Teori Interaksi Kondisi Geografis Desa

Secara umum tanggapan dapat diartikan sebagai hasil atau kesan yang didapat yang tertinggal dari pengamatan. Jadi pengertian tanggapan adalah gambaran ingatan dari pengamatan. Sejalan dengan pengertian tadi, Abu Ahmadi menjelaskan arti tanggapan sebagai berikut: “Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok, dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan dalam mana objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam ruang waktu pengamatan. Jadi jika proses pengamatan sudah berhenti, hanya kesannya saja. Perinstiwa itu disebut sebagai “tanggapan”. 21 Dalam pembahasan teori respon tidak lepas dari pembahasan proses teori komunikasi, karena respon merupakan timbal balik dari apa yang dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat proses komunikasi. Komunikasi menampakkan jalinan sistem yang utuh dan signifikan, sehingga proses komunikasi hanya akan berjalan secara efektif dan efisien apabila unsur di dalamnya terdapat keteraturan. 22 Dengan demikian, respon sangat membantu dalam berkomunikasi. Dengan adanya respon, terjadi timbal balik yang kemudian tercipta komunikasi dari satu orang ke orang lain.

B. Teori Interaksi

Mengutip penjelasan Hazan Zaman, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Abrori, bahwa interaksi yang terjadi antara mayoritas-minoritas adalah karena ada relasi kuasa timpang yang ditandai dengan penindasan, diskriminasi 21 Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, Cet. Ke-3, h. 64 22 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Rosda Karya, 1999, Cet. Ke-12, h. 18 dan segregasi. Karena itu ia mengajukan beberapa tipe interaksi mayoritas- minoritas yakni, asimetris, resiprokal, dan simetris. Asimetris berarti mayoritas sangat mempengaruhi survival kelompok minoritas. Biasanya ditandai dengan kekerasan fisik dan non-fisik antara kelompok mayoritas terhadap minoritas. Resiprokal berarti saling member masukan satu sama lain antara mayoritas dan minoritas. Dalam tipe ini muncul biasanya interaksi yang relatf tidak bermasalah karena masing-masing mengakui eksistensi satu sama lain, meskipun gesekan kecil-kecilan bisa saja terjadi. Sementara simetris berarti satu sama lain hidup sendiri-sendiri, tidak ada saling mempengaruhi dan interaksi yang terjadi tidak member keuntungan atau kerugian antara yang satu terhadap yang lain. 23

C. Masyarakat

1. Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah kelompok-kelompok manusia yang saling terkait oleh sistem-sistem, adat istiadat, ritus-ritus serta hukum-hukum khas, dan hidup bersama, atau masyarakat merupakan terdiri dari individu-individu yang secara berkelompok. 24 Masyarakat bisa diartikan pula sebagai kelompok manusia yang saling berinteraksi yang memiliki prasarana untuk mencapai tujuan bersama. Masyarakat adalah tempat kita saling melihat dengan jelas 23 Ahmad Abrori, Merayakan Toleransi; Studi atas Masyarakat Pandeglang, Refleksi, Vol. VIII, No. I, 2006 24 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas, Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 2001, Cet. Ke-1, hal. 34 proyeksi individu sebagai keluarga, keluarga sebagai prosesnya, dan masyarakat sebagai hasil dari proyeksi tersebut. Secara sosiologis, masyarakat atau society dapat diartikan sebagai kumpulan atau kelompok individu yang memiliki beberapa persamaan atau kepentingan dan tujuan. Sementara proses menjadinya bentuk masyarakat merupakan hasil dari interaksi yang dilakukan oleh individu-individu sebagai anggotanya. Dalam interaksi tersebut akan terbentuk suatu sistem sosial yang berdasarkan pada norma-norma yang disepakati oleh para anggota masyarakat yang bersangkutan. Perilaku sosial tersebut dilakukan secara berpola oleh seluruh invididu, sehingga melahirkan suatu kebudayaan yang menjadi pedoman masyarakat pendukungnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 25 Beberapa orang sarjana berusaha memberikan definisi masyarakat, di antaranya: a. Mac Iver dan Page, yang menyatakan bahwa, masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok penggolongan dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. b. Ralp Linton, mengatakan bahwa masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri dan menganggap diri mereka 25 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan Jakarta: Gramedia, 2000, Cet. Ke-19, hal. 25 sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. c. Selo Soemardjan, menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. 26 Walaupun uraian definisi di atas berlainan, tetapi pada dasarnya isinya sama, yaitu bahwa masyarakat memiiki unsur-unsur sebagai berikut: a. Manusia yang hidup ersama. Di dalam ilmu-ilmu sosial, tidak ada suatu ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. b. Bergaul atau bercampur dalam waktu yang cukup lama. c. Adanya kesadaran, bahwa setiap manusia merupakan bagian dari suatu kesatuan. d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan besama menimbulkan kebudayaan oleh setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya. 27 Adapun dalam pengelompokan masyarakat, menurut F. Tonnies, seorang ahli sosiologi, sebagaimana yang dikutip oleh Koentjaraningrat, membedakan dua macam masyarakat berdasarkan azas hubungannya, yaitu Gemeinschaft dan Gessellschaft. 28 Yang dimaksud Gemeinschaft paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh 26 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998, Cet. Ke-25, hal. 26 27 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hal. 26 28 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Jakarta: Aksara Baru, 1980, Cet. Ke-2, hal. 171 hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Sedangkan Gesselschaft patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai bentuk fikiran belaka imaginary. 29

