Zonasi 2. Peraturan Evaluasi Taman Wisata Alam Gunung Pancar Kabupaten Bogor
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gunung Pancar merupakan taman wisata alam yang sudah dibuka sejak tahun 1993. Penelitian ini melihat Gunung Pancar sebagai kawasan yang akan
dikembangkan sebagai ekowisata demi tujuan melindungi dan menjaga SDA dan budaya lokal. Hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu ekowisata,
pengetahuan lokal, sumber daya lokal, dan rencana manajemen . Uraian-urain di atas dijabarkan pada Sub-Bab di bawah ini.
Ekowisata
Secara sederhana ekowisata dapat diartikan sebagai wisata yang bersinergi dengan lingkungan. Akan tetapi ekowisata memiliki berbagai definisi, berbeda
orang maka berbeda definisi juga. Berikut ini adalah beberapa definisi ekowisata. 1. Ekowisata adalah wisata berbasis alam dimana ada pendidikan dan interpretasi
di dalamnya dan pengelolaan yang berkelanjutan serta terdapat komponen budaya, konservasi, dan pemberdayaan sumber daya local Allock, 1994.
2. Ekowisata adalah perjalanan yang beraggungjawab ke alam yang melindungi alam dan meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal Linberg dan Hawkins,
1993. 3. Ekowisata adalah wisata ekologis yang berkelanjutan dimana wisata tersebut
berperan menjaga satwa dan habitatnya dan juga secara langsung berkontribusi dalam konservasi dan atau secara tidak langsung memberikan pendapatan pada
penduduk lokal dan selanjutnya melindungi sumber daya setempat sebagai sumber penghasilan mereka Goodwin, 1996.
4. Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi tercemari dengan
tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh- tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat
yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini.
Secara gamblang, ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan
sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan. Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para pelaku ekowisata. Adanya unsur di atas yaitu kepedulian,
tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahtraan masyarakat setempat ditimbulkan oleh:
1. kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat
eksploitatif terhadap sumber daya alam, 2. asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat,
3. kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat setempat,
4. partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi economical benefit dari lingkungan yang lestari,
5. kehadiran wisatawan khususnya ekowisatawan ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkan
penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membuka
5 homestay, pondok ekowisata ecolodge, warung dan usaha-usaha lain yang
berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidpu penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil,
kulturil maupun intelektual.
Prinsip dan Kriteria Ekowisata
Beradasarkan Sumber: Dirjen Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan2001, prinsip dan kriteria
ekowisata yang meliputi berbagai hal. Tabel 1 memperlihatkan 5 prinsip dalam ekowisata dengan kriteria-kriterianya.
Tabel 1Prinsip dan kriteria ekowisata
No. Prinsip Ekowisata
Kriteria Ekowisata 1
Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap
pelestarian lingkungan alam dan budaya, melaksanakan kaidah-kaidah
usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan.
a. Memperhatikan
kualitas daya
dukung lingkungan kawasan tujuan, melalui pelaksanaan
sistem pemintakatan zonasi. b. Mengelola jumlah pengunjung, sarana dan
fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan daerah tujuan.
c. Meningkatkan kesadaran dan apresiasi para pelaku terhadap lingkungan alam
dan budaya. d. Memanfaatkan sumber daya lokal secara
lestari dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata.
e. Meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan, dan bersifat ramah
lingkungan.
f. Mengelola usaha secara sehat. g. Meningkatkan pendapatan masyarakat
setempat. 2
Pengembangan harus mengikuti kaidah-kaidah ekologis dan atas dasar
musyawarah dan pemufakatan masyarakat setempat.
a. Melakukan penelitian dan perencanaan terpadu dalam pengembangan ekowisata.
b. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat dalam proses
perencanaan dan pengelolaan ekowisata. c. Menggugah prakarsa dan aspirasi
masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata.
d. Memberi kebebasan kepada masyarakat untuk bisa menerima atau menolak
pengembangan ekowisata. e. Menginformasikan secara jelas dan benar
konsep dan tujuan pengembangan kawasan tersebut kepada masyarakat
setempat. f. Membuka kesempatan untuk melakukan
dialog dengan seluruh pihak yang terlibat multi stakeholders dalam proses
perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
3 Memberikan manfaat kepada
masyarakat setempat. a. Membuka kesempatan kepada masyarakat
setempat untuk membuka usaha ekowisata dan menjadi pelaku-pelaku
ekonomi kegiatan ekowisata baik secara aktif maupun pasif.
b. Memberdayakan masyarakat dalam upaya
6
peningkatan usaha ekowisata untuk meningkatkan kesejahtraan penduduk
setempat. c. Meningkatkan ketrampilan masyarakat
setempat dalam bidang-bidang yang berkaitan dan menunjang pengembangan
ekowisata. d. Menekan tingkat kebocoran pendapatan
leakage serendah-rendahnya.
