia SNI . Standar acuan normatif yang digunakan dalam menentukan mutu akhir kualitas kayu bundar jati pada penelitian ini adalah Standar Nasional Indonesia SNI 01-5007.1-2003 tentang Kayu Bundar Jati dan SNI 01-5007.17-2001 tentang Pengukuran dan Tabel Isi Kayu Bundar Jati. Standar ini meliputi penetapan istilah dan definisi, lambang dan singkatan, klasifikasi, cara pembuatan, syarat mutu, cara uji, syarat lulus uji, dan syarat penandaan sebagai pedoman pengujian kayu bundar Jati Tectona grandis Linn.f yang diproduksi di Indonesia. Sistem penetapan mutu akhir kualitas berdasarkan pada persyaratan cacat yang ada pada acuan normatif Standar Nasional Indonesia SNI bisa dilihat pada tabel lampiran 1 tentang syarat mutu kayu.

3.9. Pengolahan dan Analisis Data

A. Rata-rata Diameter

Diameter sortimen merupakan rata-rata diameter bontos pangkal Ø Bp dan diameter bontos ujung Ø Bu dalam kelipatan satu sentimeter penuh. Diameter rataan dihitung menggunakan persamaan berikut : Ø kayu = 2 4 3 2 1 2 1 2 1 d d d d    Keterangan : Ø kayu = diameter kayu sortimen rata-rata d1 = diameter terpendek Bp Bontos pangkal d2 = diameter tegak lurus dengan d1 d3 = diameter terpanjang Bu Bontos ujung d4 = diameter tegak lurus dengan d3

B. Volume Sortimen

Volume dihitung berdasarkan rumus Brereton metrik, yaitu : V = 0,7845 x d 2 x p 10000 m 3 Keterangan : V = volume sortimen m3 0,7845 = ¼ π 10000 = konsanta untuk konversi satuan d 2 dari cm 2 ke m 2 d = diameter rata-rata sortimen cm p = panjang sortimen m

C. Data Sekunder

Data sekunder yang akan diambil pada penelitian ini antara lain : 1.Kondisi umum lokasi penelitian 2.Luas areal tebangan 3.Potensi hutan 4.sistem pemanenan yang digunakan 5.kebijakan pembagian batang

BAB IV. KONDISI UMUM

4.1. Letak dan Luas

Koperasi Hutan Jaya Lestari KHJL Konawe Selatan memiliki kawasan hutan dengan luasan sebesar 598,2 Ha. Di Kabupaten Konawe Selatan, 50,38 atau seluas 212.097 Ha, merupakan areal lahan yang dinyatakan sebagai Kawasan Hutan dan 208.906 49,62 digolongkan sebagai Kawasan Budidaya. Tabel 1. Luas areal kawasan hutan di Kabupaten Konawe Selatan Fungsi Lahan Luas Ha 1. Kawasan Hutan 212.097 50.38 Kawasan pelestarian alam 79.540 37.5 Hutan Lindung 42.759 20.2 Hutan produksi terbatas 3.705 1.7 Hutan produksi 86.093 40.6 Hutan konservasi

2. Kawasan Budidaya Non-Kehutanan

208.909 49.62 Jumlah 421.006 100 Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Konawe Selatan, Tahun 2003

4.2. Pengelolaan Hutan

Koperasi Hutan Jaya Lestari atau KHJL didirikan pada tanggal 18 Maret 2004, pendirian koperasi ini di inisiasi oleh 46 ketua kelompok Social Forestry dalam 6 kecamatan di wilayah kabupaten Konawe Selatan. Dalam perkembangannya, pada tahun 2008 KHJL telah memiliki 579 anggota dalam 32 desa. KHJL memiliki pendamping dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakatnya yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Untuk Hutan LSM JAUH dan TFT Tropical Forest Trust. KHJL merupakan satu-satunya koperasi yang mendapat pengakuan dari lembaga ekolabel internasional FSC Forest Stewardship Council sehingga kayu yang dijual telah mendapatkan sertifikasi dari FSC.