2. Tipologi Masyarakat

Banyak para ahli mendefinisikan masyarakat berdasarkan kekhususan ilmu yang mereka tekuni, misalnya para ahli sosiologi dan antropologi. Dengan berbagai argumentasi mereka mendefinisikan masyarakat berdasarkan versi mereka masing-masing. Sehingga pengertian masyarakat sampai saat ini belum mendapatkan pengertian yang diterima oleh semua pihak. Tetapi jika dipahami secara mendalam, pada dasarnya pendapat yang mereka kemukakan tidak menimbulkan permaslahan yang cukup berarti, karena pengertian tersebut hampir kesemuanya memberikan gambaran yang sama mengenai pengertian masyarakat. Dari uraian di atas, para ahli mencoba mengklasifikasi masyarakat berdasarkan penelitian-penelitian yang mereka jalani. Sehingga setidaknya bahwa masyarakat terbentuk berdasarkan kriteria tersebut. Atas dasar ini penulis mencoba memberikan beberapa uraian mengenai tipologi masyarakat yang dikemukakan oleh para ahli di bidangnya masing-masing. Elizabeth K. Nothingham membedakan 3 tiga tipe masyarakat, yakni masyarakat yang terbelakang dari nilai-nilai sakral, masyarakat pra-industri yang sedang berkembang dan masyarakat industri-sekuler. 29 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hal. 144 Masyarakat yang memiliki tipe pertama adalah masyarakat yang kecil, terisolasi dan terbelakang. Setiap anggota tipe masyarakat ini bersama-sama menganut agama yangs ama, oleh karena itu keanggotannya mereka dalam masyarakat dan kelompok keagamaan adalah sama. Masyarakat tipe kedua, tidak lagi terisolasi, dapat berubah dengan cepat, lebih luas daerahnya dan lebih besar jumlah penduduknya, serta ditandai dengan tingkat perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada masyarakat tipe pertama. Suatu organisasi keagamaan yang biasanya menghimpun semua anggota memberi ciri khas kepada tipe masyarakat ini, walaupun ia merupakan organisasi formal yang terpisah dan berbeda, serta punya tenaga profesional sendiri. Sedangkan masyarakat tipe ketiga adalah masyarakat yang terbuka, dinamika masyarakat tinggi, perkembangan teknologi sangat maju dan berpengaruh bagi kehidupan. 30 30 Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat; Suatu Pengantar Sosiologi Agama Jakarta: Rajawali Press, 1994, Cet. Ke-5, hal. 51-62

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Kondisi Geografis Desa

Desa Pondok Udik adalah merupakan salah satu desa yang berada di wilayah kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat. Desa ini memiliki luas 323,4 Ha, dan berada di atas ketinggian 300 M di atas permukaan laut, serta curah hujan rata-rata 2,314mmtahun. Desa Pondok Udik secara struktur wilayah terbagi dalam tiga 3 dusun, 7 Rukun Warga RW, dan 21 Rukun Tetangga RT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan desa Jampang 2. Sebelah timur berbatasan dengan desa Tonjong 3. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Kemang 4. Sebelah barat berbatasan dengan desa Tegal Untuk jarak tempuh desa Pondok Udik dengan instansi-instansi pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat sebagai berikut: 1. Ibu kota kecamatan Kemang 4 km 2. Ibu kota kabupaten Bogor 16 km 3. Ibukota propinsi Jawa Barat 120 km 4. Ibukota Negara Republik Indonesia 60 km 31 Untuk memanfaatkan lahan atau tanah yang ada di desa Pondok Udik Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor sebagai berikut: 31 Data Monografi Desa Pondok Udik Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor, 2008 1. Pengembangan perumbahan 102,5 Ha 2. Pemukian dan pekarangan penduduk 160,2 Ha 3. Sawah dan empang 10 Ha 4. Ladang Huma 22 Ha 5. Jalan 3,4 Ha 6. Pemakaman 3,5 Ha 7. Perkantoran 15,6 Ha 8. Lapangan olah raga 1,5 Ha 9. Sarana pendidikan 3,5 Ha 10. Sarana peribadatan 1,3 Ha 32

B. Kondisi Sosial Demografis