4 Peka dan menghormati nilai-nilai
sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat.
a. Menetapkan kode etik ekowisata bagi wisatawan, pengelola dan pelaku usaha
ekowisata. b. Melibatkan masyarakat setempat dan
pihak-pihak lainya multi-stakeholders dalam penyusunan kode etik wisatawan,
pengelola dan pelaku usaha ekowisata. c. Melakukan pendekatan, meminta saran
saran dan mencari masukan dari tokohpemuka
masyarakat setempat pada tingkat paling awal sebelum memulai langkah-langkah
dalam proses pengembangan ekowisata. d. Melakukan penelitian dan pengenalan
aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempatsebagai bagian terpadu dalam
proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
5 Memperhatikan perjanjian, peraturan,
perundang-undangan baik ditingkat nasional maupun internasional.
a. Memperhatikan dan melaksanakan secara konsisten:
Dokumen-dokumenInternasional yang mengikat, GBHN
Pariwisata Berkelanjutan, Undang undang dan peraturan-peraturan yang
berlaku. b. Menyusun peraturan-peraturan baru yang
diperlukan dan memperbaiki dan menyempurnakan peraturan-peraturan
lainnya yang telah ada sehingga secara keseluruhan membentuk sistem per-UU
an dan system hukum yang konsisten. c. Memberlakukan peraturan yang berlaku
dan memberikan sangsi atas pelanggarannya secara konsekuen sesuai
dengan ketentuan yang berlaku law enforcement
. d. Membentuk kerja sama dengan
masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan
pencegahan terhadap dilanggarnya peraturan yang berlaku.
Sumber: Dirjen Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 2001
Tujuan Ekowisata
Konsep ekowisata telah banyak diterapkan di berbagai kawasan. Konsep tersebut memiliki tujuan tersendiri dan berdasarkan beberapa ahli. Beberapa
pendapat di bawah ini merupakan tujuan-tujuan ekowisata dari ahli-ahli ekowisata.
Lanjutan Tabel 1
7 1. sebagai objek untuk tujuan komersil Bukcley, 2009.
2. sebagai objek wisata sekaligus melindungi alam, sumber daya lokal, dan memberikan penghasilan pada penduduk lokal Weaver, 2001.
3. sebagai objek untuk memenuhi kebutuhan manusia berwisata, ekonomi Damanik dan Weber, 2006.
4. menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya, melibatkan dan
menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara komersial.
Penetapan tujuan ekowisata di atas di dasarkan pada beberapa unsur utama. Unsur-unsur utama tersebut akan dijabarkan seperti di bawah ini.
1. Ekowisata sangat tergantung pada kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya. Kekayaan keaneka-ragaman hayati merupakan daya tarik
utama bagi pangsa pasar ekowisata, sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat
penting untuk ekowisata. Pengembangan ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati
Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional dan lokal.
2. Pelibatan Masyarakat. Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta kawasan daya tarik wisata, dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh
karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan.
3. Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai tambah kepada
pengunjung dan masyarakat setempat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari
pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya.
4. Pertumbuhan pasar ekowisata di tingkat internasional dan nasional. Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan terhadap
produk ekowisata baik ditingkat internasional maupun nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berprilaku
positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan
kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya setempat.
5. Ekowisata sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan. Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara,
pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatan-kegiatan yang non- ekstraktif dan non-konsumtif sehingga meningkatkan perekonomian daerah
setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata, mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
Perkembangan Permintaan
Peningkatkan selera masyarakat terhadap wisata yang sifatnya mendidik dan natural menyebabkan permintaan wisata yang meningkat pula. Hal ini juga
didukung oleh meningkatnya jumlah pendapatan dan tingkat pendidikan. Beberapa ahli wisata telah mengunkapkan permintaan wisata saat ini.
8 1. Runtuhnya sistem kelasdan kasta, semakin meratanya distribusi sumber daya
ekonomi, ditemukannya teknologi transportasi, dan peningkatan waktu yang didorong oleh penciutan jam kerja telah mercepat mobilitas manusia antar
daerah, negara, dan benua, khususnya dalam hal pariwisata Damanik dan Weber, 2006.
2. Distribusi pendapatan yang lebih merata dan penghasilan yang meningkat mendorong semakin banyaknya permintaan perjalanan wisata Damanik dan
Weber, 2006. 3. Pendidikan yang semakin meningkat membuat wawasan seseorang semakin
luas. Keingintahuan dan minat untuk mempelarai sesuatu yang baru ikut menigkat selain itu apresiasi terhadap tempat dan budaya yang berbeda
semakin tinggi. Dalam hal tertentu mereka juga sangat kritis menilai lokasi, budaya, atau apa saja yang merek alihat dan kunjungi. Semua ini menjadi
pendorong yang kuat bagi orang untuk berwisata Damanik dan Weber, 2006.
4. Waktu luang, uang, sarana, da prasarana merupakan permintaan potensial wisata Damanik dan Weber, 2006.
Sumber Daya Lokal
Sumber daya lokal merupakan aset suatu kawasan yang mempunyai dampak dan nilai tersendiri bagi kawasan tersebut sehingga sumber daya tersebut
harus dijaga dengan baik Damanik dan Weber, 2006. Hal ini berguna bagi kelangsungan ekosistem dan sumber penghidupan bagi manusia dan hewan.
Sumber air atau energi, flora fauna lokal dan lanskap alami merupakan contoh sumber daya lokal yang ada pada suatu kawasan. Ketiga sumber daya tersebut
pada dasarnya saling membutuhkan dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Bila salah satu sumber daya tersebut rusak maka keseimbangan ekosistem
kawasan akan terganggu dan pada akhirnya akan merusak ekosistem jika tidak diperbaiki. Oleh karena itu, menjaga sumber daya lokal sangatlah penting.
Pengetahuan Lokal P
engetahuan indigenous adalah sekumpulan pengetahuan yang diciptakanoleh sekelompok masyarakat dari generasi ke generasi yang hidup
menyatudan selaras dengan alam Johnson 1992 disitasi oleh Sunaryo dan Joshi 2003. Pengetahuan seperti ini berkembang dalamlingkup lokal, menyesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.Pengetahuan ini juga merupakan hasil kreativitas dan inovasi atau uji cobasecara terus-menerus dengan melibatkan
masukan internal dan pengaruheksternal dalam usaha untuk menyesuaikan dengan kondisi baru setempat.Oleh karena itu pengetahuan indigenous ini tidak dapat
diartikan sebagaipengetahuan kuno, terbelakang, statis atau tak berubah.
Pengetahuan lokal indigenous dapat dilihat sebagai sebuah akumulasi pengalaman kolektif darigenerasi ke generasi yang dinamis dan yang selalu
berubah terus-menerusmengikuti perkembangan jaman.Indigenous berarti asli atau pribumi. Kata indigenous dalampengetahuan indigenous merujuk pada
masyarakat indigenous. Yangdimaksud dengan masyarakat indigenous di sini
9 adalah penduduk asli yangtinggal di lokasi geografis tertentu, yang mempunyai
sistem budaya dankepercayaan yang berbeda dengan sistem pengetahuan duniaintelektualinternasional. Kenyataan ini menyebabkan banyak pihak
yangberkeberatan dengan penggunaan istilah pengetahuan indigenous dan mereka lebih menyukai penggunaan istilah pengetahuan lokal Sunaryo danJoshi, 2003.
Pengetahuan lokal merupakan konsep yang lebih luas yang merujukpada pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup diwilayah tertentu
untuk jangka waktu yang lama. Pada pendekatan ini, kitatidak perlu mengetahui apakah masyarakat tersebut penduduk asli atautidak. Yang jauh lebih penting
adalah bagaimana suatu pandanganmasyarakat dalam wilayah tertentu dan bagaimana mereka berinteraksidengan lingkungannya, bukan apakah mereka itu
penduduk asli atau tidak.Hal ini penting dalam usaha memobilisasi pengetahuan mereka untukmerancang intervensi yang lebih tepat-guna.
Pengetahuan lokal tidak tercipta secara praktis dan biasanya didapatkan secara turun-temurun. Adakalanya suatu teknologi yang dikembangkan di tempat
lain dapat diselaraskan dengan kondisi lingkungannya sehingga menjadi bagian integral pengetahuan lokal. Pada perkembanganya pengetahuan lokal tidak
seutuhnya bertahan, ada beberapa hal yang hilang yang mungkin disebabkan oleh pengaruh eksternal. Namun, pada hakekatnya pengethauan lokal dapat bertahan
dengan upaya adaptasi atau penyesuaian-penyesuaiandengan mengikuti kondisi atau tuntutan yang berkembang.
Rencana Manajemen
Rencana manajemen atau pengelolaan merupakan suatu proses dari konsep, teori, dan analisis tujuan, yang dengannya seorang manajer merencanakan,
mengatur, memimpin, dan menjalankan tujuan tersebut melalui usaha manusia secara sistematis, koordinatif, dan saling kerja sama Kraus dan Curtis 1982.
Adapun definisi lainnya, pengelolaan lanskap adalah upaya terpadu dalam penataan dan pemanfaatan, pemeliharaan, pelestarian, pengendalian, dan
pengembangan lingkungan hidup sehingga tercipta lanskap yang bermanfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya Arifin dan Arifin 2005.
Kegiatan dalam pengelolaan lanskap itu menjagalanskapagar tetap nyaman, bersih dan menarik, baik dalam maupun luar guna melindungi dan meningkatkan
suatu fungsi dan estetika dari suatu lanskap. Fungsi dari pengelolaan lanskap adalah sebagai keberlanjutan dari kegiatan perencanaan dan desain suatu lanskap.
Kegiatan
pengelolaan lanskap
dimulai dari
pengembanganstrategipengelolaanyang berkelanjutandaridesain
sampaipemeliharaandalamupayauntuk membangunlanskapyangberfungsilebihefisiendan meminimalkandampakterhadap
lingkungan. Proses pengelolaan lanskap meliputi menentukan objek, merencanakan operasioanal, eksekusi rencana, dan monitoring dan bila
dibutuhkan lakukan rencana ulang Parker dan Bryan 1989.
Rencana manajemen lanskap seharusnya mencakup aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Hal ini berguna agar pengelolaan atau manajemen tersebut dapat
menghasilkan dampak positif dan berkelanjutan.
10
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksakan di Gunung Pancar yang terletak di Desa Karangtengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Taman Wisata
Alam Gunung Pancar dengan luas 447,5 Ha ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 156Kpts-II1988 tanggal 21 Maret 1988. Secara geografis
kawasan ini terletak antara 106°54’13”-106°54’58” BT dan 6°35’30”-6°35’38”
LS, sedangkan secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Pada sebelah Utara berbatasan dengan desa Ciburial,
sebelah Timur berbatasan dengan desa Cimandala, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Cimbimbin, dan sebelah Barat berbatasan dengan desa Karang
Tengah.
Gunung Pancar merupakan hulu Daerah Aliran Sungai DAS Kali Bekasi. Kawasan ini terletak di sebelah Barat DAS Kali Bekasi Gambar 2. Ada beberapa
aliran mata air disini dan aliran anak-anak sungai. Gunung Pancar terletak pada ketinggian 300-800 meter di atas permukaan
laut mdpl dengan topografi landai sampai bergelombang terjal dengan kemiringan sekitar 15-40. Bagian tertinggi terletakdi puncak Gunung Pancar
800 mdpl dan Pasir Astana 700 mdpl. Kawasan TWA Gunung Pancar termasuk ke dalam tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata 3.000-4.500 mmth. Jumlah
hari hujan per tahun berkisar antara 150-250 hari. Suhu udara minimum 24°C pada malam hari dan suhu tertinggi 33°C pada siang hari dengan kelembaban
udara rata-rata 58-82.
Penelitian “Evaluasi Kawasan Ekowisata Berbasis Sumber Daya dan Pengetahuan Lokal di Gunung Pancar, Kabupaten Bogor” ini telah dilaksanakan
dari bulan Februari 2012 sampai dengan bulan Juli 2012. Kemudian dilanjutkan dengan penulisan skripsi dari awal Agustus 2012 sampai Januari 2013.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, kamera, dan software
AutoCad, Photoshop dan AutoCad Land Development. Bahan yang digunakan, yaitu kertas gambar, kertas tabular, dan sheet kuisioner. Secara lisan
dilakukan wawancara mendalam terhadap pengelola, masyarakat lokal, dan pengunjung.
Sumber: Arifin, 2011
Gambar 2Lokasi Penelitian 11
G. PANCAR
Pendekatan Penelitian
Pendekatan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dapat dilakukan dalam proses rencana manajemen ekowisata yang berkelanjutan. Pendekatan ekologi
digunakan untuk mengetahui daya dukung dan biodiversitasdengan menentukan indikator kerusakan dari suatu ekosistem atau lingkungan sebagai akibat dari kegiatan
manusia terutama pada tingkat jumlah pemakai yang berlebihan. Peluang ekonomi bagi pengelola dan masyarakat lokal juga penting untuk dijadikan pendekatan dalam
penelitian ini. Pengelolaan juga menjadikan aspek sosial-budaya sebagai pendekatannya. Hal ini perlu untuk melihat sejauh mana suatu tempat wisata
berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat lokal dan mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap kelangsungan atau keseharian tempat wisata tersebut.
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan ekowisata. Ekowisata terdiri atas tiga aspek, yaitu aspek biofisik ekologi, sosial-budaya, dan ekonomi. Ketiga aspek
tersebut dievaluasi dengan standar eowisata. Selain aspek ekowisata tersebut, dikaji juga aspek pengelolaan yang sudah ada. Dari hasil evaluasi tersebut kemudian
disusun strategi pengelolaan untuk rekomendai pengelolaan.
Evaluasi Kelayakan Ekowisata
Wisata yang telah ada existing di TWA Gunung Pancar dibandingkan dengan standar ekowisata. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan wisata
yang ada bila dijadikan sebagai kawasan ekowisata.